Analisis Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun : Studi Komparatif antara Petani Padi dengan Petani Jagung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kesejahteraan
Kesejahteraan dapat dilihat dari 2 sisi yaitu kesejahteraan individu dan

kesejahteraan sosial. Kesejahteraan individu adalah suatu cara mengaitkan
kesejahteraan dengan pilihan-pilihan obyektif untuk kehidupan pribadinya.
Sedangkan kesejahteraan sosial merupakan cara mengaitkan kesejahteraan dengan
pilihan sosial secara obyektif yang diperoleh dengan cara menjumlahkan kepuasan
seluruh individu dalam masyarakat (Badrudin: 2012). Menurut Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah “kondisi terpenuhinya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan
mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
Adapun kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi yang memperlihatkan
tentang keadaan kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan
masyarakat (Badrudin: 2012)
Untuk memantau tingkat kesejahteraan masyarakat dalam satu periode
tertentu, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas). Susenas mengambil informasi keadaan ekonomi masyarakat sebagai

dasar untuk memperoleh indikator kesejahteraan. Dari informasi tersebut terdapat
delapan indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
masyarakat. Delapan indikator keluarga sejahtera menurut Badan Pusat Statistik
tahun 2005 adalah:
a. Pendapatan

8
Universitas Sumatera Utara

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) pendapatan adalah seluruh
penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal yang
terhitung dalam jangka waktu tertentu. Sajogyo (1977) menyatakan bahwa
tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar
bagi rumah tangga untuk memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah
maupun mutu gizinya. Pada sisi lain, rendahnya pendapatan akan
menyebabkan orang tidak mampu membeli kebutuhan pangan serta
memilih pangan yang bermutu gizi kurang serta tidak beragam.
b. Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
pola konsumsi penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi
masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan

setempat. Budaya setempat dan perilaku lingkungan akan membentuk pola
kebiasaan tertentu pada sekelompok masyarakat dimana mereka berada.
Dengan menggunakan data pengeluaran dapat diungkapkan tentang pola
konsumsi rumah tangga secara umum menggunakan indikator proporsi
pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Komposisi pengeluaran
rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan
ekonomi penduduk. Makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan
terhadap total pengeluaran makin membaik tingkat kesejahteraan
penduduk.
c. Keadaan tempat tinggal
Adapun Kriteria tempat tinggal yang dinilai ada 5 item yaitu jenis atap
rumah, dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai.

9
Universitas Sumatera Utara

d. Fasilitas tempat tinggal
Adapun Fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 12 item, yaitu
pekarangan, alat elektronik, pendingin, penerangan, kendaraan yang
dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air

minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, WC dan jarak
WC dari rumah.
e. Kesehatan anggota keluarga
Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1, adapun pengertian kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik sudah
dibentuk Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
Perundang-undangan tersebut mengatur secara jelas, cermat dan lengkap
setiap aspek kesehatan. Perbaikan akses terhadap konsumsi pelayanan
sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi) merupakan alat kebijakan penting
dalam strategi pemerintah secara keseluruhan untuk mengurangi angka
kemiskinan

dan

memperbaiki


kesejahteraan

penduduk

Indonesia.

Perluasan ruang lingkup dan kualitas dari pelayanan-pelayanan pokok
tersebut membutuhkan investasi pada modal manusia yang pada akhirnya
akan meningkatkan produktivitas golongan miskin tersebut. Pada waktu

10
Universitas Sumatera Utara

yang bersamaan, pelayanan-pelayanan tersebut secara langsung mampu
memuaskan konsumsi atas kebutuhan pokok.
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Adapun kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang dimaksud
adalah kemudahan yang terdiri dari 6 item yaitu jarak rumah sakit terdekat,
jarak toko obat, penanganan obat-obatan, dan alat kontrasepsi.
g. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan

Adapun Kriteria kemudahan yang dimaksud memasukkan anak ke jenjang
pendidikan terdiri dari 3 item yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan
proses penerimaan.
h. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi
Adapun Kemudahan mendapatkan transportasi yang dimaksud adalah
kemudahan yang terdiri atas 3 item, yaitu ongkos kendaraan, fasilitas
kendaraan dan status kepemilikan kendaraan.
indikator keluarga sejahtera menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005
diatas kemudian diringkas dalam Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Indikator Keluarga Sejahtera
No.
1

2.

3.

4.


Indikator
Pendapatan

Konsumsi atau
pengeluaran
rumah tangga
Keadaan tempat
tinggal
Fasilitas tempat

Kriteria
Rendah ( Rp. 10.000.000)
Rendah ( Rp. 5.000.000)
non permanen
semi permananen
Permanen
Kurang
11
Universitas Sumatera Utara


tinggal
5

6

7

8.

Kemudahan
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
Kemudahan
memasukkan
anak ke jenjang
pendidikan
Kemudahan
mendapatkan
fasilitas

transportasi

Cukup
Lengkap
Kurang
Cukup
Bagus
Sulit
Cukup
Mudah
Sulit
Cukup
Mudah
Sulit
Cukup
Mudah

Sumber : BPS, tahun 2005

Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur

dari beberapa aspek kehidupan:
a. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah,
bahan pangan dan sebagainya.
b. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh,
lingkungan alam, dan sebagainya.
c. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas
pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya.
d. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spritual, seperti moral, etika,
keserasian, dan sebagainya.
Pada salah satu publikasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada tahun
1961 yang berjudul International Defenition and Measurement of Levels of

12
Universitas Sumatera Utara

Living: An Interim Guide dikemukakan ada sembilan komponen kesejahteraan,
antara lain:
a. kesehatan
b. konsumsi makanan dan gizi
c. pendidikan

d. kesempatan kerja
e. perumahan
f. jaminan sosial
g. sandang
h. rekreasi dan kebebasan
2.2

Pertanian
Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi)

tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi
kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, berternak, dan melaut. Pertanian
juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau
usaha tani (pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan
(beternak) dan perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah
orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan
hidupnya di dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani
pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan
hasil laut (Surahman et. al, 1999 : 7)
Pertanian (agriculture) secara luas didefenisikan sebagai suatu jenis proses

produksi biologis yang khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman

13
Universitas Sumatera Utara

dan hewan (ikan dan ternak) (Mosher, 1966). Pertanian itu mempunyai pengertian
dalam arti luas dan sempit. Pertanian dalam arti luas adalah semua yang
mencakup kegiatan pertanian (tanaman pangan dan hottikultura), perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan. Saat ini, kegiatan pertanian dalam arti luas
ditangani oleh tiga departemen yaitu: departemen pertanian, departemen
kehutanan, dan departemen kelautan dan perikanan. Sebelum diputuskan, ketiga
departemen tersebut sudah mengalami beberapa perubahan, yakni:
1. Tahun 1980 = Departemen Pertanian.
2. Tahun 1987 = Departemen pertanian dan Departemen Kehutanan.
3. Tahun 2000 = Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan
perkebunan, serta Departemen Kelautan dan Perikanan.
4. Tahun 2002 = Urusan perkebunan dikembalikan kedalam Departemen
Pertanian, sehingga sejak itu kegiatan pertanian dalam arti luas ditangani
oleh ketiga departemen yaitu Departemen pertanian, Departemen
Kehutanan, dan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Sedangkan Pertanian dalam arti sempit (Rahmanta, 2014) adalah pertanian
bercocok tanam, yaitu pertanian rakyat dan pertanian perkebunan. Perbedaan
pertanian rakyat dengan perkebunan terutama terletak dalam skala luas areal dan
sistem manajemennya yang lebih sempit dan lebih sederhana daripada
perkebunan. Perkebunan itu sendiri, ada juga perkebunan rakyat yang sistem
manajemennya berbeda juga dengan perkebunan besar. Menurut pemiliknya,
perkebunan besar dapat dibagi menjadi perkebunan yaitu: PTP (BUMN),

14
Universitas Sumatera Utara

Perkebunan Perusahaan Daerah, Swasta Nasional, Swasta Asing, Joint Venture,
PIR dll.
Di bidang pertanian, produk pertanian itu sendiri mempunyai ciri-ciri yang
perlu diketahui (Rahmanta, 2014), antara lain:
a. Produk pertanian adalah bersifat musiman. Artinya, tiap macam produk
pertanian tidak mungkin tersedia setiap saat bila tanpa diikuti dengan
manajemen stok yang baik.
b. Produk pertanian bersifat segar dan mudah rusak. Artinya, tiap macam
produk pertanian sebenarnya diperoleh dalam keadaan segar (masih
basah), sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama,
maka diperlukan perlakuan tambahan, misalnya pengeringan atau
perlakuan pasca panen yang lain.
c. Produk pertanian itu bersifat bulky. Artinya volumenya besar tetapi
nilainya relatif kecil akibatnya ialah dalam proses pengelolaannya
diperlukan tempat yang luas. Ini artinya perlu biaya penyimpanan atau
perawatan yang lain dalam jumlah yang relatif besar.
d. Produk pertanian lebih mudah terserang hama dan penyakit, sehingga
tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit itu juga besar.
Bila dikehendaki agar produk tersebut terhindar dari serangan hama dan
penyakit maka diperlukan biaya yang juga tidak sedikit.
e. Produk pertanian bersifat lokal atau kondisonal. Artinya, tidak semua
produk pertanian dapt dihasilkan dari satu lokasi, melainkan berasal dari
berbagai tempat. Misalnya, tanaman apel dapat tumbuh di dataran tinggi

15
Universitas Sumatera Utara

dan tidak dapat tumbuh baik di dataran rendah. Sebaliknya, ketela rambat
baik ditanam di dataran rendah daripada dataran tinggi.
f. Produk pertanian mempunyai kegunaan yang beragam. Tanaman tebu
dapat dibuat gula pasir di samping juga dibuat sebagai bahan tetes.
Daunnya dapat untuk pelet makanan ternak atau bila kering dapat untuk
atap rumah atau dipakai sebagai pembakar. Kulit tebu yang kering dapat
untuk kayu bakar, dan masih banyak kegunaan yang lain walaupun dari
satu bahan baku yang sama.
g. Produk pertanian dapat dipakai sebagai bahan baku produk lain di samping
juga dapat dikonsumsi langsung. Buah apel begitu sudah masak dapat
langsung dikonsumsi. Tetapi dapat juga diproses lebih lanjut menjadi sirup
apel.
h. Produk pertanian tertentu dapat befungsi sebagai produk sosial. Misalnya
beras di Indonesia atau kentang di Australia. Bila harga beras berubah
sedikit saja maka masyarakat akan cepat gelisah.
2.3

Pendapatan
Tujuan pembangunan pertanian sebagai salah satu pembangunan ekonomi

di Indonesia bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di bidang usaha pertanian (petani, nelayan, dan peternak) di pedesaan. Hal ini
dapat tercapai bila pendapatannya dapat ditingkatkan dari dari sumber
pendapatannya baik dari pertanian maupun non pertanian.
Sumber pendapatan masyarakat petani pedesaan berasal dari berbagai
kegiatan yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi industri, pengrajin,

16
Universitas Sumatera Utara

jasa angkutan, dan sebagainya. Menurut supardi (2002 : 29) pendapatan rumah
tangga di pedesaan pinggiran hutan berasal dari lahan usaha tani (sendiri,
menyewa/menyakap), memelihara ternak, menebang kayu secara ilegal, buruh
tani maupun bekerja di luar sektor pertanian. Menurut

Badan

Pusat

Statistik

(1998) pendapatan dan penerimaan rumah tangga adalah seluruh pendapatan dan
penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang
terdiri atas:
1) Pendapatan dari upah/gaji yang mencakup upah/gaji yang diterima seluruh
anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan
imbalan

bagi

pekerjaan

yang

dilakukan

untuk

suatu

perusahaan/majikan/instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa.
2) Pendapatan dari usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan
kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya
produksinya.
3) Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji/upah yang menyangkut usaha
lain dari:
a) Perkiraan sewa rumah milik sendiri,
b) bunga, deviden, royalti, paten, sewa/kontrak, lahan, rumah, gedung,
bangunan dan peralatan.
2.4

Produksi
Produksi pertanian merupakan fokus pertama yang akan mempengaruhi

proses selanjutnya hingga menghasilkan output. Produksi dapat dinyatakan
sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas

17
Universitas Sumatera Utara

berupa kegiatan usaha tani maupun usaha lainnya (penangkapan dan beternak).
Sebelum dilakukan proses produksi di lahan, terlebih dahulu dilakukan proses
pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian berupa industri agro-kimia (pupuk
dan peptisida), industri agro otomotif (mesin dan peralatan pertanian), dan industri
pembenihan dan pembibitan. Untuk proses produksi di lahan, dapat digunakan
faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, peptisida,
teknologi serta manajemen. Jadi, produksi komoditas pertanian merupakan hasil
proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) dengan berbagai
pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil tangkapan (perahu, alat
tangkap, nelayan, jumlah trip, operasional, dan musim).
2.5

Modal Kerja
Perkataan modal atau kapital digunakan dalam bermacam arti. Dalam arti

sehari-hari modal sama artinya denngan harta kekayaan seseorang. Modal dapat
mendatangkan penghasilan bagi sipemilik modal, terlepas dari kerjanya. Dalam
ilmu ekonomi juga banyak defenisi tentang modal. Modal atau kapital adalah
segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki oleh masyarakat disebut
kekayaan masyarakat. Sebagian dari kekayaan itu digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barangbarang baru dan inilah yang disebut modal masyarakat atau modal sosial. Jadi
modal adalah setiap hasil atau produk yang digunakan untuk menghasilkan
produk selanjutnya.

18
Universitas Sumatera Utara

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi
kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut
modal dapat dibagi menjadi dua bagian:
a. modal tetap : terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian
dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam
sekali proses produksi.
b. Modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, peptisida dan upah yang
dibayarkan kepada tenaga kerja
2.6

Pupuk
Seperti halnya manusia, selain mengonsumsi nutrisi makanan pokok,

dibutuhkan pula konsumsi nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok.
Tanaman pun demikian, selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat
dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk
yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Menurut Sutejo
(2002 : 92), pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan
atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya
pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang.
Sementara itu, pupuk anorganik atau pupuk buatan merupakan hasil industri atau
hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP, dan KCL.
2.7

Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan unsur produksi yang kedua dalam usahatani.

Kerja seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman
dan tingkat kesehatan. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja 15-64

19
Universitas Sumatera Utara

tahun yang dapat bekerja untuk memproduksi. Pengaruh tenaga kerja terhadap
produksi tidak sama pada setiap cabang produksi. (Daniel,2002). Tenaga kerja
usahatani dapat dapat dibedakan atas tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja anak-anak. Tenaga kerja usaha tani dapat diperoleh dari dalam
keluarga maupun luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga dapat diperoleh
dengan cara upah. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usaha tani yang
berskala luas.
2.8

luas lahan
Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi

komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang
digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan
tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are. Di
pedesaan, petani masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok, dan
jengkal. Oleh karena itu, jika peneliti melakukan penelitian tentang luas lahan,
dapat dinyatakan melalui proses transformasi dari ukuran luas lahan tradisional ke
dalam ukuran yang dinyatakan dalam hektar atau are.
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini
pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu usaha pertanian.
Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian maka
akan semakin tidak efisienlah usaha tersebut. Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa luasnya lahan

mengakibatkan

upaya melakukan

tindakan

yang

mengarahkan pada segi efisiensi akan berkurang karena:

20
Universitas Sumatera Utara

a. lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit,
pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja.
b. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disekitar daerah itu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut.
c. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam
skala luas tersebut.
Sebaliknya pada luas lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap
penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja
tercukupi dan tersedianya modal yang tidak terlalu besar, sehingga usaha
pertanian seperti ini adakalanya sering lebih efisien.
2.9

Kebijakan Pertanian di Indonesia
Di Indonesia, terdapat 2 kebijakan pertanian (Lincolin Arsyad, 2010), antara
lain:
a. Bimas
Bimas merupakan singkatan dari Bimbingan Massal. Dalam pengertian
tersebut, Bimas merupakan suatu sistem penyuluhan atau pembimbingan
petani ke arah usaha tani yang lebih baik dan lebih maju, sehingga ia
mampu meningkatkan pendapatan usaha taninya. Bimbingan ini
dilaksanakan secara massal (untuk membedakan dengan pembimbingan
individu), dengan alasan:
1. Yang hendak dicapai adalah peningkatan produksi dan pendapatan
yang sangat besar (8 sampai 10 persen per tahun).

21
Universitas Sumatera Utara

2. Pembimbingan secara perseorangan akan sangat lambat dan mahal.
Karena Bimas merupakan sistem penyuluhan, maka isinya pasti berupa
dorongan, ajakan atau bujukan (persuasi) melalui contoh-contoh yang
dapat ditiru, baik di kebun-kebun percobaan, demonstrasi plot(demplot) maupun di sawah-sawah petani maju.
Istilah Bimas mulai dipakai secara resmi pada tahun 1967/1968,
pada saat pemerintah ingin melaksanakan intensifikasi padi pada sawah
seluas 1.000.000 ha dengan menerapkan sistem panca usaha, yaitu
perbaikan

irigasi,

penggunaan

bibit

unggul,

penggunaan

pupuk,

pemberantasan hama dan penyakit, sera perbaikan cara bercocok tanam
(teknologi). Sebelum itu dipakai istilah Demas (Demonstrasi Massal) yang
berawal dari proyek peningkatan produksi padi di Karawang (1963) pada
sawah seluas 100 ha yang dilakukan oleh 12 orang mahasiswa serta 7
orang asisten dosen dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Mereka dikirim ke
desa selama kurang lebih 7 bulan dan hidup berdampingan dengan para
petani. Program ini dibantu oleh Departemen Riset Nasional dan
Departemen Pertanian.
Seperti telah disebutkan di atas, salah satu dari lima usaha ( panca
usaha) meningkatkan produksi padi ini adalah penggunaan bibit unggul.
Karena pada tahun 1967/1968 “bibit ajaib” PD8 mulai tersedia dalam
jumlah besar, maka bibit unggul inilah yang menjadi simbol pengenalan
sistem Bimas. Dan sebagaimana terjadi di negara-negara Asia lainnya,
bibit baru ini mampu meningkatkan produksi sampai rata-rata 50 persen,

22
Universitas Sumatera Utara

suatu kemajuan yang mengesankan. Pada tahun inilah, awal dari revolusi
hijau (green revolution) di Indonesia mulai berjalan.
Tanpa bermaksud mengurangi makna sarana produksi yang lain,
faktor kedua yang juga penting peranannya dalam program Bimas ini
adalah kredit. Karena untuk memungkinkan efektifnya bibit unggul
tersebut, harus digunakan cukup banyak pupuk buatan, dan karena pupuk
ini harus dibeli dengan uang, maka pemerintah menyediakan kredit yang
diperlukan. Pemerintah ORBA (Orde Baru) waktu itu yang mewarisi
perekonomian dengan laju inflasi tinggi dan cadangan devisa yang sangat
sedikit, merasa tidak mampu menyediakan seluruh kredit yang diperlukan.
Itulah sebabnya dari 1.000.000 ha area yang harus dapat di
intensifikasikan, hanya 500.000 ha saja yang dapat di-Bimas-kan.
Selebihnya dimasukkan dalam program Inmas (Intensifikasi Massal).
Karena peningkatan produksi padi program yang mendapat prioritas
tertinggi pada Pelita I, maka dibentuklah organisasi Bimas dari tingkat
nasional sampai tingkat kecamatan. Isi pokoknya adalah menghendaki
koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang sebaik mungkin antara
berbagai departemen dan instansi-instansinya dari atas sampai ke bawah.
Kalau pada tingkat organisasi, Bimas mampu berkembang dan
bekerja cepat karena diatur di luar birokrasi yang rutin, maka pembentukan
Badan Pembina Bimas pada tingkat Provinsi dan Badan Pelaksana Bimas
pada tingkat Kabupaten tidaklah seperti demikian. Pada pemerintah daerah
tingkat I dan II, Organisasi Bimas dilimpahkan pada birokrasi rutin. Ketua

23
Universitas Sumatera Utara

Bapel Bimas pada daerah tingkat I adalah Gubernur, dan Ketua Bapel
Bimas pada daerah tingkat II dalah Bupati, sedangkan Kepala Dinas
Pertanian menjadi wakil ketuanya. Hal ini berarti bahwa pada tingkat I dan
II ini, Bimas merupakan tugas ekstra yang cukup berat dan menyita
banyak sekali waktu dan pikiran Gubernur dan Bupati. Tetapi, pola Bimas
yang sedemikian dianggap yang paling mungkin diwujudkan, karena
apabila bukan Gubernur dan Bupati sendiri yang memimpin, maka
dikhawatirkan program ini tidak akan berjalan. Dengan adanya lembaga
menteri muda urusan produksi pangan di dalam kabinet kita sekarang,
maka menteri muda urusan produksi pangan bertanggungjawab dalam
melaksanakan program Bimas, baik untuk tanaman padi maupun tanaman
pangan lainnya.
b.

Inmas
Program Inmas merupakan program intensifikasi padi dengan fasilitas
penyuluhan yang sama dengan Bimas tetapi tanpa kredit. Daerah Inmas
mencakup daerah persawahan yang memenuhi semua syarat-syarat teknis
Bimas ( antara lain sawah yang beririgasi teknis atau setengah teknis),
tetapi petaninya dianggap sudah cukup maju, sehingga tanpa kredit
pemerintah pun mereka diharapkan mampu melaksanakan penerapan
panca usaha secara lengkap.

2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tingkat kesejahteraan petani telah banyak dilakukan
oleh beberapa peneliti. Dian Komala Sari, Dwi Haryono, Novi Rosanti (2014)

24
Universitas Sumatera Utara

melakukan penelitian mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan
Rumah Tangga Petani Jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Hasil membuktikan bahwa menurut kriteria sajogy, petani jagung berada dalam
kategori cukup dan jika dilihat menurut kriteria BPS bahwa rumah tangga petani
jagung masuk dalam kategori sejahtera.
Titiek Kurniawati (2015) meneliti tentang Tingkat kesejahteraan pengrajin
bambu di desa sendari, kecamatan mlati, kabupaten sleman, daerah istimewa
yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Tingkat kesejahteraan
pengrajin bambu di desa sendari dibagi mejadi 3 ktiteria yaitu tinggi,sedang dan
rendah. Jumlah pengrajin bambu dalam tingkat kesejahteraan rendah sebanyak 1
orang ( 1,64%), jumlah pengrajin yeng tergolong dalam tingkat kesejahteraan
sedang sebanyak 33 orang (54,10%) dan jumlah pengrajin yeng tergolong dalam
tingkat kesejahteraan tinggi sebanyak 27 orang (44,26%)
Eko Sugiharto (2007) meneliti tentang Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa Berdasarkan indikator BPS tahun 2005
diketahui bahwa nelayan di Desa Benua Baru Ilir yang tergolong dalam tingkat
kesejahteraan tinggi sebanyak 3 responden (15%) dengan jumlah skor 20.
Nelayan yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 17
responden (85%) dengan jumlah skor berkisar 17-19. Berdasarkan ketiga
indikator tersebut secara umum diketahui bahwa taraf hidup nelayan di Desa
Benua Baru Ilir tergolong sejahtera.

25
Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, Adhi Yudha Bhaskara, Marhadi Slamet Kistiyanto, Juarti
melakukan penelitian mengenai Pengaruh transformasi lahan pertanian menjadi
perkebunan kelapa sawit terhadap tingkat kesejahteraan petani di Kecamatan
Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani di kecamatan
Babulu sangat rendah, namun dengan mentransformasi lahan pertanian menjadi
perkebunan kelapa sawit, tingkat kesejahteraan meningkat. Tingkat pemenuhan
kebutuhan petani jauh lebih terpenuhi ketika mereka mentranformasi lahan
pertanian menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dibandingkan ketika menjadi
lahan pertanian. Dimana pemenuhan kesehatan, sandang, ketahanan pangan jauh
lebih terjamin.
Penelitian terdahulu di atas kemudian diringkas dalam Tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No

1.

2.

Peneliti

Judul
Penelitian

Variabel
yang
Digunakan
Dian
Analisis
Pendapatan,
Komala
Pendapatan
pengeluaran,
Sari, Dwi dan
Tingkat kesejahteraan
Haryono,
Kesejahteraan rumah tangga
Novi
Rumah Tangga petani
Rosanti
Petani Jagung
(2014)
di Kecamatan
Natar
Kabupaten
Lampung
Selatan
Titiek
Tingkat
Tingkat
Kurniawati Kesejahteraan kesejahteraan
(2015)
Pengrajin
Bambu di Desa
Sendari,
Kecamatan

Hasil Penelitian

Berdasarkan kriteria sajogyo
(1997), petani jagung di
Kecamatan Natar sebagian
besar berada dalam kategori
cukup yaitu sebesar 60,78
persen, sedangkan berdasarkan
kriteria BPS (2007) rumah
tangga
petani
jagung
dikecamatan tersebut masuk
dalam kategori sejahtera yaitu
sebesar 70,59 persen.
Tingkat
kesejahteraan
pengrajin bambu di desa
sendari dibagi mejadi 3 ktiteria
yaitu tinggi,sedang dan rendah.
Jumlah pengrajin bambu dalam
tingkat kesejahteraan rendah

26
Universitas Sumatera Utara

Mlati,
Kabupaten
Sleman,
Daerah
Istimewa
Yogyakarta

3.

4.

sebanyak 1 orang ( 1,64%),
jumlah
pengrajin
yeng
tergolong
dalam
tingkat
kesejahteraan sedang sebanyak
33 orang (54,10%) dan jumlah
pengrajin
yeng
tergolong
dalam tingkat kesejahteraan
tinggi sebanyak 27 orang
(44,26%)
Eko
Tingkat
Tingkat
Berdasarkan indikator BPS
Sugiharto
Kesejahteraan kesejahteraan tahun 2005 diketahui bahwa
(2007)
Masyarakat
nelayan di Desa Benua Baru
Nelayan Desa
Ilir yang tergolong dalam
Benua
Baru
tingkat kesejahteraan tinggi
Ilir
sebanyak 3 responden (15%)
dengan jumlah skor 20.
Berdasarkan
Nelayan yang tergolong dalam
Indikator
Badan Pusat
tingkat kesejahteraan sedang
Statistik
sebanyak 17 responden (85%)
dengan jumlah skor berkisar
17-19. Berdasarkan ketiga
indikator
tersebut
secara
umum diketahui bahwa taraf
hidup nelayan di Desa Benua
Baru Ilir tergolong sejahtera.
Adhi Yudha Pengaruh
Luas lahan, Hasil
penelitian
ini
Bhaskara,
Transformasi
tingkat
menunjukkan bahwa tingkat
Marhadi
Lahan
kesejahteraan kesejahteraan
petani
di
Slamet
Pertanian
kecamatan Babulu sangat
rendah,
namun
dengan
Kistiyanto, Menjadi
Juarti
Perkebunan
mentransformasi
lahan
(2012)
Kelapa Sawit
pertanian menjadi perkebunan
Terhadap
kelapa
sawit,
tingkat
Tingkat
kesejahteraan
meningkat.
Kesejahteraan
Tingkat pemenuhan kebutuhan
Petani
di
petani jauh lebih terpenuhi
Kecamatan
ketika mereka mentranformasi
Babulu
lahan pertanian menjadi lahan
Kabupaten
perkebunan
kelapa
sawit
Penajam Paser
dibandingkan ketika menjadi
Utara Provinsi
lahan
pertanian.
Dimana
Kalimantan
pemenuhan
kesehatan,
Timur
sandang, ketahanan pangan
jauh lebih terjamin.

27
Universitas Sumatera Utara

2.11

Kerangka Konseptual penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua pendapatan yang akan diteliti yaitu tingkat

pendapatan padi dengan jagung. Penelitian ini tujuannya ingin mengetahui apakah
ada perbedaan tingkat pendapatan yang signifikan antara petani padi dengan
petani jagung di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

Tingkat
Pendapatan
padi
Tingkat
Pendapatan
jagung

Ada
perbedaan

Tidak ada
perbedaan

Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian I
Seperti dijelaskan dalam gambar 2.2, modal kerja , pupuk, tenaga kerja,
dan luas lahan mempengaruhi bagaimana produksi padi maupun produksi jagung.
Penelitian ini ingin melihat besaran statistik faktor modal kerja, pupuk, tenaga
kerja dan luas lahan terhadap produksi padi dengan produksi jagung.
pupuk
Modal kerja
Tenaga
Kerja

Produksi padi

Produksi jagung

Luas lahan
Gambar 2.2 kerangka konseptual penelitian II

28
Universitas Sumatera Utara

Seperti dijelaskan dalam gambar 2.3, Dalam penelitian ini, indikator
tingkat kesejahteraan yang digunakan adalah indikator tingkat kesejahteraan
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005. Terdapat 8 indikator tingkat
kesejahteraan menurut BPS, tetapi dalam penelitian ini, peneliti memilih 1 dari 8
indikator tersebut untuk melihat tingkat kesejahteraan petani padi dengan petani
jagung yaitu indikator pendapatan. Karena diketahui bahwa indikator pendapatan
merupakan indikator yang paling penting dan terutama. Dengan menggunakan
indikator pendapatan akan ditemukanlah 3 tingkat kesejahteraan yaitu
kesejahteraan tinggi, kesejahteraan sedang, dan kesejahteraan rendah. Oleh karena
itu, diketahuilah kesejahteraan petani padi dengan petani jagung. Apakah
tergolong

kepada

kesejahteraan

tinggi,

kesejahteraan

sedang

maupun

kesejahteraan rendah. Kemudian akan diketahuilah tingkat perbandingan
(komparatif) kesejahteraan petani padi dengan petani jagung di Kecamatan Panei,
Kabupaten Simalungun.

Kesejahteraan
tinggi
Indikator
Tingkat
Kesejahteraan
petani

Pendapatan

Kesejahteraan
petani padi

Kesejahteraan
sedang
Kesejahteraan
petani jagung

Kesejahteraan
rendah

Gambar 2.3 kerangka konseptual penelitian III

29
Universitas Sumatera Utara

2.12

Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2011:70), hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara
karena, jawaban yang diberikan melalui hipotesis baru didasarkan teori,
dan

belum

menggunakan

fakta.

Hipotesis

memungkinkan

kita

menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori.
Hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai
hubungan-hubungan antara variabel-variabel dalam persoalan.Oleh sebab
itu rumusan masalah penelitian ini biasanya disusun dalam kalimat
pernyataan. Adapun hipotesis dalam penelian ini adalah:
Ho :

Tidak terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan petani padi dengan
jagung di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

H1 :

Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan petani padi dengan
jagung di Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

30
Universitas Sumatera Utara