Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi taksonomi tanaman sukun
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, klasifikasi taksonomi
tanaman sukun adalah sebagai berikut:
Kerajaan

: Plantae

Filum

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Bangsa

: Rosales

Keluarga


: Moraceae

Suku

: Arthocarpus

Spesies

: Arthocarpus communis Forst.

Nama umum

: Sukun

Nama daerah
Sumatera

: Sukun (Aceh), Hatopul (Batak) dan Amu (Meteyu)


Jawa

: Sukun (Jawa) Sakon (Madura)

Bali

: Sukun (Bali)

Nusa Tenggara : Sukun (Bali)
(Adinugraha, 2011).
Tanaman sukun dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga dataran tinggi
dengan ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut. Tanaman sukun
memiliki toleransi yang cukup longggar terhadap rentang iklim. Sukun dapat
tumbuh dengan baik di daerah beriklim basah maupun iklim kering. Tanaman
sukun lebih suka tumbuh di daerah terbuka, dan mendapat sinar matahari penuh.
Sukun juga memiliki toleransi terhadap keragaman tanah. Sukun menghendaki

5
Universitas Sumatera Utara


tanah yang memiliki air tanah yang dangkal, dan tidak menghendaki tanah dengan
kadar garam yang tinggi. Tanah dengan kadar humus yang tinggi akan lebih
menjamin tingkat pertumbuhan dan produksi buahnya (Purwantoyo, 2007).
Tanaman sukun baik dikembangkan di dataran rendah hingga ketinggian
1200 mdpl yang bertipe iklim basah. Curah hujan antara 2000-3000 mm per
tahun. Tanah alluvial yang banyak mengandung bahan organic disenangi oleh
tanaman sukun. Derajat keasaman tanah sekitar 6-7. Tanaman sukun relatif lebih
terhadap pH rendah, relatif tahan kekeringan, dan tahan naungan. Tanaman sukun
masih mampu tumbuh dan berbuah pada daerah yang mengandung batu karang
dan kadar garam agak tinggi serta daerah yang sering tergenang air. Tanaman
sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah seperti tanah podsolik merah kuning,
tanah berkapur dan tanah berpasir (regosol), namun akan lebih baik apabila
ditanam pada tanah alluvial yang gembur, bersolum dalam, banyak mengandung
humus, tersedia air tanah yang cukup dangkal dan memiliki pH tanah sekitar 5-7.
Umumnya pertumbuhan tanaman sukun tidak baik apabila ditanam pada tanah
yang memiliki kadar garam (NaCl) yang tinggi. Demikian pula penanaman sukun
di daerah yang beriklim kering, dimana tanaman sering mengalami stress karena
kekurangan air (drought stress) dapat menyebabkan perontokan buah (Rauf,
2009).
Botani Tanaman Sukun

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.
Kulit kayunya berserat kasar dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya
lebar sekali, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak
daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah

6
Universitas Sumatera Utara

satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga
betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada
nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti pada
nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas
putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999). Kayu sukun tidak terlalu
keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan sebagai bahan bangunan antara
lain mebel, partisi interior, papan selancar dan peralatan rumah tangga lainnya
(Irwanto, 2014).
Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah
bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian
membesar bulat dan memanjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang
mengecil, disertai dengan adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk ke dalam

tanah, adapula yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah.
Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerah-merahan.
Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila
akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1992).
Perakaran tumbuhan tumbuh ke dalam yang lembab dan menarik air
sampai tercapai potensial air kritis dalam tanah. Air yang dapat diserap dari dalam
tanah oleh akar tumbuhan disebut air yang tersedia. Air yang tersedia merupakan
perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air
dalam tanah pada persentase perlayuan permanen. Air pada kapasitas lapang
adalah air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena
gaya gravitasi, sedangkan air pada persentase perlayuan permanen adalah apabila
pada kelembaban tanah tersebut tumbuhan yang tumbuh diatasnya akan layu dan

7
Universitas Sumatera Utara

tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100%
(Gardner et al.,1991)
Tanah aluvial (Inceptisol) yang banyak mengandung bahan organik sangat
sesuai untuk tanaman sukun. Derajat keasaman (pH) rendah, relatif tahan

kekeringan dan tahan naungan. Di tempat yang mengandung batu karang dan
kadar garam yang agak tinggi serta sering tergenang air, tanaman sukun masih
mampu tumbuh dan berbuah (Rauf, 2009).
Di Indonesia sukun mempunyai daerah tempat tumbuh alami yang cukup
luas yaitu di Yogyakarta, Cilacap, Blitar dan Banyuwangi. Sedangkan di luar
Jawa terdapat di Sumatera (Aceh, Batak dan Nias), Nua Tenggara (Bali, Bima,
Sumba dan Flores), Sulawesi (Gorontalo dan Bone), Maluku dan Irian
(Kartikawati dan Adinugraha, 2003).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara
faktor internal(dalam), dan eksternal(luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel
(sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal
meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara dan sebagainya.
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Sifat menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak
dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat dijadikan sebagai
dasar seleksi bibit unggul.
2. Hormon pada tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam
tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi ada pula yang dapat


8
Universitas Sumatera Utara

menghambat pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu,
auksin, giberelin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:
1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun
dan batang tumbuhan yang tumbuh di tempat gelap akan kelihatan
pucat dan gelap. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan
batang tumbuh lebih panjang, lembek,dan kurus, serta daun tumbuh
tidak normal. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi
pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.
2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan.

Perubahan

temperature


dari

panas

atau

dingin

mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan
transpirasi. Jika temperatur terlalu rendah atau terlalu tinggi
pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada
beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperature, dan cahaya
tidak memungkinkan untuk tumbuh.
3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab
umumnya

berpengaruh

baik


terhadap

pertumbuhan

karena

meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau
transpirasi.
4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi
tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis,
berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembaban.

9
Universitas Sumatera Utara

Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan
menjaga suhu tanah.
(Triwiyatno, 2003).
Peran Air dalam Pertumbuhan
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang

diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui transpirasi (ET Tanaman)
tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi
tanaman yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah atau kesuburan
tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh
tertentu (Sumarno, 2004).
Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media
tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi dari kedua faktor
tersebut. Hal ini jika kecepatan adsorbsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air
melalui proses transpirasi. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis
maupun aktifitas morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel
(tidak dapat balik) dan pada akhirnya tanaman akan mati. Kebutuhan air bagi
tanaman dipeengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam
hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah, dan kondisi
cuaca (Islami dan Utomo,1995).
Mulsa
Penggunaan mulsa bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah
sehingga kehilangan air dapat dikurangi dengan memelihara temperature dan
kelembaban tanah (Mulyatri,2003). Aplikasi mulsa merupakan salah satu cara


10
Universitas Sumatera Utara

untuk menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu dan
kelembaban tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga
tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Penggunaan mulsa pada bidang pertanian cukup banyak dan telah biasa
digunakan oleh para petani. Akhir-akhir ini, mulsa plastik perak hitam sering kali
digunakan oleh para petani untuk tanaman palawija seperti cabai, tomat dan
tanaman palawija lainnya. Secara umum, mulsa mempunyai banyak fungsi
diantaranya, menekan pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban tanah,
menstabilkan suhu tanah, dan menyuburkan tanah (Kemenhut 2012).
Mulsa organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.
Hal tersebut dikarenakan mulsa organik dapat mempertahankan kelembaban dan
mengurangi suhu tanah, serta menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi
kompetisi gulma. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan hasil pada
perlakuan mulsa batang jagung, mulsa jerami, dan mulsa orok-orok lebih baik
dibandingkan dengan penggunaan mulsa kara benguk, mulsa kayu apu, dan mulsa
eceng gondok (Dewi et al.,2013).
Pemanfaatan pelepah pisang sebagai mulsa sangat jarang ditemukan,
berbeda dengan pemanfaatan daun pisang sebagai mulsa organik yang sudah
banyak ditemukan. Untuk itu perlu dilakukan pengujian dan pembuatan mulsa
pada tanaman dengan pelepah pisang. Pelepah pohon pisang memiliki jenis serat
yang cukup baik dan pada umumnya batang/pelepah pisang ini hanya menjadi
limbah pertanian setelah melewati proses pemanenan (Purwowidodo,1983).

11
Universitas Sumatera Utara

Letak Geografis Penelitian
Ketinggian permukaan air danau Toba yang pernah diamati dan dicatat
adalah sekitar ±906 mdpl (meter diatas permukaan laut) (Van Bemmelen,1994).
Luas Daerah Aliran Sungai Asahan (DAS Asahan) adalah ±4000 km persegi dan
90% dari luas DAS Ini adalah kawasan Danau Toba sendiri sebagai Daerah
Tangkapan Air (Catchment Area) yang dibatasi oleh pegunungan yang terjal,
kecuali di daerah antara Balige dan Porsea terdapat daerah dataran
(Sianturi,2004).

12
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Mulsa Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba

2 8 52

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

1 9 49

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

0 0 8

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

0 0 2

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

0 0 4

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

0 0 2

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

0 0 7

Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Mulsa Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba

0 0 10

Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Mulsa Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba

0 0 2

Respon Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst) Terhadap Penggunaan Mulsa Daun Pandan Sebagai Mulsa Organik Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba

0 0 2