Usulan Perbaikan Fasilitas Kerja Untuk Mengurangi Stess pada Departemen Quality Control PT Pacific Palmindo Industri Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1. Kenyamanan Termal
American Society of Heating Refrigerating and Air Conditioning
Engineering (ASHRAE) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai hasil
pemikiran seseorang mengenai kepuasan terdadap keadaan termal di sekitarnya. 1
Oleh karena kenyamanan adalah “suatu pemikiran, persamaan empiris harus
digunakan untuk mengaitkan respon kenyamanan terhadap sambutan tubuh.
Kenyamanan termal merupakan kepuasan yang dialami oleh seseorang manusia
yang menerima suatu keadaan termal. Keadaan ini dapat dialami secara sadar
ataupun tidak. Pemikiran ‘suhu netral’ atau suhu tertentu yang sesuai untuk
seseorang dinilai agak kurang tepat karena nilai kenyamanan bukan merupakan
konsep yang pasti dan berbeda bagi setiap individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal antara lain:
1. Tingkat aktivitas (metabolisme dalam tubuh)
2. Temperatur udara
3. Temperatur radian
4. Kadar kelembapan udara relatif
5. Kecepatan angin


1

Parsons, K.C., 2003, Human Thermal Environment (London and New York: Taylor and Francis
Group), hal 257.

Universitas Sumatera Utara

3.2. Suhu Udara (T)
Pada umumnya, sistem – sistem termoregulasi tubuh manusia selalu
mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal (inti) tubuh sekitar
36,10C hingga 37,20C (970F hingga 990F). 2 Suhu inti harus selalu berada dalam
interval tersebut untuk menghindari kerusakan tubuh dan performansi. Ketika
pekerjaan fisik dilakukan, tambahan suhu tubuh akan terjadi. Jika ditambahkan
keadaan yang tingkat kelembabannya tinggi terhadap suhu ambient, maka
hasilnya akan mengarah pada kelelahan dan resiko kesehatan.
Tubuh manusia mempertahankan keseimbangan panas tersebut dengan
meningkatkan sirkulasi darah ke kulit, karena itu kita berkeringat pada hari panas.
Ketika hari dingin, tubuh mereduksi sirkulasi darah ke kulit dan kita akan merasa
sedikit hangat. Tubuh menghasilkan panas melalui metabolism dan pekerjaan
fisik. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran

panas dengan lingkungan dengan empat cara berikut ini.
1. Konveksi
Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara
lebih panas daripada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara, yang
dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara
lebih dingin daripada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas.
2. Konduksi
Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang
mengenai kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka
2

Altwood, Dennis A, et.al., 2004, Ergonomic Solutions for the Process Industries (United States:
El Sevier), hal 121-122.

Universitas Sumatera Utara

3. Radiasi
Proses ini tergantung pada perbedaan temperature kulit dengan permukaan
pada lingkungan. Contoh, berdiri di bawah pancaran sinar matahari akan
membuat kita menerima radiasi dari matahari.

Suatu penelitian dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat paling tinggi pada suhu sekitar 240C sampai dengan 270C.

3.3. Kecepatan Udara (v)
Pergerakan udara melalui tubuh dapat mempengaruhi aliran panas dari suhu
tubuh. Pergerakan udara akan bervariasi setiap waktu, ruang, dan arah. Gambaran
kecepatan udara pada suatu titik dapat bervariasi dalam waktu dan intensitas.
Penelitian terhadap respon manusia misalnya, ketidaknyamanan karena aliran
udara menunjukkan pentingnya variasi kecepatan udara. Pergerakan udara
(kombinasi dengan suhu udara) akan mempengaruhi tingkatan udara hangat atau
keringat yang diambil dari tubuh, sehingga mempengaruhi suhu tubuh. Kecepatan
angin adalah faktor terpenting dalam kenyamanan suhu. Sirkulasi udara yang
tidak baik dalam ruangan tertutup akan menyebabkan kelelahan pada pekerja
ataupun berkeringat. Pergerakan udara dapat meningkatkan heat stress melalui
konveksi tanpa mempengaruhi suhu udara dalam ruangan. 3

3

Person,K.C, Op. Cit., h.14


Universitas Sumatera Utara

3.4. Kelembaban (RH)
Kelembaban relatif adalah perbandingan antara jumlah uap air pada udara
dengan jumlah maksimum uap air di udara yang bisa ditampung pada suhu
tersebut. Kelembaban relatif antara 40% hingga 70% tidak begitu berpengaruh
terhadap thermal comfort. Pada ruangan kantor, biasanya kelembaban
dipertahankan pada 40% sampai 70% karena adanya computer, sedangkan tempat
kerja outdoor, kelembaban relatif mungkin lebih besar dari 70% pada hari yang
panas. Lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif tinggi mencegah
penguapan keringat dari kulit. Di lingkungan yang panas, kelembaban sangat
penting karena semakin sedikit keringat yang menguap pada kelembaban tinggi.

3.5. Keseimbangan Panas
Pengaturan suhu atau regulasi thermal adalah suatu pengaturan secara
kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara
produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat
dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba atau rasakan tidak hanya
didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas
lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar

terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka
semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran
panas antara suhu tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan
panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih
seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun

Universitas Sumatera Utara

kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang
harus diperhitungkan.
Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya
berlangsung secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui
pertukaran panas secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi air. Heat stress
dapat terjadi pada kondisi panas yang diproduksi lebih besar daripada panas yang
hilang.
ASHRAE (1989) memberikan persamaan panas sebagai berikut:
M – W = (C + R + Esk) + (Cres + Eres)……………………………. (1)
Dimana: M

: Tingkat Produksi Energi Metabolisme


W

: Tingkat Pekerjaan Mekanik

C

: Tingkat Kehilangan Panas Konvektif dari Kulit

R

: Tingkat Kehilangan Radiasi dari Kulit

Esk : Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Total dari Kulit
Cres : Tingkat Kehilangan Panas Konvektif dari Pernapasan
Eres : Tingkat Kehilangan Penguapan dari Pernapasan
Catatan bahwa:
Esk = Erew + Edif………………………………… (2)
Dimana:
Erew


: Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Kulit Melalui Keringat

Edif

: Tingkat Kehilangan Panas Penguapan Kulit Melalui Kelembaban

Sebuah pendekatan praktis menganggap produksi panas didalam tubuh (M – W),
kehilangan panas pada kulit (C + R + Esk) dikarenakan pernapasan (Cres –

Universitas Sumatera Utara

Eres)

dan

kehilangan

panas. Tujuan berikutnya adalah untuk mengukur


komponen persamaan keseimbangan panas di dalam istilah-istilah parameter yang
bisa ditentukan (diukur atau ditaksir). Produksi panas di dalam tubuh di
hubungkan kepada aktivitas seseorang. Umumnya, oksigen dibawa ke dalam
tubuh (menghirup udara) dan dibawa melalui darah ke sel - sel tubuh, dimana
digunakan untuk membakar makanan. Kebanyakan energi yang dilepaskan
berkenaan dengan panas bergantung pada aktivitas dan beberapa pekerjaan
ekternal yang dilakukan. Hal ini dijelaskan pada persamaan 3 sebagai berikut:
C+R=

…………………………………………………. (3)

Dimana:
fcl

: Faktor arean pakaian. Area permukaan tubuh yang ditutupi
pakaian fcl dibagi dengan area permukaan tubuh yang terbuka
tanpa pakaian.

Rcl


: Daya tahan panas pakaian.

t0

: Suhu operatif (0C)

tsk

: Suhu kulit rata – rata (0C)

hc

: 8,3 v 0,6 untuk 0,2 < v < 4,0 hc = 3,1 untuk 0 < v < 0,2

Dimana v adalah kecepatan udara (m/s-2)

Universitas Sumatera Utara

A Simple Clothing Model


3.5.1.

Menjaga keseimbangan panas tubuh yang mengalir ke kulit, hal yang
harus dilakukan antara lain adalah: menentukan suhu kulit melalui perpindahan ke
permukaan pakaian, menentukan suhu pakaian dan suhu lingkungan luar. Oleh
karena itu, tubuh harus menjaga keseimbangan panas dimana

panas akan

mengalir keluar dari tubuh sampai mencapai kesetimbangan suhu tubuh, suhu
kulit dan suhu pakaian dalam suhu lingkungan 4.
Nilai untuk insulisasi panas (Iclo) untuk setiap jenis pakaian dapat dilihat
pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian
Jenis Pakaian

Insulisasi Panas (Iclo)

Pakaian Dalam

Celana Dalam

0,3

Celana Dalam Berkaki Panjang

0,10

Singlet

0,04

Kaos

0,09

Kemeja Berlengan Panjang

0,12

Celana Dalam dan Bra

0,03

Kemeja/Blus
Lengan Panjang

0,15

Tebal, Lengan Panjang

0,20

4

Parson,K.C, Op.Cit. hal 158.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan)
Jenis Pakaian

Insulisasi Panas (Iclo)

Normal, Lengan Panjang

0,25

Kemeja Planel, Lengan Panjang

0,30

Blus Tipis, Lengan Panjang

0,15

Celana
Pendek

0,06

Tebal

0,20

Normal

0,25

Gaun/Rok
Rok Tipis (Musim Panas)

0,15

Gaun Tebal (Musim Dingin)

0,25

Gaun Tipis, Lengan Pendek

0,20

Gaun Musim Dingin, Lengan Panjang

0,40

Boiler Suit

0,55

Baju Hangat
Rompi Berlengan

0,12

Baju Hangat Tipis

0,20

Baju Hangat

0,28

Baju Hangat Tebal

0,30

Jaket
Jaket Musim Panas

0,25

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan)
Jenis Pakaian

Insulisasi Panas (Iclo)

Jaket

0,35

Blazer

0,30

Insulisasi Tinggi, fibre-pelt
Boiler Suit

0,90

Celana

0,35

Jaket

0,40

Rompi

0,20

Pakaian Luar
Mantel

0,60

Jaket

0,55

Parka

0,70

Keseluruhan fiber-pelt

0,55

Lain – Lain
Kaus Kaki

0,02

Kaus Kaki Tebal Sepanjang Pergelangan Kaki

0,05

Kaus Kaki Tebal Panjang

0,10

Stoking Nilon

0,03

Sepatu (bersol tipis)

0,02

Sepatu (bersol tebal)

0,04

Sepatu Bot

0,10

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1. Nilai Insulisasi Panas (Iclo) untuk Setiap Jenis Pakaian (Lanjutan)
Jenis Pakaian

Insulisasi Panas (Iclo)

Sarung Tangan

0,05

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons

Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyerapan
panas. Nilai Bilangan Serap dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Bilangan Serap
No.

Warna

α

1

Hitam Merata

0,95

2

Pernis Hitam

0,92

3

Abu – Abu Tua

0,91

4

Pernis Biru Tua

0,91

5

Cat Minyak Hitam

0,90

6

Cokelat Tua

0,88

7

Abu – Abu Biru Tua

0,88

8

Biru/Hijau Tua

0,88

9

Cokelat Medium

0,84

10

Pernis Hijau

0,79

11

Hijau Medium

0,59

12

Kuning Medium

0,58

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2. Bilangan Serap (Lanjutan)
No.

α

Warna

13

Hijau/Biru Medium

0,57

14

Hijau Muda

0,47

15

Putih Agak Mengkilap

0,30

16

Putih Mengkilap

0,25

17

Perak

0,25

18

Pernis Putih

0,21

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons

3.6. Parameter Tekanan Panas
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai
berikut (Suma’mur, 1996) :
1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh
seseorang tanpa baju kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban
dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak
memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk
menyempurnakan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas
radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effektive
Temperature

Scale).

Namun

tetap

ada

kekurangannya

yaitu

tidak

diperhitungkannya panas hasil metabolisme.
2. Indeks suhu bola basah, (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumusanrumusan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

ISBB

: 0,7 x Suhu Basah + 0,2 x Suhu Radiasi + 0,1 x Suhu Kering (Untuk
pekerjaan dengan radiasi matahari).

ISBB

: 0,7 x Suhu Basah + 0,3 x Suhu Radiasi (Untuk pekerjaan dengan radiasi
matahari).

Prosedur pengukuran ISBB:
1. Pastikan globe temperatur bersih dan berikan sedikit air pada bagian pengukur
temperatur basah.
2. Tempatkan QuesTemp pada tempat kerja yang akan diukur kurang lebih 3,5
kaki (±1,1m) dari permukaan tanah.
3. Hidupkan QuesTemp, dan diamkan selama 10 menit sebelum membaca nilai
temperatur globe untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan nilai ISBB rata-rata yang diterima oleh pekerja, maka dapat
dilihat ISBB dengan nilai ambang batas ISBB berdasarkan SNI 16-7063-2004
pada Tabel 3.3.
Tabel. 3.3. Nilai Ambang Batas Ketetapan
Proporsi Work-Idle
Work

Idle

Beban Kerja
Ringan
o

Sedang
o

Berat

100%

0&

30,0 C

26,7 C

25,0 oC

75%

25%

30,6 oC

28,0 oC

25,9 oC

50%

50%

31,4 oC

29,4 oC

27,9 oC

25%

75%

32,2 Oc

31,1 oC

30,0 oC

sumber: SNI 16-7063-2004
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/51/MEN/1999,
tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja dapat dilihat pada Tabel
3.4. sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.4. Nilai Ambang Batas Sesuai Dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor: Kep/51/51/MEN/1999
Indeks Suhu Bola Basah

Pengukuran Waktu Kerja Setiap Jam

(ISBB)
Beban Kerja

Waktu Kerja

Waktu Istirahat

25

Beban Kerja Terus Menerus (8 Jam/Hari)

-

28

25,9

75

25

29,4

29,4

27,9

50

50

37,2

31,1

30

25

75

Ringan

Sedang

Berat

30

26,7

28

Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep-/MEN/1999

4. Heat Stress Index (HSI)
Heat stress index dirumuskan oleh Belding and Hatch (1955). Efek
pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting pada lingkungan
panas,untuk keseimbangan panas. Maka dari itu, Belding dan Hatch
mendasarkan

indeksnya atas

perbandingan

banyaknya

keringat

yang

diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk
berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuranpengukuran suhu kering dan basah, suhu globe termometer, kecepatan aliran
udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan (Suma’mur P.K.,
1996:86).
HSI = (Ereq/Emax) x 100%........................ (5)

Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah arti tentang HSI yang ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Arti Rentang Nilai HSI
HSI

Efek Paparan Selama 8 Jam

Pengaruh Terhadap
Pekerja

-20

Tekanan dingin yang ringan

Pemulihan dari paparan
panas

0

Tidak terjadi tekanan panas

Tidak ada

10 – 30

Terjadi tekanan panas, dari tingkat

Ancaman kesehatan bagi

sangat berat

pekerja yang tidak layak,
aktimilasi dibutuhkan

70 - 90

Terjadi tekanan panas, dari tingkat

Pemilihan selektif pekerja

yang sangat berat
100

Tekanan panas maksimal harian

Dapat ditoleransi apabila fit,
aktimilasi pada pekerja muda

> 100

Waktu paparan terbatas

Temperatur inti tubuh
meningkat

Sumber: Neville Stanton & Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay

5. Required Sweat Rate (SWreq)
Bentuk dasar indeks ini dari

ISO 7933 (1989). Indeks ini merupakan

pengembangan dari dua indeks tekanan panas yaitu HSI dan ITS dan indeks
ini dihitung untuk keseimbangan panas (Vogtet, 1981). Required Sweat Rate
(SWreq) dapat dihitung sebagai berikut:
Sreq = Ereq/ Rreq……………………………………………. (6)

Universitas Sumatera Utara

3.7.

Effective Temperature (ET) 5
Temperatur efektif didefinisikan sebagai temperatur dari udara jenuh

dalam keadaan diam atau mendekati diam (0,1 m/s), pada keadaan tidak ada
radiasi panas akan memberikan perasaan kenyamanan termal yang sama dengan
kondisi udara yang dimaksud. Konsep temperatur efektif berdasarkan asumsi
bahwa kombinasi dari temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan udara
dapat menimbulkan kondisi termal yang sama (Yan Straaten,1967). Formula
untuk menghitung Effective Temperature (ET) adalah:
ET = DBT – 0,4 (DBT – 10) (1 – RH/100) dalam 0C.
NASA CR-1205-1 mengkaitkan nilai ET (Effective Temperature) dengan
persentasi kehilangan output dan persentasi kehilangan akurasi, dimana kaitan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kaitan Effective Temperature (ET) dengan Loss In Output
dan Loss In Accuracy
Effective

Loss In

Loss In

Temperature (0F)

Output

Accuracy

75

3%

Negligible

80

8%

5%

85

18%

40%

90

29%

300%

95

45%

700%

100

62%

>>

105

79%

->>

Sumber: NASA CR-1205-1
5

Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay. Ibid., hal 22.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian NASA CR-1205-1 menunjukkan bahwa ketika temperatur
meningkat lebih dari 850F, output akan berkurang 18% dan akurasi lost output
akan meningkat secara tak pasti dari 40%. Kehilangan produktivitas akibat
temperatur tinggi dapat didokumentasikan sendiri dari hasil produksi yang
didapat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode Effective Temperature (ET) dapat
digunakan untuk menghitung peningkatkan/penurunan produktivitas dalam bentuk
persentasi loss in output.

3.8.

Penilaian Beban Kerja Fisik
Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif,

yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung. 6

3.8.1. Penilaian Beban Kerja Secara Langsung
Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang
dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja.
Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk
dikonsumsi. Meskipun metode pengukuran asupan oksigen lebih akurat, namun
hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan
yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi
suhu tubuh dan denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 3.7.

6

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, kesehatan kerja dan Produktivitas. hal. 97102.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.7. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu
Tubuh, dan Denyut Jantung
Kategori
Beban Kerja
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
Sangat Berat
Sekali

Konsumsi
Oksigen
(1/min)
0,5 – 1,0
1,0 – 1,5
1,5 – 2,0
2,0 – 2,5

Ventilasi
Paru (1/m)

Suhu Rektal
(oC)

11 – 20
20 – 30
31 – 43
43 – 56

37,5
37,5 – 38,0
38,0 – 38,5
38,5 – 39,0

Denyut
Jantung
(denyut/min)
75 – 100
100 – 125
125 – 150
150 – 175

2,5 – 4,0

60 – 100

> 39

> 175

Sumber: Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas

Penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan
energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kudratis
sebagai berikut:
Y = 1,80411 − 0,0229038 X + 4,71711.10-4 X2……………………………..(7)
Y = Energi (kkal/menit)
X = Kecepatan denyut jantung (denyut/menit)
Kategori beban kerja berdasarkan konsumsi energi adalah sebagai berikut:
Beban kerja ringan : 100−200 kkal/jam
Beban kerja sedang : >200−350 kkal/jam
Beban kerja berat : >350−500 kkal/jam

3.8.2. Penilaian Beban Kerja Secara Tidak Langsung
Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi
selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu
metode untuk menilai cardiovasculair strain dengan metode 10 denyut (Kilbon,

Universitas Sumatera Utara

1992) dimana dengan

metode ini dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai

berikut:

Denyut Jantung (denyut/menit) =

x 60…………(8)

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai
beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak
diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliabel dan tidak
menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi untuk
mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu:
1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan
dimulai.
2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut
nadi kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam
peningkatan cardia output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan
yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh
Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan sebagai Heart Rate
Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut.
%HR Reserve =

x 100%.........(9)

Universitas Sumatera Utara

Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (220 – umur) untuk laki-laki dan
(200 – umur) untuk perempuan Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi beban
kerja bedasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut
nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = % CVL)
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
%CVL =

x 100%.........(10)

Hasil dari perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan yang ditunjukkan pada Tabel 3.8. sebagai
berikut:
Tabel 3.8. Klasifikasi Berat Ringan Beban Kerja Berdasarkan % CVL
% CVL
< 30 %
30 % - 60 %
60 % - 80 %
80 % - 100 %
> 100%

Klasifikasi % CVL
Tidak terjadi kelelahan
Diperlukan perbaikan
Kerja dalam waktu singkat
Diperlukan tindakan segera
Tidak diperbolehkan aktivitas

Sumber: Tarwaka, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas

3.9. Teori Mengenai Uji Korelasi
Jika data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel, ialah berapa kuat
hubungan antara variabel-variabel itu terjadi, dalam kata-kata lain, perlu
ditentukan derajat hubungan antara variabel-variabel. Studi yang membahas
tentang derajat hubungan antara variabel-variabel dikenal dengan nama analisis
korelasi. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan, terutama

Universitas Sumatera Utara

untuk data kuantitatif, dinamakan koefisien korelasi. 7
Analisis korelasi sukar untuk dipisahkan daripada analisis regresi. Secara
umum, untuk pengamatan yang terdiri atas dua variabel X dan Y. Misalkan
persamaan regresi linier Y dan X, tidak perlu harus linier yang dihitung dari
sampel berbentuk Y = f (X). Jika regresinya linier, jelas f(X) = a + bX dan jika
parabola kuadratik f(X) = a + bX + cX2 dan seterusnya. Apabila Y menyatakan
rata – rata untuk variable Y, maka dapat membentuk jumlah kuadrat total, JKtot =
2

dan jumlah kuadrat residu JKres =

2

dengan menggunakan

harga – harga Yi yang didapat dari regresi Y = f(X). Besaran yang ditentukan oleh

rumus: I =

atau I =

………………………………………. (11)

………………………………………………………….(12)

Dinamakan indeks determinasi yang mengukur derajat hubungan antara
variabel X dan Y, apabila antara X dan Y terdapat hubungan regresi berbentuk Ý
= f(X). Indeks determinasi ini bersifat bahwa jika titik-titik diagram pencar
letaknya makin dekat kepada garis regresi, maka harga I makin dekat kepada satu.
Sebaliknya jika titik-titik itu makin jauh dari garis regresi, atau tepatnya terdapat
garis regresi yang tuna cocok, maka harga I makin dekat kepada nol. Secara
umum berlaku 0

.

Koefisien korelasi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
rxy =

7

…………………………………..(13)

Sudjana. 2005. Metode Statistika .Bandung : Penerbit Tarsito. Hal.. 367 - 369

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
n = jumlah data
r = koefisien korelasi
Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan
dengan ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan antara variabel independen
dan variabel dependen, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Hipotesis yang
diuji adalah hipotesis nol (Ho) yang mana diterima atau ditolaknya hipotesis
tersebut tergantung dari hasil percobaan. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha)
merupakan hipotesis yang mengandung rumusan dengan aplikasi alternatif di
dalamnya, sehingga apabila salah satu hipotesis diterima akan menyebabkan
penolakan terhadap hipotesis lainnya.
Hipotesis alternatif adalah hipotesis tandingan yang merupakan penelitian
dari peneliti. Hipotesis ini mengandung pengertian hubungan dan bukan
pengertian lebih atau kurang dari, maka pengujian signifikan dari koefisien
korelasi tersebut pengujian-pengujian pihak dengan hipotesis sebagai berikut :
1. Analisis koefisien korelasi
Digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel X dan
variabel Y atau Ґ, dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi person.
Nilai koefisien korelasi berkisar antara –1 sampai dengan 1 yang berkriteria
pemanfaatannya sebagai berikut :
a. Jika nilai r > 0, artinya terjadi hubungan positif. Semakin besar nilai
variabel bebas maka semakin besar pula nilai variabel terikatnya.

Universitas Sumatera Utara

b. Jika nilai r < 0, artinya terjadi hubungan linear negatif. Semakin besar nilai
variabel bebas semakin kecil nilai variabel terikatnya.
c. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel
bebas dan variabel terikat.
d. Jika nilai r = 1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan yang sempurna
yaitu berupa garis lurus. Untuk r yang semakin mengarah ke 0, garis
semakin tidak lurus.

3.10. Kuesioner
Kuesioner ialah suatu bentuk instrument pengumpulan data dalam format
pertanyaan tertulis yang dilengkapi dengan kolom dimana responden akan
menuliskan jawaban atas pertanyaan yang diarahkan kepadanya. 8 Perancangan
kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara
penulisan

pertanyaan

(wording

of

quetions),

cara

pengukuran

yaitu

mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled and
coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner
tersebut.

3.10.1. Validitas Data
Validitas data ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat
kesesuaian antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber

8

Sukaria Sinulingga. Metode Penelitian. (Cet III, Medan: USU Press, 2013), hal 178-179

Universitas Sumatera Utara

data. 9 Data yang valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga
valid. Beberapa literatur membedakan validitas instrumen atas dua tipe yaitu
validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan
derajat keakurasian rancangan penelitian. Rancangan penelitian yang baik
termasuk rancangan pengumpulan data akan dapat mengidentifikasi sumber data
yang tepat dan alat/instrumen pengumpulan data yang juga tepat. Validitas
eksternal berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian jika dilakukan
generalisasi dan diterapkan pada populasi dari mana data penelitian diambil.
Salah satu cara yang umum yang digunakan untuk menguji validitas
instrumen ialah melalui analisis korelasi (correlational analysis). Analisis korelasi
dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment yang
dikembangkan oleh Pearson, yaitu sebagai berikut:
rxy =

Dimana: r

………………………………….(14)

= koefisien korelasi antara X dan Y
= Skor variabel independen X
= Skor variabel independen Y

9

Ibid., h. 229-233

Universitas Sumatera Utara

3.10.2. Reabilitas
Reliabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan
stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan
menggunakan instrumen tersebut. 10 Terdapat dua ukuran yang umum digunakan
untuk mengetahui derajat reliabilitas atau kehandalan instrumen pengumpulan
data, yaitu stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen.
Stabilitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan derajat
kestabilan instrumen terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan
instrumen tersebut artinya jika instrumen tersebut digunakan dalam pengukuran
variabel yang sama dalam waktu yang berbeda dan memberikan hasil yang sama
maka dikatakan stabilitas instrumen tersebut cukup baik. Konsistensi internal
instrumen memberikan indikasi homogenitas item dalam pengukuran dalam arti
seberapa jauh instrumen tersebut menjadikan item-item yang diukur secara
bersama-sama menjadi sebuah set dan secara independen menjadi bagian yang
berarti terhadap keseluruhan.
Pengujian reliabilitas pada umumnya dikenakan untuk pengujian
stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Pengujian terhadap kedua
karakteristik dari instrumen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Untuk pengujian stabilitas instrumen terdapat dua macam uji yaitu test-retest
reliability dan parallel-form reliability. Pengukuran konsistensi internal instrumen
pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interitem consistency
reliability dan split-half reliability. Salah satu alat test yang sering digunakan
10

S ukaria Sinulingga, op cit, h. 241-254

Universitas Sumatera Utara

dalam pengujian konsistensi internal instrumen ialah Koefisien Alpha Cronbach.
Koefisien Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas
instrumen yang pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu.
Rumus yang digunakan dalam menghitung koefisien tersebut ialah :

…………………….(15)
dimana,
k

= jumlah butir pertanyaan

σb2

= varians butir pertanyaan

σl2

= varians total butir pertanyaan

3.11.

Antropometri

3.11.1. Definisi Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan
“metri”yang berarti ukuran. Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan
sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. 11
Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan
sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Tempat kerja yang baik dalam
artian sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia dapat diperoleh
apabila ukuran-ukuran dari tempat kerja tersebut sesuai dengan tubuh manusia
11

Wignjosoebroto, Sritomo. 2001. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Bandung : Guna Widya.
Hal:60-69

Universitas Sumatera Utara

dan hal-hal yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia dipelajari dalam
antropometri.

3.11.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan
dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran
tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus
memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
1. Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai
dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh
A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa lakilaki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21 tahun,
sedangkan wanita 17 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus
bertambah tinggi sampai usia 23 tahun (laki-laki) dan 21 tahun (wanita).
Setelah itu, tidak akan terjadi lagi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung
berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40
tahunan.
2. Jenis Kelamin (Sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan
dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul
dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

3. Suku Bangsa (Etnis)
Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik
yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
4. Posisi Tubuh
Sikap (postur) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh.
Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran.
Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran yaitu pengukuran
dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.
5. Cacat Tubuh
Cacat tubuh dapat mempengaruhi perubahan dimensi antropometri. Data
antropometri ini diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat,
misalnya kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.
6. Tebal/Tipisnya Pakaian yang Dikenakan
Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda dalam
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.
7. Kehamilan (Pregnancy)
Kondisi semacam ini jelas mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus
perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusu terhadap produkproduk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

Universitas Sumatera Utara

3.11.3. Antropometri Statis (Struktural)
Istilah lain dari pengukuran tubuh dalam berbagai posisi standar dan
tidak bergerak (tetap tegak sempurna) dikenal dengan antropometri statis.
Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan,
tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang
lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya. Ukuran dalam hal
ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th dan 95-th persentil. Contoh
antropometri statis adalah posisi tubuh saat duduk orang duduk di kursi.

3.11.4. Antropometri Dinamis (Fungsional)
Antropometri dinamis adalah pengukuran yang dilakukan terhadap posisi
tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan
dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam
pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang
nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berbeda dengan antropometri
statis yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis, maka cara pengukuran kali
ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalm posisi
yang dinamis. Antropometri dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses
perancangan fasilitas ataupun ruang kerja. Contoh antropometri dinamis adalah
perancangan kursi mobil dimana di sini posisi tubuh pada saat melakukan gerakan
mengoperasikan kemudi, tangkai pemindahan persneling, pedal dan juga jarak

Universitas Sumatera Utara

antara kepala dengan atap maupun dashboard harus menggunakan data
antropometri dinamis.

3.11.5. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar
rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam
aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti
diuraikan berikut ini:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim
Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim
dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas
dari populasi yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara:
a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau
99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan
ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

Universitas Sumatera Utara

b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai
persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi
data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak

3.10.6. Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri
Jenis pengukuran antropometri statis biasanya dilakukan dalam dua
posisi yaitu posisi berdiri dan duduk di kursi. 12 Alat ukur yang harus digunakan
untuk mengukur antropometri adalah antropometer. Terdapat beberapa dimensi
tubuh yang akan diukur yaitu:
a. Tinggi Popliteal (TPo)
Diukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha.
b. Lebar Pinggul (LP)
Subjek duduk tegak, diukur jarak horisontal dari bagian terluar pinggul sisi
kiri sampai bagian terluar pinggul sisi kanan.
c. Jangkauan Tangan (JT)
Diukur jarak horisontal dari punggung samping ujung jari tengah dan subjek
berdiri tegak dengan betis, pantat dan punggung merapat ke dinding, tangan
direntangkan secara horisontal ke depan.
d. Rentangan Tangan (RT)
Diukur jarak horisontal dari ujung jari terpanjang tangan kiri samping ujung
jari terpanjang tangan kanan. Subjek berdiri tegak dan kedua tangan
direntangkan horisontal ke samping sejauh mungkin.

12

Tarwaka, op cit, hal 22

Universitas Sumatera Utara

e. Tinggi Siku Duduk (TSD)
Diukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku
kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan
bawah membentuk sudut siku-siku dengan lengan bawah.
f. Tinggi Bahu Duduk (TBD)
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang baju yang
menonjol pada saat duduk tegak.

3.12. Lattice Sampling
Lattice sampling merupakan cara pengambilan sampel dengan menetapkan
area secara equally spaced (bagian yang sama). 13 Sebagai contoh, dalam
pembahasan diketahui gudang simpan kemas dengan ukuran 35 x 20 x 10 m,
membagi tinggi 4 (empat) lapisan antar lapisan yaitu 2,5 m, panjang 7 (tujuh)
lapisa antar lapisan yaitu 5 m dan lebar 4 (empat) lapisan antar lapisan yaitu 5 m.
Sedangkan untuk penentuan titik sampelnya dilakukan pada setiap lapisan dengan
menetapkan 120 titik pengukuran. Penentuan titik ini dinamakan lattice data.
Dimana pada lattice data ini, data yang diambil merupakan jenis data yang
mewakili area tertentu yang sudah jelas batasannya.

13

David Abbey. E. 1972. Some Estimators of Sub Universe Means for Use with Lattice Sampling.
University of California. Los Angels. Hal. 406.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Pacific Palmindo berlokasi di Jl. Pulau Pini

Kawasan Industri Medan II (KIM-MABAR). Penelitian dilakukan pada bulan
Desember 2016.

4.2.

Jenis Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah penelitian survei, Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih
sehingga mendapatkan keterkaitan faktor - faktor lingkungan fisik termal tersebut
dengan ketidaknyamanan operator. 14

4.3.

Objek Penelitian
Objek yang diamati adalah data suhu ruangan kecepatan angin, denyut

nadi operator, dan pengukuran antropometri tubuh operator.

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1.
14

Variabel Independen
Sukaria Sinulingga. Metode Penelitian. (Cet III, Medan: USU Press, 2013), hlm. 31.

Universitas Sumatera Utara

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah:
a. Suhu Udara
Berfokus pada suhu udara pada area operator Quality Control.
b. Kecepatan Angin
c. Kelembaban
d. Suhu Basah
e. Suhu Kering
f. Suhu Bola
g. Suhu Tubuh
h. Clo Resistance
2.

Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah:
a.

Energi Ekspenditur

b. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)
c.

Heat Stress Index (HSI)

d. Effective Temperature (ET)
3.

Variabel Intervening
Variabel intervening merupakan variable yang mempengaruhi hubungan
antara Variabel Independen dan Variabel Dependen, yaitu:

4.5.

a.

Denyut Nadi

b.

Kondisi Psikologis

c.

Layout Lantai Produksi

Kerangka Konseptual Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Suatu

penelitian

dapat

dilaksanakan

apabila

tersedianya

sebuah

perancangan kerangka berpikir yang baik sehingga langkah-langkah penelitian
lebih sistematis. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Kelembaban

Antropometri

Kecepatan
Udara
Suhu Kering

ISBB

Suhu Basah

Presentasi
Jam Kerja
Untuk
Istirahat
Operator

Perancangan
Fasilitas Kerja

Penurunan Stress
Pada Operator

Suhu Globe
Denyut Nadi
Operator

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.6. Definisi Operasional
Definisi-definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.

Kelembaban relatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kandungan uap air dalam campuran air-udara dalam fase gas. Kelembaban
relatif dari suatu campuran air-udara didefinisikan sebagai rasio dari tekanan
parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada
temperatur tersebut.

2.

Suhu kering (dry bulb) atau suhu udara merupakan suhu yang tidak
dipengaruhi oleh uap air yang ada. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan termometer yang terlindungi dari radiasi dan uap air.

Universitas Sumatera Utara

3. Suhu basah (wet bulb) adalah suhu yang didapat apabila udara didinginkan
pada tekanan konstan sampai jenuh (100% kelembaban) suhu basah diukur
dengan termometer yang diselubungi dengan kain basah. Proses penguapan
terjadi dengan absorpsi kalor laten, sehingga suhu tabung basah selalu lebih
rendah dari suhu tabung kering.
4.

Suhu bola (globe) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola.

5.

Clo resistance adalah besaran untuk resistensi pakaian terhadap panas.

7.

ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) adalah parameter untuk menilai tingkat iklim
kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu udara
basah, dan suhu bola.

9.

HSI (Heat Stress Index) adalah perbandingan kebutuhan pendinginan
evaporasi untuk menjaga keseimbangan panas terhadap pendinginan
evaporasi maksimum dari kondisi lingkungan fisik yang digunakan.

10. ET (Effective Temperature) merupakan kombinasi dari suhu kering dan
kelembaban udara. ET juga didefinisikan sebagai suhu atmosfir yang masih
jenuh, tanpa adanya radiasi, yang akan menghasilkan efek yang sama seperti
suasana yang bersangkutan.

4.7. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.

Thermo-Hygrometer, berfungsi untuk mengukur kelembaban relatif suhu
ruangan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2. Thermo-Hygrometer
Spesifikasi:
a. Rentangan Temperatur: 400C – 700C (400F-1580F)
b. Temperatur Kelembaban: 20%RH – 90RH
c. Akurasi Temperatur: ± 10C (1,80F)
d. Akurasi Kelembaban : ± 5% RH
d. Resolusi: 1%RH, 0,10C/F
e. Pengambilan Sampel: 2 Kali/Detik
f. Tenaga: 2*AAA 1,5V Battery
2.

Black Globe Thermometer, berfungsi untuk mengukur suhu globe, suhu
basah, dan suhu kering.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.3. Black Globe Thermometer
Spesifikasi:
a. Akurasi Temperatur Udara: ± 6 %
b. Akurasi Temperatur: a. Dalam Ruangan: 150C - 400C
b. Di luar Ruangan: 150C - 400C
c. Akurasi Temperatur WBGT: ±2 %
d. Tenaga: Baterai 2AAA
e. Ukuran Bola Hitam: 40mm
d. Rentangan Operasi : 00C-500C
3.

Anemometer, berfungsi untuk mengukur kecepatan angin.

Gambar 4.4. Anemometer

Universitas Sumatera Utara

Spesifikasi:
a. Temperatur Udara: 00C - 500C
b. Sensor alat: 1,2 meter
c. Akurasi: ±5%
d. Masa Baterai: 5 Jam
e. Berat: 160 gram termasuk baterai
4.

Automatic Blood Pressure, berfungsi untuk mengukur tekanan darah dan
denyut nadi.

Gambar 4.5. Automatic Blood Pressure
Spesifikasi:
a. Akurasi: ±5%
b. Masa Baterai: 250 kali pengukuran
c. Berat: 400 gram termasuk baterai
d. Ukuran baterai: AA R6
5.

Termometer Tubuh, berfungsi untuk mengukur suhu tubuh

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.6. Termometer Telinga
Spesifikasi:
a. Nama : Instant Ear Thermometer
b. Tegangan : 3 VDC
c. Catu daya : 0,05 W
d. Sensor : THERMOPILE SENSOR : THERMOPILE
e. Ketelitian : 350C - 42,50C
f. Suhu Lingkungan: 150C - 400C
g. Kelembaban Relatif: 35% - 80%
6.

Kuesioner

pribadi

mendapatkan

(personal

questionnairre)

informasi-informasi

pribadi

yang

berfungsi

operator mengenai

untuk
kondisi

psikologis termal operator.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.7. Kuesioner Penelitian Lingkungan Thermal

Universitas Sumatera Utara

4.8.

Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yang diawali dengan

melakukan identifikasi masalah hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapantahapan tersebut meliputi:
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang dilakukan saat
penelitian berlangsung sehingga dapat mengangkat permasalahan secara jelas
dan terarah.
2. Studi literatur
Kajian literatur merupakan bagian dari studi yang bertujuan untuk
mengumpulkan dan menganalisa data sekunder dari instansi terkait, hasil
penelitian, jurnal, dan literatur lain.
3. Perumusan masalah
Perumusan masalah menjabarkan kembali inti dari permasalahan yang
teridentifikasi kemudian menuangkannya ke dalam satu lingkup permasalahan
yang spesifik.
4. Perumusan tujuan penelitian
Penentuan tujuan penelitian sebagai acuan untuk mengarahkan dan
menentukan hasil akhir penelitian.
5. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan
data kuantitatif, baik yang berupa data primer maupun data sekunder.

Universitas Sumatera Utara

Tahapan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.8

Mulai

Perumusan Masalah
Pengukuran tingkat kesalahan operator
boiler PT Pacific Palmindo Industri

Studi Lapangan
1. Mengamati Kondisi Lapangan
2. Mengukur suhu udara, kecepatan
angin dan denyut nadi operator
3. Informasi pendukung

Studi Literatur
1. Teori Buku
2. Referensi Jurnal Penelitian
3. Langkah-langkah
Pengukuran

Identifikasi Masalah Awal
Adanya Paparan Panas dan Fasilitas
Kerja yang Kurang Memadai Sehingga
Menurunkan Peformansi Operator
Pengolahan Data
Menggunakan Metode Indeks Suhu Bola Basah
untuk menentukan Heat Stress Indeks (HSI) dan
Menggunakan pendekatan Antropometri untuk
merancang fasilitas kerja operator
Analisis Pemecahan Masalah
Analisis dan Evaluasi Usulan ruang Quality
Control

Kesimpulan dan Saran

SELESAI

Gambar 4.8. Tahapan Proses Penelitian

4.9.

Pengumpulan Data

4.9.1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua sebagai
berikut.

Universitas Sumatera Utara

1. Data Primer.
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung menggunakan
instrument (alat ukur). Data primer pada penelitian ini terdiri dari: Kuesioner
Paparan panas yang dirasakan operator, Suhu Udara, Kecepatan Angin, Denyut
Nadi Operator, Clo Resistance Pekerja, kuesioner hasil pengisian operator
terhadap kenyamanan termal, Antropometri operator, Jumlah jam kerja dan
jam istirahat operator.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan mengambil dari
dokumen perusahaan. Data sekunder pada penelitian ini terdiri dari: jumlah
operator dan data mesin.

4.9.2. Metode Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Teknik observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan pada perusahaan
secara langsung untuk mengetahui proses bisnis yang dijalankan oleh
perusahaan dan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan terkait dengan
penelitian. Observasi yang dilakukan antara lain melakukan pengukuran Suhu
Basah, Suhu Kering dan Suhu Globe menggunakan metode Lattice Sampling.
2. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara pada pihak-pihak
terkait di perusahaan sesuai dengan kebutuhan penelitian.
3. Teknik kepustakaan (studi literatur), yaitu dengan mengumpulkan dan
mempelajari teori-teori dari buku dan mencari informasi dari jurnal yang

Universitas Sumatera Utara

berkaitan dengan pemecahan masalah sesuai dengan permasalahan pada
perusahaan.
4. Pengukuran Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe menggunakan metode
Lattice Sampling.

4.10.

Metode Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan dimulai dengan melakukan pengujian

validitas dan reliabilitas untuk menilai apakah responden konsisten menjawab atau
tidak. Kemudian, diukur suhu ruangan, Kecepatan Angin dan Denyut Nadi
Operator. Setelah itu, dengan metode Indeks Suhu Bola Basah ditentukan Heat
Stress Indeks (HSI) sehingga akan dapat diusulkan untuk merancang fasilitas
untuk mereduksi Heat Stress Indeks (HSI), untuk merancang fasilitas kerja
operator digunakan antopometri statis.

4.11.

Analisis Pemecahan Masalah
Analisis pemecahan masalah berawal dari analisa nilai dari tingkat

kesalahan operator dan kemudian diberikan usulan perbaikan untuk meningkatkan
produktivitas kinerja operator dengan merancang fasilitas agar lingkungan kerja
operator menjadi lebih nyaman dan tidak melebihi ambang batas.

4.12. Instalasi Peralatan Pengukuran di Lantai Produksi
Pengukuran indikator lingkungan fisik termal dilakukan pada 5 titik yang
berbeda di setiap lantai produksi. Dinding yang digunakan adalah dinding batu

Universitas Sumatera Utara

bata dengan tebal 10 cm, dinding ini mampu menahan panas maksimum 2,3 jam
Penetuan titik pengukuran dilakukan menggunakan metode lattice sampling.
Ukuran departemen Quality Control adalah 15 m (x), 10 m (y), dan 3 m (z). Lebar
(x) dibagi menjadi 5 bagian dengan jarak antar bagian 3 meter, panjang (y) dibagi
menjadi 5 bagian dengan jarak 2 m dan tinggi titik pengukuran diambil pada
ketinggian 1,5 m. Sehingga didapat pertemuan antara baris (x) dan kolom (y)
masing-masing sebanyak sebanyak 3 dan 4 buah, maka 3x4 = 12 titik dengan
penambahan 1 titik di pintu masuk bagian departemen quality control. Sehingga
jumlah titik pengukuran ditetapkan sebanyak 13 titik. Letak titik-titik pengukuran
dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Layout dan Titik Pengukuran dengan Menggunakan
Metode Lattice Sampling

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Heat Loss
Pengukuran Heat Loss data terbagi menjadi dua bagian, yaitu kondisi

termal dan kondisi fisik pekerja. Kondisi termal diukur pada waktu jam kerja
operator, yaitu dari pukul 08.30 hingga 16.30 dengan jam istirahat pukul 12.00
hingga 13.00. Pengambilan data kondisi termal ini dilakukan selama seminggu
(enam hari kerja) dan setiap satu jam sekali. Akan tetapi, data yang ditampilkan
merupakan data rata – rata yang telah diukur dalam seminggu. Hal ini berarti
banyaknya data yang ditampilkan hanyalah 7 buah untuk setiap jam.

5.1.2. Data Kecepatan Angin
Kecepatan angin juga diukur pada 13 titik yang telah ditentukan
sebelumnya pada lantai produksi. Data kecepatan angin yang ditampilkan adalah
kecepatan angin di lantai produksi dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Data Kecepatan Angin di Ruang Quality Control
Waktu
(WIB)

Kecepatan Angin (m/s)
Titik 1
1

08.30
09.30
10.30
11.30
12.30
13.00
14.30
15.30
16.30
Rata-rata

1,2
1,15
1,2
1,2
1,25
1,2
1,22
1,15
1,2
1,197

2

3

1,25 1,2
1,1 1,15
1,2 1,23
1,25 1,24
1,25 1,2
1,1 1,26
1,2 1,22
1,25 1,28
1,2 1,15
1,2 1,214

Titik 2
4

5

1

1,25
1,1
1,26
1,2
1,25
1,2
1,22
1,15
1,18
1,211

1,23
1,16
1,2