Penegakan Hukum Terhadap Hakim Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.361 Pid.Sus 2013 PN.JKT.BAR)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan manusia.Ia lahir
dalam pergaulan dan perkembangan ditengah masyarakat serta berperan dalam
hubungan antar individu dan antar kelompok. Hukum masuk dalam kehidupan
dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang juga dinamakan kaidah-kaidah atau
norma-norma sosial.Seperti norma-norma sosial lain berisi serangkaian ketentuan
yang tentang larangan-larangan dan perintah-perintah serta anjuran-anjuran.
Norma hukum memiliki ciri khas yang berbeda dengan norma-norma sosial lain
yaitu ia memiliki daya memaksa untuk ditaati dan dipatuhi. Daya memaksa itu
yang kita kenal sebagai sanksi. Karena keperangkatannya berupa daya paksaan
yang terkandung dalam hukum, maka ia bisa mengatur kehidupan bersama
manusia dengan pedoman-pedoman antara lain menunjukkan perilaku yang tidak
baik bila dilakukan dapat berakibat membahayakan kehidupan bersama atau
merugikan kepentingan dan hak seorang atau warga masyarakat dengan laranganlarangan, sedangkan terhadap perilaku yang baik bila dilakukan membawa
dampak positif bagi kehidupn masyarakat dituangkan dalam perintah-perintah dan
anjuran-anjuran. 2
Peran hukum cenderung menjaga dan menjamin ketertiban melalui
pemberian pedoman berperilaku dengan perintah-perintah dan larangan-larangan

yang bila perlu melakukan tindakan-tindakan paksaan dalam rangkaian

2

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni, Jakarta, 1986, hal.18

10
Universitas Sumatera Utara

perlindungan hak dan kepentingan warga masyarakat yang dirugikan atau
diganggu oleh anggota masyarakat lain. Tindakan hukum ini berusaha menjamin
keadilan didalam pergaulan hidup, sehingga ia menjaga ketertiban dan keadilan.
Hukum berperan pula mendorong proses pembangunan suatu masyarakat sebagai
rekayasa sosial. Disamping itu, hukum juga mengendalikan para pelaksana
penegak dan pengendali hukum supaya mereka mematuhi hukum, agar gerak
kerja hukum menjadi sesuai dengan hakikatnya sebagai sarana ketertiban,
keadilan dan pengamanan serta penunjang pembangunan.Hampir tiap masyarakat
memiliki hukum yang berperan didalamnya, baik dalam bentuk kaidah tak tertulis
maupun yang tertulis.Semakin kompleks dan majemuk suatu masyarakat, apalagi
dalam keterkaitan kerjasama Internasional seperti bidang niaga serta masalahmasalah yang membutuhkan kerjasama Internasional, maka pada masyarakat itu

dibutuhkan bahkan diisyaratkan pengaturan dan pengendalian dalam bentuk
Undang-undang tertulis. 59
Narkotika yang semula merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat
dalam bidang medis kini kerap disalahgunakan. Penyalahgunaan tersebut
merupakan penggunaan narkotika bukan untuk maksud pengobatan (tidak sesuai
dengan standar pengobatan), akan tetapi untuk menikmati pengaruhnya, paling
sedikit satu bulan, dalam jumlah berlebih dan digunakan secara teratur sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan jasmani, kejiawaan dan fungsi sosial lainnya. 60

59

Hukum-on.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-supremashi

hukum

dan.html?m=1.

(diakses pada tanggal 26 Oktober 2016, pukul 22.18)
60


Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Unit Pelayanan Penanggulangan

Penyalahgunaan Narkotika Berbasis Masyarakat (Community Based Unit) Untuk Pendiri, Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2010, hal.3

52
Universitas Sumatera Utara

Penyalahgunaan narkotika selalu menjadi masalah serius yang dihadapi
oleh banyak negara, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
berkembang tidak terkecuali di Indonesia.Istilah “narkotika” ini muncul sekitar
tahun 1998.Isitilah ini bukan istilah yang asing ditelinga masyarakat mengingat
begitu banyaknya berita, baik dari media cetak maupun media elektronik.
Seperti yang kita ketahui bahwa masalah nakotika merupakan masalah
yang sangat meresahkan banyak kalangan baik kalangan remaja, pelajar,
mahasiswa, orang tua, kalangan professional maupun instansi pemerintah.Hal ini
disebabkan karena narkotika merupakan benda yang mempunyai dampak buruk
bagi para penggunanya bila dikonsumsi tidak sesuai dengan ketentuan ahli
medis.Narkotika juga memberikan keuntungan yang menggiurkan bagi para
pengedarnya sehingga kejahatan ini marak terjadi di masyarakat.

Dalam dasar menimbang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika disebutkan bahwa narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan
yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Di sisi lain narkotika dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan
tanpa adanya pengawasan yang ketat. Narkotika apabila dipergunakan secara
tidak teratur menurut takaran atau dosisakan dapat menimbulkan bahaya fisik dan
mental bagi yang menggunakan serta dapat menimbulkan ketergantungan pada
pengguna itu sendiri. 61
Banyak fakta yang dapat disaksikan hampir setiap hari melalui media
massa baik media cetak maupun media elektronik. Hal ini menunjukkan narkotika
61

A. W. Widjaya,, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Armico,

Bandung, 1995, hal.26

53
Universitas Sumatera Utara


telah merebak secara luas tanpa pandang bulu, terutama pada generasi muda yang
diharapkan menjadi generasi penerus bangsa dalam membangun bangsa dan
negara di masa yang akan datang.Masyarakat sudah sangat resah terutama
keluarga para korban narkoba.Begitu banyak anggota keluarga masyarakat yang
mengalami penderitaan dalam kecanduan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya itu.
Setiap warga masyarakat wajib sifatnya melaporkan kepada pejabat yang
berwenang (dalam hal ini kepolisian setempat) apabila mengetahui adanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Tata cara pelaporan ini bisa saja
dilakukan secara langsung ketika ada yang dicurigai melakukan kejahatan
narkotika, bahkan sebagai masyarakat dapat ikut serta melakukan penggerebekan
atau bisa dilakukan melalui surat dengan menyebutkan ciri-ciri pelaku, saat-saat
atau cara-cara melakukan, tempat melakukan. Dalam Undang-Undang Narkotika
juga menjelaskan bahwa pelaporan sangat dilindungi dan mendapat jaminan
keamanan dalam pengungkapan narkotika ini oleh pemerintah akan diberikan
penghargaan. 62
Melihat peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika yang telah
merasuk kesemua sendi-sendi kehidupan masyarakat, maka waktu tersebut
bukanlah sesuatu yang begitu lama mengingat kejahatan narkotika ini adalah
kejahatan terorganisir yang melibatkan jaringan nasional maupun internasional

dengan sistem sel/terputus serta terselubung. Memiliki beribu cara operasi
peredaran yang melibatkan uang banyak atau keuntungan yang besar, sehingga

62

Heriadi Willy, Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara (Tanya jawab & opini),UII

press, Yogyakarta, 2005, hal.26

54
Universitas Sumatera Utara

dengan keuntungan yang besar tersebut para bandar narkotika akan berbuat
apapun untuk mencapai tujuannya.
Kejahatan narkotika dari hari kehari selalu saja meningkat, itu disebabkan
indikasi yang ada hubungan dengan narkotika sebagai tindak pidana kejahatan
dengan bisnis erat sekali.Bisnis narkotika memang sangat menjanjikan
keuntungan.Dari pengakuan seorang pecandu sekaligus pengedar narkotika
mengatakan. 1 butir ekstasi yang ia beli seharga Rp.60.000 sampai Rp.75.000,dapat ia jual dengan seharga Rp.100.000 – Rp.125.000, 1 gram sabu seharga
Rp.350.000 dapat dijual kembali seharga Rp.500.000 sampai Rp.600.000.

Keuntungan yang diperoleh bahkan bisa menjadi bertambah besar ketika para
pengedarnya menjual dalam bentuk sekali pakai atau disebut paket hemat
Rp.150.000 sampai Rp.200.000 dan terkadang ketika barangnya langka, maka
harga pun dapat mencapai dua kali lipat. Inilah bisnis yang menjajikan
keuntungan. 63
Akibat dari penyalahgunaan narkotika juga telah menyebabkan goyahnya
supremasi hukum di Indonesia.Hal ini terbukti dari skandal pembatalan vonis mati
pemilik pabrik ekstasi di Surabaya Hengky Gunawan oleh Hakim Agung Imron
Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani yang sangat menuai
kontroversi.Bahkan setelah putusan tersebut Ahmad Yamani mengajukan
permohonan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Hakim Agung. 64

63

Ibid.,hal. 161

64

Andi Saputra, “6 Kejanggalan Pembatalan Vonis Mati Gembong Narkoba Hengky


Gunawan,http://news.detik.com/read/2012/11/21/064720/2096523/10/6kejanggalanpembatalanvonis-mati-gembongnarkoba-hengky-gunawan,(diakses

tanggal

27

Oktober 2016 pukul 18.00)

55
Universitas Sumatera Utara

Kejahatan narkotika, khususnya di Indonesia sudah semakin mengerikan
dan sangat meresahkan meskipun peraturan perundang-undangan telah mengatur
tentang kejahatan tersebut dengan menjatuhkan sanksi pidana maksimal hukuman
mati, tetapi kejahatan tersebut tetap berlangsung secara terus menerus di dalam
dinamika masyarakat.Dewasa ini kejahatan narkotika telah bersifat tarnsansional
yang dilakukan dengan modus operandi serta dengan memanfaatkan teknologi
yang canggih.Dalam mengatasi hal ini perlu peranan penegak hukum dan
masyarakat untuk mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan khususnya
dalam kasus narkotika guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya

manusia di Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa. 65
Untuk mencapai tujuan dalam pemberantasan dan penanggulangan tindak
pidana narkotika baik jaksa, hakim maupun kepolisian harus lebih dahulu
memiliki kesadaran dan mental tangguh yang tidak tergoyahkan oleh pengaruh
yang dapat menyimpang kejujurannya dalam menegakkan keadilan. Kepolisian
sebagai apparat penegak hukum dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan
perlu bekerja keras mengumpulkan alat bukti yang cukup yang kemudian akan
disempurnakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada saat perkara diperiksa dan diadili
oleh Majelis Hakim di Pengadilan. Hal tersebut hanyalah merupakan langkah
teoritis dalam ketentuan acara pidana, karena dalam kenyataannya maksud
tersebut tidak tercapai implementasinya. 66
Hal tersebut disebabkan pada kerapuhan mental yang menghinggapi para
aparat penegak hukum yang bersangkutan.Telah menjadi rahasia umum, bahwa
65

A Hamzah,RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, Sinar

Grafika,Jakarta, 1994, hal.6
66


Ibid, hal. 54

56
Universitas Sumatera Utara

aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dalam melakukan tugas
penyelidikan terhadap kasus-kasus kejahatan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang sering bertindak diluar prosedur hukum yang berlaku. Dengan kata lain
bahwa dalam penegakan tindak pidana tersebut sering terjadi penyimpangan yang
tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan dalam
jabatannya sebagai aparat penegak hukum. Hal ini bukan hanya runtuhnya mental
dari aparat penegak hukum tetapi juga rendahnya profesionalisme dan integritas
aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas wewenangnya.
Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai tugas
menegakkan hukum dan keadilan yang diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan yang telah diembannya menurut undang-undang yang berlaku,
menjaga agar setiap kegiatan peradilan yang dilakukan dinegara ini dapat
dilaksanakan dengan seksama dan wajar, serta berpedoman pada asas peradilan
yang


sederhana,

memeriksa.

67

cepat,

tanpa

mengurangi

kebebasan

hakim

dalam

Meskipun demikian terdapat beberapa Oknum Hakim yang

menyalahgunakan wewenangnya sebagai aparat penegak hukum dengan ikut
melakukan tindak pidana narkotika.Hal tersebut tentu saja dapat menyebabkan
hilangnya rasa percaya masyarakat terhadap kredibilitas hakim untuk memberikan
jaminan kepastian hukum atau menegakkan keadilan atas maraknya tindak pidana
narkotika yang terjadi.
Hakim telah melakukan penyalahgunaan fungsi, tugas serta wewenangnya
atas tindak pidana narkotika. Seharusnya mereka menjadi panutan bagi
masyarakat dengan memberikan contoh yang baik dalam proses pemberantasan
67

Http://guruppkn.com/tugas-dan-fungsi-hakim-agung.com, (diakses pada tanggal 4

November 2016 pukul 22.00)

57
Universitas Sumatera Utara

kejahatan narkotika yang marak terjadi. Namun sebaliknya jika polisis ikut serta
dalam tindakan menggunakan narkotika, tentu saja memberikan kesan atau
pandangan yang negatif terhadap citra hakim itu sendiri.
Lemahnya pengawasan institusi penegak hukum menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya oknum hakim turut menyalahgunakan narkotika, sehingga
sikap ketidakpercayaan timbul terhadap kinerja peradilan juga hakim untuk
memberantas peredaran dan penyalahgunaan barang haram tersebut.Dengan
demikian memunculkan asumsi di kalangan masyarakat yang tidak sedikit
menghendaki agar aparat penegak hukum yang terlibat atas penyalahgunaan
narkotika dapat dihukum berat, bukan hanya diberikan sanksi melanggar disiplin
kode etik dan wewenang hakim atau hanya sekedar peringatan saja. 68
Dengan demikian, diharapkan terwujud tujuan dari pemberian sanksi
pidana yaitu memberikan efek jera pada para pelaku yang telah melanggar
peraturan hukum pidana tanpa memandang jabatan orang yang melakukan tindak
pidana tersebut, sehingga keadilan dapat ditegakkan dan terwujud pertanggung
jawaban pidana oknum hakim yang melakukan tindak pidana tersebut. Tentu saja
hal yang diinginkan adalah pemberian sanksi dari instansi yang bersangkutan
yang diberikan seberat-beratnya sehingga hal ini dapat memberikan peringatan
dan efek jera kepada aparat penegak hukum yang lain untuk tidak melakukan hal
yang sama.
Berdasarkan uraian diatas sebuah penilitian ilmiah karena hakim
merupakan aparat penegak hukum yang memutuskan suatu perkara pidana,
dimana dalam menjalankan tugas dan wewenangnya apakah hakim telah
68

Http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110936&val=4163 (diakses pada

tanggal 4 November 2016 pukul 23.00)

58
Universitas Sumatera Utara

melakukan penyelewengan atau penyalahgunaan atas wewenang yang dimilikinya
tersebut.
Ketertarikan untuk menguraikan masalah tindak pidana penyalahgunaan
narkotika, khususnya yang dilakukan oknum hakim karena hakim merupakan
aparat penegak hukum. Sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
yang mengadili terdakwa yang bernama Puji Wijayanto,SH.Mh sebagai hakim
Pengadilan Bekasi merupakan putusan yang diteliti oleh penulis yang terdapat
kejanggalan dalam putusan hakim, dengan judul skripsi “PENEGAKAN
HUKUM TERHADAP HAKIM SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
361/Pid.Sus/2013/PN.JKT.BAR)”

untuk

dikaji

lebih

lanjut

mengenai

pertanggung jawaban itu dan pemberian sanksi pidana terhadap hakim tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana formulasi Tindak Pidana Narkotika dalam UU No.35 Tahun
2009 tentang Narkotika?
2. Apakah yang menjadi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak
pidana narkotika?
3. Bagaimana penegakan hukum terhadap hakim sebagai pelaku tindak
pidana narkotika pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
361/Pid.Sus/2013/PN.JKT.BAR?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

59
Universitas Sumatera Utara

a. Untuk mengetahui formulasi tindak pidana narkotika yang ditinjau dari
perturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadimya suatu tindak pidana
narkotika.
c. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana narkotika oleh
aparat penegak hukum serta untuk mengetahui sanksi hukum yang
diberikan pada aparat tersebut sebagai pelaku tindak pidana narkotika.
2. Manfaat Penulisan
Adapun yang diharapkan penulis dalam menulis skripsi ini agar dapat manfaat
sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terhadap
pengembangan untuk dunia pendidikan di bidang Ilmu Hukum khususnya
terkait penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika.
2) Bagi pihak yang berkepentingan, yakni : para Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan dan Akademisi dapat memberikan masukan dalam
penanggulangan dan penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana
narkotika.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Penulis : Penilitian ini dapat memperluas pengetahuan tentang
penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan dilapangan, serta
menambah wacana Ilmu Hukum Pidana tentang penanganan atau
pertanggung jawaban pidana terhadap hakim yang menyalahgunakan
narkotika.

60
Universitas Sumatera Utara

2) Bagi Lembaga Peradilan Indonesia : Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan dalam hal penanganan terhadap aparat hakim, jaksa
dan aparatur penegak hukum lainnya yang menyalahgunakan narkotika
sehingga dapat lebih meningkatkan profesionalisme dan tanggung jawab
jabatannya.

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan di perpustakaan Universitas
Sumatera Utara bahwa judul tentang “Penegakan Hukum Terhadap Hakim
Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor 361/Pid.Sus/2013/PN.JKT.BAR)”, maka diketahui bahwa
belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang
lingkup yang diangkat untuk dikaji dan diteliti dalam penelitian ilmiah ini. Oleh
karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini jelas dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan secara moril, karena dalam melakukan
penilitian ini harus memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang
harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi dalam melakukan penelitian
hukum.

E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana
Indonesia merupakan negara hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 69.
Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan negara Indonesia dibatasi

69

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3)

61
Universitas Sumatera Utara

oleh hukum.Dalam kehidupan bermasyarakat, perilaku masyarakat diatur dalam
aturan hukum.Salah satu perilaku yang diatur oleh hukum ialah tindak pidana
narkotika.
a.

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu

negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk :70
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang dengan disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.
Definisi tersebut meskipun secara teoritis adalah benar, tetapi oleh karena tidak
memberi gambaran tentang isinya hukum pidana itu tadi, bahkan hanya menyebut
akibat hukumnya saja, maka tidak memuaskan.Menurut Pompe, Utrecht,
Nederland Handboek Nederlans Straftrecht 4e, “Hukum Pidana, demikian
Pompe, adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatanperbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana
itu”. 71

70

Aruan Sakidjo, Bambang Poernomo, Hukum Pidana (Dasar Aturan Umum: Hukum

Pidana Kodifikasi),Balai Aksara, Yogyakarta, 1998, hal. 16
71

Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas,Surabaya,2000,

hal.58

62
Universitas Sumatera Utara

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan
hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undangundang beserta saksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku. 72
b.

Pengertian Tindak Pidana
Tindak

pidana

adalah

tindakan

yang

dinilai

melanggar

ketentuan

KUHP.Maksudnya ialah apabila ada seseorang melakukan tindakan melanggar
hukum maka orang tersebut dapat dikenai salah satu pasal dalam KUHP, yang
dimaksud pelanggaran adalah tindakan menurut hukum yang berlaku tidak boleh
dilakukan.Tindak pidana juga diartikan merupakan perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 73 Dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang
dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan
kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu.Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan
yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu,
ada hubungan yang erat pula. Disatu sisi tidak dapat dipisahkan dengan sisi yang
lain. Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang dan orang
tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.
Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan
perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan

72

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal.6

73

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Bina Aksara,Jakarta, 1985, hal.54

63
Universitas Sumatera Utara

konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang
berbuat yang menimbulkan kejadian itu.

2. Tinjauan Umum Mengenai Hakim Sebagai Aparat Penegak Hukum
Aparatur negara hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak
hukum dan aparat penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum
yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu dimulai dari saksi, polisi,
penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat
dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas
atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan
pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (rasionalisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhi, yaitu: 74
a.

Institusi penegak hukum beserta sebagai perangkat sarana dan prasarana
pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.

b.

Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya, dan

c.

Berangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya
maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik
hukum materiilnya maupun hukum acaranya.
Pada dasarnya hakim dapat diartikan sebagai orang yang bertugas untuk

menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang berbuat salah dan
74

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.46

64
Universitas Sumatera Utara

membenarkan orang yang benar, dan di dalam menjalankan tugasnya, ia tidak
hanya bertanggung jawab kepada pihakpihak yang berperkara saja, dan menjadi
tumpuan harapan pencari keadilan, tetapi juga mempertanggung jawabkannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa. 75
Ditinjau secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang dimaksud dengan hakim adalah
hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi
sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 24 Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H.
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang
dianggap memahami hukum, yang di pundaknya telah diletakkan kewajiban dan
tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan
kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan
dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satu pun yang
bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan Al Wisnu Broto juga mengemukakan pendapatnya bahwa yang
dimaksud dengan Hakim adalah konkretisasi hukum dan keadilan secara abstrak
dan bahkan ada yang menggambarkan hakim sebagai wakil Tuhan di bumi untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Jika kedua pengertian yang dikemukakan
tersebut diperbandingkan, maka secara normatif hakim merupakan institusi yang
mempunyai kekuasaan kehakiman, yang mencakup Mahkamah Agung dan badan
75

http://www.birousaha.com/link_in_frame.php?link=79202,
Desember 2016

diakses,

tanggal,

23

65
Universitas Sumatera Utara

peradilan dibawahnya sampai ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan penjelasan
tentang hakim secara umum, hakim haruslah seseorang yang mempunyai
tanggung jawab, integritas, dan kemampuan untuk berbuat adil dalam membuat
keputusan. 76
Namun pada dasarnya kata “hakim” tersebut ditafsirkan secara generik
(umum) dan dapat diartikan bahwa hakim adalah seluruh hakim di semua jenis
dan tingkatan peradilan yaitu Hakim Agung, hakim pada 5 badan peradilan di
semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung dan Hakim
Konstitusi. 77

F.

Metode Penelitian dan Penulisan
1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum

normatif (penelitian hukum doktriner) dengan mengkaji asas-asas hukum dan
peraturan perundang-undangan.Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian
hukum doktriner. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa
yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku
manusia yang dianggap pantas. 78
2. Data

76

Ibid
Ibid
78
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
77

Persada, Jakarta, 2004, hal.118.

66
Universitas Sumatera Utara

Sumber data penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang
diperoleh secara langsung dari asyarakat (data primer) dan dari bahan-bahan
pustakan (data sekunder).79Metode penelitian hukum normative hanya mengenal
data sekunder saja. 80 Data sekunder tersebut terdiri dari bahan hukum primer;
bahan hukum sekunder; dan bahan hukum tersier. 81
a)

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:
1.

Norma kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945;

2.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

3.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman;;

4.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

5.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

6.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana;

7.

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian
ini.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, diantaranya;
1.

Buku-buku yang terkait dengan hukum;

2.

Artikel di jurnal hukum;
79

Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan

Singkat,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2009) hal.12.
80

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.12.
81

Ibid, hal. 118

67
Universitas Sumatera Utara

3.

Skripsi ,Tesis dan Disertasi Hukum;

4.

Karya dari kalangan praktisi hukum ataupun akademisi yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.

c)

Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekuder, diantaranya;
1.

Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia;

2.

Majalah-majalah yang ada hubungannya dengan penelitian ini;

3.

Surat kabar yang memuat tentang kasus-kasus tindak pidana korupsi
khususnya tentang alat bukti penyadapan.

3.

Metode Pengumpulan Data
Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara penelitian

kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen yang
meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. 82 Studi kepustakaan yang
dimaksudkan dalam skripsi ini diterapkan dengan mempelajari dan menganalisa
secara sistematis bahan-bahan yang utamanya berkaitan dengan alat bukt i
penyadapan dalam tindak pidana korupsi, termasuk juga bahan-bahan lainnya
yang ada kaitannya dan dibahas dalam skripsi ini.
4.

Analisis Data
Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. 83
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

82
83

Ibid, hal. 38
Lexy J. Moeleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif,PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 1999, hal. 103

68
Universitas Sumatera Utara

berbagai sumber. 84Adapun yang menjadi sumber utama dalam penulisan skripsi
ini adalah data sekunder.Analisis data dalam penelitian hukum menggunakan
metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik,
sedangkan penggunaan angka-angka hanya sebatas pada angka persentase
sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang
diteliti.

H. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan skripsi ini dibagi dlam beberapa bagian yang tersebut
dalam beberapa bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara
tersendiri namun masih dalam konteks yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Secara terperinci, Sistematika Penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar Belakang yang menjadi dasar penulisan
skripsi, Rumusan Masalah yang timbul dari Latar Belakang, Tujuan
dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan
yang berisikan teori-teori dasar tentang skripsi ini, Metode
Penulisan yang digunakan dalam skripsi ini, serta Sistematika
Penulisan skripsi ini.

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA
NARKOTIKADAN

HAKIM

MENURUT

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

84

Ibid, hal. 190

69
Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisikan dasar-dasar hukum dari tindak pidana narkotika
itu sendiri, serta dasar-dasar hukum mengenai hakim menurut
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
BAB III

FAKTOR-FAKTOR

PENYEBAB

TERJADINYA

TINDAK

PIDANA NARKOTIKA
Bab ini berisikan uraian-uraian dari faktor yang menyebabkan
seseorang yang melakukan tindak pidana narkotika, yang dalam
skripsi ini hanya sebatas hakim yang melakukan suatu tindak
pidana narkotika yang putusan pidana terhadap hakim tersebut akan
dianalisis dalam skripsi ini.
BAB IV

PENEGAKAN

HUKUM

TERHADAP

HAKIM

SEBAGAI

PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan
Nomor 361/Pid.Sus/2013/PN.JKT.BAR)
Bab ini berisikan kasus Posisi Tindak Pidana Narkotika dalam
Putusan

Pengadilan

Negeri

Jakarta

Barat

No.

361/Pid.Sus/2013/PN.JKT.BRT serta analisis putusannya.
BAB V

PENUTUP
Bab ini berisikan Kesimpulan dari pembahasan yang diangkat
dalam skripsi ini dan Saran dari Penulis terkait dengan skripsi yang
diangkat.

70
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

TINJAUAN YURIDIS NORMATIF TERHADAP PUTUSAN NO. 64/PID.SUS/2013/PN.JKT.BAR TENTANG NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 64/PID.SUS/2013/PN.JKT.BAR)

0 8 29

Penegakan Hukum Terhadap Hakim Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.361 Pid.Sus 2013 PN.JKT.BAR)

1 1 9

Penegakan Hukum Terhadap Hakim Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.361 Pid.Sus 2013 PN.JKT.BAR)

0 0 1

Penegakan Hukum Terhadap Hakim Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.361 Pid.Sus 2013 PN.JKT.BAR)

1 2 31

Penegakan Hukum Terhadap Hakim Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.361 Pid.Sus 2013 PN.JKT.BAR) Chapter III V

1 2 33

Penegakan Hukum Terhadap Hakim Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.361 Pid.Sus 2013 PN.JKT.BAR)

0 0 3