Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Kualitas Indigoferazollingeriana

TINJAUAN PUSTAKA

Kulit Kopi
Kuli buah kopi termasuk kategori limbah basah (wet byproducts) karena
masih mengandung kadar air 75 – 80%, sehingga dapat rusak dengan cepat
apabila tidak segera diproses. Perlakuan melalui pengeringan membutuhkan biaya
yang relatif tinggi, sehingga perlu dikembangkan melalui teknologi alternatif lain
agar

produk

tersebut

dapat

dimanfaatkan

secara

lebih


efisien

(Simanihuruk dan Sirait, 2010).

Gambar 1. Kulit Kopi
Limbah kulit kopi merupakan limbah pabrik yang dapat dijadikan
alternatif sebagai pupuk organik yang jarang sekali dimanfaatkan, padahal limbah
kulit kopi mempunyai kandungan unsur makro yang sangat baik bagi tanaman.
Diantarnya yaitu nitrogen, fosfor dan kalium sehingga limbah kulit kopi ternyata
dapat memperbaiki kesuburan tanah, merangsang pertumbuhan akar, batang dan
daun (Haryani, 2012).
Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk
mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan

Universitas Sumatera Utara

zat makanan kulit buah kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah
secara basah atau kering
Kandungan zat makanan kulit buah kopi berdasarkan metode pengolahan.
Pada metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan pada tanki mesin

pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja memisahkan biji dari
kulit buah. Sedangkan pengolahan kering lebih sederhana, biasanya buah kopi
dibiarkan mongering pada batangnya sebelum dipanen. Selanjutnya langsung
dipisahkan biji dan kulit buah kopi dengan menggunakan mesin.

Gambar 2. Proses Pengolahan Kopi
Kulit kopi terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu : 1). Lapisan bagian luar tipis
yakni yang disebut "Exocarp"; lapisan ini kalau sudah masak berwarna merah. 2).
Lapisan Daging buah; daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah
masak berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau
musang. Daging buah ini disebut "Mesocarp". 3). Lapisan Kulit tanduk atau kulit

Universitas Sumatera Utara

dalam; kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang menjadi batas kulit dan
biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini disebut "Endocarp" (AAK, 1988).

Gambar 3. Kulit Daging Buah Kopi
Hasil penelitian Baon et al. (2005) menunjukkan bahwa kadar C-organik
kulit buah kopi adalah 45,3%, kadar nitrogen 2,98%, fosfor 0,18%, dan kalium

2,26%. Selain itu, kulit buah kopi juga mengandung unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu
dan Zn.
Pengomposan limbah padat mesti dilakukan untuk menghindari pengaruh
negatifnya terhadap tanaman akibat rasio C/N bahan yang tinggi, disamping untuk
mengurangi volume bahan agar memudahkan dalam aplikasi serta mengurangi
pencemaran lingkungan.
Tabel 1. Kandungan zat gizi kulit kopi
Zat Nutrisi
Kandungan (%)
Tanpa diamoniasi
Bahan Kering
90,52
Lemak Kasar
1,31
Serat Kasar
34,11
Protein Kasar
6,27
Abu
7,54

Kadar Air
9,48

Kandungan (%)
Setelah diamoniasi
94,85
1,93
27,52
8,67
8,47
5,15

Sumber: Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan FP USU
(2010)

Universitas Sumatera Utara

Kompos
Kompos sebagai salah satu bentuk bahan organik memiliki peran utama
sebagai pembenah struktur tanah sehingga menjadi gembur dan menjadi tempat

tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisme tanah yang diperlukan dalam
proses penyediaan unsur hara bagi tanaman (Suiatna, 2010).
Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil
yang berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel
merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena
perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah, namun bila sisa hasil tanamantidak dikelola dengan baik maka akan
berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya
keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau sebagai
tempat berkembangbiaknya patogen tanaman. Bahan-bahan ini menjadi lapuk dan
busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembap, seperti halnya daun

daun

menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan tanah. Selama proses
perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan bebas menjadi bentuk
yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum mengalami proses perubahan, sisa
hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih
dalam bentuk terikat yang tidak dapat diserap oleh tanaman (Anwar et al, 2006)
Di lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan

sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta
sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena adanya kerja sama antara
mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan

Universitas Sumatera Utara

manusia, yaitu dengan menambahkanmikroorganisme pengurai sehingga dalam
waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik (Anwar et al, 2006)
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat,
selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi
telurmenjadi amonia,

dan air, 2) zat putih

, dan air, 3) peruraian senyawa organik menjadi

senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar
karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat.
Dengan demikian C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah
(Indriani, 2007).

Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan
oksigen bebas, yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik.
a. Pengomposan secara Aerobik
Pada

pengomposan

secara

aerobik,

oksigen

mutlak

dibutuhkan.

Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen
dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon,
nitrogen, fosfor, belerang, dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel

tubuhnya (Simamora dan Salundik, 2006).
Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi
CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama
proses pengomposan aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses
pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas
akibat pelepasan energi (Sutanto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O
(air), humus, dan energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat
disajikan dengan reaksi sebagai berikut :
Mikroba aerob
Bahan organik

CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi

(Djuarnani dkk, 2005).
b. Pengomposan secara Anaerobik
Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada

struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara).
Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperature
seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun, pada
prosesanaerobik

perlu

tambahan

panas

dari

luar

sebesar

300

C


(Djuarnani dkk, 2005).
Pengomposan

anaerobik

akan

menghasilkan

gas

metan

(CH4),

karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini

yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum
digunakan harus dikeringkan (Simamora dan Salundik, 2006).
Pembuatan kompos pada prinsipnya cukup mudah bisa dilakukan dengan
cara membiarkan bahan organik hingga malapuk atau menambahkan activator
untuk mempercepat proses pengomposan.
Ciri-ciri kompos yang baik : a. Berwarna coklat; b. Berstruktur remah;
c.Berkonsistensi gembur; d. Berbau daun yang lapuk (Sutedjo, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Kandungan zat hara dalam kompos terdiri darikarbon 8,2%, nitrogen
0,09%, fosfor 0,36%, kalium 0,81%, komponen kompos terdiri dari cairan 41%
dan bahan kering 59%. Kadar C/N dalam kompos umumnya 23. C/N merupakan
perbandingan karbon dan nitrogen. Pupuk dengan C/N yang tinggi kurang baik
diberikan ke tanaman karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di dalam
tanah. CO2 yang dihasilkan dari peruraian tersebut akan berpengaruh kurang baik
terhadap pertumbuhan tanaman (Prihmantoro, 2003).
Pengaruh Pupuk Terhadap Kesuburan Tanah
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan
beberapa manfaat diantaranya menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman,
menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan
daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman,
menghemat pemakaian pupuk kimia (Hadisumitro, 2009).
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat
tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk
bersatu

menjadiagregat

tanah,

sehingga

bahan

organik

penting

dalam

pembentukan struktur tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah
yang lain adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah
ukuran yang menunjukkan bagiantanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang
terisi oleh udara dan air (Atmojo, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan, penambahan bahan humat 1 persen pada
latosol mampu meningkatkan 35,75 % pori air tersedia dari 6,07 % menjadi 8,24
% volume (Herudjito, 1999). Dengan demikian akanmeningkatkan pori yang
dapat terisi udara dan menurunkan pori yang terisi air, artinya akan terjadi

Universitas Sumatera Utara

perbaikan aerasi untuk tanah lempung berat. Terbukti penambahan bahanorganik
(pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menurunkanberat
volume tanah (Wiskandar, 2002).

Gambar 4.Tanaman dengan berbagai pemberian jenis pupuk.
Keterangan :A) kontrol, tanpa pemupukan sama sekali. Tanaman terlihat sangat merana.
B) Diberi pupuk kimia, tanaman tetap merana meskipun tumbuh lebih baik.
C) Diberi kompos/pupuk organik. Hasilnya jauh lebih baik.
D) Diberi pupuk organik/kompos dan biofertilizer. Tumbuhnya paling baik.

(Isroi, 2009).

Proses Mekanisme Penyerapan Unsur Hara
Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun.
Unsur C dan O diambil tanaman dari udara sebagai

melaui stomata daun

dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah (

) oleh akar

tanaman.Dalam jumlah sedikit air juga diserap tanaman melalui daun.Penelitian
dengan unsur radioaktif menunjukkan bahwa hanya unsur H dari air yang
digunakan tanaman, sedang oksigen dalam air tersebut dibebaskan sebagai gas
(Donahue et.al., 1977).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.Mekanisme Pengikatan Nitrogen
Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting
di dalam sel, termasuk protein, DNA dan RNA. Tanaman harus mengekstraksi
kebutuhan nitrogennya dari dalam tanah. Sumber nitrogen yang terdapat
dalamtanah, makin lama makin tidak mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga
perludiberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen untuk
mempertinggiproduksi.Keinginan menaikkan produksi tanaman untuk mencukupi
kebutuhanpangan, berakibat diperlukannya pupuk dalam jumlah yang banyak
(Dewi, 2007).
Bakteri penambat nitrogen yang terdapat didalam akar kacang-kacangan
adalah jenis bakteri Rhizobium. Bakteri ini masuk melalui rambut-rambut akar
dan menetap dalam akar tersebut dan membentuk bintil pada akar yang bersifat
khas pada kacang–kacangan. Belum diketahui sepenuhnya bagaimana rhizobium
masuk melalui rambut–rambut akar, terus ke dalam badan akar dan selanjutnya
membentuk bintil–bintil akar (Dewi, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Asosiasi simbiotik antara legum-Rhizobium membentuk organ nodul pada
akar yang berperan sebagai symbiotic nitrogen fixation (SNF). Pada SNF terdapat
bakteroid yang sangat sensitif terhadap gangguan metabolik dan lingkungan
seperti, cekaman kekeringan suhu, salinitas, logam berat dan nitrat tanah.
Pembentukan nodul akar dikontrol oleh sinyal molekul bakteri ekstraseluler yaitu
faktor nod yang akan dikenali oleh tanaman inang. Komunikasi awal antara
legum-Rhizobium terjadi karena adanya pertukaran sinyal yaitu sinyal flavonoid
spesifik yang diproduksi tanaman legum dan respon balik dari Rhizobium dengan
memproduksi sinyal baru berupa lipo-chitooligosaccharide (LCO: sinyal Nod).
Tipe nodulasi yang terbentuk bersifat spesifik tergantung dari tanaman inang
(Sugiyarto, 2009).
Flavonoid yang dikeluarkan sel-sel akar mengaktifkan gen nod pada
bakteri sehingga menginduksi pembentukan nodul pada akar. Berdasarkan studi
secara in vitro, flavonoid berperan sebagai induser pada ekspresi gen nod (gen
nod berkaitan dengan biosintesis sinyal Nod pada Rhizobium dan berperan
sebagai chemo-attractant untuk menghimpun Rhizobium yang kompatibel pada
permukaan akar. Selama nodulasi, flavonoid mempunyai peran ganda, yaitu
sebagai molekul sinyal pada daerah rhizosfer untuk menghimpun Rhizobium yang
sesuai, dan menginduksi biosintesis sinyal Nod (Subramanian dkk, 2007).
Kesuksesan nodulasi terjadi pada kondisi terbatasnya nitrogen. Walaupun
pada kondisi optimal, kebanyakan jalur infeksi terjadi pada lapisan sel hipodermal
akar dan jumlah nodul yang terbentuk dibatasi oleh tanaman itu sendiri. Beberapa
kondisi lingkungan merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan dan aktivitas
tanaman untuk memfiksasi N2. Pada simbiosis legum-Rhizobium, proses fiksasi

Universitas Sumatera Utara

nitrogen sanagt berhubungan dengan fisiologi tanaman inang. Tipikal cekaman
lingkungan yang biasa dihadapi oleh nodul legum dan partner rizobiumnya adalah
kekeringan, salinitas, suhu, logam berat, hilangnya fotosintat dan nitar tanah
(Sugiyarto, 2009).
Unsur hara kalium (K) kegunaan utamanya untuk membantu pembentukan
protein dan karbohidrat. Pemberian unsur ini akan memperkuat tanaman sehingga
daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Selain itu kalium juga membuat
tanaman tahan terhadap kekeringan dan penyakit (Donahue et al., 1997).
Beberapa kelompok bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
produksi tanaman adalah : (a) Rhizobium (bakteri penambat N2 yang bersimbiosis
dengan kacang – kacangan, (b) Azotobakter, Azospirillum (bakteri penambat N2
yang tidak bersimbiosis dengan tanaman, (c) Bacillus subtilis, B. polymixa
(bakteri penghasil senyawa yang dapat melarutkan fosfat tanah), (d) Clostridium
dan (e) Pseudomonas fluorescens dan P. putia (Dewi, 2007).
Peranan unsur N dalam tanaman yang terpenting adalah sebagai penyusun
atau sebagai bahan dasar protein dan pembentukan klorofil karena itu N
mempunyai fungsi membuat bagian-bagian tanaman menjadi lebih hijau, banyak
mengandung butir-butir hijau dan yang terpenting dalam proses fotosintesis,
mempercepat pertumbuhan tanaman yang dalam hal ini menambah tinggi
tanaman dan jumlah anakan, menambah ukuran daun dan menyediakan bahan
makanan bagi mikrobia (jasad-jasad renik yang bekerja menghancurkan bahanbahan organik di dalam tanah) (Dobermann and Fairhust, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Manure Ayam
Kotoran ayam merupakan jenis pupuk organik yang berasal dari
bahanbahan organik, pupuk ini biasanya digunakan sebagai pupuk dasar yaitu
dicampurkan ke tanah pada saat masa tanam, meskipun hanya menyediakan
unsur-unsur dalam jumlah sedikit tetapi pupuk ini sangat baik untuk memperbaiki
sifat tanah menjadi gembur dan dapat ditembus akar dengan mudah serta dapat
menyimpan udara atau air yang cukup. Kandungan unsur-unsur yang diperlukan
tanaman yang terdapat pada kotoran ayam yaitu; N = 1,0 ;

= 0,80 dan

=

0,40 (Intan, 1983).
Di dalam kotoran ternak terdapat zat-zat yang dapat dimanfaatkan bagi
pertumbuhan tanaman. Kandungan hara dalam kotoran ternak yang penting untuk
tanaman antara lain unsur nitrogen (N), phospor (P), dan kalium (K). Ketiga unsur
ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur
nitrogen(N)

berfungsi

untuk

merangsang

pertumbuhan

tanaman

secara

keseluruhan, terutama batang tanaman. Unsur phospor (P) bagi tanaman lebih
banyak berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar tanaman
muda. Unsur kalium (K) berperan dalam membentuk protein dan karbohidrat bagi
tanaman.(Setiawan, 1996).
Tabel 2. Jenis dan kandungan hara pada beberapa kotoran ternak
Ternak dan Bentuk Kotoran
Nitrogen
Fosfor
Kalium
(%)
(%)
(%)
Kuda-padat
0,55
0,30
0,40
Kuda-cair
1,40
0,02
1,60
Kerbau-padat
0,60
0,30
0,34
Kerbau-cair
1,00
0,15
1,50
Sapi-padat
0,40
0,20
0,10
Sapi-cair
1,00
0,50
1,50
Kambing-padat
0,60
0,30
0,17
Kambing-cair
1,50
0,13
1,80
Domba-padat
0,75
0,50
0,45

Air
(%)
75
90
85
92
85
92
60
85
60

Universitas Sumatera Utara

Domba-cair
Babi-padat
Babi-cair
Ayam-padat dan cair

1,35
0,95
0,40
1,00

0,05
0,35
0,10
0,80

2,10
0,40
0,45
0,40

85
80
87
55

Sumber : Affandi (2008)

MOD-71
MOD-71 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung
isolat asli alam Indonesia, seperti Azotobacter, Bacillus, Nitromonas, Nitrobacter,
Pseudomonas, Chytophaga, Sporocytophaga, Micrococcus, Actinomycetes,
Streptomyces, sedangkan dari jenis fungi adalah Trichoderma, Aspergillus
Gliocladium dan Penicilium (Utomo, 2009).
Sejumlah

kajian

mengindikasikan

bahwa

Azotobacter

merupakan

rizobakteri yang selalu terdapat di tanaman serealia seperti jagung dan gandum
(Hindersah and Simarmata, 2004) serta sayuran. Azotobacter merupakan bakteri
penambat nitrogen aerobik non-simbiotik yang mampu menambat nitrogen dalam
jumlah yang cukup tinggi, bervariasi + 2-15 mg nitrogen/gram sumber karbon
yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan
(Subba Rao, 1982).
Selain berfungsi dalam proses fermentasi dan dekomposisi bahan organik,
MOD juga bermanfaat dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman, menyehatkan tanaman,
meningkatkan

produksi

tanaman

dan

menjaga

kestabilan

produksi

(Suprat et, al., 2011).
Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dengan bantuan dari
enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan

Universitas Sumatera Utara

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat
organik dengan menghasilkan produk tertantu. Fermentasi merupakan proses
biokimia yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari
pemecahan kandungan bahan tersebut (Hardjo et al., 1989).
Fermentasi juga sering didefinisikan sebagai pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat
dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam
amino dapat difermentasikan oleh beberapa janis bakteri tertentu (Adams, 2000).
Indigofera zollingeriana
Hijauan
Makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman
dalam bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok makanan hijauan ini ialah
bangsa rumput (graminae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan
lainseperti daun nangka, aur, daun waru, dan lain sebagainya. Kelompok makanan
hijauan ini biasanya disebut makanan kasar. Hijauan sebagai bahan makanan
ternak bisa diberikan dalam dua bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering.
1. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam
bentuk segar. Termasuk hijauan segar ialah rumput segar, lguminosa segar dan
silase.
2. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja

dikeringkan (hay) ataupun jerami kering.
Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan penting, sebab
hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan. Khususnya di

Universitas Sumatera Utara

Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa karena bahan
tersebut diberikan dalam jumlah besar (AAK, 1983).
Legum merupakan jenis hijauan yang bijinya berkeping dua. Pada
umumnya legum mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
graminae. Pemanfaatan legum sebagai hijauan pakan tidak boleh diremehkan
karena ia mampu menyuplai kebutuhan protein ternak. Selain itu, tanaman legum
juga banyak memeiliki manfaat lain yaitu sebagai penyubur tanah, sebagai
penyuplai nitrogen bagi rumput, dan sebagai tanaman vegetasi pencegah erosi
(Hasan, 2012).
Deskripsi Tanaman Indigofera
Spesies I. zollingeriana kemungkinan berasal dari daratan Asia, tetapi kini
tersebar di seluruh wilayah tropis lain seperti Indonesia, dengan tujuan untuk
konservarsi hutan., tanaman pelindung,pembuatan tarum alami dan pupuk hijau
(green manure) pada lahan pertanian (Wilson and Rowe, 2008).
Indigofera Sp merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family
: Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di
Benua Afrika, Asia dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp dibawa
ke Indonesia, oleh kolonial Eropa serta terus berkembang secara luas
(Tjelele, 2006).
Leguminosa pohon Indigofera sp. memiliki pertumbuhan yang relative
cepat. Hasil pengamatan tinggi tanaman setelah umur 7 bulan adalah 418 cm.
Batang bawah dan tengah berwarna hijau muda keabu-abuan, sedang batang
bagian atas berwarna hijau muda. Rataan lingkar batang bawah, tengah dan atas
masing-masing adalah 13,85; 9,26 dan 3,47 cm. Daun Indigofera sp. merupakan

Universitas Sumatera Utara

daun polifaliate (satu tangkai daun terdiri atas beberapa helai) dan berbentuk
lonjong memanjang. Jumlah daun percabang bervariasi antara 11 hingga 21
daun.Warna daun hijau muda sampai hijau tua umur tanaman, semakin hijau
warna daunnya (Sirait et al, 2011).
Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan
nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera Sp mengandung pigmen indigo, yang
sangat penting untuk pertanian komersial pada daerah tropik dan sub tropik,
selanjutnya dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan suplemen kualitas
tinggi untuk ternak ruminansia (Haude, 1997).
Leguminosa Indigofera sp, cukup potensial dimanfaatkan sebagai pakan
kambing karena menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan produksi yang
tinggi (51 ton segar/ha/panen) serta nilai nutrisi yang tinggi (protein kasar 24,17%
dan energy bruto 4,038 Kkal/kg) (Sirait et al, 2011).
Leguminosa pohon Indigofera sp. berpotensi untuk digunakan sebagai
pakan basal pengganti rumput pada ternak kambing. Taraf penggunaan Indigofera
sp. sebagai pakan basal berkisar antara 25 – 75% dari total bahan kering pakan
(Simanuhuruk dan Sirait, 2009).
Budidaya I. zollingeriana sangat mudah karena dapat dilakukan secara
generatif dengan biji dan vegetative melalui stek batang. Tanaman dapat
menghasilkan biji setiap saat, tidak seperti halnya pada jenis leguminosa pohon
lain yang umumnya hanya berbunga dan berbuah satu musim sekali yaitu ada
musim kemarau. Penanaman dapat dilakukan secara monokultur, tanaman sela
(intercropping), tanaman campuran dengan tanaman pangan (alley cropping) dan

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi Indigofera
Klasifikasi tanaman Indigofera sp. (Hassen et al., 2006) sebagai berikut:
Divisi: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class : Dicotyledonae, Family:
Rosales, Subfamily: Leguminosainosae, Genus: Indigofera, Spesies: Indigofera
zollingeriana.
Menurut Ngo van Man et al. (1995) laju pertumbuhan Indigofera sp. pada
tanah masam dengan pH 4,5-5,0, lebih cepat sebesar 9,8 cm per dua minggu, dari
pada Leucaena sp. sebesar 7,8 cm per dua minggu.Sedangkan laju pertumbuhan
tanaman paling lambat adalah, Desmodium dan Flemingia congesta berturut-turut
sebesar 4,8 dan 4,5 cm per dua minggu.
Pertumbuhan I. zollingeriana pada tanah latosol coklat pH 6,8 (netral)
dengan kondisi kapasitas lapang(kontrol) dan cekaman kekeringan sedang
(moderate drought stress) tidak ada perbedaan. Laju pertumbuhan mengalami
sedikit penurunan selama cekaman kekeringan berat (severe drought stress) pada
umur tanaman enam bulan, sehingga dikategorikan tanaman toleran terhadap
cekaman kekeringan (Herdiawan, 2013).
Indigofera sp. memiliki toleransi yang luasterhadap tanah masam, salin,
genangan dan cekaman kekeringan (Yuhaeni, 1989).
Kandungan Nutrisi Indigofera zollingeriana.
Leguminosa pohon Indigofera sp. dapatdigunakan sebagai pakan basal
ternak kambing pengganti rumput.Taraf penggunaan Indigofera sp.sebagai pakan
basal berkisar antara 25-75% dari total BK pakan (Simanihuruk & Sirait 2009).
Pemanfaatan pelet Indigofera sp. Sebagai pengganti konsentrat padataraf
40% dari total ransum yang diberikan pada kambing Saanen dan PE dapat

Universitas Sumatera Utara

memperbaiki efisiensi pemanfaatan nutrien menjadi produk susu. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah konsumsi pakan harian,peningkatan nilai kecernaan pakan,
serta peningkatan produksi susu harian kambing PE laktasi ke-2 dan kambing
Saanen laktasi ke-3 (Apdini, 2011).
Kandungan serat kasar tertinggi dicapai pada kombinasi perlakuan
cekaman kekeringan berat (25% KL) dan pemangkasan 120 hari, yaitu sebesar
29,35% dan terendah dicapai pada kombinasi perlakuan kontrol (100% KL) dan
pemangkasan 60 hari yaitu sebesar 18,18% (Herdiawan, 2013).
Akbarillah et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan daun Indigofera
segar 15% menurunkan konsumsi pakan, produksi telur, berat telur dan
menaikkan konversipakan. Penggunaan Indigofera segar 10% masih baik
pengaruhnya terhadap produksi telur, berat telur danperbaikan warna yolk.
Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak ether juga mengandung wax (lilin),
asam organik, alkohol, dan pigmen oleh karena itu praksi ether juga menentukan
lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994).
Hassen et al. (2007) menyatakan bahwa Indigofera memiliki palatabilitas
yang rendah pada musim hujan, tetapi akan meningkat setelah akhir musim kering
ketika tajuk kedua siap untuk dipanen.
Tabel. 3Kandungan Nutrisi IndigoferaSp :
Nutrisi
Bahan Kering
Abu
Protein Kasar
NDF
ADF
Energi Kasar 4,038Kkal/Kg

Komposisi
21,97%
6,41%
24,17%
54,24%
44,69%

Sumber : Hassen et al ( 2007)

Universitas Sumatera Utara

Kandungan nutrisi tanaman sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan
media tanam dan beberapa factor daya dukung lingkungan biotik. Kandungan
NDF, Ca, P, Mg, Zn, Mn, dan PK cenderung mengalami peningkatan selama
musim semi dan mengalami penurunan selama musim gugur. Hasil penelitian
menunjukkan indikasi bahwa spesies I. zollingeriana mengandung Ca, Mg, Zn
dan Mn yang sangat diperlukan oleh ternak ruminansia untuk produksi daging,
wool dan susu (Herdiawan, 2013).
Agustina (2004), bahwa komponen utama berbagai senyawa didalam
tubuh tanaman yaitu: asam amino, amida, protein, klorofil, dan alkaloid 40-45%
protoplasma tersusun dari senyawa yang mengandung N. Pemberian pupuk yang
diperkaya fermentasi urin sangat menunjang kandungan N sehingga mampu
meningkatkan persentase lemak kasar.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Pertumbuhan Indigofera zollingeriana

0 3 55

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Pertumbuhan Indigofera zollingeriana

0 0 11

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Pertumbuhan Indigofera zollingeriana

0 0 2

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Pertumbuhan Indigofera zollingeriana

0 0 4

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Pertumbuhan Indigofera zollingeriana

0 0 16

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Kualitas Indigoferazollingeriana

0 1 11

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Kualitas Indigoferazollingeriana

0 0 2

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Kualitas Indigoferazollingeriana

0 0 3

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Kualitas Indigoferazollingeriana Chapter III V

0 0 15

Pemanfaatan Kompos Campuran Manure Ayam Broiler dan Limbah Kulit Kopi dengan Berbagai Dosis MOD (Microorganisme Decomposer) Terhadap Kualitas Indigoferazollingeriana

0 0 4