Hubungan Antara Tinea Pedis dengan Terjadinya Onikomikosis di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinea Pedis
Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela
jari kaki dan telapak kaki.1 Nama lain yaitu foot ringworm atau athlete’s foot.1,3
Istilah athlete’s foot digunakan untuk semua bentuk intertrigo di sela jari kaki
yang selain disebabkan dermatofita dapat pula karena sebab lain yaitu bakteri,
Candida serta mold nondermatofita.3
2.1.1 Epidemiologi
Tinea pedis dijumpai di seluruh dunia, merupakan dermatofitosis yang
paling umum dan insidensinya tidak berhubungan dengan ras dan etnik tertentu.2,5
Prevalensi tinea pedis diperkirakan 10% pada populasi dunia dan lebih sering
dijumpai di negara maju yang dihubungkan dengan pemakaian sepatu tertutup
modern.2 Prevalensi tinea pedis meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih
sering dijumpai pada orang dewasa dan jarang dijumpai pada anak-anak. Pria
lebih sering terinfeksi dari wanita.5 Insidensi lebih tinggi didapatkan pada orang
yang sering menggunakan fasilitas umum seperti kolam renang dan tempat mandi
umum.2,5,20 Pekerjaan tertentu seperti pekerja tambang, tentara dan atlet juga
berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi karena keterpaparan kelompok
populasi ini terhadap keringat, trauma, sepatu tertutup dan area bersama.5,21-23


5
Universitas Sumatera Utara

6

2.1.2 Etiologi
Dermatofita mempunyai sifat mencerna keratin dan terbagi dalam 3 genus
yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Dermatofita dapat
dibedakan berdasarkan tempat dimana jamur biasanya ditemukan yaitu yang
bersifat zoofilik, geofilik dan antropofilik. Zoofilik terutama menyerang binatang
dan kadang-kadang manusia, geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan
dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, sedangkan antropofilik
adalah jamur yang hanya patogen pada manusia. Umumnya gejala klinik yang
ditimbulkan golongan zoofilik dan golongan geofilik pada manusia bersifat akut
dan moderat dan lebih mudah sembuh, sedangkan golongan antropofilik bersifat
kronis dengan radang yang relatif ringan dan residif.1-3,24,25
Hingga kini diketahui 45 spesies dermatofita, terdiri dari 25 spesies
Trichophyton, 18 spesies Microsporum dan 2 spesies Epidermophyton.26
Organisme penyebab tinea pedis yang utama adalah T.rubrum, T. interdigitale dan

E. floccosum yang antropofilik,1-3,5 namun dermatofita zoofilik dan geofilik juga
dapat ditemukan pada lesi di kaki meskipun kurang sering.1,3,5
Transmisi dermatofitosis terjadi melalui kontak langsung dengan hewan dan
manusia yang terinfeksi atau secara tidak langsung dengan fomite yang
terkontaminasi.1-3,24,27 Sumber infeksi utama adalah bak mandi dan transmisi di
antara anggota keluarga adalah jalan yang paling sering. Penyebaran dapat
horizontal, seperti antara suami istri, atau vertikal antara generasi. Sumber infeksi
lain adalah shower pada studio fitness, ruang ganti pada tempat umum, kesetan
pada fasilitas olahraga, kamar mandi, hotel dan mesjid.27

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.3 Faktor predisposisi
Temperatur tinggi, pH alkali dan hiperhidrosis memudahkan infeksi
dermatofita pada kaki. Faktor pejamu yang dapat meningkatkan infeksi ini
termasuk kulit yang rusak, maserasi pada kulit dan imunosupresi. 1 Infeksi
dermatofita paling sering karena tidak adanya sebum, yang merupakan sekresi
inhibisi alamiah dimana sebum tidak dijumpai pada regio plantaris karena tidak

adanya kelenjar sebaseus.5
2.1.4 Patogenesis
Elemen terkecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filamen yang
terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding. Benang-benang hifa bila bercabang
dan membentuk anyaman disebut miselium.30
Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora,
baik seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk
hifa, besarnya antara 1-3µ, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut, atau
lonjong. Spora dalam pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang
membentuk satu hifa. Terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual (gabungan dari
dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan).3,28
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah yaitu perlekatan jamur ke
keratinosit, penetrasi diantara sel dan perkembangan respon imun pejamu.
Langkah pertama infeksi dermatofita adalah inokulasi jamur atau beberapa
elemen jamur di kulit. Jamur superfisial harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet,
variasi temperatur dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal, spingosin
yang dihasilkan keratinosit dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar
sebaseus yang bersifat fungistatik agar artrokonidia (struktur yang dihasilkan dari

Universitas Sumatera Utara


8

fragmentasi sebuah hifa menjadi sel-sel tersendiri) yang merupakan elemen
infeksius dapat melekat ke jaringan keratinosit. 2,29
Kemudian jamur menjalani fase germinasi dan pembentukan hifa yang
menyebar secara sentrifugal terutama di lapisan bawah stratum korneum. Setelah
miselium melekat, spora akan bertambah banyak di kulit dan berpenetrasi ke
stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan proses
deskuamasi. Pada saat penetrasi, jamur akan mensekresikan sejumlah enzimnya
yaitu proteinase, lipase dan musinolitik yang dapat mencerna keratin, sehingga
tersedia nutrisi untuk jamur. Kerusakan stratum korneum, oklusi, trauma dan
maserasi juga memudahkan penetrasi. Mannan, komponen dari dinding sel jamur
dapat juga menurunkan proliferasi keratinosit. Mekanisme pertahanan baru
muncul apabila lapisan lebih dalam dari epidermis telah dicapai oleh jamur,
mencakup kompetisi terhadap zat besi oleh transferin yang tidak tersaturasi dan
inhibisi pertumbuhan jamur oleh hormon progesteron.2,30
Derajat reaksi inflamasi pejamu tergantung pada status imun pejamu dan
habitat alamiah spesies dermatofita yang terlibat. Dermatofita antropofilik
menginduksi sekresi sitokin dalam jumlah terbatas dari keratinosit secara in vitro

dibandingkan spesies zoofilik. Perbedaan ini mungkin merefleksikan respon
inflamasi yang meningkat yang umumnya diamati pada spesies zoofilik.2
Keratinosit berperan langsung dalam respon terhadap infeksi dermatofita.
Keratinosit mengekspresikan toll-like receptor (TLR) terutama TLR-2 yang dapat
mengenali patogen (pattern recognation receptor) dan ligand-ligandnya pada
permukaan jamur (seperti pathogen-associated mollecular pattern (PAMPS)).
Interaksi keratinosit dengan dermatofita selanjutnya menghasilkan proliferasi

Universitas Sumatera Utara

9

keratinosit, terjadi gangguan pembentukan keratinosit yang normal dan perubahan
cornified envelope yang menyebabkan perubahan fungsi sawar epidermal seperti
meningkatkan transepidermal water loss (TEWL). Selain itu keratinosit (dan
infiltrat mononuklear) melepaskan sejumlah sitokin inflamasi seperti tumor
necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1β, IL-8 dan IL-16 sebagai reaksi
jaringan terhadap inflamasi.29,30
Pertahanan nonspesifik juga berperan pada infeksi dermatofita. Permukaan
kulit tidak pernah steril, terdapat dermatofita dan bakteri. Interaksi antara bakteri

dan dermatofita belum sepenuhnya diketahui. Beberapa bakteri seperti
Pseudomonas aeruginosa dapat menginhibisi pertumbuhan T. rubrum dan T.
mentagrophytes, mencegah perkembangan tinea dan kemudian berperan dalam
respon imun nonspesifik. Peningkatan proliferasi keratinosit juga dapat
mempercepat deskuamasi elemen jamur. Selain itu transferin dapat menginhibisi
pertumbuhan jamur. Sel-sel pertahanan nonspesifik diperankan oleh neutrofil dan
makrofag yang dapat membunuh atau merusak dermatofita. Kemudian dapat
menarik komplemen ke tempat infeksi sebagai low mollecular weight chemotactic
factors.29,30
Setelah jamur masuk ke kulit, hal ini akan merangsang pembentukan sistem
imun dan sel-sel inflamasi dengan sejumlah mekanisme. Ikatan antara komponen
dermatofita dengan sel dendritik ini dapat merangsang respon imun spesifik.
Respon imun ini tergantung pada spesies dermatofita dan imunitas pejamu.
Spesies dermatofita zoofilik dan geofilik menimbulkan reaksi peradangan yang
lebih kuat dibandingkan dengan spesies antropofilik. Pada glabrous skin, infeksi
akan meluas secara sentrifugal menyerupai lingkaran dengan pinggiran yang

Universitas Sumatera Utara

10


meninggi, sehingga memberi gambaran ringworm yang khas. Semua spesies
dermatofita dapat menimbulkan gejala-gejala di atas. Pada beberapa kasus,
penyakit dapat mengalami resolusi sehingga gejala klinis menghilang, tetapi
organisme penyebab dapat menetap beberapa tahun dan penderita akhirnya
menjadi karier.29,30
Sementara respon imun pejamu tergantung usia, jenis kelamin, status imun
dan faktor genetik. Respon imun seluler dimulai dari sel dendritik epidermal
mengenali antigen jamur kemudian terjadi maturasi sel dendritik dan dihasilkan
IL-12. IL-12 akan menginduksi sel T dan sel natural killer (NK) untuk
memproduksi interferon (IFN)-γ. Selanjutnya IFN-γ dapat merangsang migrasi,
proses fagositosis dan oxidative killing oleh sel neutrofil dan makrofag. Respon
imun humoral juga dapat ditemukan pada penderita infeksi dermatofita, namun
respon imun humoral ini tidak memiliki efek protektif. Bagaimana peranan
imunitas humoral pada infeksi dermatofita belum diketahui dengan jelas sampai
sekarang karena terbentuknya antibodi tampaknya tidak melindungi terhadap
infeksi dermatofita.2,29,30
2.1.5 Gambaran klinis
Tinea pedis terdiri dari 4 bentuk yaitu:
1. Tipe interdigitalis atau tipe intertriginosa kronik merupakan bentuk yang

paling sering. Ruamnya berupa eritema, skuama, erosi, maserasi dan fisura
pada daerah interdigitalis dan subdigitalis kaki, khususnya jari 4 dan 5 dan
disebut dengan dermatofitosis simpleks. Keluhan yang umum dijumpai
rasa gatal, terbakar dan bau tidak sedap. Permukaan dorsal kaki pada
umumnya tidak terkena, tetapi daerah plantar yang berdekatan dapat

Universitas Sumatera Utara

11

terlibat. Interaksi dengan bakteri dapat terjadi pada sela jari kaki dengan
gambaran klinis yang lebih berat dengan etiologi polimikroba disebut
dengan dermatofitosis kompleks yang menyebabkan fisura pada sela jari
kaki disertai dengan hiperkeratosis atau erosi.2,3,5
2. Tipe hiperkeratotik kronis atau mokasin ditandai dengan eritema plantar
kronis yang dapat berupa skuama ringan sampai hiperkeratosis difus.
Skuama hiperkeratotik kering dapat melibatkan seluruh permukaan plantar
kaki, meluas ke bagian lateral kaki, sementara permukaan dorsal biasanya
bersih. Eritemanya ringan dan dapat tanpa keluhan, namun kadang-kadang
dapat berkembang skuama hiperkeratotik dengan fisura. Tipe ini dapat

dijumpai pada satu atau kedua kaki.2,3,5
3. Tipe vesikobulosa, atau inflamatori, ditandai dengan vesikel yang keras
dan tegang, bula dan pustula pada telapak kaki atau permukaan plantar
mid anterior dengan diameter antara 1 - 5 mm. Isi bula biasanya jernih
atau berwarna kuning, tetapi dapat menjadi purulen karena superinfeksi
bakteri Staphylococcus aureus atau Streptococcus grup A. Bula tampak
bulat, polisiklik, herpertiform atau serpiginosa dengan dasar eritematosa
dan berlokasi pada lengkungan kaki, bagian samping kaki, jari kaki dan
celah subdigitalis. Vesikel baru muncul pada bagian perifer, dengan fisura
sering muncul pada lipatan dan celah subdigitalis. Puncak vesikel terlepas
setelah beberapa hari disebabkan abrasi, tampak permukaan merah dan
keluar cairan dikelilingi oleh lingkaran skuama kering yang terlepas
dengan cepat. Rasa gatal mungkin berat, dengan rasa terbakar dan nyeri
dan inflamasi membuat sulit berjalan. Lesi-lesi ini berkembang dengan

Universitas Sumatera Utara

12

cepat dan terjadi sepanjang musim panas. Selain itu lesi dapat disertai

reaksi hipersensitivitas vesikular ( dermatifitid atau id).2,3,5
4. Tipe ulseratif akut ditandai dengan lesi vesikopustular yang menyebar
dengan cepat, ulkus dan erosi dan sering disertai infeksi bakteri sekunder.
Lesi ini biasanya mengalami maserasi dan mempunyai pinggir yang
berskuama. Infeksi ini mulai pada ruang interdigital ketiga dan keempat
dan meluas ke dorsum lateral dan permukaan plantar dan adakalanya
meluas sampai seluruh telapak kaki mengelupas. Tipe tinea pedis ini
umumnya

diamati

pada

pasien

imunokompromais

dan

diabetes.


Komplikasi yang paling sering adalah selulitis, limfangitis, demam dan
malaise.2,3,5
2.1.6 Diagnosis banding
Tinea pedis didiagnosis banding dengan infeksi bakteri pada sela jari kaki
seperti eritrasma, infeksi Candida, pustular psoriasis dan dermatitis kontak.2
Eritrasma adalah infeksi bakteri superfisial pada kulit yang disebabkan oleh
Corynebacterium minutissimum yang merupakan batang Gram positif, ditandai
dengan bercak coklat kemerahan yang berbatas jelas, tetapi tidak teratur, muncul
pada daerah intertriginosa atau adanya fisura dan maserasi putih pada sela jari
kaki, terutama antara jari keempat dan kelima. Pada pemeriksaan dengan lampu
Wood menunjukkan fluoresensi coral-red.31
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan-bahan
eksternal karena paparan terhadap bahan alergen maupun iritan. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dijumpai keluhan gatal atau nyeri dan riwayat
kontak dengan bahan yang dicurigai dan pada pemeriksaan klinis dijumpai

Universitas Sumatera Utara

13

gambaran ruam polimorfik berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan
likenifikasi tergantung dari stadium penyakit yang dapat bersifat akut maupun
kronis.32
Kandidiasis intertriginosa adalah infeksi yang disebabkan oleh yeast dari
genus Candida pada daerah intertriginosa. Erupsi pruritik muncul sebagai bercak
eritematosa maserasi dan plak tipis dengan satelit vesikulopustul. Pustul kemudian
membesar dan ruptur, meninggalkan dasar eritematosa dengan kolaret yang
mudah dilepaskan yang berkontribusi untuk terjadinya maserasi dan fisura.
Maserasi pada daerah sela jari kaki atau tangan dengan lapisan tanduk yang tebal
dan putih. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis langsung
dengan larutan KOH (kalium hidroksida) dan kultur yaitu dijumpainya yeast.33
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang ditandai dengan
adanya gambaran berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dan menebal
dengan permukaan skuama yang berwarna putih keperakan.34
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis tinea pedis adalah berdasarkan gambaran klinis dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH dan kultur jamur
dari kerokan kulit.2,3 Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi dan
yang terkini yaitu pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dan
pemeriksaan matrix assisted laser desorption ionization – time of flight mass
spectrometry (MALDI-TOF MS).5

Universitas Sumatera Utara

14

2.1.8 Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
antara lain:
1. Pemeriksaan mikroskopis langsung
Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH adalah alat skrining
pertama untuk mengidentifikasi spora dan hifa. Untuk diagnosis mikroskopis yang
akurat, tehnik sampling adalah penting. Lesi pertama dibersihkan dengan kapas
alkohol 70% dengan lembut untuk mengangkat sisa obat atau produk perawatan
kulit. Kerokan kulit dibuat dengan menggunakan skalpel tumpul no.15. Jika
dijumpai lesi multipel maka daerah lesi dipilih untuk sampling yaitu daerah
dengan pinggir aktif dan atap vesikel. Bahan kerokan ini kemudian ditempatkan
pada slide mikroskop dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20%. Setelah 15-30
menit, spesimen dapat diperiksa di bawah mikroskop. Terdapatnya hifa yang
bersepta dan spora menyatakan diagnosis infeksi dermatofita.5,35 Hasil positif
untuk elemen jamur cukup untuk memutuskan memulai pengobatan karena
identifikasi spesies dermatofita tidak mempengaruhi pilihan pengobatan.5
2. Kultur jamur
Jamur tumbuh dengan cepat pada media sederhana berisi glukosa dan sumber
nitrogen organik. Banyak laboratorium menggunakan agar glukosa/pepton yang
sederhana, dengan gula 4%, pepton 1% dan pH asam (Sabouraud’s dextrose agar

(SDA)). Antibiotik antibakterial seperti gentamisin (0,0025%) dan / atau
kloramfenikol (0,005%) ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi dan jika
infeksi dermatofita didiagnosis, penambahan sikloheksimid 0,04% akan
menghambat pertumbuhan jamur mold nondermatofita.3 Suhu inkubasi harus 26-

Universitas Sumatera Utara

15

28°C dan kultur harus ditunggu untuk maksimum 3-4 minggu, meskipun secara
rutin digunakan waktu 2 minggu.3,35
Dermatofita dapat diidentifikasi dari hasil kultur yang tumbuh. Identifikasi
untuk mengetahui

genus atau spesies dermatofita adalah

pemeriksaan

makroskopis dan mikroskopis jamur untuk melihat struktur jamur.35
Pada pemeriksaan makroskopis yang harus diamati adalah morfologi koloni
jamur yang tumbuh meliputi warna, permukaan koloni dan warna dasar koloni,
tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu, seperti kapas, kasar),
bentuk koloni (meninggi, berlipat/ bertumpuk), pinggir koloni dan kecepatan
pertumbuhan.35
Pemeriksaan struktur mikroskopis jamur berguna untuk membedakan
karakteristik masing-masing dermatofita dengan cara mengamati hifa dan konidia
(makrokonidia dan mikrokonidia) atau struktur jamur lainnya. 35
Gambaran karakteristik beberapa spesies dermatofita yang umum dijumpai
berdasarkan morfologi koloni dan gambaran mikroskopisnya pada media kultur
dapat dilihat di bawah ini (Gambar 2.1).

Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 2.1 Karakteristik dermatofita pada media kultur. Dikutip dari kepustakaan no.2.

Universitas Sumatera Utara

17

3. Pemeriksaan histopatologi
Ketika pemeriksaan mikroskopis langsung dan kultur hasilnya negatif,
pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk mempersempit diagnosis
banding, meskipun demikian histopatologi bukan prosedur standar laboratorium.5
Terdapat tiga perubahan pada stratum korneum yang berhubungan dengan
infeksi dermatofita yaitu terdapatnya neutrofil, ortokeratosis padat dan “sandwich
sign.” Tanda terakhir ditandai dengan hifa antara stratum korneum bagian atas dan
stratum korneum parakeratotik pada lapisan yang lebih bawah. Deteksi elemen
jamur ini sulit bila pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan pewarnaan
hematoxylin dan eosin, lebih baik dengan periodic acid schiff

(PAS) atau

methenamine silver.5
4. Pemeriksaan PCR
PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro.
Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit, rambut dan kuku.
Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional dikatakan lambat dan
kurang spesifik.36
Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan PCR
pada infeksi jamur dan didapatkan spesifikasi yang cepat dan langsung.
Penggunaan PCR ini tidak bergantung kepada karakteristik morfologi dan
biokemikal dermatofitosis, dikarenakan teknik ini adalah untuk melihat hasil
amplifikasi DNA dari dermatofita.36

Universitas Sumatera Utara

18

5. Pemeriksaan MALDI- TOF MS
Identifikasi konvensional spesies dermatofita terutama bergantung
pada karakteristik morfologi dari strain, namun dapat memakan waktu
beberapa minggu sebelum karakteristik diskriminatif muncul. Pada dekade
baru-baru ini, metode molekuler telah dikerjakan untuk identifikasi spesies
dermatofita, namun sekuensing DNA cukup mahal dan menghabiskan
waktu. Sekarang ini, MALDI-TOF MS merupakan alat untuk identifikasi
mikroorganisme secara cepat dan akurat dan juga telah terbukti
menjanjikan untuk identifikasi jamur berfilamen dan dermatofita.
Identifikasi didasarkan pada pemerolehan profil protein antara 2 sampai 20
kDa dan perbandingannya dengan database spektrum referensi, namun
database untuk dermatofita cukup terbatas dan hanya berisi spesies yang
paling umum dijumpai.37
2.1.9 Penatalaksanaan
Tinea pedis interdigitalis ringan tanpa keterlibatan bakteri diterapi secara
topikal dengan alilamin, imidazol, ciclopirox, benzylamine, tolnaftat, atau krim
berbasis asam undesenoik. Terbinafin oral dosisnya 250 mg setiap hari selama 2
minggu. Itrakonazol diberikan 400 mg setiap hari selama 1 minggu pada orang
dewasa, 200 mg setiap hari selama 2 – 4 minggu, atau 100 mg setiap hari selama
4 minggu dengan efikasi yang sama pada seluruh regimen, sementara itrakonazol
pada anak-anak diberikan pada dosis 5 mg/kg/hari selama 2 minggu. Flukonazol
150 mg setiap minggu selama 3-4 minggu juga efektif. Kortikosteroid topikal atau
sistemik dapat membantu untuk perbaikan simtomatis selama periode inisial
pengobatan antijamur dari tinea pedis vesikobulosa. Maserasi, denudasi, pruritus,

Universitas Sumatera Utara

19

dan malodor menunjukkan terjadinya koinfeksi bakteri yang paling sering adalah
oleh organisme Gram negatif termasuk Pseudomonas dan Proteus. Pasien yang
diduga koinfeksi dengan Gram negatif harus diobati dengan obat antibakteri
topikal atau sistemik berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas. 2
2.2 Onikomikosis
Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan jamur golongan
dermatofita, mold nondermatofita atau yeast. Tinea unguium adalah infeksi pada
kuku yang disebabkan jamur golongan dermatofita.2,3,13
2.2.1 Epidemiologi
Onikomikosis merupakan penyakit pada kuku yang paling sering dijumpai,
kira-kira 50% dari semua penyebab onikodistrofi dan 30% dari seluruh infeksi
jamur superfisial mengenai kuku.2 Prevalensi onikomikosis pada populasi umum
bervariasi dari 3% sampai 13%. Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia,
sekitar 28% pasien berumur lebih dari 60 tahun.13 Di Amerika Utara dan Eropa
onikomikosis lebih sering dijumpai pada pria dengan rasio pria dan wanita kirakira 1,4, sedangkan di Amerika Selatan dan Asia onikomikosis lebih sering
dijumpai pada wanita dengan rasio 0,8 dan 0,95 berturut-turut.38
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Rizal tahun 2010 di RSUP H.
Adam Malik, dari 33 pasien yang menjadi subjek penelitian dijumpai pasien pria
24 orang (72,7%) dan wanita 9 orang (27,3%), dengan usia rata-rata > 42 tahun
sebanyak 17 orang (51,5%),39 sedangkan penelitian oleh Lubis di RSUP.H.Adam
Malik Medan pada tahun 2014, dari 35 orang subjek penelitian dijumpai pasien

Universitas Sumatera Utara

20

pria 10 orang (28,6%) dan wanita 25 orang (71,4%), dengan usia 16-25 tahun dan
56-65 tahun terbanyak masing-masing 8 orang (22,9%).40
2.2.2 Etiologi
Onikomikosis terbanyak disebabkan oleh jamur golongan dermatofita dan T.
rubrum dan T.interdigitale bertanggung jawab kira-kira

90% dari seluruh

kasus.2,4 Trichophyton tonsurans (T.tonsurans) dan E. floccosum juga dilaporkan
sebagai agen penyebab.2,41
Yeast dan mold nondermatofita seperti Acremonium, Aspergillus, Fusarium,
Scopulariopsis brevicaulis dan Scytalidium adalah penyebab dari kira-kira 10%
onikomikosis kaki., Pada kuku jari tangan, spesies Candida bertanggung jawab
pada 30% kasus, sementara mold nondermatofita tidak pernah dijumpai.2
Penelitian oleh Lubis di RSUP H.Adam Malik Medan dengan pemeriksaan
PCR RFLP menemukan spesies jamur penyebab onikomikosis yang paling
banyak adalah Candida albicans (C.albicans).40
2.2.3 Faktor Predisposisi
Faktor risiko infeksi kuku antara lain trauma kuku, imunosupresi seperti
infeksi HIV, DM dan insufisiensi vaskular perifer, faktor genetik, riwayat
keluarga, umur tua, faktor lingkungan seperti memakai sepatu yang sempit dan
tertutup, berjalan telanjang kaki pada daerah yang lembab, olahraga,
menggunakan fasilitas mandi umum, menggunakan obat imunosupresif, infeksi
jamur seperti tinea pedis dan psoriasis.2,4,9,15

Universitas Sumatera Utara

21

Kelainan kuku dapat berawal sebagai tinea pedis atau langsung pada kuku.
Kira-kira 40% dari pasien onikomikosis jari kaki menunjukkan infeksi kulit yang
bersamaan, paling banyak dengan tinea pedis (30%). 2,10,16
2.2.4 Patogenesis
Patogenesis infeksi jamur pada kuku sama seperti infeksi pada kulit dimana
tahap pertama adalah perlekatan ke permukaan diikuti dengan invasi ke lapisan
bawah. Tempat dan pola invasi akan menyebabkan tipe klinis onikomikosis yang
berbeda. Keterlibatan kuku terjadi dengan penetrasi elemen jamur dan sekresi
enzim-enzim yang mendegradasi komponen kulit. Jamur dermatofita mempunyai
aktivitas keratinolitik, proteolitik dan lipolitik. Hidrolisis keratin oleh proteinase
tidak hanya memfasilitasi invasi ke jaringan, tetapi juga menghasilkan nutrisi
untuk jamur.12
Pengetahuan tentang mekanisme imun pada kuku masih sedikit. Kuku
terpapar dengan lingkungan yang keras dan mudah mengalami kerusakan dan
invasi oleh berbagai organisme. Anatomi kuku yang unik cenderung membuat
jalan masuk patogen menjadi mudah melalui nail fold proksimal dan distal,
namun demikian kuku secara fisik dilindungi oleh kutikula dan lapisan tanduk
telapak kaki distal.12
Kuku mempunyai perbedaan imunologi tertentu dengan kulit. Unit kuku
terpisah dari imunitas seluler tubuh, dimana level ekspresi mayor histocompability
complex (MHC) klas 1a antigen sangat rendah, adanya produksi lokal dari agen
imunosupresif poten, disfungsi antigen presenting cell (APC) dan inhibisi
aktivitas sel natural killer (NK). Dermatofita adalah organisme keratinofilik kuat
yang mampu melubangi organ karena dengan cepat memakan keratin. Di lain

Universitas Sumatera Utara

22

pihak, terdapat peranan berbagai mekanisme protektif. Unit kuku mempunyai
imunitas alamiah yang kuat dimana terdapat peningkatan ekspresi lokal peptida
antimikroba (human Cathelicidin LL37).12
Cathelicidin LL37 tidak diekspresikan pada kulit manusia dalam keadaan
normal, tetapi terinduksi karena paparan infeksi atau inflamasi, namun ini
diekspresikan dengan kuat dalam unit kuku. Cathelicidin LL37 yang merupakan
antimikroba larut mempunyai aktivitas poten melawan P.aeruginosa dan
C.albicans.12
Distribusi sel-sel imun ditemukan berbeda pada bagian kuku yang berbeda.
Densitas sel-sel CD4+ tinggi pada nail fold proksimal dan sangat rendah pada
matriks kuku proksimal. Sel T CD8+ jarang dijumpai di dalam dan sekitar nail
fold proksimal, dasar kuku dan matriks kuku proksimal. Densitas sel Langerhans
lebih tinggi dalam epitel nail fold proksimal dan dasar kuku dibandingkan dalam
matriks kuku. Sel-sel Langerhans dan makrofag di dalam matriks kuku secara
fungsional terganggu yang berhubungan dengan kemampuan presentasi antigen.12
Singkatnya, karena imunitas seluler yang efektif tidak ada, kuku rentan
terhadap invasi jamur, jika terpapar dengan berbagai faktor predisposisi. Karena
itu, onikomikosis umumnya adalah infeksi kronis yang tidak berhubungan dengan
inflamasi. Lempeng kuku memberikan lingkungan yang ideal untuk jamur
sehingga jamur dapat bertahan untuk waktu yang lama. Peran dari mekanisme lain
yang berkontribusi untuk eliminasi dermatofita tidak diketahui dengan baik.
Setiap kerentanan fisik dari struktur protektif badan kuku menyebabkan invasi
jamur yang kemudian sangat sulit untuk dieradikasi.12

Universitas Sumatera Utara

23

Spesies dermatofita terbanyak mengenai lapisan ventral dan tengah lempeng
kuku, dimana keratin lebih lunak dan dekat dengan sel- sel hidup di bawahnya.
Permukaan ventral mempunyai topografi yang tidak teratur dengan alur paralel
dan seperti punggung bukit menghasilkan saluran yang sangat baik untuk hifa
berpenetrasi ke lempeng kuku. Selain itu taut interseluler dalam lempeng ventral
lebih fleksibel dari pada tight junction pada lempeng dorsal. Lapisan intermediat
kurang sering terlibat, sementara lempeng kuku bagian dorsal jarang terlibat
kecuali dalam kasus white onychomycosis. Lempeng kuku bagian dorsal adalah
bagian yang paling keras dan mempunyai kalsium tinggi.12
2.2.5 Gambaran klinis
Gambaran klinis onikomikosis terdiri dari :
1. Distal and lateral subungual onychomycosis (DLSO)
Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Jamur
infeksius menginvasi lempeng kuku pada hiponikium atau galur kuku
bagian lateral dan bermigrasi secara proksimal. Invasi ini disertai dengan
respon

inflamasi

hiperkeratosis

ringan

menghasilkan

parakeratosis

fokal

dan

subungual menyebabkan pemisahan lempeng kuku dari

bantalan kuku (onikolisis) dan penebalan subungual. Superinfeksi ruang
subungual oleh bakteri atau mold sering menghasilkan diskolorisasi coklat
kekuningan lempeng kuku..3
2. Superficial white onychomycosis (SWO)
Invasi jamur terjadi pada permukaan superfisial lempeng kuku. Gambaran
yang khas adalah “white island” berbatas tegas pada permukaan kuku,

tumbuh secara radial, berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan

Universitas Sumatera Utara

24

kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju bantalan
kuku dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh.3
3. Proximal subungual onychomycosis (PSO)
Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien
imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer dan paling jarang
ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur
pada lipat kuku proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga
pada akhirnya menginvasi lempeng kuku dari arah bawah. Gambaran klinis
berupa hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia dan
akhirnya dapat mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal.3
4. Endonyx onychomycosis (EO)
Endonyx onychomycosis melibatkan invasi jamur pada permukaan
superfisial dan penetrasi yang lebih dalam dari lempeng kuku. Kuku
menebal, terangkat dan perubahan inflamatori tidak ditemukan pada pola
onikomikosis ini. Tipe invasi jamur ini terutama disebabkan oleh
Trichophyton soudanense dan Trichophyton violaceum (T. violaceum).
Lamellar splitting, pitting kasar dan bercak putih susu di dalam lempeng
kuku adalah gambaran kunci dari infeksi jamur kuku ini.3
5. Total dystrophic onychomycosis (TDO)
Onikomikosis distrofik total dapat terjadi sebagai akibat dari keseluruhan
ketiga presentasi primer tersebut di atas. Seluruh lempeng kuku dan dasar
kuku terlibat dan kuku menjadi tebal dan distrofik.3

Universitas Sumatera Utara

25

2.2.6 Diagnosis banding
Diagnosis banding onikomikosis mencakup psoriasis, liken planus, trauma,
onychogryphosis, yellow nail syndrome.2,3,13
Psoriasis mengenai kuku dapat menyebabkan onikolisis seperti pada DLSO.
Diagnosis psoriasis didukung dengan terdapatnya pitting pada permukaan kuku,
tanda onikolisis berupa “oil drop” berwarna salmon, yang tidak dijumpai pada

onikomikosis.13
Sekitar 10% penderita liken planus mempunyai kuku yang abnormal yaitu
pada sebagian besar kasus berhubungan dengan tanda klinis seperti penipisan
lempeng kuku, hiperkeratosis subungual, onikolisis dan pterygium dorsal.13
Trauma berulang pada lempeng kuku dapat juga menyebabkan tampilan kuku
yang abnormal. Trauma dapat menyebabkan onikolisis distal yang menyebabkan
kolonisasi mikroorganisme yang memproduksi pigmen. Bila daerah kuku tersebut
dipotong dan nail bed diperiksa, maka nail bed tersebut akan tampak normal.13
Karakteristik klinis yang membedakan yellow nail syndrome dengan
onikomikosis yaitu pigmentasi hijau muda kekuningan pada lempeng kuku, keras
dan lengkungan longitudinal yang menaik. 13
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Hiperkeratosis subungual, onikolisis dan diskolorisasi coklat-kuning
adalah gambaran karakteristik onikomikosis. Pemeriksaan mikroskopis langsung
dan kultur jamur berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis.2,12-14 Selain itu dapat
dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop fluoresensi, histopatologi dan tehnik

Universitas Sumatera Utara

26

biologi molekuler seperti PCR dan yang lebih baru yaitu pemeriksaan MALDITOF MS.10
2.2.8 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan
pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih dahulu dibersihkan dengan
alkohol untuk membunuh bakteri. Selanjutnya bahan dipotong menjadi fragmenfragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan mikroskopis langsung dan kultur.14
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis antara lain :
1. Pemeriksaan mikroskopis langsung
Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan KOH berfungsi sebagai
skrining ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat menentukan spesies
penyebab.13,14 Sebelum diperiksa di bawah mikroskop, spesimen
dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30%. Dimetil
sulfoksida (DMSO) 40 % juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku.
Larutan KOH diteteskan pada kaca objek, kemudian spesimen diletakkan
di atasnya. Setelah ditutup dengan penutup objek, dilewatkan di atas api
bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus
menghilangkan gelembung udara pada kaca objek. Kemudian diamati di
bawah mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa
dan spora. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur,
yakni hifa atau arthrospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen
dalam lempeng kuku, terutama bila berupa arthrospora memiliki arti
diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai

Universitas Sumatera Utara

27

yeast di dalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida
sp.35
2. Kultur jamur
Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat diidentifikasi. Kegagalan
pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat
terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada
bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal
kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Sehingga dianjurkan
untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan
jamur pada medium. Spesimen yang dikumpulkan di cawan petri diambil
dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen. Kemudian bahan
kuku ditanam pada dua media, media pertama : mengandung antibiotik dan
anti jamur (Mycobitotic / mycocel), media kedua : PDA (Potato Dextrose
Agar) / SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar) yang tidak mengandung
antibiotik dan anti jamur. Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu
diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita
akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan nondermatofita terlihat dalam
seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6
minggu.35
3. Mikroskopis fluoresensi
Metode ini mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan
pemeriksaan mikroskopis langsung dengan KOH, namun dibutuhkan
cahaya ultra violet (UVA 365 nm, filter khusus) dan mikroskop fluoresensi.
Substansi fluoresensi khusus ditambahkan pada KOH (blankophor,

Universitas Sumatera Utara

28

calcofluor atau acridinium orange) yang mengikat chitin jamur, dan
sehingga hifa dan artrospora tampak sebagai struktur yang terang.10
4. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopis
langsung dan kultur meragukan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat
ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah
subungual di samping itu kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat. Bahan
untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku
yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan pemeriksaan
histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam paraffin, atau terlebih
dahulu dalam larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi
dengan baik, kemudian blok paraffin dipotong tipis hingga ketebalan 4-10 μ
dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS dan dapat
dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.35
5. Metode biologi molekuler
a.

Pemeriksaan PCR
Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA
dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. PCR merupakan
suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus)
dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA double
stranded. Karakteristik spesies dermatofita dengan menggunakan
metode genotyping adalah lebih spesifik, akurat, cepat dan kurang
dipengaruhi oleh pengaruh dari luar seperti variasi temperatur dan

Universitas Sumatera Utara

29

pengobatan dan dapat berguna ketika identifikasi strain tidak mungkin
dengan pemeriksaan konvensional.10,36
b.

Polymerase chain reaction-enzyme-linked immunosorbent assay
(PCR-ELISA)
Metode baru ini terdiri atas tehnik amplifikasi dan hibridisasi, yang
digunakan untuk mendeteksi sekuens di dalam produk PCR dari
amplifikasi DNA dermatofita. Langkah pertama proses amplifikasi
mengikuti tahap PCR yaitu denaturasi, annealing primer pada single
stranded DNA template dan elongasi. Kopi dari sekuens DNA yang
telah siap digunakan pada tahap kedua (ELISA) dimana probe
spesifik (primer) yang dilabel dengan biotin digunakan untuk
mengikat amplifikasi DNA.10

c. MALDI- TOF MS
Pada saat ini, penggunaan metode terbatas pada identifikasi mikroorganisme penyebab yang ditanam pada kultur mikrobiologi.
MALDI- TOF MS memungkinkan identifikasi mikro organisme
penyebab berdasarkan berat molekul dari fragmen protein spesifik.
Prinsip metode ini adalah protein ditambahkan pada kristal protein
pengabsorbsi UV (matriks).

Cahaya laser mengionisasi molekul

matriks dan dihasilkan ion positif yang ditangkap oleh detektor. Ion
kecil mencapai detektor sebelum ion besar. Perbedaan dalam waktu
ion mencapai detektor menunjukkan perbedaan dalam menganalisis
spektrum sehingga jamur penyebab diidentifikasi. Metode ini
termasuk spesifik, sensitif dan cepat.10

Universitas Sumatera Utara

30

d. Restriction fragment length polymorphism (RFLP)
Pertama PCR digunakan untuk ekstraksi RNA ribosomal diikuti
dengan RFLP.10
2.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan onikomikosis tergantung pada beberapa faktor termasuk
keparahan dari keterlibatan kuku, adanya tinea pedis dan juga efikasi dan efek
merugikan dari regimen pengobatan.2
Terapi onikomikosis terdiri dari :
1. Terapi topikal
Pada pasien dengan keterlibatan kuku distal dan / atau kontra indikasi untuk
pengobatan sistemik, terapi topikal harus dipertimbangkan. Ciclopirox 8%
lacquer digunakan setiap hari selama 48 minggu mendapatkan kesembuhan
mikologis pada 29% – 36% kasus dan kesembuhan klinis pada 7% kasus
ringan sampai sedang dari onikomikosis yang disebabkan dermatofita.
Amorolfine 5% diaplikasikan dua kali seminggu adalah obat lain dalam
sediaan nail lacquer. 2
2. Terapi sistemik
Anti jamur oral dibutuhkan untuk onikomikosis yang melibatkan daerah
matriks, atau ketika regimen pengobatan yang lebih pendek atau
kesempatan yang lebih besar untuk bersih atau sembuh diinginkan. Seleksi
obat anti jamur harus didasarkan pertama berdasarkan organism penyebab,
efek merugikan dan risiko interaksi obat pada pasien tertentu. Terbinafin
adalah fungisida terhadap dermatofita, namun fungistatik terhadap

Universitas Sumatera Utara

31
Aspergillus dan Scopulariopsis.4 Terbinafin tidak direkomendasikan untuk
onikomikosis kandida. Terbinafin 250 mg sehari selama 6 minggu adalah
efektif untuk infeksi kuku tangan, sementara lama pemberian 12 minggu
diperlukan untuk infeksi kuku kaki. Itrakonazol adalah fungistatik terhadap
dermatofita, mold nondermatofita dan yeast. Dosis yang aman dan efektif
termasuk dosis denyut itrakonazol 400 mg setiap hari selama seminggu
setiap bulan atau dosis kontinyu 200 mg setiap hari, memerlukan waktu 2
bulan atau 2 dosis denyut untuk kuku tangan dan paling sedikit 3 bulan atau
3 dosis denyut untuk kuku kaki. Dosis itrakonazol adalah 5 mg/kg/hari
untuk anak-anak. Flukonazol adalah fungistatik terhadap dermatofita,
beberapa mold nondermatofita dan Candida. Regimen yang umum untuk
flukonazol adalah 150 – 300 mg satu kali seminggu selama 3 – 12 bulan.2
3. Terapi kombinasi
Regimen terapi kombinasi dapat mempunyai angka bersihan yang lebih
tinggi daripada pengobatan topikal atau oral sendiri-sendiri.2
4. Terapi bedah
Pencabutan secara bedah / avulsi atau pembuangan kuku secara kimia
dengan urea 40% adalah pilihan akhir untuk kasus refrakter digabung
dengan anti jamur topikal atau oral.2
5. Terapi lain
Terapi lain yang modern dan tidak invasif antara lain :
a. Terapi laser dengan Nd: Yag pulsed 1,064 nm 0,65 ms.
Pasien diterapi 2-3 kali dengan interval minimum 3 minggu antara sesi.
Terapi ini ditoleransi dengan baik dan 7 dari 8 kasus (87,5%) kultur

Universitas Sumatera Utara

32

jamur menjadi negatif setelah prosedur kedua atau ketiga. Laser CO2
juga memperbaiki kondisi pasien onikomikosis dan memeberikan hasil
yang baik.10
b. Terapi fotodinamik ( photodynamic therapy = PDT)
PDT telah diteliti untuk pengobatan onikomikosis yang disebabkan mold.
PDT dikombinasi dengan methyl-aminolevulinic acid diberikan pada 3
sesi, dengan interval 15 hari di antara prosedur. Studi lain menunjukkan
efek dari 5 aminolevulinic acid (ALA) pada dermatofita T.rubrum. ALA
menyebabkan penurunan pertumbuhan dermatofita. Konsentrasi optimal
ALA adalah 1-10 mmol/L. Perbaikan terjadi setelah 6-7 sesi pengobatan
dimana dermatofita tidak dijumpai dengan pemeriksaan KOH dan kultur.
PDT sesuai untuk pengobatan onikomikosis DLSO yang disebabkan
T.rubrum. Keuntungan penggunaan PDT adalah tidak adanya efek
samping sistemik dan interaksi obat dan umur tua tidak merupakan
kontra indikasi.10
2.3 Tinea Pedis dan Onikomikosis
Faktor predisposisi onikomikosis termasuk meningkatnya umur, imunosupresi,
sirkulasi perifer yang buruk, trauma dan tinea pedis.13
Studi terdahulu telah menunjukkan hubungan antara onikomikosis dengan
tinea pedis. Szepietowski et al melaporkan tinea pedis adalah dermatomikosis
konkomitan yang paling sering yaitu 33,8% dari seluruh pasien dengan
onikomikosis kuku kaki. Penulis mencatat subtipe interdigital adalah bentuk yang
paling umum dari tinea pedis dan terdapat pada 65,4% pasien.16 Selain itu

Universitas Sumatera Utara

33

penelitian oleh Walling menjumpai dermatofita dari kuku yang tampak normal
yang berhubungan kuat dengan dijumpainya tinea pedis.42
Banyak orang yang menderita tinea pedis menganggap infeksi ini sepele dan
mendapatkan hanya sedikit pengobatan atau sama sekali tidak mendapat
pengobatan. Sebagai konsekuensinya onikomikosis dapat berkembang dari tinea
pedis pada banyak kasus.20
Kontrol terhadap tinea pedis diperlukan karena lesi tinea pedis yang tidak
terkontrol adalah penyebab utama tinea unguium yang memerlukan biaya yang
mahal dan waktu lama untuk sembuh, terutama dengan meningkatnya umur.
Meningkatnya jumlah orang tua atau pekerja industri yang memakai sepatu
tertutup mengakibatkan meningkatnya lesi tinea pedis/ unguium. Pasien tinea
pedis yang tidak terdeteksi menjadi masalah karena bukan hanya menyumbang
patogen untuk tinea unguium, tetapi juga sebagai sumber infeksi untuk lainnya.4
Trauma kuku sebelumnya mempunyai hubungan yang terbukti terhadap
onikomikosis. Risiko odds ratio onikomikosis pada pasien dengan trauma kuku
telah dilaporkan 5,4 (95% CI 4,0-7,4, p