Pemetaan Status Hara C-Organik Tanah Sawah Di Desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA

Survei dan Pemetaan
Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling
melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan
survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei
berisikan uraian secara terperinci tentang

tujuan survei, keadaan fisik dan

lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan
lahan serta saran/rekomendasi (Sutanto, 2005).
Tujuan utama dari survei tanah adalah :
1. membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam
tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga ditentukan
pengelolaannya
2. menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat
diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasar
tentang tanah
(Rayes, 2007).
Kegiatan evaluasi lahan dan survei tanah, sangat dianjurkan dalam rangka

untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan pengelolaan lahan
pada masing masing tipe penggunaan atau usahatani. Kegiatan evaluasi lahan ini
mensuplai petani dengan informasi secara tepat dan akurat tentang apa yang
seyogyanya dikerjakan, dan perbaikan apa saja yang diperlukan untuk pengelolaan
lahannya. Termasuk ke dalam evaluasi tersebut adalah penelitian dan penilaian
tentang tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah lapisan bawah, kedalaman solum
dan subsoil, warna tanah lapisan atas, struktur tanah, keadaan batubatuan,

mudahnya diolah, permeabilitas subsoil, drainase permukaan, drainase internal
profil tanah, kemiringan, derajat erosi, dan bahaya erosi bila tanah diolah.
Disamping itu, semua tanah-tanah pertanian perlu diuji kesuburan, reaksi tanah,
dan kondisi alkalinitas/ salinitasnya sehingga dapat diprediksi kesesuaian lahan
bagi komoditas pertanian dengan kriteria kelas kesesuaian lahan dari yang paling
sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) sampai yang tidak sesuai (N)
(Raden dkk, 2010).
Menurut Rayes (2007) dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei,
yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), metode fisiografi
dengan bantuan interpretasi foto udara (menggunakan prinsip amalitik), dan
metode grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua metode
survey. Biasanya dalam metode grid bebas, pemeta ‘bebas’ memilih lokasi titik

pengamatan dalam mengkonfirmasi secara sistematis menarik batas dan
menentukan komposisi satuan peta.
Interpretasi terhadap hasil survei tanah bagi pengembang sampai saat ini
meliputi :
1. Pendugaan potensi produksi jenis-jenis tanaman utama pada setiap tipe
tanah di bawah tingkat pengelolaan tertentu.
2. Kebutuhan masukan (input) bagi setiap jenis tanaman, yakni sebesar input
yang perlu bagi setiap level produksi yang diinginkan atau setiap tipe
tanah tertentu.
3. Kemungkinan perubahan perilaku setiap tipe tanah akibat irigasi.
4. Kemungkinan pembuatan drainase buatan.

5. Pendugaan respon terhadap penggunaan pupuk dan kapur yang banyak
dikonsumsi oleh sifat-sifat tanah yang permanen berdasarkan tingkat
kesuburan yang ditunjukkan oleh uji tanah
(Hakim dkk, 1986).
Dengan teknologi ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber daya
lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu dengan menentukan
nilai pada masing – masing titik sehingga secara kontiniu terjadi keragaman dalam
ruang) yang berbeda dengan satuan peta yang digunakan dalam survei tradisional.

(Rayes, 2007).
Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,
baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah
umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan
sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup
tersedia. Kecuali itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang
jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak
mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah
asalnya (Hardjowigeno, 2003).
Penggenangan dapat mengendalikan nilai pH tanah sawah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kompos tidak berpengaruh nyata terhadap pH
tanah. Air irigasi pada pertanaman padi sawah berfungsi menghilangkan zat
beracun seperti H2S dan asam-asam organik yang dilepaskan selama dekomposisi

bahan organik. Tanah-tanah yang ber pH awal rendah akan ditingkatkan setelah
penggenangan dan tanah ber pH tinggi akan diturunkan nilai akhir pH menuju
netral. Pemberian pupuk kompos ternyata memperlihatkan sangat nyata terhadap
kandungan (%) K2O pada pengamatan I (tanpa pupuk) dan II (100 kg Urea/Ha+50

kg TSP/Ha+25 kg KCl/Ha) sedang pada pengamatan III (200 kg Urea/Ha+100 kg
TSP/Ha+50

kg

KCl/Ha)

hanya

memperlihatkan

perbedaan

nyata

bila

dibandingkan dengan tanpa pupuk kompos. Bahan organik dapat memperkaya N,
P, dan K. Penurunan K2O dapat diperkirakan antara lain disebabkan oleh
pencucian air, diserap tanaman terangkut panen dan teradsorbsi terfiksasi liat

(Sitanggang, 1996).
Faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah
genangan air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian.
Proses pembentukan profil tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu:
1. proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang
bergantian
2. penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah
3. perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan
pada tanah kering yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tanah
rawa yang disawahkan.
(Hardjowigeno, 2003).
Pada tanah sawah bertekstur lempung berpasir, lapisan tapak bajak mulai
terbentuk setelah tiga tahun penyawahan pada pengolahan tanah secara mekanis.
Sedangkan pada tanah sawah bertekstur liat halus, lapisan tapak bajak terbentuk

setelah 10–12 tahun penyawahan. Setelah 50 tahun terlihat jelas, dan setelah 200
tahun, lapisan tapak bajak sudah berkembang dengan baik (Hardjowigeno, 2003).
Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan
mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi.
Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tersebut sangat

mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Transformasi kimia yang
terjadi berkaitan erat dengan kegiatan mikroba tanah yang menggunakan oksigen
sebagai sumber energinya dalam proses respirasi (Hardjowigeno, 2003).
Tanah sawah mempunyai persentase pasir dalam jumlah besar kurang baik
untuk tanaman padi. Pada tanah sawah

dituntut adanya lumpur, yang

mengandung butir-butir tanah halus yang seluruhnya diselubungi air. Padi dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atas antara 18-22 cm
terutama tanah muda dengan pH antara 4-7 sedangkan lapisan olah tanah sawah
dengan kedalaman 18 cm (AAK, 1993).
Pemberian bahan organik dalam jumlah besar pada tanah tergenang dapat
menyebabkan keracunan tanaman oleh asam-asam organik yang terbentuk.
Panambahan ammonium sulfat dapat mengurangi efek keracunan tersebut. Hal itu
disebabkan oleh pembentukan asam organik dihambat oleh kegiatan bakteri
produksi sulfat yang meningkat jumlahnya akibat penambahan ammonium sulfat.
Ammonium fosfat dan glukosa akan merangsang perubahan asam organik
menjadi gas metana bila ditambahkan ke tanah. Kondisi seperti ini menunjukkan
banyaknya bakteri metana dalam tanah tergenang (Damanik dkk, 2010).


C-organik
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang
terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. Bahan organik tanah adalah
semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah,
fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di
dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Stevenson, 1994).
Hasil proses fotosintesis merupakan sumber utama bahan organik tanah,
yaitu bagian atas tanaman seperti daun, duri, serta sisa tanaman termasuk
rerumputan, gulma dan limbah pasca panen ( Sutanto, 2005).
Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak
besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar
sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat tanah dan akibatnya juga
terhadap pertumbuhan tanaman adalah :
- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah
- Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya
- Manambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (kapasitas
tukar kation menjadi tinggi)

- Sumber energi bagi mikroorganisme
- Menambah kemampuan tanah
(Hardjowigeno, 2003).
Karbon merupakan komponen utama dari bahan organik. Pengukuran
C-Organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui

penggunaan faktor koreksi tertentu. Faktor yang selama beberapa tahun ini
digunakan adalah faktor Van bemmelen yaitu 1.724 dan didasarkan pada asumsi
bahwa bahan organik mengandung 58 % karbon (Mukhlis, 2007).

Perhitungan kadar C organik adalah
C-organik (%)= ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x

fk

= ppm kurva x 100 1.000-1 x 100 500-1 x fk
= ppm kurva x 10 500-1 x fk
Keterangan dari perhitungan kadar C organik ialah:
ppm kurva adalah kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

100 adalah konversi ke %
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
(Balit Tanah, 2005).
Pada tanah sawah umumnya tanaman yang dibudidayakan adalah padi
meskipun kadang diganti dengan tanaman lain seperti palawija, hortikultura dan
tanaman semusim lainnya. Pada lahan dengan pola tanam padi-padi terjadi
penurunan kesuburan tanah yang disebabkan pengangkutan bahan organik tanpa
pengembalian lagi kedalam tanah. Rotasi tanaman padi dengan tanaman semusim
lainnya pada tanah sawah dapat membantu memperbaiki tanah dan menambah
bahan organik tanah. Relatif singkatnya umur tanaman semangka (60-75 hari),
mudah dijadikan sebagai tanaman penyelang di tanah sawah pada musim
kemarau, sebagai bera pasca panen padi menunggu musim tanam berikutnya.
Pada saat penanaman semangka petani bisa mengembalikan jerami padi kedalam

tanah yang digunakan sebagai mulsa untuk tanaman semangka

dan menjadi

sumber bahan organik (BPTP Sumatera Barat, 2010).
Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon

yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan
produktivitas

tanaman

dan

keberlanjutan

umur

tanaman

karena

dapat

meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu
juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung pada
tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi lain

(misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S) (Departemen Pertanian, 2008).
Kandungan bahan organik lahan pertanian di Indonesia secara umum
termasuk rendah, disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran petani untuk
mengembalikan limbah panen ke dalam tanah. Katagorisasi tingkat kandungan
bahan organik tanah menurut Balai Besar Penelitian Sumber Daya Lahan
Pertanian (BBSDLP) adalah rendah apabila kurang dari 2%, sedang apabila
kandungan bahan organik tanah 2-3%, dan tinggi apabila lebih dari 3%. Laporan
Las dan Tim (2008) menyebutkan bahwa 73% lahan pertanian Indonesia memiliki
kandungan bahan organik yang rendah, 23% sedang, dan hanya 4% yang berstatus
tinggi (Suwarno dkk, 2009).
Hairah et al. (2000) mengemukakan beberapa cara untuk mendapatkan
bahan organik:
1. Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang
dapat dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 – 5 ton per ha, sehingga
tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan bahan organik minimum. Oleh
karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan.

2. Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran
hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga
dari hewan liar seperti kelelawar atau burung dapat dipergunakan untuk
menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan atau penyediaan
kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya
transportasi yang besar.
3. Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari
pangkasan tanaman penutup yang ditanam selama masa bera atau
pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar. Pangkasan tajuk
tanaman penutup tanah dari famili leguminosae dapat memberikan
masukan bahan organik sebanyak 1.8 – 2.9 ton per ha (umur 3 bulan) dan
2.7 – 5.9 ton per ha untuk yang berumur 6 bulan.

Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Wilayah Kecamatan Sei Bamban luasnya 72,26 km2 atau 7.226 Ha.
Kecamatan Sei Bamban terdiri dari 10 desa dan 82 dusun. Kecamatan Sei Bamban
beriklim tropis dengan suhu maximum 35 oC. Curah hujan yang paling menonjol
pada Bulan September dan Desember. Sedangkan musimkemarau terjadi pada
Bulan Januari s/d Agustus. Kecamatan Sei Bamban memiliki lahan sawah irigasi
½ teknis sebesar 5.461 ha dan lahan sawah irigasi sederhana sebesar 1.342 ha
(BPS, 2012).