Badrus Soleh

(1)

commit to user

i

PEMANFAATAN TEPUNG SUWEG (Amorphopallus campanulatus)

SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PEMBUATAN MI KERING

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh : BADRUS SOLEH

H1408502

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan merangkumnya dalam skripsi berjudul “Pemanfaatan Tepung

Suweg (Amorphopallus campanulatus) Sebagai Substitusi Tepung Terigu

Pada Pembuatan Mi Kering”. Penelitian dan penyususnan skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Kawiji, MS selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi arahan selama menempuh kuliah di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

5. R. Baskara Katri Anandito, S.TP, MP selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan skripsi ini. 6. Edhi Nurhartadi, S.TP., M.P selaku Penguji yang telah sabar membimbing dan

juga memberikan saran.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian pada khususnya serta seluruh staff pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kuliah. Semoga kelak bermanfaat.


(4)

commit to user

iv

8. Keluarga tercinta Bapak, Ibu yang tak pernah berhenti berdoa memberi dukungan, baik secara material maupun spiritual hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan Ihda, mbak Ii, Fitri, Wati dan Taufik. Makasih atas semua bantuan dan dukungannya selama penelitian ini berlangsung. Kalian adalah sahabat sejati bagiku, sahabat yang selalu ada saat aku susah maupun senang.

10.Temen-teman transfer angkatan 2008-2010 yang selalu membantu dan

memberi dukungan selama penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman mahasiswa Jurusan THP semua angkatan 2004 - angkatan 2010

yang selalu membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini berlangsung.

Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa ‘tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali ciptaan-Nya’. Namun penulis tetap berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2011


(5)

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. LandasanTeori ... 4

1. Suweg ... 4

2. Tepung Suweg... 6

3. Mi ... 7

4. Mi Kering.. ... 8

5. Bahan-Bahan Pembutan Mi………… ... 9

a. Tepung Terigu ... 9

b. Soda Abu ... 9

c. Garam ... 10

d. Air ... 10

6. Proses Pembuatan Mi ... 10


(6)

commit to user

vi

b. Pengulenan Adonan ... 11

c. Pembentukan Lembaran.. ... 11

d. Pengukusan.. ... 12

e. Pengeringan. ... 12

f. Pendinginan. ... 12

B. Kerangka Berpikir ... 12

C. Hipotesis... 13

III. METODE PENELITIAN ... 14

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Bahan dan Alat ... 14

1. Bahan ... 14

2. Alat ... 14

C. Tahapan Penelitian ... 15

1. Pembuatan Tepung Suweg ... 15

2. Pembuatan Mi Kering ... 17

D. Metode Analisis Karakteristik Kimia,Fisik dan Sensori ... 20

E. Rancangan Penelitian ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Karakteristik Kimia Mi Kering ... 22

1. Kadar Air... 22

2. Kadar Abu ... 23

3. Kadar Protein ... 25

4. Kadar Lemak ... 26

5. Kadar Karbohidrat... 28

6. Kadar Serat Kasar ... 29

B. Karakteristik Fisik Mi Kering ... 31

C. Karakteristik Sensori Mi Kering . ... 32

1. Warna ... 33

2. Aroma ... 34

3. Rasa. ... 35


(7)

commit to user

vii

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Suweg dalam 100 g Bahan ... 6

Tabel 2.2 Komposisi Tepung Suweg dan Tepung Terigu ... 7

Tabel 2.3 Syarat Mutu Mi Kering ... 8

Tabel 3.1 Formulasi Bahan Pemubuatan Mi Kering ... 18

Tabel 3.2 Metode Analisis Karakteristik Kimia dan Fisik Mi Kering ... 20

Tabel 3.3 Variasi konsentrasi Tepung Terigu dan Tepung Suweg Pada Pembuatan Mi Kering ... 21

Tabel 4.1 Kadar Air (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 22

Tabel 4.2 Kadar Abu (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 24

Tabel 4.3 Kadar Protein (%) Mi Keringdengan Berbagai Perlakuan ... 25

Tabel 4.4 Kadar Lemak (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 27

Tabel 4.5 Kadar Karbohidrat (%) Mi Keringdengan Berbagai Perlakuan ... 28

Tabel 4.6 Kadar Serat Kasar (%) Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan ... 30

Tabel 4.7 Karakteristik Fisik Mi kering ... 31

Tabel 4.8 Hasil Analisa Sensori terhadap Warna, Aroma, Rasa dan Keseluruhandengan Berbagai Perlakuan ... 33


(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Suweg ... 16 Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Kering ... 19 Gambar 3.3 Diagram Rancangan Penelitian ... 21


(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Metode Analisis Penelitian... 42

Lampiran 2. Borang Penilaian Analisis Sensori Kesukaan... 46

Lampiran 3. Analisis Karakteristik Mi Kering ... 47

Lampiran 4. Data Hasil Penelitian ... 48


(11)

commit to user

1

PEMANFAATAN TEPUNG SUWEG (Amorphopallus campanulatus)

SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PEMBUATAN MI KERING

BADRUS SOLEH H 1408502

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

RINGKASAN

Mi merupakan produk pangan yang populer di Indonesia. Bahan baku untuk pembuatan mi adalah adalah tepung terigu. Di Indonesia, tepung terigu harus di datangkan dari luar negeri. Sementara Indonesia kaya akan bahan dengan kandungan karbohidrat yang tinggi dan salah satunya adalah umbi suweg . sehingga perlu dilakukan usaha pemanfaatan umbi suweg dalam bentuk tepung sebagai bahan yang bisa digunakan untuk mengurangi ketergantungan pada tepung terigu dalam proses pembuatan mi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering. Penelitian menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan satu faktor perlakuan yaitu variasi konsentrasi substitusi tepung terigu dan tepung suweg dalam pembuatan mi kering yaitu Fo tepung terigu (100%) : tepung suweg (0%), F1 tepung terigu (95%) : tepung suweg (5%), F2 tepung terigu (90%) : tepung suweg (10%), F3 tepung terigu (85%) : tepung suweg (15%), F4 tepung terigu (80%) : tepung suweg (20%). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan ANOVA, jika terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan dilanjutkan dengan

DMRT dengan tingkat signifikasi α=5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi tepung suweg maka kadar abu, karbohidrat dan serat kasar mi kering semakin tinggi tetapi kadar air, lemak dan protein semakin turun. Penambahan tepung suweg mempengaruhi karakteristik sensori mi yang di hasilkan.

Berdasarkan hasil analisis sensori mi kering yang di sukai panelis adalah mi kering dengan substitusi tepung suweg : tepung terigu (5%:95%) yang memiliki kadar air (wb) 9,60%, abu (wb) 1,73%, protein (wb) 10,63%, lemak (wb) 1,19%, karbohidrat (wb) 76,85% dan serat kasar (wb)2,23%.


(12)

commit to user

2

USING SUWEG FLOUR (AMORPHOPALLUS CAMPANULATUS) AS A

SUBSTITUTION FOR WHEAT FLOUR IN DRY NOODLE BADRUS SOLEH

H 1408502

Department Of Agricultural Product Technology Agriculture Faculty of Surakarta Sebelas Maret University

SUMMARY

Noodle is a popular food in Indonesia. The noodle made from wheat flour. In Indonesia, wheat flour should be imported from abroad, so using suweg flour is expected to be able to reduce the dependency on wheat flour as the raw material of noodle.

The aims of this research is to find out the effect by using suweg flour as substation of wheat flour on the chemical (water, ash, carbohydrate, protein, fat, and coarse fiber levels), physical and sensory characteristics (color, taste, aroma, and overall) of dry noodle. This study employed a Completely Random Design (CRD) with one treatment factor namely the concentration variation of wheat flour and suweg flour substitution on made a dry noodle, including: F0 wheat flour (100%), F1 wheat flour (95%): suweg flour (5%), F2 wheat flour (90%): suweg flour (10%), F3 wheat flour (85%): suweg flour (15%), and F4 wheat flour (80%): suweg flour (20%). The obtain data then analyzed using ANOVA, when there was significant difference between treatments, it was followed with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) test at significance level of 95% or α 5%.

The result of this research shows that the noodle with larger substitution of suweg flour, growth the ash, carbohydrate, and coarse fiber levels but the water, protein, and fat levels going down. The addition of suweg flour will affect the noodle’s color which the higher substitution is darker; from the result of chemical, physical, and sensory analyses, it can be knows that the noodle acceptable to the consumer is the one made of wheat flour 95%: suweg flour 5% substitution, because this noodle has water (9.60%), ash (1.73%), protein (10.63%), fat (1.19%), carbohydrate (76.85%) and coarse fiber (2.23%) levels.


(13)

commit to user

3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mi merupakan salah satu produk pangan yang cukup populer dan disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Mi sering dikonsumsi sebagai bahan pangan alternatif pengganti nasi karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi. Sifatnya yang praktis dan rasanya yang enak menjadi daya tarik mi. Harganya yang relatif murah, menjadikan produk ini dapat dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat.

Mi merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan diameter 0,07-0,125 inchi yang dibuat dari bahan baku tepung terigu dengan atau tanpa tambahan kuning telur (Beans et al., 1974). Menurut Astawan (1999), mi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu mi segar atau mi mentah, mi basah, mi kering dan mi instan. Mi mentah adalah mi yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan dan mengandung air sekitar sekitar 35%. Mi basah adalah mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan kadar airnya dapat mencapai 52%. Mi kering adalah mi mentah yang dikeringkan hingga kadar airnya sekitar 10% dan mi instan adalah mi mentah yang dikukus kemudian digoreng dan mengandung air 5-8%.

Kepopuleran mi merupakan peluang bila akan mendirikan industri mi, baik skala kecil, menengah maupun besar. Bahan baku pada pembuatan mi adalah tepung terigu. Menurut Astawan (1999), tepung terigu diperoleh dari penggilingan biji gandum (Triticum vulgare). Keistimewaan tepung terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat dibasahi dengan air. Di Indonesia, tepung terigu merupakan bahan yang harus diimpor dari luar negeri. Jumlah impor terigu mengalami kenaikan setiap tahun. Impor terigu pada tahun 2003 sebesar 344,2 ribu ton, tahun 2004 sebesar 307 ribu ton, tahun 2005 sebesar 550 ribu ton, tahun 2006 sebesar 554 ribu ton dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 600 ribu ton (Anonima, 2008).

Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan tepung dari bahan pangan lokal. Budaya mengonsumsi tepung pada masyarakat


(14)

commit to user

4

Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan mengembangkan aneka tepung lokal untuk mengurangi penggunaan terigu (Budijono, dkk., 2008). Salah satu pemanfaatan tepung lokal yaitu memanfaatkan umbi suweg sebagai tepung suweg.

Umbi-umbian merupakan bahan pangan berkarbohidrat tinggi, tetapi di Indonesia belum semua umbi-umbian dimanfaatkan dan dikembangkan. Suweg merupakan tanaman yang dapat tumbuh di pekarangan atau tegalan tanpa dengan pemeliharaan yang khusus. Suweg (Amorphopallus campanulatus) telah dikenal oleh sebagian petani di Jawa, Sumatera dan Bagian Timur Indonesia. Umbi suweg besarnya mencapai 5 kg, cita rasanya netral sehingga mudah dipadukan dengan beragam bahan sebagai bahan baku makanan tradisional dan modern.

Suweg sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satunya pada areal Gapoktan yang berada di sekitar hutan KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Perum Perhutani Kendal telah mengembangkan tanaman suweg pada lahan yang luasnya 5 ha. Hasil umbi berkisar antara 30–200 ton/ha umbi segar. Suweg dapat dipanen 1–2 tahun setelah tanam, tergantung pada macam bibit dan jenis suweg (Matori, 2008).

Suweg merupakan sumber bahan pangan yang sangat potensial. Komposisi utamanya adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Kandungan serat, vitamin A dan B juga lumayan tinggi. Setiap 100 g suweg mengandung protein 1,0 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 15,7 g, kalsium 62 mg, besi 4,2 g, thiamine 0,07 mg dan asam askorbat 5 mg (Faridah, 2005).

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik kimia (kadar air, abu, karbohidrat, protein, lemak dan serat kasar)?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik fisik dan sensori (warna, rasa, aroma dan keseluruhan) mi kering?


(15)

commit to user

5

3. Berapa rasio persentase penggunaan tepung terigu dan tepung suweg yang dapat menghasilkan mi kering yang disukai konsumen?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik kimia (kadar air, abu, karbohidrat, protein, lemak dan serat kasar) mi kering.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik fisik dan sensori (warna, rasa, aroma dan keseluruhan) mi kering.

3. Mengetahui formulasi mi dari tepung terigu dengan substitusi tepung suweg yang disukai konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering dari tepung terigu yang disubstitusi dengan tepung suweg.

2. Memberikan alternatif pengganti tepung terigu dalam pembuatan mi kering.

3. Meningkatkan nilai ekonomis suweg dan diversifikasi pangan berbahan baku


(16)

commit to user

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Suweg

Tanaman suweg (Amorphophallus campanulatus) telah lama dikenal di Indonesia. Pada jaman penjajahan Jepang, umbi suweg berperan sebagai sumber cadangan pangan bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi masyarakat yang terkendala untuk menyediakan beras atau bahan pangan karbohidrat lainnya. Umbi suweg termasuk umbi batang, merupakan perubahan bentuk dari batang yang berfungsi sebagai penyimpan cadangan makanan sumber karbohidrat (Pitojo, 2007).

Gambar. (a) umbi suweg Gambar. (b) Tanaman Suweg

Menurut Tjitrosoepomo (1988), pada taksonomi tumbuhan, tanaman suweg diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Spesies : Amorphophallus campanulatus.


(17)

commit to user

7 Nama daerah : Suweg (Jawa)

Tanaman suweg umumnya ditanam di pekarangan dan tegalan. Pertumbuhannya diawali dengan munculnya semacam kuncup bunga dari dalam tanah pada awal musim hujan. Suweg dapat tumbuh baik hingga elevasi 2.500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 1.000–1.500 mm/tahun. Suweg dapat tumbuh pada tanah dengan pH agak asam hingga netral dan toleran penaungan hingga 60%. Kuncup bunga tersebut merupakan tunas, kemudian tumbuh menjadi tanaman suweg. Pada musim kemarau daun suweg menguning, dan lama-kelamaan mati (Lingga, 1986).

Tanaman suweg tumbuh subur di dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu idealnya adalah 25-35 oC dengan curah hujan 1.000-1.500 mm/tahun. Tanaman ini lebih cocok ditanam pada lahan yang agak ternaungi jadi perlu tanaman pelindung. Suweg berkembang biak dengan pemisahan anakan atau memotong tunas anakan yang tersebar dipermukaan umbi. Tanah yang cocok adalah campuran antara tanah humus, lempung, dan pasir. Tanaman akan menghasilkan umbi siap panen ketika memasuki usia 18 bulan (Risa, 2009).

Masa panen suweg sebaiknya dilakukan saat batang suweg sudah membusuk dan memasuki masa istirahat, saat inilah kandungan pati di dalam suweg maksimal. Berat umbi suweg bisa mencapai 5 kg (Sutomo, 2008).

Citarasa suweg netral sehingga mudah dipadupadankan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern. Suweg sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat (Sutomo, 2008).

Menurut Faridah (2005), komposisi utama suweg adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Kandungan serat, vitamin A dan B juga tinggi. Kandungan zat gizi pada umbi suweg dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Suweg dalam 100 g Bahan

Kandungan Jumlah (gr)

Air 4,74

Abu 4,60


(18)

commit to user

8

Protein 7,20

Karbohidrat 83,18

Sumber : (Faridah, 2005)

2. Tepung Suweg

Proses pembuatan tepung suweg (Amorphophallus campanulatus) dapat dilakukan dengan cara kering. Umbi yang telah dicabut kemudian dibersihkan, dikupas dan dicuci dengan air bersih. Selanjutnya umbi suweg diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan cabinet dryer pada suhu 500C selama 18 jam. Kemudian dilakukan penggilingan dan diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh maka akan dihasilkan tepung suweg (Faridah, 2005).

Menurut Pitojo (2007), sifat fisika tepung suweg antara lain halus, berwarna putih keabu-abuan atau kecoklat-coklatan. Warna tepung suweg kurang putih dibandingkan dengan tepung terigu, tepung tapioka atau tepung sukun. Tepung suweg berwarna kecoklatan yang disebabkan terjadinya reaksi

browning (pencoklatan) pada saat pengupasan umbi sehingga chips yang

dihasilkan tidak berwarna putih. Sifat kimia tepung suweg memiliki aroma spesifik. Tepung suweg tidak seperti tepung terigu yang memiliki banyak gluten. Namun demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai substitusi dengan tepung terigu atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan.

Perbandingan tepung suweg dan tepung terigu ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Tepung Suweg dan Tepung Terigu

Komponen

Nilai

Tepung Suweg Tepung Terigu

Kadar Air (%) 4,74 7,800

Kadar Abu (%) 4,60 0,520

Kadar Lemak (%) 0,28 0,900

Kadar Protein (%) 7,20 8,000

Kadar Serat Kasar (%) 5,23 0,430


(19)

commit to user

9 Sumber : (Faridah,2005)

3. Mi

Mi merupakan salah satu makanan yang paling populer di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi dibuat pertama kali di daratan Cina kira-kira 2.000 tahun yang lalu di bawah kekuasaan dinasti Han. Dari Cina mi berkembang dan menyebar di Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di benua Eropa, mi mulai dikenal setelah Marcopolo berkunjung ke Cina dan membawa oleh-oleh mi selanjutnya di Eropa mi berubah menjadi seperti yang dikenal saat ini (Suyanti, 2008).

Mi merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan diameter 0,070-0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku tepung terigu dengan atau tanpa tambahan telur (Bean et al., 1974). Sedangkan menurut Miskelly dan Gore (1986) dalam Armiyanti (2004), mi adalah bahan makanan berbentuk pilinan terbuat dari tepung terigu dan dapat dijual dalam bentuk basah maupun segar, dikeringkan, dikukus, dan dikeringkan atau dikukus dan digoreng.

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang cukup disukai orang. Mi dibuat dari pasta yang dicetak memanjang berbentuk pita yang ramping atau berbentuk benang. Pada umumnya mi dikonsumsi dengan ditambah sayuran, daging telur, dan beberapa bumbu. Mi dibuat dengan bahan dasar tepung terigu. Di Asia, dapat ditemukan berbagai macam bentuk mi yang masing-masing diproses dengan cara berbeda, walaupun langkah-langkah proses pembuatannya sama, dengan bahan dasar tepung terigu yang kualitasnya bervariasi (Supriyanto, 1992).

4. Mi Kering

Menurut Astawan (1999), mi kering merupakan mi segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering maka mi ini mempunyai daya simpan relatif panjang dan mudah penanganannya. Bahan baku utama dalam pembuatan mi adalah tepung terigu. Bahan lainnya terdiri dari air dan garam. Air merupakan


(20)

commit to user

10

komponen penting dalam pembentukan gluten, selain itu juga berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam dan pengikatan karbohidrat sehingga membentuk adonan yang baik. Garam berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi dan meningkatkan elastisitas serta mengurangi kelengketan adonan. Syarat mutu mi kering dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Syarat Mutu Mi Kering

No Kriteria uji Satuan Mutu I Mutu II

1 Keadaan

1.1. Bau Normal Normal

1.2. Rasa Normal Normal

1.3. Warna Normal Normal

2 Kadar air % b/b Maks 8 Maks 10

3 Kadar abu % b/b Maks 3 Maks 3

4 Protein % b/b Min 10 Min 8

5 Bahan tambahan makanan

5.1. Boraks dan asam borat Tidak boleh ada Tidak boleh ada

5.2. Pewarna Yang diizinkan Yang diizinkan

6 Cemaran logam

6.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,0 Maks 1,0

6.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks 10,0 Maks 10,0

6.3. Seng (Zn) mg/kg Maks 40,0 Maks 40,0

6.4. Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05

7 Arsen (As) mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05

8 Cemaran mikrobia

8.1. Angka lempeng total Koloni/gr Maks 1,0x106 Maks 1,0x106

8.2. E. Coli APM/gr Maks 10 Maks 10

8.3. Kapang Koloni/gr Maks 1,0x104 Maks 1,0x104

Sumber: SNI 01-2979-1992

5. Bahan-bahan Pembuatan Mi

Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan mie adalah sebagai berikut:

a. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan hasil proses penggilingan biji terigu atau gandum (Triticum vulgare), berupa endosperm yang terpisah dari lembaganya (Mayer, 1973).

Keistimewaan terigu di antara serelia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat tepung terigu dibasahi dengan air. Sifat


(21)

commit to user

11

elastisitas gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah diputus pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan, 1999).

Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut:

1. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya

12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi. Contohnya tepung cakra kembar atau kereta kencana.

2. Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%.

Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue serta biscuit contohnya : terigu segitiga biru.

3. Soft flour. Tepung ini mengandung protein sebesar 7-8.5%.

penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biscuit contohnya : terigu kunci kembar (Astawan, 1999).

b. Soda Abu

Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat peningkatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1999). c. Garam

Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl. Fungsi garam antara lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi dan mengikat air (Astawan, 1999).

d. Air

Air berfungsi untuk melarutkan bahan-bahan dan membantu proses gelatinisasi pati pada saat membentuk adonan. Air memberi peranan penting, air terdiri dari molekul-molekul H2O yang terikat satu sama lain

dengan ikatan hidrogen lainnya sehingga dapat mencampur adonan.

Air yang ditambahkan dalam pembuatan mi berfungsi sebagai media reaksi pada tepung terigu, yang akan membentuk sifat kenyal pada gluten. Air yang digunakan memiliki pH 6-9, air yang digunakan air yang memenuhi persyaratan air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak


(22)

commit to user

12

berbau, dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan dalam adonan berkisar antara 28-29% dari campuran bahan yang digunakan. (Astawan 1999).

6. Proses Pembuatan Mi

Proses pengolahan mi antara lain meliputi bahan campuran (tepung terigu, garam, air, soda abu, pewarna makanan dan minyak goreng) dicampur, kemudian adonan tersebut diuleni, selanjutnya adonan tersebut dibentuk lembaran dengan ketebalan 1,5-2 mm. Lalu dibentuk mi dengan alat pencetak dan selanjutnya direbus kurang lebih 3 menit, kemudian didinginkan dan dikeringkan (Astawan, 1999).

Adapun langkah-langkah dalam pembuatan mi kering menurut Astawan (1999) adalah sebagai berikut:

a. Proses Pencampuran

Pada proses pencampuran ini pertama tepung terigu ditaruh di atas meja pencampuran, terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang di tengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan lain ke dalam lubang tersebut. Secara perlahan-lahan, campuran tersebut diaduk rata dan ditambah air sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan.

b. Pengulenan Adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan dapat dilakukan selama 15 menit. Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari 38 % adonan menjadi basah dan lengket, jika penambahan air kurang dari 28%, adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk menjadi lembaran.

Waktu pengadukan yang baik yaitu sekitar 15-25 menit, pengadukan lebih dari 25 menit menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras, dan kering. Sedangkan bila pengadukan kurang dari 15 menit adonan menjadi lunak.


(23)

commit to user

13

Pembentukan lembaran dilakukan dengan menggunakan mesin roll

press yang akan mengubah adonan menjadi lembaran-lembaran. Adonan

yang sudah kalis dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang diatur ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan lembaran mi mencapai 1,5-2 mm lembaran yang sudah keluar dibedaki dengan tepung tapioka agar tidak menyatu kembali.

Pembentukan lembaran adonan bertujuan untuk membentuk lembaran adonan yang seragam ketebalannya dan untuk menghaluskan serat-serat gluten serta membuat lembaran adonan ketika dilewatkan pada

roll press (Sunaryo,1985).

d. Pembentukan Mi

Proses pembuatan mi ini umumnya sudah dilakukan dengan pencetak mi roll press yang digerakkan dengan tenaga listrik. Alat ini mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran mi dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mi.

e. Pengukusan

Pengukusan bertujuan agar terbentuk gel pati yang secara visual dapat diamati dengan berubahnya substansi semi padat adonan menjadi padat dan elastis. Selain itu terjadi perubahan warna adonan menjadi transparan (Meyer, 1973).

f. Pengeringan

Pada pembuatan mi kering, mi yang sudah dikukus dimasukkan ke dalam oven untuk mengeringkan mi secara sempurna (kadar air 11-12 %), menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Proses yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu yang digunakan adalah 90-100 0C. Sedangkan menurut Suyanti (2008), pengeringan mi dilakukan dengan suhu 60-70 0C.

g. Pendinginan

Proses pendinginan bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa uap panas dari produk dan membuat tekstur ini menjadi keras. Jika sisa uap panas tidak hilang, uap tersebut akan mengalami kondensasi saat dikemas dan memungkinkan akan tumbuh jamur.


(24)

commit to user

14

B. Kerangka Berpikir

Mi kering merupakan salah satu makanan yang terbuat dari tepung terigu dan sangat digemari masyarakat. Tepung terigu merupakan barang impor yang mengalami kenaikan setiap tahun. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan tepung dari bahan pangan lokal dalam memproduksi makanan berbasis terigu.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan komoditas lokal diantaranya umbi-umbian. Suweg memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, tetapi pemanfaatan suweg belum dilakukan secara optimal. Suweg dapat diolah menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu pada pembuatan mi kering. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering.

Mie kering Tepung terigu

Barang Impor

Alternatif pengganti tepung terigu Belum dimanfaatkan

suweg Umbi-umbian

Indonesia kaya komoditas lokal

Tepung suweg

Substitusi tepung terigu pada mi kering

Karakteristik Sensori Warna

Aroma Rasa

Keseluruhan Mi kering

Karakteristik Kimia Kadar Air

Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Kadar Serat Kasar

Karakteristik Fisik Elastisitas


(25)

commit to user

15

C. Hipotesis

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg pada pembuatan mi kering akan mempengaruhi karakteristik kimia, fisik dan sensori mi kering yang dihasilkan.


(26)

commit to user

16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta, pada bulan Oktober 2010 sampai Desember 2010.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk pembuatan tepung suweg, bahan untuk pembuatan mi kering, bahan untuk analisis kimia dan bahan untuk analisis sensori. Bahan pembuatan tepung suweg adalah umbi suweg dari Jatipuro, air, Na metabisulfit 1.000 ppm. Bahan pembuatan mi kering adalah tepung terigu merek “Cakra Kembar”, tepung suweg, garam merek “Refina”, air, soda abu dan tepung tapioka.

Bahan untuk analisis kadar protein adalah aquades, H2SO4 (93-98%

bebas N), campuran Na2SO4-HgO (20:1), larutan NaOH-Na2S2O3, larutan

asam borat jenuh, indikator metil merah/metilen biru dan HCl 0,02 N. Bahan untuk analisis kadar lemak adalah petroleum ether. Bahan untuk analisis kadar serat kasar adalah larutan H2SO4, larutan NaOH, larutan K2SO4 10 %, alkohol

95 %, aquades. 2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk pembuatan tepung suweg antara lain pisau, alat pengiris, baskom plastik, cabinet dryer, alat penepung dan ayakan. Alat untuk pembuatan mi kering adalah pencetak mi, baskom, mangkok, timbangan digital, kompor gas, alat pengukus, dan

cabinet dryer.

Alat untuk analisis kadar air adalah botol timbang, oven, desikator, penjepit cawan dan timbangan analitik. Alat untuk analisis kadar abu adalah


(27)

commit to user

17

kurs porselen, kompor gas, tanur pengabuan, penjepit cawan, oven, timbangan analitik dan desikator. Alat untuk analisis kadar lemak adalah timbangan analitik, tabung ekstraksi Soxhlet, kondensor, penangas air dan oven. Alat untuk analisis kadar protein adalah timbangan analitik, gelas ukur, labu Kjeldahl, pemanas Kjeldahl, alat destilasi lengkap dan erlenmeyer. Alat untuk analisis kadar serat kasar adalah timbangan analitik, pemanas, erlenmeyer, pendingin balik, spatula, oven, desikator dan pompa vakum. Sedangkan alat untuk analisis fisik menggunakan metode Lloyd Instrument. Untuk analisis sensori dengan membuat borang dan menggunakan perlengkapan penyajian.

C. Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Suweg

Pembuatan tepung dari umbi suweg dilakukan dengan cara membersihkan umbi yang sudah dicabut, dikupas dan dicuci dengan air bersih, umbi diiris dengan ukuran 2 mm dan dikeringkan dengan oven pada suhu 50 0C selama 18 jam. Kemudian diblender dan diayak sampai diperoleh ukuran 80 mesh (Faridah, 2005). Proses pembuatan tepung suweg ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Pengupasan

Pencucian dengan air bersih Umbi Suweg


(28)

commit to user

18

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Suweg

2. Pembuatan Mi Kering

Langkah-langkah dalam pembuatan mi kering menurut Astawan

(1999) adalah sebagai berikut:


(29)

commit to user

19

Tepung terigu, tepung suweg, garam, dan soda abu dicampur semuanya, tepung terigu disusun menjadi suatu gundukan dengan lubang di tengah-tengah, kemudian ditambahkan bahan-bahan campuran tersebut diaduk hingga rata dan ditambah air sampai membentuk adonan yang homogen yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan.

b. Pengulenan Adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya di uleni, pengulenan ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk selinder pengulenan dilakukan sekitar 15 menit.

c. Pembentukan Lembaran

Adonan yang sudah kalis dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang diatur ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan lembaran mi 1,5-2 mm.

d. Pembentukan Mi

Proses pembuatan mi ini umumnya sudah dilakukan dengan alat pencetak mi (roll press). Alat ini mempunyai roll, rol pertama berfungsi sebagai penipis lembaran mi dan rol kedua berfungsi sebagai pencetak mi.

e. Pengukusan

Mi yang telah terbentuk dipanaskan (steaming) dengan cara pemberian uap selama 12 menit. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati.

f. Pengeringan

Mi yang telah dikukus kemudian dikeringkan secara sempurna (kadar air 11-12%) agar menjadi produk yang kering dan renyah, serta terbentuk lapisan protein. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan

cabinet dryer selama 2,5 jam. Untuk 1,5 jam pertama suhu yang

digunakan adalah 60 0C dan untuk 1 jam berikutnya dengan suhu 70 0C.

g. Pendinginan

Setelah dikeluarkan dari cabinet dryer mi didinginkan. Proses pendinginan bertujuan untuk melepaskan sisa-sisa untuk uap dari produk dan membuat tekstur mi menjadi lebih keras.


(30)

commit to user

20

Diagram alir proses pembuatan mi dapat ditunjukkan pada Gambar 3.2. Adapun formulasi bahan yang digunakan dalam membuat mi kering dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Formulasi Bahan Pembuatan Mi Kering

Bahan Jumlah

Tepung terigu cakra kembar 125 gr

Garam 1,25 gr

Air 37,5 ml

Soda Abu 1,25 gr


(31)

commit to user

21

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Kering

Tepung Terigu

terigu

Tepung

Suweg Garam Soda Abu Air

Pencampuran bahan

Pengukusan selama 12 menit Pengulenan bahan selama 10-20 menit

Pembuatan mi Pembentukan lembaran

Mi basah

Pengeringan dengan cabinet dryer suhu 60oC selama 1,5 jam dan 1 jam berikutnya dengan suhu 700C

Mi kering Pendinginan


(32)

commit to user

22

D. Metode Analisis

Mi yang telah jadi kemudian dianalisis karakteristik kimia (kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat kasar), karakteristik fisik (elastisitas) dan karakteristik sensori (warna, aroma, rasa dan keseluruhan). Metode masing-masing analisis karakteristik kimia, karakteristik fisik dan karakteristik sensori pada mi dapat ditunjukkan pada Tabel. 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2 Metode Analisis Karakteristik Kimia, Fisik dan Sensori

Analisa Sifat Kimia Mie

MacamUji Metode

Kadar Air Thermogravimetri (Apriyantono, dkk., 1989)

Kadar Abu Penetapan Total Abu (Apriyantono,dkk., 1989)

Kadar Lemak Soxhlet (Apriyantono,dkk., 1989)

Kadar Protein Kjeldhal (Apriyantono, dkk., 1989)

Kadar Karbohidrat by difference (Winarno, 2002)

Kadar Serat Kasar Asam dan Basa Pemanasan (Apriyantono, dkk.,

1989)

Analisis Sifat Fisik Mi

Sensori Uji Kesukaan (Kartika, dkk., 1988)

Elastisitas Lloyd Instrument

E. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu variasi substitusi tepung terigu dengan tepung suweg. Untuk masing-masing perlakuan dibuat tiga kali ulangan dan dilakukan dua kali ulangan analisis. Variasi konsentrasi tepung terigu dan tepung suweg untuk pembuatan mi kering pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel 3.3 data yang diperoleh dari analisis dengan menggunakan ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perlakuan pada tingkat signifikansi = 0,05. Apabila hasil yang diperoleh ada beda nyata, maka dilanjutkan menggunakan dengan uji


(33)

commit to user

23

Tabel 3.3. Variasi Konsentrasi Tepung Terigu dan Tepung Suweg Pada Pembuatan Mi Kering

Formula

Tepung terigu (%)

Tepung suweg (%)

F0 100 0

F1 95 5

F2 90 10

F3 85 15

F4 80 20

Untuk rancangan penelitian pemanfaatan tepung suweg sebagai substitusi tepung terigu pada mi kering terhadap karakteristik (kimia, fisik dan sensori) ditunjukkan pada Gambar 3.3. sebagai berikut:

Fo F1 F2 F3 F4

Ket: F0 = 100% tepung terigu

F1= 95% tepung terigu:5% tepung suweg

F2= 90% tepung terigu:10% tepung suweg

F3= 85% tepung terigu:15% tepung suweg

F4= 80% tepung terigu:20% tepung suweg

Gambar 3.3 Diagram Rancangan Penelitian

Analisis sensori: · Warna · Aroma · Rasa · Keseluruhan Mi

Analisis kimia : · Kadar Air

· Kadar Protein

· Kadar Abu

· Kadar Lemak

· Kadar Karbohidrat

· Serat Kasar

Analisis Fisik · Elastisitas


(34)

commit to user

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Kimia Mi Kering

1. Kadar Air

Air adalah zat organik yang terdiri dari dua atom hidrogen (H) dan satu atom oksigen (O2) dengan rumus molekul H2O (Fardiaz, dkk.,1992). Air

merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut (Winarno, 2002). Oleh karena itu, kadar air suatu bahan makanan penting untuk diketahui. Hasil analisis kadar air mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Kadar Air Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan

1

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)

Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg

Berdasarkan Tabel 4.1. ditunjukkan bahwa kadar air mi kering berkisar antara 9,09-9,95%. Kadar air mi kering tertinggi adalah 9,95% yaitu mi kering F0 atau kontrol (substitusi 0%) sedangkan kadar air terendah adalah 9,09% yaitu pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%). Dari hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, nilai

Formulasi1) Kadar air

(%wb)

SNI

F0 9,95d

Maksimal 10% (wb)

F1 9.60c

F2 9.35b

F3 9.26ab


(35)

commit to user

25

kadar air mi kering dengan berbagai perlakuan F1, F2, F3, F4 memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap mi kering bila dibandingkan dengan F0.

Nilai kadar air mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar air tepung terigu lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air tepung suweg. Kadar air tepung terigu adalah 7,80 (Faridah, 2005) sedangkan kadar air tepung suweg adalah 4,74% (Faridah, 2005). Selain itu, peningkatan konsentrasi substitusi tepung terigu dengan tepung suweg menyebabkan penurunan jumlah gluten adonan mi karena tepung suweg tidak mempunyai kandungan gluten seperti yang ada dalam tepung terigu. Gluten dapat terbentuk karena pencampuran tepung terigu dengan air pada saat proses pencampuran bahan. Kandungan gluten yang rendah akan mengakibatkan daya ikat air menjadi lemah sehingga pelepasan molekul air pada saat proses pengeringan semakin mudah. Menurut Astawan (1999), tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten pada saat dibasahi dengan air. Sehingga mi kering dengan konsentrasi substitusi tepung suweg yang semakin tinggi memiliki kadar air yang semakin rendah.

Kadar air untuk mi kering menurut karakteristik atau syarat mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-1992, maksimal adalah 10% (wb). Dengan demikian, kadar air mi, F1, F2, F3 dan F4 hasil penelitian masih memenuhi karakteristik atau syarat mutu mi kering berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-1992 yaitu 9,00-9,95%.

2. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral suatu bahan (Sudarmadji dkk., 1989). Dalam tubuh, mineral-mineral ada yang bergabung dengan zat organik, ada pula yang berbentuk ion-ion bebas. Di


(36)

commit to user

26

dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2002). Hasil analisis kadar abu mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2. Kadar Abu Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg

Berdasarkan Tabel 4.2. ditunjukkan bahwa kadar abu mi kering adalah berkisar antara 1,13-2,52%. Kadar abu terendah adalah 1,13% yaitu pada mi kering F0 (substitusi 0%) sedangkan kadar abu tertinggi adalah 2,52% yaitu pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%). Dari hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, nilai kadar abu menunjukkan berbeda nyata antara F0 dengan F1, sedangkan F1 tidak berbeda nyata dengan F2 dan F3 akan tetapi berbeda nyata dengan F4.

Nilai kadar abu mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar abu tepung suweg lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu tepung terigu yaitu sebesar 4,60% (Faridah, 2005) sedangkan terigu sebesar 0,052 % (Faridah, 2005).

Besarnya kadar abu produk pangan bergantung pada besarnya kandungan mineral bahan yang digunakan. Apabila kadar abu melebihi dari standar mutu yang ada maka akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka warna mi akan semakin gelap.

Menurut SNI 01-2979-1992 tentang syarat mutu mi kering, menyatakan bahwa kadar abu mi kering maksimal adalah 3%. Kadar abu mi

Formulasi1) Kadar abu

(%wb)

SNI

F0 1.13a

Maksimal 3% (wb)

F1 1.73b

F2 1.86bc

F3 1.95c


(37)

commit to user

27

kering hasil penelitian berkisar antara 1,13-2,52% berarti sesuai dengan syarat mutu mi kering.

3. Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 2002).

Tabel 4.3. Kadar Protein Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan

1

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung umbi suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung umbi suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung umbi suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung umbi suweg

Berdasarkan Tabel 4.3.ditunjukkan bahwa kadar protein mi kering berkisar antara 10,04-11,60%. Kadar protein terendah adalah 10,04% pada mi kering F4 (substitusi dengan tepung suweg 20%) sedangkan kadar protein tertinggi terdapat pada mi kering F0 atau kontrol (substitusi tepung suweg 0%) yaitu sebesar 11,60%.

Dari tabel tersebut juga dapat terlihat bahwa semakin tinggi kadar substitusi tepung suweg maka kadar proteinnya semakin menurun, hal ini dikarenakan tepung suweg memiliki kandungan protein lebih rendah dari tepung terigu. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya kandungan gluten seiring dengan penurunan proporsi tepung terigu. Menurut Fennema (1985), gluten adalah bentuk kompleks dari gliadin dan glutenin yang dihidrasi dan

Formulasi1) Kadar protein

(%wb)

SNI

F0 11.60a

Minimum 10 % (wb)

F1 10.63b

F2 10.38c

F3 10.21d


(38)

commit to user

28

dicampur. Protein terigu terdiri dari fraksi gliadin dan glutenin yang mewakili 80-85% protein endosperm. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu. Semakin tinggi gluten maka semakin tinggi pula protein tepung terigu tersebut.

Tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan mi adalah jenis hard

flour yaitu tepung terigu yang mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu ±

12-13%. Terigu jenis ini menghasilkan adonan yang mempunyai daya serap tinggi, menghasilkan adonan yang kuat, kenyal, dan memiliki daya kembang yang baik (Astawan, 1999). Sedangkan kadar protein tepung suweg sebesar 7,20 % (Faridah, 2005). Kadar protein tepung suweg lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu mengakibatkan penurunan kadar protein mie kering.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, nilai kadar protein mie kering menunjukkan beda nyata antar sampel mi kering. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi substitusi tepung terigu dengan tepung suweg berpengaruh terhadap kadar protein mi kering yang dihasilkan.

Menurut SNI 01-2979-1992 tentang syarat mutu mi kering, menyatakan bahwa kadar protein mi kering minimal adalah 10% (wb) Kadar protein mi kering hasil penelitian berkisar antara 10,04-11,60%, berarti mi kering F0, F1, F2, F3 dan F4 sesuai dengan syarat mutu.

4. Kadar Lemak

Lemak atau minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Dalam bidang biologi, lemak atau minyak dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul (Sudarmadji, 1989).

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak


(39)

commit to user

29

dapat menghasilkan 9 kkal. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak dapat digunakan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Winarno, 2002). Hasil analisis kadar lemak mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kadar Lemak Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg

Dari Tabel 4.4. ditunjukkan bahwa kadar lemak mi kering berkisar antara 0,71%-1,54%. Kadar lemak terendah adalah pada mie kering F4 (substitusi tepung suweg 20%) yaitu sebesar 0,71%, sedangkan kadar lemak tertinggi terdapat pada mie kering F0 (substitusi tepung suweg 0%) yaitu sebesar 1,54%.

Kadar lemak mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi substitusi. Hal ini dikarenakan kadar lemak tepung suweg lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar lemak tepung terigu yaitu sebesar 0,28 % (Faridah, 2005) sedangkan tepung terigu sebesar 0,90% (Faridah, 2005). Sehingga semakin besar konsentrasi tepung suweg maka kadar lemak mi kering yang dihasilkan semakin rendah.

Berdasarkan tabel hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, nilai kadar lemak menunjukkan berbeda nyata antara F0, F1, F2 dan F3. Akan tetapi F3 dan F4 tidak berbeda nyata.

Formulasi1) Kadar lemak

(%wb)

F0 1.54d

F1 1.19c

F2 0.94b

F3 0.77a


(40)

commit to user

30

5. Karbohidrat

Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan

pertolongan sinar matahari dan hijau daun (klorofil). Hasil fotosintesa ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman (Sudarmadji, 1989).

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Selain itu, beberapa golongan karbohidrat merupakan serat yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain (Winarno, 2002). Hasil analisis kadar karbohidrat mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Kadar Karbohidrat Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg

Berdasarkan Tabel 4.5. ditunjukkan bahwa kadar karbohidrat mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg berkisar antara 75,75-77,82%. Kadar karbohidrat terendah adalah pada mi kering F0 (substitusi tepung suweg 0%) yaitu sebesar 75,75% sedangkan kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%) yaitu sebesar 77.82%. Kadar karbohidrat mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar karbohidrat tepung suweg lebih

Formulasi1) Kadar karbohidrat

(%wb)

F0 75.75a

F1 76.85b

F2 77.47c

F3 77.64cd


(41)

commit to user

31

tinggi jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat tepung terigu yaitu 83,12% (Faridah, 2005) sedangkan terigu sebesar 82,06% (Danik, 2009).

Dalam penelitian ini, kadar karbohidrat mi kering ditentukan dengan metode by difference. Pada metode ini, kadar karbohidrat diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan. Menurut Sugito dan Ari Haryati (2006), kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kadar komponen gizi lain. Semakin tinggi kadar komponen gizi lain maka kadar karbohidratnya akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kadar komponen gizi lain maka kadar karbohidratnya akan semakin tinggi. Komponen yang mempengaruhi besarnya kadar karbohidrat yang ditentukan dengan metode

by difference adalah air, abu, protein dan lemak.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, kadar karbohidrat mi kering dengan berbagai perlakuan F1, F2, F3, F4 memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap mi kering bila dibandingkan dengan F0. Sedangkan F3 tidak berbeda nyata dengan F2 dan F4 akan tetapi berbeda nyata dengan F1.

6. Serat Kasar

Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Serat kasar adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Di dalam analisis penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu (Sudarmadji dkk., 1989). Hasil analisis kadar serat kasar mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Kadar Serat Kasar Mi Kering dengan Berbagai Perlakuan

Formulasi1) Kadar serat kasar

(% wb)

F0 2.08a

F1 2.23b

F2 2.48c

F3 3.12d


(42)

commit to user

32

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)

Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg

Berdasarkan Tabel 4.6. ditunjukkan bahwa kadar serat kasar mi kering berkisar antara 2,08-4,08%. Kadar serat kasar terendah adalah pada mi kering F0 (substitusi tepung suweg 0%) yaitu sebesar 2,08% sedangkan kadar serat kasar tertinggi terdapat pada mi kering F4 (substitusi tepung suweg 20%) yaitu sebesar 4,08%.

Kadar serat kasar mi kering yang disubstitusi dengan tepung suweg semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi substitusi. Hal ini disebabkan karena kadar serat kasar tepung suweg lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar serat kasar tepung terigu yaitu 5,23% (Faridah, 2005) sedangkan terigu sebesar 0,430% (Faridah, 2005).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ANOVA pada tingkat signifikansi α 5%, nilai kadar serat kasar mi kering menunjukkan beda nyata antar sampel mi kering. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi substitusi tepung terigu dengan tepung suweg berpengaruh terhadap kadar serat kasar mi kering yang dihasilkan.

B. Karakteristik Fisik Mi Kering (Tensile Strength)

Tensile strength merupakan gaya maksimal yang diperlukan untuk

memutuskan mi. Semakin besar gaya yang dibutuhkan maka semakin elastis atau mulur mi tersebut. Tensile strength mi kering dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Tensile Strength (N) Mi Kering

Formulasi1) (N)

F0 0.3167d

F1 0.2367c

F2 0.2100bc

F3 0.1817b


(43)

commit to user

33

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1)

Formulasi

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung umbi suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung umbi suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung umbi suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung umbi suweg

Berdasarkan Tabel 4.7. ditunjukkan bahwa tensile strength (N) mi kering antara 0,14-0,31. Nilai tensile strength tertinggi terdapat pada F0 (100 % tepung terigu) sedangkan Nilai tensile strength terendah terdapat pada F4 (80% tepung terigu dan 20% tepung suweg).

Berdasarkan tabel hasil analisis statistik pada tingkat signifikansi α 5%, nilai elastisitas menunjukkan berbeda nyata antara F0 dengan F1, F3 dan F4. Akan tetapi F1 dan F2 tidak berbeda nyata. Penurunan nilai N (gaya) pada mi kering dikarenakan adanya pengurangan gluten pada pembuatan mi kering. Menurut Astawan (1999), tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Jika penggunaan terigu tersebut dikurangi dan diganti dengan penambahan tepung suweg maka mengakibatkan mi yang dihasilkan mudah putus dan menurunkan elastisitas. Tepung suweg tidak memiliki kandungan gluten sehingga tidak dapat memberikan pengaruh peningkatan elastisitas pada mi kering.

C. Karakteristik Sensori Mi Kering

Analisis karakteristik sensori sangat penting dilakukan bagi setiap produk karena sangat berkaitan dengan penerimaan kosumen. Untuk mengetahui penerimaan dan tingkat kesukaan konsumen terhadap mi kering yang dibuat dari tepung terigu dan disubstitusi dengan tepung suweg maka dilakukan uji kesukaan. Analisis sensori terhadap mi kering yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan 30 orang panelis tidak terlatih. Parameter yang dinilai dalam pengujian ini meliputi kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa dan keseluruhan mi kering. Nilai yang digunakan untuk tiap-tiap parameter adalah


(44)

commit to user

34

antara 1 sampai dengan 5. Nilai yang semakin tinggi menunjukkan kesukaan panelis yang semakin tinggi pula. Hasil analisis sensori mi kering ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Analisis Organoleptik Mi Kering

Formulasi1) Warna Aroma Rasa Keseluruhan

F0 F1 F2 4,67c 4,27b 3,23c 4,07c 3,70b 3,67b 4,67d 4,27c 3,33b 4,40d 4,07c 3,70b F3 F4 2,73a 2,57a 3,37a 3,13a 2,73a 2,57a 3,47b 3,00a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α 5%

1. Warna

Menurut Fennema (1985), warna adalah atribut kualitas yang paling penting. Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, warna berperan dalam penentuan tingkat penerimaan suatu makanan.

Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum sinar, begitu juga dengan kilap dari suatu bahan yang dipengaruhi oleh sinar pantul. Warna bukan merupakan suatu zat, melainkan sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera penglihatan/mata. Warna merupakan salah satu profil visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan makanan (Kartika dkk, 1988)

Warna mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan, karena mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut. Walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur 1)Formulasi :

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg


(45)

commit to user

35

baik, namun jika warna kurang menarik maka produk tersebut kurang diminati.

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap mi kering berkisar antara 2,57-4,67. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap mi kering yang dihasilkan adalah antara tidak suka sampai suka. Berdasarkan parameter warna, mi kering F0 atau kontrol adalah mi kering yang paling panelis dengan nilai 4,67 (suka). Mi kering F4 memiliki nilai 2,57 (tidak suka) yang menunjukkan bahwa mi kering tersebut tidak disukai panelis.

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter warna mi kering yang dihasilkan. Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar sampel mi kering kecuali pada warna mi kering F3 dan F4 yang tidak berbeda nyata

Berdasarkan parameter warna, mi kering yang dapat diterima panelis adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 4,27 (suka) dan F0 atau kontrol dengan nilai 4,67 (suka). Umumnya, panelis menyukai mi yang berwarna kuning. Nilai kesukaan panelis terhadap warna mi kering semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi substitusi tepung suweg. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi substitusi tepung suweg warna mi kering yang dihasilkan semakin cokelat. Warna cokelat pada mi disebabkan karena tepung suweg yang digunakan dalam penelitian ini berwarna kecokelatan akibat dari adanya reaksi pencoklatan (browning).

2. Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera pembau. Di dalam industri pangan pengujian terhadap bau dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut (Kartika, dkk., 1988). Menurut de Mann (1989), timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau


(46)

commit to user

36

tersebut bersifat volatil (mudah menguap), sedikit larut air dan juga sedikit larut lemak.

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap mi kering berkisar antara 3,13-4,07. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap aroma mi kering yang dihasilkan adalah antara agak netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma mi yang paling tinggi adalah 4,07 (suka) yang merupakan nilai aroma mi kering F0 sedangkan nilai terendah adalah 3,13 (netral) yang merupakan aroma mi kering F4.

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter aroma mi kering yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa mi kering F1 dan F2 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap parameter aroma. Tetapi berpengaruh beda nyata pada perlakuan F0, F1 dan F2. Sedangakan perlakuan substitusi F3 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan F4.

Berdasarkan parameter aroma, mi kering yang dapat diterima panelis adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 3,70 (netral) dan F0 atau kontrol dengan nilai 4,07 (suka). Nilai penerimaan panelis terhadap aroma mi kering semakin menurun seiiring peningkatan konsentrasi substitusi tepung suweg. Seiring dengan meningkatnya konsentrasi substitusi tepung suweg aroma khas suweg tersebut sangat terasa menyengat Menurut Pitojo (2007), karakteristik kimia tepung suweg memiliki aroma spesifik. Namun demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung terigu atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan.

3. Rasa

Telah diketahui adanya empat macam rasa dasar yaitu manis, asin, asam dan pahit. Bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan berbagai macam rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh. Selain itu, rasa suatu bahan pangan


(47)

commit to user

37

merupakan hasil kerjasama beberapa indera antara lain indera penglihatan, pembauan, pendengaran dan perabaan (Kartika, dkk., 1988).

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap rasa mi kering berkisar antara 2,57-4,67. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap rasa mi kering yang dihasilkan adalah tidak suka sampai suka. Nilai kesukaan penelis terhadap rasa mi yang paling tinggi adalah 4,67 (suka) yang merupakan nilai aroma mi kering F0 sedangkan nilai terendah adalah 2,57 (tidak suka) yang merupakan rasa mi kering F4.

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter rasa mi kering yang dihasilkan. Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa penggunaan tepung umbi suweg sebagai substitusi terigu dalam pembuatan mi kering memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter rasa pada perlakuan F0, F1, F2, F3. Sedangkan perlakuan substitusi F3 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan F4.

Berdasarkan parameter rasa, mi kering yang dapat diterima panelis adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 4,27 (suka) dan F0 atau kontrol dengan nilai 4,67 (suka). Nilai penerimaan panelis terhadap rasa mi kering semakin menurun seiiring peningkatan konsentrasi substitusi tepung suweg hal ini diikuti dengan rasa khas umbi suweg semakin sangat terasa.

4. Keseluruhan

Kesukaan secara keseluruhan merupakan salah satu aspek yang dinilai pada pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap sifat sensori mi kering. Penilaian terhadap kesukaan secara keseluruhan dimaksudkan untuk mengetahui berapa pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung suweg sehingga mi kering yang dihasilkan masih dapat diterima oleh konsumen. Kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor sehingga menimbulkan penerimaan yang utuh. Pada parameter keseluruhan panelis dapat menilai dari segi warna, aroma dan rasa. Kesukaan


(48)

commit to user

38

panelis terhadap salah satu parameter tersebut dapat meningkatkan nilai kesukaan untuk parameter kesukaan.

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering adalah antara 3,00-4,40. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering yang dihasilkan adalah netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap keseluruhan mi yang paling tinggi adalah 4,40 (suka) yang merupakan nilai keseluruhan mi kering F0. Sedangakan mi kering F1 memiliki nilai terendah yaitu 4,07 (suka).

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg memberikan pengaruh terhadap nilai kesukaan parameter keseluruhan mi kering yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa keseluruhan mi kering berbeda nyata antar sampel kecuali mi F2 dan F3.

Semakin meningkatnya konsentrasi substitusi menyebabkan

menurunnya penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering yang dihasilkan. Penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering dipengaruhi oleh warna, aroma dan rasa mi kering. Persentase substitusi yang disukai konsumen dengan skor tertinggi yaitu pada F0 yang merupakan substitusi 0%. Kesukaan konsumen terhadap mi 100% tepung terigu tidak dapat tergantikan, tetapi dari rerata hasil statistik, konsumen masih dapat menerima substitusi sampai 5% dengan formulasi 95% tepung terigu dan 5% tepung suweg.


(49)

commit to user

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi konsentrasi tepung suweg yang digunakan pada pembuatan mi kering maka kadar abu, karbohidrat dan serat kasar mi kering semakin tinggi tetapi kadar air, protein dan lemak, mi kering semakin turun.

2. Penambahan tepung suweg akan mempengaruhi warna, aroma dan rasa mi,

semakin besar substitusi maka warna mi semakin gelap.mi semakin beraroma dan terasa khas dari umbi suweg. sedangkan untuk Tensile strength mi, semakin besar substitusi tepung suweg maka mi mudah putus.

3. Berdasarkan hasil analisis kimia, fisik dan sensori mi yang dapat diterima oleh konsumen adalah mi yang dibuat dengan subtitusi tepung terigu 95% :tepung suweg 5%, mi tersebut mempunyai kadar air (9,60%), abu (1,73%), protein (10,63%), lemak (1,19%), karbohidrat (76,85%) dan serat kasar (2,23%).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan yaitu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan variasi yang berbeda dari tepung suweg yang disubtusikan dengan bahan lain dan diharapkan dapat menggantikan tepung terigu dalam pembuatan mi kering.


(1)

commit to user

34

antara 1 sampai dengan 5. Nilai yang semakin tinggi menunjukkan kesukaan panelis yang semakin tinggi pula. Hasil analisis sensori mi kering ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Analisis Organoleptik Mi Kering

Formulasi1) Warna Aroma Rasa Keseluruhan

F0 F1 F2 4,67c 4,27b 3,23c 4,07c 3,70b 3,67b 4,67d 4,27c 3,33b 4,40d 4,07c 3,70b F3 F4 2,73a 2,57a 3,37a 3,13a 2,73a 2,57a 3,47b 3,00a

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf

signifikansi α 5%

1. Warna

Menurut Fennema (1985), warna adalah atribut kualitas yang paling penting. Bersama-sama dengan tekstur dan rasa, warna berperan dalam penentuan tingkat penerimaan suatu makanan.

Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum sinar, begitu juga dengan kilap dari suatu bahan yang dipengaruhi oleh sinar pantul. Warna bukan merupakan suatu zat, melainkan sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera penglihatan/mata. Warna merupakan salah satu profil visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan makanan (Kartika dkk, 1988)

Warna mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan, karena mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut. Walaupun suatu produk bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur 1)Formulasi :

F0 = 100% tepung terigu

F1 = 95% tepung terigu : 5% tepung suweg F2 = 90% tepung terigu : 10% tepung suweg F3 = 85% tepung terigu : 15% tepung suweg F4 = 80% tepung terigu : 20% tepung suweg


(2)

commit to user

35

baik, namun jika warna kurang menarik maka produk tersebut kurang diminati.

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap mi kering berkisar antara 2,57-4,67. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap mi kering yang dihasilkan adalah antara tidak suka sampai suka. Berdasarkan parameter warna, mi kering F0 atau kontrol adalah mi kering yang paling panelis dengan nilai 4,67 (suka). Mi kering F4 memiliki nilai 2,57 (tidak suka) yang menunjukkan bahwa mi kering tersebut tidak disukai panelis.

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter warna mi kering yang dihasilkan. Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap parameter warna menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar sampel mi kering kecuali pada warna mi kering F3 dan F4 yang tidak berbeda nyata

Berdasarkan parameter warna, mi kering yang dapat diterima panelis adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 4,27 (suka) dan F0 atau kontrol dengan nilai 4,67 (suka). Umumnya, panelis menyukai mi yang berwarna kuning. Nilai kesukaan panelis terhadap warna mi kering semakin menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi substitusi tepung suweg. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi substitusi tepung suweg warna mi kering yang dihasilkan semakin cokelat. Warna cokelat pada mi disebabkan karena tepung suweg yang digunakan dalam penelitian ini berwarna kecokelatan akibat dari adanya reaksi pencoklatan (browning).

2. Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera pembau. Di dalam industri pangan pengujian terhadap bau dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut (Kartika, dkk., 1988). Menurut de Mann (1989), timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau


(3)

commit to user

36

tersebut bersifat volatil (mudah menguap), sedikit larut air dan juga sedikit larut lemak.

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap mi kering berkisar antara 3,13-4,07. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap aroma mi kering yang dihasilkan adalah antara agak netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma mi yang paling tinggi adalah 4,07 (suka) yang merupakan nilai aroma mi kering F0 sedangkan nilai terendah adalah 3,13 (netral) yang merupakan aroma mi kering F4.

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter aroma mi kering yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa mi kering F1 dan F2 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap parameter aroma. Tetapi berpengaruh beda nyata pada perlakuan F0, F1 dan F2. Sedangakan perlakuan substitusi F3 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan F4.

Berdasarkan parameter aroma, mi kering yang dapat diterima panelis adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 3,70 (netral) dan F0 atau kontrol dengan nilai 4,07 (suka). Nilai penerimaan panelis terhadap aroma mi kering semakin menurun seiiring peningkatan konsentrasi substitusi tepung suweg. Seiring dengan meningkatnya konsentrasi substitusi tepung suweg aroma khas suweg tersebut sangat terasa menyengat Menurut Pitojo (2007), karakteristik kimia tepung suweg memiliki aroma spesifik. Namun demikian tepung suweg dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung terigu atau tepung yang lain untuk membuat aneka makanan.

3. Rasa

Telah diketahui adanya empat macam rasa dasar yaitu manis, asin, asam dan pahit. Bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan berbagai macam rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh. Selain itu, rasa suatu bahan pangan


(4)

commit to user

37

merupakan hasil kerjasama beberapa indera antara lain indera penglihatan, pembauan, pendengaran dan perabaan (Kartika, dkk., 1988).

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap rasa mi kering berkisar antara 2,57-4,67. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap rasa mi kering yang dihasilkan adalah tidak suka sampai suka. Nilai kesukaan penelis terhadap rasa mi yang paling tinggi adalah 4,67 (suka) yang merupakan nilai aroma mi kering F0 sedangkan nilai terendah adalah 2,57 (tidak suka) yang merupakan rasa mi kering F4.

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg mempengaruhi kesukaan panelis terhadap parameter rasa mi kering yang dihasilkan. Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa penggunaan tepung umbi suweg sebagai substitusi terigu dalam pembuatan mi kering memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter rasa pada perlakuan F0, F1, F2, F3. Sedangkan perlakuan substitusi F3 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan F4.

Berdasarkan parameter rasa, mi kering yang dapat diterima panelis adalah mi kering F1 (konsentrasi substitusi 5%) dengan nilai 4,27 (suka) dan F0 atau kontrol dengan nilai 4,67 (suka). Nilai penerimaan panelis terhadap rasa mi kering semakin menurun seiiring peningkatan konsentrasi substitusi tepung suweg hal ini diikuti dengan rasa khas umbi suweg semakin sangat terasa.

4. Keseluruhan

Kesukaan secara keseluruhan merupakan salah satu aspek yang dinilai pada pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap sifat sensori mi kering. Penilaian terhadap kesukaan secara keseluruhan dimaksudkan untuk mengetahui berapa pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung suweg sehingga mi kering yang dihasilkan masih dapat diterima oleh konsumen. Kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor sehingga menimbulkan penerimaan yang utuh. Pada parameter keseluruhan panelis dapat menilai dari segi warna, aroma dan rasa. Kesukaan


(5)

commit to user

38

panelis terhadap salah satu parameter tersebut dapat meningkatkan nilai kesukaan untuk parameter kesukaan.

Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering adalah antara 3,00-4,40. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering yang dihasilkan adalah netral sampai suka. Nilai kesukaan panelis terhadap keseluruhan mi yang paling tinggi adalah 4,40 (suka) yang merupakan nilai keseluruhan mi kering F0. Sedangakan mi kering F1 memiliki nilai terendah yaitu 4,07 (suka).

Substitusi tepung terigu dengan tepung suweg memberikan pengaruh terhadap nilai kesukaan parameter keseluruhan mi kering yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa keseluruhan mi kering berbeda nyata antar sampel kecuali mi F2 dan F3.

Semakin meningkatnya konsentrasi substitusi menyebabkan menurunnya penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering yang dihasilkan. Penilaian panelis terhadap keseluruhan mi kering dipengaruhi oleh warna, aroma dan rasa mi kering. Persentase substitusi yang disukai konsumen dengan skor tertinggi yaitu pada F0 yang merupakan substitusi 0%. Kesukaan konsumen terhadap mi 100% tepung terigu tidak dapat tergantikan, tetapi dari rerata hasil statistik, konsumen masih dapat menerima substitusi sampai 5% dengan formulasi 95% tepung terigu dan 5% tepung suweg.


(6)

commit to user

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi konsentrasi tepung suweg yang digunakan pada pembuatan mi kering maka kadar abu, karbohidrat dan serat kasar mi kering semakin tinggi tetapi kadar air, protein dan lemak, mi kering semakin turun.

2. Penambahan tepung suweg akan mempengaruhi warna, aroma dan rasa mi, semakin besar substitusi maka warna mi semakin gelap.mi semakin beraroma dan terasa khas dari umbi suweg. sedangkan untuk Tensile strength mi, semakin besar substitusi tepung suweg maka mi mudah putus.

3. Berdasarkan hasil analisis kimia, fisik dan sensori mi yang dapat diterima oleh konsumen adalah mi yang dibuat dengan subtitusi tepung terigu 95% :tepung suweg 5%, mi tersebut mempunyai kadar air (9,60%), abu (1,73%), protein (10,63%), lemak (1,19%), karbohidrat (76,85%) dan serat kasar (2,23%).

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan yaitu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan variasi yang berbeda dari tepung suweg yang disubtusikan dengan bahan lain dan diharapkan dapat menggantikan tepung terigu dalam pembuatan mi kering.