Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Peserta Pelatihan Pada Balai Besar Latihan Kerja Industri ( BBLKI ) Medan

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Banyak pakar manajemen berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat
pelatihan, dan dari berbagai pendapat tersebut pada prinsipnya mengandung
makna yang tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000) mengartikan
pelatihan sebagai: proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan
prosedur yang sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan
mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang sifatnya praktis untuk tujuan
tertentu . Sedangkan menurut (Good, 1973) pelatihan adalah suatu proses
membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan dalam bidang
tertentu (Marzuki, 1992 ). Sedangkan Michael J. Jucius dalam Moekijat (1991)
menjelaskan

istilah

mengembangkan

latihan


bakat,

untuk

menunjukkan

keterampilan

dan

setiap

kemampuan

proses

untuk

pegawai


guna

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Pada kajian penelitian berikut, isu-isu yang dianggap penting salah
satunya adalah makna dari pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih
khusus

dibandingkan

dengan

pendidikan,

dan

berhubungan

dengan

pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang dan pelatihan itu sendiri bersifat praktis

dan dinamis dalam artian selalu diberikan kepada karyawan atau orang yang
membutuhkan untuk menguasai skills tertentu dan pada jenjang keahlian tertentu,
7

Universitas Sumatera Utara

sehingga yang dimaksud dengan praktis adalah, bahwa orang yang sudah dilatih
dapat mengaplikasikan ketrampilannya dengan segera sehingga harus bersifat
praktis, (Tjiptono, dkk, 1996)..
Definisi pelatihan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 pasal 1 ayat 21 adalah
keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin, sikap dan etos kerja
pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kaulifikasi jabatan atau pekerjaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa inti dari pelatihan adalah
untuk meningkatkan kompetensi kerja dan menurut Peraturan Menteri tersebut
diatas, kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup
aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.

Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses
memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus
atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan
pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja
dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa
sekarang.

8

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Tujuan Pelatihan
Menurut Moekijat (1991:55) tujuan umum dari pada pelatihan adalah:
1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan
2. Untuk

lebih efektif.

mengembangkan


pengetahuan

sehingga

pekerjaan

dapat

diselesaikan secara rasional.
3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerja sama dengan
teman-teman

pegawai

dan

pimpinan.

Sedangkan dalam rangka pengembangan perusahaan pada umumnya para

ahli manajemen sepakat bahwa paling tidak terdapat tiga bidang kemampuan
yang diperlukan untuk melaksanakan proses manajemen, menurut Hersey dan
Blanchart (1992) yaitu: :
A. Kemampuan

teknis

(technical

skill),

kemampuan

menggunakan

pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas tertentu yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan
dan training.
B. Kemampuan sosial (human atau social skill), kemampuan dalam bekerja
dengan melalui orang lain, yang mencakup pemahaman tentang motivasi

dan penerapan kepemimpinan yang efektif.
C. Kemampuan konseptual (conceptual skill) yaitu: kemampuan untuk
memahami kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang gerak unit
kerja masing-masing ke dalam bidang operasi secara menyeluruh.
9

Universitas Sumatera Utara

Kemampuan ini memungkinkan seseorang bertindak selaras dengan tujuan
organisasi secara menyeluruh dari pada hanya atas dasar tujuan kebutuhan
keluarga sendiri.
Tujuan-tujuan tersebut diatas tidak dapat dilaksanakan atau dicapai,
kecuali pimpinan (decision maker)

menyadari akan pentingnya latihan yang

sistematis dan karyawan-karyawan sendiri percaya bahwa mereka akan
memperoleh keuntungan dari keahlian yang semakin tinggi serta

tujuan


pengembangan pegawai jelas bermanfaat atau berfungsi baik bagi organisasi
maupun karyawan sendiri.

2.1.2 Manfaat Pelatihan
Manullang (1990:47) memberikan batasan tentang manfaat nyata yang
dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oleh
organisasi/perusahaan terhadap karyawannya, yaitu sebagai berikut:
a) Meningkatkan rasa puas karyawan.
b) Pengurangan pemborosan.
c) Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan.
d) Memperbaiki metode dan sistem kerja.
e) Menaikkan tingkat penghasilan.
f) Mengurangi biaya-biaya lembur.
g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin.
h) Mengurangi keluhan-keluhan karyawan.
10

Universitas Sumatera Utara


i) Mengurangi kecelakaan kerja.
j) Memperbaiki komunikasi.
k) Meningkatkan pengetahuan karyawan
l) Memperbaiki moral karyawan.
m) Menimbulkan kerja sama yang lebih baik.
Manfaat lain yang diperoleh dari latihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap
organisasi perusahaan menurut Soeprihanto (1997) antara lain:
a. Kenaikan produktivitas.
Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas. Tenaga kerja dengan
program latihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru,
sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu
dapat ditingkatkan.
b. Kenaikan moral kerja.
Apabila penyelenggara latihan sesuai dengan tingkat kebutuhan yang ada
dalam organisasi perusahaan, maka akan tercipta suatu kerja yang harmonis
dan semangat kerja yang meningkat.
c. Menurunnya pengawasan.
Semakin percaya pada kemampuan dirinya, maka dengan disadarinya
kemauan dan kemampuan kerja tersebut, para pengawas tidak terlalu dibebani
untuk setiap harus mengadakan pengawasan.

d. Menurunnya angka kecelakaan.
Selain menurunnya angka pengawasan, kemauan dan kemampuan tersebut
11

Universitas Sumatera Utara

lebih banyak menghindarkan para pekerja dari kesalahan dan kecelakaan.
e. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja.
Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara
karyawan yang tidak hadir atau keluar.
f. Mengembangkan pertumbuhan pribadi.
Pada dasarnya tujuan perusahaan mengadakan latihan adalah untuk memenuhi
kebutuhan organisasi perusahaan, sekaligus untuk perkembangan atau
pertumbuhan pribadi karyawan.

2.1.3 Fungsi dan Tolak Ukur Keberhasilan Pelatihan
Fungsi pelatihan sangat penting untuk dipahami, karena dengan
pemahaman tersebut

maka


tolak ukur keberhasilan pelatihan dapat

diterjemahkan dengan baik. Menurut Hamalik (2001) fungsi pelatihan adalah
memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga
bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang
lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga

kerja pada jabatan yang

lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial. Menurut Siagian
(1998), pelatihan dapat membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik,
meningkatkan kemampuan di bidang kerjanya sehingga dapat mengurangi stres
dan menambah rasa percaya diri. Adanya tambahan informasi tentang program
yang diperoleh dari pelatihan dapat dimanfaatkan sebagai proses penumbuhan
12

Universitas Sumatera Utara

intelektualitas sehingga kecemasan menghadapi perubahan di masa-masa
mendatang dapat dikurangi.

Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen
menurut As ad (1987: 73) :



Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus mempunyai
sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-perilaku yang
dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui efektivitas dari pelatihan
itu sendiri.



Pelatih (Trainer): pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan pelatihan
dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh pengetahuan
ketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan.



Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan
sasaran pelatihan yang telah ditetapkan.



Metode latihan (termasuk alat bantu): Setelah bahan dari latihan
ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan
yang tepat.



Peserta (Trainee): Peserta merupakan komponen yang cukup penting,
sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada
pesertanya.

13

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan
Menurut Hariandja (2002 : 168), ada beberapa alasan penting untuk
mengadakan pelatihan, yaitu:
a. Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar
bagaimana melakukan pekerjaan.
b. Perubahan

perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan

perubahan disinimeliputi perubahan

perubahan dalam teknologi proses

seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru.
Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja
yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, sikap yang berbeda yang
memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka
terhadap pekerjaan.
c. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat
ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan aset
berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang
menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab
sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang
berkesinambungan.
d. Menyesuaikan dengan peraturan

peraturan yang ada, misalnya standar

pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan
pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan
kesehatan kerja.
14

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Pengembangan Program Pelatihan
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat
dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang
sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian
kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah
lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca
pelatihan.
Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah
pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan
dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh Werther
(1989 : 287) yang pada prinsipnya meliputi :
(l) need assessment;
(2) training and development objective;
(3) program content;
(4) learning principles;
(5) actual program-,
(6) skill knowledge ability of works
(7) evaluation.
Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997) yang
menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu:
1) Tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan;
2) Mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan;
15

Universitas Sumatera Utara

3) Menyusun kriteria;
4) Pre tes terhadap pemagang;
5) Memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar;
6) Melaksanakan pelatihan;
7) Memantau pelatihan.
8) Membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang
digunakan.
Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan langkah yang
paling penting dalam pengembangan program pelatihan. Langkah penilaian
kebutuhan ini merupakan landasan yang sangat menentukan pada langkahlangkah berikutnya. Kekurangakuratan atau kesalahan dalam penilaian kebutuhan
dapat berakibat fatal pada pelaksanaan pelatihan. Dalam penilaian kebutuhan
dapat digunakan tiga tingkat analisis yaitu analisis pada tingkat organisasi, analitis
pada tingkat program atau operasi dan analisis pada tingkat individu. Sedangkan
teknik penilaian kebutuhan dapat digunakan analisis kinerja, analisis kemampuan,
analisis tugas maupun survey kebutuhan (need survey).
Perumusan tujuan pelatihan dan pengembangan (training and development
objective) hendaknya berdasarkan kebutuhan pelatihan yang telah ditentukan.
perumusan tujuan dalam bentuk uraian tingkah laku yang diharapkan dan pada
kondisi tertentu. Pernyataan tujuan ini akan menjadi standar kinerja yang harus
diwujudkan serta merupakan alat untuk mengukur tingkat keberhasilan program
pelatihan.
16

Universitas Sumatera Utara

Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil
penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi
program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang
merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat
menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada
pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.
Prinsip-prinsip belajar (learning principles) yang efektif adalah yang memiliki
kesesuaian antara metode dengan gaya belajar peserta pelatihan dan tipe-tipe
pekerjaan, yang membutuhkan. Pada dasarnya prinsip belajar yang layak
dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar lima hal yaitu partisipasi, reputasi,
relevansi, pengalihan, dan umpan balik Siagian (1994 :190). Dengan prinsip
partisipasi pada umumnya proses belajar berlangsung dengan lebih cepat dan
pengetahuan yang diperoleh diingat lebih lama. Prinsip reputasi (pengulangan)
akan membantu peserta pelatihan untuk mengingat dan memanfaatkan
pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki. Prinsip relevansi, yakni kegiatan
pembelajaran akan lebih efektif apabila bahan yang dipelajari mempunyai
relevansi dan makna konkrit dengan kebutuhan peserta pelatihan. Prinsip
pengalihan dimaksudkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam
kegiatan belajar mengajar dengan mudah dapat dialihkan pada situasi nyata (dapat
dipraktekkan pada pekerjaan). Dan prinsip umpan balik akan membangkitkan
motivasi peserta pelatihan karena mereka tahu kemajuan dan perkembangan
belajarnya.
17

Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat
situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan
organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat
berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode
dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.
Keahlian, pengetahuan, dan kemampuan pekerja (skill knowledge ability
of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari
suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil
pelatihan sesuai dengan tugas peserta pelatihan dan bermanfaat pada tugas
pekerjaannya.
Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah
evaluasi (evaluation) pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil
apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman
belajar pada bidang pekerjaan. Siagian (1994:202)

menegaskan proses

transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit
dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan
perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja . Selanjutnya untuk
mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk
mengukur keberhasilan tidaknya yang dinilai tidak hanya segi-segi teknis saja.
Akan tetapi juga segi keperilakuan Siagian (1994). Evaluasi diperlukan kriteria
evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.

18

Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Mekanisme Pelatihan
Mekanisme pelatihan di sini diartikan cara atau metode yang digunakan
dalam suatu kegiatan pelatihan. Jadi mekanisme pelatihan analog dan lebih dekat
dengan pendekatan atau metode dan teknik pelatihan. Dalam penyelenggaraan
pelatihan, tidak ada satupun metode dan teknik pelatihan yang paling baik.
Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.
Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh
banyak hal. Seperti dikemukakan Werther (1989 : 290) sebagai berikut : there is
no simple technique is always best; the best method depends on : cost
effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of
the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and
capabilities. Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode
yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang diinginkan,
prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preference peserta
serta kemampuan dan preference pelatih. Kemudian Siagian (1994:192)
menegaskan tepat tidaknya teknik pelatihan yang digunakan sangat tergantung
dari berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan seperti kehematan dalam
pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan
kemampuan peserta, preferensi kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar
yang hendak diterapkan. Walaupun demikian, pengelola pelatihan hendaknya
mengenal dan memahami semua metode dan teknik pelatihan, sehingga dapat
memilih dan menentukan metode dan teknik mana yang paling tepat digunakan
19

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada.
Werther (1989), mengidentifikasi ada dua pendekatan atau metode pokok
dalam pelatihan yaitu on the job training dan off the job training. Keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan serta penggunaannya harus disesuaikan
dengan kebutuhan.

2.1.7 Teknik-Teknik Pelatihan
Program latihan menurut Handoko (1995:110) dirancang untuk
meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta
memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program latihan
manajemen:
A. Metode Praktis
Teknik-teknik on the job trainning merupakan metode latihan yang
paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang baru
dengan supervisi langsung, seorang

pelatih

yang berpengalaman.

Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah
sebagai berikut:
1. Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada
karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda
dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.
2. Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberikan
petunjuk-

petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada
20

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan
tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.
3. Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar dari
seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman. Pendekatan
itu dapat dikombinasikan dengan latihan off job trainning . Hampir
semua karyawan pengrajin (care off), seperti tukang kayu dan ahli pipa
atau tukang ledeng, dilatih dengan program-program magang formal,
aksestensi dan internship adalah bentuk lain program magang.
4. Pengarahan

merupakan

latihan

dengan

penyelia

atau

atasan

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam
pelaksanaan kerja rutin mereka.
5. Penugasan

sementara

merupakan

latihan

dengan

memberikan

penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota
panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Dengan metode
ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek
organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan
sebenarnya.

B. Metode Simulasi
Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah
sebagai berikut:

21

Universitas Sumatera Utara

1. Metode Studi Kasus.
Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata
disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus.
Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk
mengidentifikasikan

masalah-masalah,

menganalisa

situasi

dan

merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode
kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan
keputusan.

2. Permainan Rotasi Jabatan.
Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para
karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang
berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan
dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain
yang berbeda perannya. Dalam hal ini tidak ada masalah yang
mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat
bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan
(sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya.
Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal
menjadi

lebih

toleran

terhadap

perbedaan

individual,

dan

mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal
skill).
22

Universitas Sumatera Utara

3. Permainan Bisnis.
Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan
keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis
nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan
bantuan computer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang
diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang
diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau
industri secara terperinci. Para peserta memainkan game dengan
memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar
anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya.
Tujuannya adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam
pengambilan

keputusan

dan

cara

mengelola

operasi-operasi

perusahaan.

4. Ruang Pelatihan
Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal,
organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan
dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus.
Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan
sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

23

Universitas Sumatera Utara

5. Latihan Laboratorium
Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama
digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar
pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah
latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka)
terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna
untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab
pekerjaan diwaktu yang akan datang.

6. Program-program pengembangan eksekutif
Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau
lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan
para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang
ditawarkan atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk
menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan
atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.

2.1.8

Efektivitas Pelatihan
Belum adanya definisi yang pasti tentang efektivitas disebabkan karena

setiap orang memberi arti yang berbeda-beda. Rumusan yang berbeda-beda
tersebut disebabkan karena arti dari efektivitas tergantung dari sudut mana para
24

Universitas Sumatera Utara

ahli memandangny, namun para ahli yang berbeda-beda tersebut memiliki suatu
kesamaan, yang merumuskan bahwa efektivitas mengandung arti sebagai
kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.
Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:28),
sebagai berikut:
(1) Efektivitas dari perspektif individu;
(2) Efektivitas dari perspektif kelompok; dan
(3) Efektivitas dari perspektif organisasi.
Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang
merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas perspektif
individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif
organisasi.
Katzel, dalam Steers (1980:44-45) menyatakan bahwa efektivitas selalu
diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya.

Dilihat dari

definisi di atas menunjukkan bahwa produktivitas merupakan bagian dari
efektivitas. Adapun konsep pendidikan yang memiliki produktivitas yaitu
pendidikan yang efektif dan efisien. Selanjutnya efektivitas dapat dilihat pada: (1)
input dan output yang merata, (2) Menghasilkan output yang bermutu tinggi, (3)
Skill yang dikuasai sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang
membangun, dan (4) pendapatan pekerja ( orang yang memiliki skill ) memadai.
Dari beberapa pengertian di atas efektivitas mengandung arti berorientasi
kepada hasil (tujuan) dan juga berorientasi kepada proses (kemampuan organisasi
25

Universitas Sumatera Utara

untuk beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Kemudian penerapannya
kepada suatu pelatihan yang efektif

adalah kemampuan organisasi dalam

melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara sistematis
dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang
efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut
dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan
hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya,
keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri.
Keefektifan pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya
manusia (SDM) yang dihasilkannya. Sehingga efektif tidaknya pelatihan dilihat
dari dampak pelatihan bagi organisasi Untuk mencapai tujuannya. Hal ini selaras
dengan Simamora (1987: 320) yang mengukur efektivitas Diklat dapat dilihat
dari :
1) Reaksi-reaksi bagaimana perasaan partisipan terhadap program
2) Belajar- pengetahuan, keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai
hasil dari pelatihan
3) Perilaku perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat
dari pekerjaan

26

Universitas Sumatera Utara

4) Hasil-hasil

dampak pelatihan pada keseluruhan yaitu

efektivitas

organisasi atau pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional

2.2 Pengertian Peningkatan
Menurut Adi DK, (2001), dalam kamus bahasanya istilah peningkatan
berasal dari kata dasar tingkat yang berarti lapis dari sesuatu yang bersusun dan
peningkatan berarti kemajuan.
Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari keadaan atau
sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan hasil dari sebuah
peningkatan dapat berupa kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah jumlah hasil
dari sebuah proses atau dengan tujuan peningkatan. Sedangkan kualitas
menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki
tujuan berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan juga ditandai dengan
tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses
telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas
pencapaian yang telah diharapkan.
Seperti telah disebutkan di awal, peningkatan dapat berarti pula
menaikkan derajat sesuatu atau seseorang, serta dapat pula berarti mempertinggi
dan memperhebat. Peningkatan yang memiliki arti menaikkan derajat adalah
dalam penggunaannya dalam kalimat peningkatan jabatan dari staff menjadi

27

Universitas Sumatera Utara

kepala bagian . Untuk peningkatan yang berarti mempertinggi, contoh
penggunaan kalimatnya adalah seperti Peningkatan standar kepuasan pelanggan
sangat menguntungkan produsen . Sedangkan untuk peningkatan yang berarti
memperhebat, contoh kalimatnya adalah

Perusahaan itu sedang gencar-

gencarnya melakukan peningkatan teknologi agar keuntungan yang didapat lebih
banyak .

2.3 Pengertian Mutu
Dalam kamus bahasa, istilah mutu mempunyai persamaan pengertian yaitu
baik buruk sesuatu kwalitas yang berarti adanya ketidaksamaan dengan yang
lainnya.
Pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi
deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan
instrinsik dan ekstrinsik.

Berdasarkan

kriteria

intrinsik, mutu pendidikan

merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal.
Mutu dalam konsep absolut yaitu suatu idealisme yang tidak dapat di
kompromikan. Sedangkan dalam konsep relative, mutu adalah sesuatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Pada dasarnya, mutu itu adalah persepsi pelanggan yang di lihatnya,
sehingga pengertian mutu itu tidak sama bagi semua orang. Apa yang dinilai
28

Universitas Sumatera Utara

bagus, baik dan indah bagi satu orang belum tentu sama bagi orang lain.
Sementara Sagala (2010) menjelaskan mutu adalah gambaran dan karakteristik
menyeluruh jasa pelayanan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan
kemampuannya memuaskan kebutuhan yang di harapkan atau yang tersirat.
Mutu dari sudut pandang produsen adalah sebagai derajat pencapaian
spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pemakainya
sendiri adalah diukur dari kinerja produk, suatu kemampuan dari produk untuk
memuaskan kebutuhannya Kurniady (2008)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mutu adalah baik buruk suatu
benda; kadar; taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya
(Depdiknas, 2001:768). Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002:7).
Dalam pengertian mutu mengandung makna derajat (tingkat keunggulan
suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang
tangible atau intangible. Mutu yang tangible artinya dapat diamati dan dilihat
dalam bentuk kualitas suatu benda atau dalam bentuk kegiatan dan perilaku.
Misalnya televisi yang bermutu karena mempunyai daya tahan (tidak cepat
rusak), warna gambarnya jelas, suara terdengar bagus, dan suku cadangnya
mudah didapat, perilaku yang menarik, dan sebagainya. Sedangkan mutu yang
intagible adalah suatu kualitas yang tidak dapat secara langsung dilihat atau
29

Universitas Sumatera Utara

diamati, tetapi dapat dirasakan dan dialami, misalnya suasana disiplin, keakraban,
kebersihan dan sebagainya (Suryosubroto, 2004:210).
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam
memuasakan kebutuhan yang diharapakan atau yang tersirat. (Depdiknas, 2001).
Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan
Minimal

(SPM),

sekolah

harus

memiliki

persyaratan

minimal

untuk

menyelenggarakan pendidikan dengan serba lengkap dan cukup seperti, luas
lahan, perabot lengkap, peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, sarana
olahraga, dan buku rasio 1:2. Kehadiran Kepmendiknas itu dirasakan sangat tepat
karena dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan dapat
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana di bawah persyaratan minimal
sehingga kualitas pendidikan dapat terjaga.
Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1) berbunyi, setiap
satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

30

Universitas Sumatera Utara