Penentuan Standar Mutu Minyak Nilam Di UPTD. Balai Pengujian Dan Sertifikasi Mutu Barang Medan

(1)

PENENTUAN STANDAR MUTU MINYAK NILAM

DI UPTD. BALAI PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI

MUTU BARANG

MEDAN

TUGAS AKHIR

Oleh :

PARHAN 062410046

PROGRAM DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENENTUAN STANDAR MUTU MINYAK NILAM

DI UPTD. BALAI PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI

MUTU BARANG

MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

PARHAN 062410046

Medan, Mei 2009

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Prof.Dr.Jansen Silalahi,M.App.Sc,Apt NIP 130 804 138

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP. 131 283 716


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini, ternyata tidaklah semuda yang dibayangkan sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari berbagai pihak merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikannya tugas akhir ini. Khususnya dorongan dari kedua orang tua penulis baik moril maupun materil serta do’a. Mereka adalah Ayahanda Idris dan ibunda Intan Amina yang merupakan Inspirator dan pemacu semangat penulis agar tidak pernah berhenti untuk menempuh cita-cita yang diharapkan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Sumadio Hadisahputra,Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc,Apt selaku Dosen Pembimbing yang juga selaku Koordinator Program Diploma-III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Telah meluangkan waktu untuk memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.


(4)

4. Ibu Ir. Novira Dwi SA, beserta Koordinator dan staf Laboratorium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPTD.BPSMB) Medan.

5. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka. Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dikuasai, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih sangat jauh dari sempurna sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun, oleh karena itu penulis sangat membuka luas bagi yang ingin menyumbangkan masukan dan kritik demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Medan, Mei 2009 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Dan Manfaat ... 3

1.2.1. Tujuan ... 3

1.2.2. Manfaat... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Tanaman Nilam ... 4

2.2. Jenis Tanaman Nilam ... 4

2.2.1. Nilam Aceh ... 4

2.2.2. Nilam Jawa ... 5

2.2.3. Nilam Sabun ... 5

2.3. Manfaat Dan Kegunaan Nilam ... 7

2.4. Minyak Atsiri ... 7

2.4.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman ... 9

2.4.2. Sifat Minyak Atsiri ... 10

2.4.3 Parameter Minyak Atsiri ... 11

2.4.3.1. Berat Jenis ... 11

2.4.3.2. Indeks Bias ... 12


(6)

2.4.3.4. Bilangan Asam ... 13

2.4.3.5. Kelarutan Dalam Alkohol ... 14

2.4.4. Metode Penyulingan Minyak Atsiri ... 14

2.4.4.1. Penyulingan Dengan Air... 15

2.4.4.2. Penyulingan Dengan Air Dan Uap ... 15

2.4.4.3 Penyulingan Dengan Uap ... 16

2.4.5. Kandungan Kimia Minyak Atsiri ... 16

2.4.6. Penggolongan Minyak Atsiri ... 18

2.4.6.1. Minyak Atsiri Hidrokarbon... 18

2.4.6.2. Minyak Atsiri Alkohol... 19

2.4.6.3. Minyak Atsiri Fenol ... 19

2.4.6.4. Minyak Atsiri Eter Fenol ... 20

2.4.6.5. Minyak Atsiri Oksida ... 20

2.4.6.6. Minyak Atsiri Ester ... 20

2.5. Minyak Nilam ... 21

2.5.1. Kandungan Utama Minyak Nilam ... 22

2.5.2. Parameter mutu Minyak Nilam ... 23

2.5.2.1. Bobot Jenis Minyak Nilam ... 23

2.5.2.2. Indeks Bias Minyak Nilam ... 24

2.5.2.3. Bilangan Asam Minyak Nilam ... 24

2.5.2.4. Bilangan Ester Minyak Nilam... 25

2.5.3. Manfaat Dan Kegunaan Minyak Nilam ... 26


(7)

3.1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Nilam ... 27

3.1.1. Peralatan Dan Bahan ... 27

3.1.2. Prosedur Pengujian ... 27

3.2. Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam ... 29

3.2.1. Peralatan Dan Bahan ... 29

3.2.2. Prosedur Pengujian ... 29

3.3. Penentuan Bilangan Asam Minyak Nilam ... 30

3.3.1. Peralatan Dan Bahan ... 30

3.3.2. Prosedur Pengujian ... 31

3.4. Penentuan Bilangan Ester Minyak Nilam ... 32

3.4.1. Peralatan Dan Bahan ... 32

3.4.2. Prosedur Pengujian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Nilam ... 22 Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Nilam ... 35


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak atsiri yang disebut juga minyak eteris atau minyak terbang banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengharum atau pewangi pada makanan, sabun, pasta gigi, wewangian dan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri (trubus, 1989).

Nilam (Pogostemon cablin BENTH) merupakan jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri dan sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu sebagai pengharum pakaian. Di setiap daerah, nilam mempunyai nama berbeda-beda, di Purwokerto disebut dengan “dilem wangi”, di Tapanuli Selatan disebut “singgolom”, sedangkan untuk nilam yang berbunga di Jawa sering disebut “dilem kembang” dan di Aceh disebut dengan “nilam bukit” (Pogostemon

hevneaus BENTH). Nilam Selain dapat dijual dalam bentuk daun kering, juga

dapat berupa minyak (Trubus, 1989).

Di pasar perdagangan Internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk minyak dan dikenal dengan nama patchouli oil. Diantara berbagai jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia minyak nilamlah yang jadi primadona. Setiap tahun


(10)

lebih dari 45% devisa negara yang dihasilkan oleh minyak atsiri berasal dari minyak nilam (Trubus, 1989).

Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan tanah yang dimiliki Indonesia yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman nilam (Mangun, 2008).

Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, didapat hasil berupa minyak nilam (patcouli oil), minyak sereh wangi (citronella), minyak akar wangi (vetyver), minyak kenanga (cananga), minyak kayu putih (cajeput), serta minyak melati (yasmin) (Mangun, 2008).

Khusus minyak nilam, 70% pangsa pasar dunia dikuasai oleh minyak nilam Indonesia (diperkirakan sekitar rata-rata minimal 1000 ton pertahun). Tanaman nilam (Pogostemon cablin) dengan hasil minyak nilam (Patchouli Oil) merupakan penghasil devisa terbesar dari ekspor minyak atsiri. Produksi minyak nilam pertahunnya mencapai rata-rata di atas USD 20 juta (dolar Amerika) (Mangun, 2008).

Untuk produk minyak nilam, Indonesia memegang peranan yang cukup besar. Sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari Indonesia (BPEN, 1983). Untuk mengetahui kualitas dan standar minyak nilam yang dapat diterima


(11)

oleh para eksportir dan disyaratkan oleh pihak importir, yaitu dengan melakukan pengujian laboratorium (Mangun, 2008).

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan

Untuk mengetahui mutu minyak nilam menurut SNI 06-2385-1998 di Laboratorium Minyak Atsiri UPTD. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan.

1.2.2. Manfaat

Setelah mengetahui bobot jenis, indeks bias, kadar asam, serta bilangan ester pada sampel minyak nilam, maka kita dapat mengetahui kualitas minyak nilam tersebut.


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Nilam

Spesies : Pogostemon cablin Benth

Famili : Labiatae

Hasil : minyak nilam atau minyak “ patchouli” Rendemen : 3,5 %

Sumber : daun

Komponen Penyusun : senyawa-senyawa kelompok seskuiterpen Kegunaan : bahan pewangi tekstil, karpet, korigen odoris (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2. Jenis-Jenis Tanaman Nilam

Pada dasarnya terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu, dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis nilam menurut literatur yang ada sebagai berikut (Mangun, 2008).

2.2.1. Nilam Aceh

Nilam aceh (Pogostemon Cablin Benth atau Pogostemon Patchouli) merupakan tanaman standar ekpor yang direkomendasikan karena memiliki aroma


(13)

khas dan rendemen minyak daun keringnya tinggi, yaitu 2,5-5% dibandingkan jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir di seluruh wilayah Aceh. Sebenarnya jenis tanaman nilam ini berasal dari Filipina, yang kemudian ditanam dan dikembangkan juga di wilayah Malaysia, Madagaskar, Brazil, serta Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia mengembangkan nilam aceh secara khusus (Mangun, 2008).

2.2.2. Nilam Jawa

Nilam jawa (Pogostemon heyneatus Benth) disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di Pulau Jawa. Jenis tanaman ini hanya memiliki minyak sekitar 0,5-1,5%. Jenis daun dan rantingnya tidak memiliki bulu-bulu halus dan ujung daunnya agak meruncing (Mangun, 2008).

2.2.3. Nilam Sabun

Zaman dahulu, tanaman nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer) sering digunakan untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5-1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak baik sehingga minyak dari jenis nilam ini tidak memperoleh pasaran dalam bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma yang dimiliki keduanya berbeda dengan nilam aceh dan komposisi kandungan


(14)

minyaknya tidak baik. Keunggulan minyak nilam Indonesia sudah dikenal sekaligus sudah diakui oleh berbagai negara yang menjadi konsumen (importir) minyak tersebut. Baunya lebih harum dan tahan lama bila dibandingkan nilam produksi negri lain. Hal ini menyebabkan nilam Indonesia disegani dipasaran internasional (Mangun, 2008).

Andil Indonesia dalam perdagangan minyak nilam dunia mampu mencapai lebih dari 70%, selebihnya dipasok negara produsen lain terutama Cina, Malaysia, dan Brazil. Karena andil yang sangat besar itu, tidak heran kalau Indonesia pun memperoleh julukan terhormat dalam kaitannya dengan komoditas minyak nilam, yakni produsen minyak nilam terbesar di dunia. Meskipun demikian prestasi tersebut hendaknya tetap dipertahankan di kemudian hari. Artinya, kalau komoditas ini pada waktu mendatang tidak mendapat penanganan yang lebih seksama, tidak menutup kemungkinan kalau negara produsen yang lain akan dapat menggantikan posisi Indonesia. Hal ini tentu saja sangat merugikan, mengingat devisa yang berhasil diraih dari hasil ekspor minyak nilam selama ini telah cukup berperan nyata dalam ekspor nonmigas (Mangun, 2008).

Kendatipun mampu tampil pada peringkat paling atas sebagai Negara produsen sekaligus juga eksportir minyak nilam dunia, tetapi sampai saat ini volume ekspor minyak nilam Indonesia masih menunjukkkan angka yang senantiasa berfluktuasi. Salah satu penyebabnya yaitu tingkat produksi minyak nilam belum mantap (Mangun, 2008).


(15)

2.3. Manfaat Dan Kegunaan Nilam

Tanaman nilam (Pogostemin Patchouli) disebut juga sebagai Pogostemon

Cablin Benth merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang segi

empat. Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan minyak nilam (patchouli oil) yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi utama minyak nilam sebagai bahan baku (fiksatif) dari komponen kandungan utamanya yaitu patchouli alkohol (C15H26) dan sebagai bahan pengendali penerbang (eteris) untuk wewangian (parfum) agar aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran produk kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, sampoo, lotion, dan

deodorant), kebutuhan industri makanan (di antaranya untuk essence atau

penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan anti radang, antifungi, anti serangga, afrodisiak, anti inflamasi, antidepresi, antiflogistik, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawetan barang, serta berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).

2.4. Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat


(16)

juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara sintesis (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung Oksigen yang disebut dengan Terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa terpen mempunyai rangka Karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klasifikasi dari terpen di dasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang masing-masing terdiri dari 2, 3, 4, 6, 8 dan n satuan isopren. Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen alifatis) dan rantai melingkar (terpen siklis) (Finer, 1959).

Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan tanah yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman nilam (patchouli), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta melati (yasmin) (Mangun, 2008).


(17)

Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri tersebut, didapat hasil berupa minyak nilam (patcauli oil), minyak sereh wangi (citronella), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta minyak melati (yasmin) (Mangun, 2008).

2.4.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak seperti vittae (famili Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkadang dalam semua jaringan (pada famili Conaferae). Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae banyak terdapat pada perikarp buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan helai daun (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peran paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya, minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan


(18)

silang dari bunga. Berdasarkan atas usul-usul biosintetik, konstituen kimia dari minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:

• Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat.

• Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.4.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri

Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut : • Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

• Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun.

• Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

• Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel.

• Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.


(19)

• Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

• Indeks bias umumnya tinggi.

• Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

• Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.

• Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.4.3. Parameter Minyak Atsiri

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak atsiri meliputi:

2.4.3.1. Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai


(20)

densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.2. Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak nilam tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.3. Putaran optik

Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika


(21)

ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004) .

2.4.3.4. Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak.


(22)

Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.5. Kelarutan Dalam Alkohol

Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.4. Metode Penyulingan Minyak Atsiri

Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode penyulingan, yaitu :


(23)

2.4.4.1. Penyulingan Dengan Air

Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan (misalnya bubuk buah badam, bunga mawar, dan orange blossoms) harus disuling dengan metode ini, karena bahan harus tercelup dan bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan (Guenther, 1987).

2.4.4.2. Penyulingan Dengan Air Dan Uap

Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah:

1. uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas.

2. bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Guenther, 1987).


(24)

2.4.4.3. Penyulingan Dengan Uap

Metode ketiga disebut penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987).

Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga proses penyulingan. Tetapi bagaimanapun juga dalam prakteknya hasilnya akan berbeda bahkan kadang-kadang perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada metode yang dipakai dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan (Guenther, 1987).

2.4.5. Kandungan Kimia Minyak Atsiri

Tidak satupun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi merupakan campuran komponen yang terdiri dari tipe-tipe berbeda. Berdasarkan cara isolasinya, komponen penyusun minyak atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :

1) Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena. 2) Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi

bertingkat.

3) Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat.


(25)

4) Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi.

5) Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Dengan pesatnya kemajuan instrumentasi analitik, telah dapat dilakukan identifikasi yang tepat atas penyusun minyak atsiri, termasuk konstituen runutanya. Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpen, yaitu suatu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi ke dalam satuan-satuan isopren. Satuan-satuan isopren (C5H8) ini terbentuk asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat dan merupakan rantai bercabang lima satuan atom karbon yang mengandung dua ikatan rangkap (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Selama proses biosintesis, satuan isopren saling bergabung membentuk rantai yang lebih panjang dengan kepala ke ekor. Jumlah persatuan yang bergandengan dalam satuan terpen dapat dijadikan pedoman untuk klasifikasi senyawa-senyawa ini. Senyawa yang terdiri dari 2 satuan isopren disebut sebagai mono (rumus molekul C10H16), senyawa yang mengandung 3 satuan isopren disebut seskuiterpen (C15H24), yang mengandung 4 satuan isopren disebut triterpena (C30H48), dan seterusnya (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Terpen yang paling sering terdapat sebagai komponen penyusun minyak atsiri adalah monoterpen. Monoterpen banyak ditemui dalam bentuk asiklis, monosiklis, serta bisiklis sebagai hidrokarbon dan keturunan yang teroksidasi seperti alkohol, aldehid, keton, fenol, oksidasi, dan ester. Terpen lain di bawah


(26)

monoterpen yang berperan penting sebagai penyusun minyak atsiri adalah seskuiterpen dan diterpen (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak atsiri adalah senyawa golongan fenil propan. Senyawa ini mengandung cincin fenil C6 dengan rantai samping berupa propana C3 (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.4.6. Penggolongan Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Demikian pula peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:

2.4.6.1. Minyak Atsiri Hidrokarbon

Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunnya sebagian besar terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang meliputi minyak terpentin. Minyak ini diperoleh dari tanaman-tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae). Komponen terpentin sebagian besar berupa asam-asam resin (hingga 90%), ester-ester dari asam-asam lemak, dan senyawa inert yang netral disebut resena. Terpentin larut dalam alkohol, eter, kloroform, dan asam asetat glasial dan bersifat optis aktif. Kegunaannya dalam farmasi adalah sebagai obat luar, melebarkan pembuluh darah kapier, dan merangsang keluarnya keringat dan terpentin jarang digunakan sebagai obat dalam (Gunawan dan Mulyani, 2004).


(27)

2.4.6.2. Minyak Atsiri Alkohol

Minyak pipermin merupakan minyak atsiri alkohol yang penting diantara minyak atsiri alkohol yang lain. Minyak ini dihasilkan oleh daun tanaman Mentha

piperita Linn. (nama daerah: poko, famili Labiatae). Daun poko segar

mengandung minyak atsiri sekitar 1%, juga mengandung resin dan tanin. Sementara daun yang telah dikeringkan mengandung 2% minyak permen. Sebagai penyusun utamanya adalah mentol. Pada bidang farmasi digunakan sebagai anti gatal, bahan pewangi dan pelega hidung tersumbat. Sementara pada industri digunakan sebagai pewangi pasta gigi (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.4.6.3. Minyak Atsiri Fenol

Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Minyak ini diperoleh dari tanaman Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae). Bagian yang dimanfaatkan bunga dan daun. Namun demikian bunga lebih utama dimanfaatkan karena mengandung minyak atsiri sampai 20%. Minyak cengkeh, terutama tersusun oleh euge nol, yaitu sampai 95% dari jumlah minyak atsiri keseluruhan. Selain eugenol, juga mengandung aseto-eugenol, beberapa senyawa dari kelompok sesquiterpen, serta bahan-bahan yang tidak mudah menguap seperti tanin, lilin, dan bahan serupa damar. Kegunaan minyak cengkeh antara lain obat mulas, menghilangkan rasa mual dan muntah (Gunawan dan Mulyani, 2004).


(28)

2.4.6.4. Minyak Atsiri Eter Fenol

Minyak adas merupakan minyak atsiri eter fenol. Minyak adas berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau dari Foeniculum vulgare (famili Apiaceae atau Umbelliferae). Minyak yang dihasilkan, terutama tersusun oleh komponen-komponen terpenoid seperti anetol, sineol, pinena dan felandrena. Minyak adas digunakan dalam pelengkap sediaan obat batuk, sebagai korigen odoris untuk menutup bau tidak enak pada sediaan farmasi dan bahan farfum (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.4.6.5. Minyak Atsiri Oksida

Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi daun Melaleuca leucadendon L (famili Myrtaceae). Komponen penyusun minyak atsiri kayu putih paling utama adalah sineol 85% (Gunawan dan Mulyani, 2004 ).

2.4.6.6. Minyak Atsiri Ester

Minyak gondopuro merupakan minyak atsiri ester. Minyak atsiri ini diperoleh dari isolasi daun dan batang Gaultheria procumbens L (famili Erycaceae). Komponen penyusun minyak ini adalah metil salisilat yang merupakan bentuk ester. Minyak ini digunakan sebagai korigen odoris, bahan parfum, dalam industri permen, dan minuman sebagai tidak beralkohol (Gunawan dan Mulyani, 2004).


(29)

2.5. Minyak Nilam

Minyak yang dihasilkan adalah minyak nilam (patchouli). minyak ini digunakan sebagai (fiksatif) dalam industri parfum, sabun, dan tonik rambut, minyak ini juga digunakan dalam pembuatan sabun dan kosmetik. Minyak nilam menciptakan bau yang khas dalam suatu campuran, karena bau minyak nilam yang enak dan wangi (Ketaren, 1985). Minyak nilam yang diperoleh dengan cara destilasi air dan uap dari daun nilam, dalam perdagangan disebut patchouli oil yaitu nama sejaenis tanaman yang banyak di Hindustan. Pada mulanya tanaman nilam dipakai sebagai pewangi selendang oleh orang India, karena baunya yang khas (Guenther, 1987).

Minyak Nilam adalah minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan uap daun tanaman Pogostemon cablin BETNH (Dewan Standarisasi Nasional, 1998). Standar mutu minyak nilam belum seragam untuk seluruh dunia, karena setiap negara penghasil dan pengekspor menentukan standar mutu minyak nilam sendiri, misalnya standar mutu minyak nilam dari Indonesia (SNI 06-2385-1998) Spesifikasi minyak nilam menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 1.


(30)

Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Nilam Menurut SNI 06-2385-1998,

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. 2. 3. 4. 5 .6. 7. 7.1 7.2 7.3 7.4 Warna

Bobot jenis 20°C /20°C Indeks bias

Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 20°C ± 3°C

Bilangan asam Bilangan ester Zat-zat asing Lemak Minyak kruing Alkohol tambahan Minyak pelican - - - - - - - - - -

Kuning muda sampai coklat tua

0,943-0,983 1,504-1,514

Larutan (jernih) atau opalesensi ringan dalam perbandingan volume 1:10 Maks. 5.0 Maks. 10.0 Negatif Tidak nyata Negatif Negatif

2.5.1. Kandungan Utama Minyak Nilam

Minyak nilam terdiri dari persenyawaan terpen dengan alkohol-alkohol. Aldehid dan ester-ester memberikan bau khas misalnya patchouli alkohol. Patchouli alkohol merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam dan


(31)

merupakan komponen yang terbesar. Komponen penyusun dari minyak nilam adalah benzaldehid, karyofilen, patchoulena, bulnesen dan patchouli alkohol (Ketaren, 1985).

2.5.2. Parameter Mutu Minyak Nilam

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu minyak nilam meliputi:

2.5.2.1.Bobot Jenis Minyak Nilam

Prinsip Bobot jenis minyak nilam berdasarkan perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan bobot jenis minyak nilam yaitu dengan menggunakan alat piknometer. Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dan tutupnya dikeringkan dengan arus udara kering. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20°C. sambil menghindari adanya gelembung gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit sisipkan penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya. Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, dan dicuci dengan etanol dan dietil eter. Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dan penutupnya dimasukkan kembali dalam


(32)

penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan dikeringkan piknometer tersebut. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian ditimbang dengan isinya (m2) (Dewan Standarisasi Nasional, 1995).

2.5.2.2.Indeks Bias Minyak Nilam

Prinsip indeks bias minyak nilam didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan indeks bias minyak nilam yaitu dengan menggunakan alat refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, Suhu tidak boleh berbeda lebih dari ± 2°C dari suhu referensi dan terus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Dewan Standarisasi Nasional, 1995).

2.5.2.3.Bilangan Asam Minyak Nilam

Prinsip bilangan asam minyak nilam didasarkan atas Jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menentralkan asam –asam bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak Nilam (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan bilangan asam minyak nilam sangat sederhana, yaitu dengan cara minyak nilam ditimbang 4 ± 0,05 gram, dilarutkan dalam 4ml etanol netral pada


(33)

labu saponifikasi. ditambah 5 tetes larutan Fenolftaein sebagai indikator. Larutan tersebut dititrasi dengan KOH 0,4 N sampai warna merah muda (Dewan Standarisasi Nasional, 1995).

2.5.2.4. Bilangan Ester Minyak Nilam

Prinsip bilangan ester minyak nilam berdasarkan penyabunan ester-ester dengan larutan alkali mentitrasi kembali kelebihan alkali tersebut (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Cara penentuan bilangan ester minyak nilam terlebih dahulu dilakukan pengujian blanko, caranya labu penyabunan diisi dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu ditambahkan 5ml etanol dan 25ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol, direfluks di atas penangas air mendidih selama 1 (satu) jam setelah larutan mendidih, diamkan larutan hingga menjadi dingin. Kondensor refluks dilepaskan dan ditambahkan 5 tetes larutan Fenolftaein dan kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N (Dewan Standarisasi Nasional, 1995).

Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang contoh 4 gram ± 0,05 gram dan dimasukan ke dalam labu. Dididihkan dengan hati-hati ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu didih atau porselen kemudian dibiarkan larutan menjadi dingin. Kondensator refluks dilepaskan, ditambahkan 5 tetes larutan PP dan larutan dinetralkan dengan HCl 0,5 N seperti pada penentuan blanko (Dewan Standarisasi Nasional, 1995).


(34)

2.5.3. Manfaat Dan Kegunaan Minyak Nilam

Fungsi utama minyak nilam sebagai bahan baku pengikat (fiksatif) dari kandungan utamanya patchouli alcohol (C15H26) dan sebagai bahan pengendali penerbang (eteris) untuk wewangian (Parfum) agar aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai salah satu bahan campuran produk kosmetik (di antaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, sampo, lotion dan deodorant), kebutuhan industri makanan (di antaranya untuk

essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan obat anti

radang, antifungi, antiserangga, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawet barang, serta berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).

Minyak nilam mempunyai banyak keunggulan. Selain bermanfaat bagi berbagai ragam kebutuhan industri, masa panen tanaman nilam relaif singkat dan pengendalian tanaman relative mudah dan potensi pasarnya sudah jelas. Pola perdagangan minyak nilam tidak terkena kuota ekspor dan sampai saat ini belum ditemukan bahan sintetis atau bahan pengganti yang dapat menyamai manfaat minyak nilam ini. Oleh sebab itu, kondisi dan potensi minyak nilam tersebut merupakan basic power (Mangun, 2008).


(35)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Penentuan Bobot Jenis Minyak Nilam

3.1.1. Peralatan Dan Bahan

• Neraca analitik

• Penangas air yang dipertahankan pada 20°C ± 0,2°C

• Piknometer berkapasitas 50 ml, 25 ml dan 10 ml, sesuai dengan volume minyak yang tersedia.

• Thermometer yang telah distandarkan • Sampel (minyak nilam)

• Air suling • Etanol • Dietil eter

3.1.2. Prosedur Pengujian

• Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dicuci berturut-turut dengan etanol dan dietil eter.

• Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan disisipkan tutupnya.

• Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m)


(36)

m m

m m d

−− =

1 2 20 20

• Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20°C. Sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara.

• Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan disisipkan penutupnya piknometer dikeringkan. • Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit,

kemudian ditimbang dengan isinya (m1).

• Piknometer tersebut dikosongkan, kemudian dicuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian dikeringkan dengan arus udara kering.

• Piknometer diisi dengan sampel minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara

• Piknometer ditutup, dan dimasukkkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan disisipkan penutupnya dan keringkan.

• Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian timbang dengan isinya (m2).

Penyajian Hasil Uji Bobot Jenis

Dimana :

m : massa dalam gram piknometer kosong

m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 20°C m2 : massa dalam gram piknometer berisi contoh 20°C


(37)

m m m m d −− = 1 2 20 20 Data :

m : 29,3184 m1 : 53,1344 m2 : 52,4258

Perhitungan : Bobot Jenis

3.2. Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam

3.2.1. Peralatan Dan Bahan

• Refraktometer • Water bath

• Cahaya natrium/ lampu • Sampel (minyak nilam) • Aseton

3.2.2. Prosedur Pengujian

• Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan

3184 , 29 1344 , 53 3184 , 29 4258 , 52 −− = 816 , 23 1074 , 23 = 9702 , 0 =


(38)

• Suhu tidak boleh berbeda lebih dari ± 2°C dari suhu referensi dan terus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C

• Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat. Minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. • Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil

Penyajian hasil uji:

Indeks bias minyak nilam = 1,510

3.3 Penentuan Bilangan Asam Minyak Nilam

3.3.1. Peralatan dan Bahan

• Neraca analitik

• Labu penyabunan kapasitas 250ml, dengan dasar bulat terbuat dari kaca tahan alkali dilengkapi dengan sebuah pipa kaca yang panjangnya paling sedikit 1m dan diameter bagian dalam paling sedikit 1 cm. Pipa ini bertindak sebagai pendingin refluks pada penentuan bilangan ester.

• Buret dengan skala terbagi dalam sepersepuluh milimeter. • Sampel (minyak nilam)

• Etanol 95% ( v/v ) pada 20°C yang dinetralkan dengan larutan KOH dengan menggunakan indikator Fenolftalein


(39)

KOH larutan baku untuk volumetri 0,1 N dalam etanol yang diperiksa dalam 24 jam sebelum melakukan penentuan bilangan asam.

3.3.2. Prosedur Pengujian

• Minyak ditimbang 4 ± 0,05 gram, kemudian dilarutkan dalam 4ml etanol netral pada labu saponifikasi.

• Ditambah 5 tetes larutan pp sebagai indikator.

• Dititrasi larutan tersebut dengan KOH 0,4 N sampai warna merah muda.

Penyajian hasil uji

Bilangan asam :

m N x V x

1 , 56

Keterangan:

56,1 : bobot setara KOH

V : volume (ml) larutan yang diperlukan N : normalitas larutan KOH

M : massa dalam gram contoh yang diuji Data :

V : 3,2 N : 0,0870 m : 4 gram


(40)

Perhitungan : Bilangan asam :

3.4. Penentuan Bilangan Ester Minyak Nilam

3.4.1. Peralatan dan Bahan

• Labu penyabunan terbuat dari gelas dengan leher kaca asah yang tahan terhadap alkali berakapasitas 250ml. Dapat dilengkapi dengan sebuah pipa kaca, panjangnya paling sedikit 1m dan diameternya sebelah dalam 1cm, yang digunakan sebagai pendingin refluks. Pasanglah tabung berisi penyerab karbon dioksida pada pendingin selama pendinginan.

• Gelas ukur kapasitas 5ml • Buret standar kapasitas 50ml • Pipet standar kapasitas 25ml • Penangas air

• Sampel (minyak nilam)

• Larutan etanol 95% (v/v) yang baru dinetralkan dengan larutan alkali dengan menggunakan larutan indikator fenolflalein

• Larutan KOH 0,5 N dalam etanol • Larutan standar volumetric HCL 0,5N

985 , 3 0093 , 4 0870 , 0 2 , 3 1 , 56 1 , 56 = = = x x m N V x


(41)

• Larutan PP dalam alkohol yang dibuat dengan melarutkan 0,2 gram PP dalam etanol sampai 100 ml.

3.4.2. Prosedur Pengujian

Pengujian blanko

• Labu penyabunan diisi dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu ditambahkan 5ml etanol dan 25ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol.

• Direfluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1(satu) jam setelah larutan mendidih, didiamkan larutan hingga menjadi dingin

• Kondensor refluks dilepaskan dan ditambahkan 5 tetes larutan PP dan kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N.

Pengujian Contoh:

• Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang 4 gram ± 0,05 gram sampel dan masukan ke dalam labu.

• Didihkan dengan hati-hati, kemudian ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu didih atau porselen kemudian larutan menjadi dibiarkan sampai dingin.

• Kondensor refluks dilepaskan tambahkan 5 tetes larutan PP dan netralkan larutan dengan HCl 0,5 N seperti pada penentuan blanko.


(42)

Penyajian hasil uji

Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus

Keterangan :

56,1 : bobot standar KOH

V1 : volume dalam mililiter HCl yang digunakan dalam penentuan blanko

V0 : volume dalam mililiter

m : massa dalam gram dari contoh yang diuji N : normalitas HCl

Data :

V1 : 38,5 V0 : 26,9 m : 4,0093 N : 0,4402

Perhitungan : N x m v v

E =56,1( 1− 0)

85 , 9 4402 , 0 0093 , 4 ) 9 , 36 5 , 38 ( 1 , 56 ) ( 1 ,

56 1 0

= − = − = E x E N x m v v E


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak nilam yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai di Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Nilam

No Parameter Hasil

1 Bobot Jenis 0,9702

2 Indeks Bias 1,510

3 Bilangan Asam 3,985

4 Bilangan Ester 9,85

Dari tabel di atas bobot jenis dari minyak nilam hasil analisa adalah 0,9702. Hasil ini memenuhi Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai 0,943-0,983 sebagai rentang nilai dari bobot jenis minyak nilam. Indeks bias dari sampel minyak nilam yang di uji adalah sebesar 1,510, dimana hasil ini memenuhi Nilai Standar Nasional Indonesia yang di tetapkan yaitu sebesar 1,504-1,514. Sedangkan pada bilangan asam didapat hasil sebesar 3,985, dan hasil ini juga memenuhi nilai yang di tetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 5,0. Dan bilangan Ester dari minyak nilam yang diuji sebesar 9,85, nilai ini mendekati kadar maksimal yang di tetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 10,0.


(44)

Berdasarkan bentuk, minyak nilam berwujud cairan kental, sedangkan warnanya kuning muda bernuansa hijau hingga merah yang menjurus ke coklat tua. Aroma spesifik nilam mirip jeruk nipis atau kamfer. Minyak nilam mengandung beberapa senyawa antara lain benzaldehid 2,34%, kariofilen 17,29%,

patchoulien 28,28%, buenesen 11,76% dan PA content 40,04% (Mangun, 2008).

Sementara criteria kandungan minyak nilam menurut SII. 0069 (1975), ISO 3757 (1987), dan yang selama ini dapat diterima oleh para eksportir dan pihak pabrikan di luar negri (pihak importer) adalah : Gaya berat pada 20oC : 0,943-0,983, Cycles optikal (-48)-(-65)o, Indeks refractif pada 20oC 1,504-1,514, kandungan asam maksimum 5, kandungan ester maksimum 10, patchouli alkohol minimum 30%, dan pengemasan yang diharuskan adalah di botol kaca berwarna agak gelap atau drum berlapis timah (Mangun, 2008).


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi mutu minyak nilam adalah memenuhi persyaratan mutu menurut Standar Nasional Indonesia. Dimana hasil yang diperoleh berada di rentang ataupun berada di bawah kadar maksimal yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia. Nilai tersebut meliputi : Bobot Jenis dengan nilai 0,9702, indeks bias dengan nilai 1,510, bilangan asam dengan nilai 3,985, dan bilangan ester sebesar 9,85.

5.2. Saran

Diharapkan kepada UPTD. BPSMB Medan untuk lebih melengkapi fasilitas peralatan pengujian guna memberikan pelayanan yang terbaik.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1989. Info Agribisnis Trubus, No. 237, Yayasan Sosial Tani Membangun, Jakarta.

Anonim. 1995. Minyak Sereh SNI 06-3953-1995, Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

BPEN. 1983. Diversivikasi Jenis Ekspor Minyak Atsiri Indonesia, Badan Pengembangan Ekspor Nasional Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Finer, I.L. 1989. Organic Chemistry, Volume II, Jhon Wiley dan Sons, Inc., New York.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan), Penerbit UI-Press, Jakarta. Gunawan, D, Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I, Penerbit

Penebar Swadaya, Jakarta.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Mangun, S. 2008. Nilam. Cetakan ke III. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


(1)

• Larutan PP dalam alkohol yang dibuat dengan melarutkan 0,2 gram PP dalam etanol sampai 100 ml.

3.4.2. Prosedur Pengujian

Pengujian blanko

• Labu penyabunan diisi dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu ditambahkan 5ml etanol dan 25ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol.

• Direfluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1(satu) jam setelah larutan mendidih, didiamkan larutan hingga menjadi dingin

• Kondensor refluks dilepaskan dan ditambahkan 5 tetes larutan PP dan kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N.

Pengujian Contoh:

• Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang 4 gram ± 0,05 gram sampel dan masukan ke dalam labu.

• Didihkan dengan hati-hati, kemudian ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu didih atau porselen kemudian larutan menjadi dibiarkan sampai dingin.

• Kondensor refluks dilepaskan tambahkan 5 tetes larutan PP dan netralkan larutan dengan HCl 0,5 N seperti pada penentuan blanko.


(2)

Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus

Keterangan :

56,1 : bobot standar KOH

V1 : volume dalam mililiter HCl yang digunakan dalam

penentuan blanko V0 : volume dalam mililiter

m : massa dalam gram dari contoh yang diuji N : normalitas HCl

Data :

V1 : 38,5

V0 : 26,9

m : 4,0093 N : 0,4402

Perhitungan : N x m v v E =56,1( 1− 0)

85 , 9 4402 , 0 0093 , 4 ) 9 , 36 5 , 38 ( 1 , 56 ) ( 1 ,

56 1 0

= − = − = E x E N x m v v E


(3)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak nilam yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai di Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Nilam

No Parameter Hasil

1 Bobot Jenis 0,9702

2 Indeks Bias 1,510

3 Bilangan Asam 3,985

4 Bilangan Ester 9,85

Dari tabel di atas bobot jenis dari minyak nilam hasil analisa adalah 0,9702. Hasil ini memenuhi Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai 0,943-0,983 sebagai rentang nilai dari bobot jenis minyak nilam. Indeks bias dari sampel minyak nilam yang di uji adalah sebesar 1,510, dimana hasil ini memenuhi Nilai Standar Nasional Indonesia yang di tetapkan yaitu sebesar 1,504-1,514. Sedangkan pada bilangan asam didapat hasil sebesar 3,985, dan hasil ini juga memenuhi nilai yang di tetapkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 5,0. Dan bilangan Ester dari minyak nilam yang diuji sebesar 9,85, nilai ini mendekati


(4)

warnanya kuning muda bernuansa hijau hingga merah yang menjurus ke coklat tua. Aroma spesifik nilam mirip jeruk nipis atau kamfer. Minyak nilam mengandung beberapa senyawa antara lain benzaldehid 2,34%, kariofilen 17,29%, patchoulien 28,28%, buenesen 11,76% dan PA content 40,04% (Mangun, 2008).

Sementara criteria kandungan minyak nilam menurut SII. 0069 (1975), ISO 3757 (1987), dan yang selama ini dapat diterima oleh para eksportir dan pihak pabrikan di luar negri (pihak importer) adalah : Gaya berat pada 20oC : 0,943-0,983, Cycles optikal (-48)-(-65)o, Indeks refractif pada 20oC 1,504-1,514, kandungan asam maksimum 5, kandungan ester maksimum 10, patchouli alkohol minimum 30%, dan pengemasan yang diharuskan adalah di botol kaca berwarna agak gelap atau drum berlapis timah (Mangun, 2008).


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi mutu minyak nilam adalah memenuhi persyaratan mutu menurut Standar Nasional Indonesia. Dimana hasil yang diperoleh berada di rentang ataupun berada di bawah kadar maksimal yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia. Nilai tersebut meliputi : Bobot Jenis dengan nilai 0,9702, indeks bias dengan nilai 1,510, bilangan asam dengan nilai 3,985, dan bilangan ester sebesar 9,85.

5.2. Saran

Diharapkan kepada UPTD. BPSMB Medan untuk lebih melengkapi fasilitas peralatan pengujian guna memberikan pelayanan yang terbaik.


(6)

Anonim. 1989. Info Agribisnis Trubus, No. 237, Yayasan Sosial Tani Membangun, Jakarta.

Anonim. 1995. Minyak Sereh SNI 06-3953-1995, Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

BPEN. 1983. Diversivikasi Jenis Ekspor Minyak Atsiri Indonesia, Badan Pengembangan Ekspor Nasional Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Finer, I.L. 1989. Organic Chemistry, Volume II, Jhon Wiley dan Sons, Inc., New York.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan), Penerbit UI-Press, Jakarta. Gunawan, D, Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I, Penerbit

Penebar Swadaya, Jakarta.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.

Mangun, S. 2008. Nilam. Cetakan ke III. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.