Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya perusahaan.

Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang berlaku dalam suatu negara. Sehingga dengan penyajian laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang berlaku maka laporan keuangan akan mengandung informasi akuntansi yang bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan terhadap informasi tersebut. Sehingga semakin baik standar akuntansi dan pelaporan keuangan maka informasi yang diperoleh pun akan semakin berkualitas.

Karakteristik kualitatif merupakan suatu ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakainya. Trueblood Committee mengemukakan karakteristik laporan keuangan dilihat dari segi kualitas berdasarkan sebagai berikut:


(2)

a. Kualitas utama: 1. Relevance

Agar laporan keuangan bermanfaat, informasi di dalamnya harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi di dalam laporan keuangan memilki kualitas relavan jika dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu.

2. Reliability

Supaya laporan keuangan bermanfaat, informasi juga harus handal (reliable). Informasi memilki kualitas yang handal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat dihandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan secara wajar diharapkan dapat di sajikan.

3. Verifiability

Suatu sarana yang dapat memberikan kesempatan kepada orang-orang tertentu yang bekerja secara terpisah antara satu dengan yang lainnya untuk mengembangkan ukuran-ukuran yang sama atas bukti, data, dan catatan yang sama.

4. Completeness

Menjelaskan kelengkapan dan kesesuaian antara data akuntansi dan kejadian yang dimaksud untuk disajikan.

b. Kualitas sekunder: 1. Comparability

Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama atau disusun dengan menggunakan metode yang sama antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya sehingga agar dapat diperbandingkan.

2. Consistency

Laporan keuangan harus disusun dengan menggunakan metode yang sama sepanjang waktu oleh suatu perusahaan.

2.1.2. Pelaporan Keuangan

Pelaporan keuangan adalah laporan keuangan yang ditambah dengan informasi-informasi lain yang berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi, seperti sumber daya perusahaan, earnings, current cost, informasi tentang prospek perusahaan


(3)

yang mencakup bagian integral dengan tujuan untuk memenuhi tingkat pengungkapan yang cukup (Yadiati, 2007).

2.1.3. Standar Akuntansi

Standar akuntansi merupakan regulasi atau aturan yang mengatur penyusunan laporan keuangan. Suatu standar dibutuhkan agar manajemen perusahaan tidak melakukan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Sehingga informasi akuntansi yang terkandung dalam laporan keuangan akan menjadi sulit dimengerti bagi pihak eksternal perusahaan yang membutuhkan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut. Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Pertama, berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan kedalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Hal yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Hal keempat adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan


(4)

Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009 dalam Siregar, 2012).

2.1.4. Prinsip Akuntansi Berlaku Umum di Indonesia (PABUI)

Di Indonesia, istilah GAAP dikenal dengan sebutan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (PABUI). Prinsip akuntansi ini berupa standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang disebut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). DSAK merupakan lembaga bentukan IAI yang berperan sebagai standard setter. Dalam hal ini DSAK bertugas untuk melakukan pengkajian dan penyusunan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang berlaku di Indonesia.

Sebenarnya sejak 1994 Indonesia telah mengadopsi sebagian besar dari International Accounting Standar (IAS). PSAK dan Interpretasi atas Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diberlakukan sejak 1994 adalah saduran dari IAS dan interpretasi Standing Interpretation Committee (SIC) yang diterbitkan sebelum1994. Namun, sejak saat itu tidak semua perubahan IAS, interpretasi SIC, dan standar-standar yang ada pada IFRS diadopsi oleh DSAK.

Sehingga IAI melalui DSAK telah mencanangkan untuk melakukan adopsi terhadap IAS dan IFRS yang akan rampung hingga 2010, dan direncanakan untuk diterapkan pada tahun 2012.


(5)

2.1.5. FRS Malaysia

FRS (Financial Reporting Standard) Malaysia merupakan standar akuntansi keuangan di Malaysia. Perusahaan yang terdaftar di Malaysia diwajibkan untuk menyajikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi yang di setujui dan ditebitkan oleh MASB (Malaysian Accounting Standard Board).

Malaysia melalui MASB telah mengumumkan pernyataan tentang rencana konvergensi IFRS pada tahun 2008. Dalam rencana tersebut Malaysia akan melakukan konvergensi penuh terhadap IFRS pada 01 Januari 2012. Hal ini sejalan dengan rencana IAI untuk memberlakukan secara efektif PSAK hasil konvergensi IFRS di Indonesia pada 01 Januari 2012.

2.1.6. IAS dan IFRS

IAS merupakan standar akuntansi internasional sebelum IFRS. IAS merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang merupakan produk dari International Accounting Standard Committee (IASC). Kemudian pada tahun 2000, IASC melakukan restrukturisasi kelembagaan dengan dibentuknya IASC Foundation (IASCF) yang membawahi IASB dan International Financial Reporting Interpretation Committee (IFRIC). International Accounting Standard Board (IASB) yang berdiri pada tanggal 29 Juni 1973 merupakan lembaga yang bertugas untuk mengembangkan suatu standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang berlaku secara global. Standar ini dikenal dengan sebutan International Financial Reporting Standard (IFRS). IFRS merupakan bahasa akuntansi yang berlaku secara gobal. Melalui IFRS diharapkan terwujudnya suatu harmonisasi


(6)

standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Sehingga IFRS diharapkan mampu untuk menjawab masalah terhadap perbedaan standar akuntansi dan pelaporan keungan yang berbeda di tiap-tiap negara.

Siregar (2012) beranggapan bahwa IFRS adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Manfaat dari adanya suatu standar akuntansi dan pelaporan keuangan global adalah:

1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak diseluruh dunia tanpa hambatan berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten diseluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal.

2. Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik.

3. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.

4. Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standar dapat disebarkan dalam mengembangakan standar global yang berkualitas tinggi.

Dengan diberlakukannya IFRS sebagai standar akuntansi dan keuangan global, maka sebagian besar negara- negara di dunia telah memutuskan untuk melakukan adopsi terhadap IFRS. Bahkan Amerika Serikat pun yang selama ini dengan keras mempertahankan untuk tetap menggunakan US-GAAP sebagai standar akuntansi dan pelaporan keuangannya pun mulai melunak untuk melakukan adopsi terhadap IFRS, menyusul terjadinya mega scandal yang melibatkan raksasa korporasi Amerika Serikat seperti Enron, Adelphia, dan Worldcom. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kelemahan dalam US-GAAP, yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan korporasi untuk melakukan aggresive accounting dan creative accounting.


(7)

Berdasarkan pengalaman negara-negara pengadopsi penuh IFRS, adopsi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara sekaligus atau dikenal dengan pendekatan ‘big bang’ dan dengan cara gradual. Indonesia sendiri menggunakan cara yang terakhir. Proses adopsi yang dilakukan bukanlah adopsi penuh terhadap IFRS, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan sifat bisnis dan regulasi di Indonesia. Proses adopsi IFRS di Indonesia dilakukan melalui 3 tahapan yaitu:

1. Tahap adopsi 2008-2010

Dalam tahap ini dilakukan adopsi seluruh IFRS ke dalam PSAK. 2. Tahap persiapan 2011

Penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS.

3. Tahap implementasi 2012

Penerapan PSAK yang sudah mengadopsi IFRS bagi perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.

Meskipun tahap implementasi yang ditetapkan adalah pada tahun 2012, DSAK sebagai standard setter masih terus melakukan eveluasi dan revisi terhadap standar akuntansi di Indonesia. Sehingga masih ada PSAK yang disahkan setelah tahun 2012 dan akan diberlakukan secara efektif beberapa tahun kedepan. Berikut ini merupakan tahapan adopsi IFRS ke dalam PSAK:

PSAK disahkan 23 Desember 2009:

1. PSAK 1 (2009): Penyajian Laporan Keuangan 2. PSAK 2 (2009): Laporan Arus Kas

3. PSAK 4 (2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri

4. PSAK 5 (2009): Segmen Operasi

5. PSAK 12 (2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama 6. PSAK 15 (2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi

7. PSAK 25 (2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

8. PSAK 48 (2009): Penurunan Nilai Aset


(8)

10.PSAK 58 (2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:

1. ISAK 7 (2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus

2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa

3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan

4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik

5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010: 1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud 2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web 3. PSAK 23 (2010): Pendapatan

4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi 5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)

6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010 7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar

Negeri

PSAK yang disahkan 20 Desember 2011: 1. PSAK 26 (2011): Biaya Pinjaman

2. PSAK 55 (2011): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran Interpretasi disahkan 20 Desember 2011:

1. ISAK 26: Penilaian Ulang Derivatif Melekat PSAK disahkan 19 Desember 2013:

1. PSAK 65: Laporan Keuangan Konsolidasian; 2. PSAK 66: Pengaturan Bersama;

3. PSAK 67: Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain; 4. PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar;

5. PSAK 1 (2013): Penyajian Laporan Keuangan; 6. PSAK 4 (2013): Laporan Keuangan Tersendiri;

7. PSAK 15 (2013): Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama; dan 8. PSAK 24 (2013): Imbalan Kerja.

Interpretasi disahkan 12 Juli 2013:

1. ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan

2. ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas 3. ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah Tahap Produksi pada

Pertambangan Terbuka

Dalam tahapan konvergensinya, Indonesia bukan tidak mengalami hambatan dan tantangan. Purba (2010) mengemukakan tiga permasalahan utama yang dihadapi oleh Indonesia dalam melakukan adopsi penuh IFRS. Permasalahan


(9)

pertama adalah kurang siapnya infrastruktur seperti DSAK sebagai financial accounting standard setter di Indonesia. Permasalahan yang kedua adalah peraturan perundang-undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS. Permasalahan yang ketiga adalah kurang siapnya sumber daya manusia dan dunia pendidikan Indonesia.

Seperti halnya Indonesia, proses konvergensi IFRS di Malaysia dilakukan secara bertahap. Tahapan pertama dilaksanakan pada tahun 2010. Pada tahun tersebut, beberapa standar akuntansi hasil konvergensi IFRS telah resmi diterapkan. Standar yang belum diterapkan akan menyusul untuk diterapkan pada tahun 2012.

2.1.7. PASAR MODAL

Pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Pasar modal didefenisikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dapat mengalokasikan dananya dengan lebih efisien, karena pihak investor tersebut dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return yang optimal. Pasar modal secara umum diartikan sebagai pasar yang bersifat abstrak


(10)

dalam hal jual beli produknya. Dalam bentuk konkritnya, produk yang diperjualbelikan di pasar modal berupa surat-surat berharga di bursa efek. Sekuritas yang umum diperjualbelikan di pasar modal adalah saham, obligasi, reksadana dan instrument derivatif. Dalam penelitian kali ini pasar modal yang menjadi kajian peneliti adalah pasar modal yang memperjualbelikan saham yang selanjutnya disebut sebagai pasar saham.

2.1.8. SAHAM a. Pengertian Saham

Sekuritas yang umumnya dikenal masyarakat dan cukup popular untuk diperjualbelikan di pasar modal adalah saham. Saham (stock atau share) dapat didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Darmadji dan Fakhrudin, 2006). Jenis-jenis dari saham itu sendiri adalah:

1) Saham Preferen (Preferred Stock)

Saham preferen memiliki sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa. Seperti obligasi yang membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang tetap berupa deviden preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuidasi, klaim pemegang saham preferen dibawah klaim pemegang obligasi. Dibandingkan dengan saham biasa, pemegang saham preferen mempunyai beberapa hak, yaitu hak atas deviden tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi.

2) Saham Biasa (Common Stock)

Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi yang paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (Darmadji dan Fakhrudin, 2006). Walaupun pemegang saham biasa adalah pihak yang terakhir dalam penerimaan deviden, namun pemegang saham tersebut mempunyai hak suara (voting rights) untuk memilih direktur maupun manajemen perusahaan dan ikut berperan dalam pengambilan keputusan penting perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).


(11)

3) Saham Treasuri (Treasury Stock)

Menurut Jogiyanto (2000) “saham treasuri (treasury stock) adalah saham perusahaan yang pernah dikeluarkan dan beredar yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri.

b. Harga Saham

Harga saham merupakan penerimaan besarnya pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Harga saham yang terjadi di pasar modal selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi harga dari suatu saham akan ditentukan antara kekuatan penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar modal. Dan kekuatan permintaan dan penawaran saham ini tentunya dipengaruhi oleh informasi keuangan dari perusahaan yang terlibat dalam pasar modal.

Market price merupakan harga pada pasar riil dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price).

c. Return Saham dan Abnormal Return

Return saham adalah tingkat keuntungan yang dimilki/ dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi dalam bentuk saham yang dilakukanya, tanpa adanya tingkat keuntungan yang dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor (pemodal) tidak akan melakukan investasi. Menurut Ang (1997) dalam Siregar (2012), setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai


(12)

tujuan utama mendapatkan keuntungan yang disebut return baik langsung maupun tak langsung.

Tingkat keuntungan atau return merupakan tingkat kembalian yang diterima oleh investor atas suatu informasi yang dilakukannya. Ang (1997) dalam Siregar (2012) menyatakan bahwa tanpa adanya keuntungan yang dapat dinikmati dari suatu investasi tentunya investor tidak akan mau berinvestasi, jika pada akhirnya tidak akan ada hasilnya. Lebih lanjut setiap investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek mempunyai tujuan utuma yaitu untuk memperoleh keuntungan.

Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektesi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Jogiyanto (2003) menyatakan bahwa return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis.

Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan, sebagai dasar dari penentuan return ekspektasi (expected return) dan resiko di masa yang akan datang. Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa mendatang. Return ekspektasi ini muncul karena adanya ketidakpastian perolehan return dimasa yang akan datang yang diperoleh investor. Investor termotivasi untuk melakukan investasi yang dilakukanya. Return dapat berupa return realisasi (realized return). Return realisasi merupakan return yang terjadi dan dihitung berdasarkan histories. Return realisasi dapat digunakan sebagai salah satu alat kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentu return ekspektasi, sedangkan return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa yang akan datang.


(13)

Return sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya, yang dirumuskan sebagai berikut :

R it = (P it – P it-1) / P it-1 Dimana:

R it = return saham perusahaan I pada hari t

P it = harga penutupan saham perusahaan i pada hari t P it-1 = harga penutupan saham perusahaan i pada hari t-1

Jogiyanti (2000) menyebutkan return ekspektasi dihitung dengan menggunakan model pasar (market model). Sebenarnya terdapat beberapa model untuk menghitung return ekspektasi.

Jogiyanti (2000) menyebutkan tiga model yang dapat digunakan untuk mengukur abnormal return, yaitu:

a) Model Disesuaikan Rata-rata (Mean Adjusted Model)

Model ini beranggapan bahwa return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. Dalam model ini, return ekspektasi suatu sekuritas pada periode tertentu diperoleh melalui pembagian return realisasi sekuritas tersebut dengan lamanya periode estimasi. Tidak ada patokan untuk lamanya periode estimasi, periode yang umum dipakai berkisar dari 100 sampai dengan 300 hari untuk mendapatkan data harian dan 24 sampai dengan 60 bulan untuk data bulanan.

b) Model Pasar (Market Model)

Perhitungan return ekspektasi dengan model ini dilakukan melaui dua tahapan, yaitu membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi return estimasi. Kemudian menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi pada periode jendela/periode peristiwa. Model ekspektasi dapat dibentuk dengan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) dengan persamaan:


(14)

R ij = α i + β i . R Mj + ε ij

Dimana:

Rij = return realisasi sekuritas ke i pada periode estimasi ke-j αi = intersep untuk sekuritas ke i

βi = koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-i

R Mj = return indeks pasar pada periode estimasi ke j yang dapat dihitung dengan rumus :

R Mj = (IHSG – IHSG j-1) / IHSG j-1 Dimana:

IHSG = Indeks Harga Saham Gabungan

ε ij = kesalahan residu sekuritas ke i pada periode estimasi ke-j

Hasil dari persamaan regresi tersebut menghasilkan model return ekspektasi dengan persamaan sebagai berikut :

E(R it) = α i + β i . R Mj

c) Model Disesuaikan Pasar (Market Adjusted Model)

Model ini berangggapan bahwa penduga yang terbaik dalam mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.

Abnormal return merupakan selisih antara return yang sesungguhnya terjadi dikurangi return yang diharapkan atau return ekspektasi (Jogiyanti, 2000). Dengan kata lain abnormal return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terhadap return normal.. Return normal merupakan return ekspektasi (return yang


(15)

diharapkan oleh investor). Dengan demikian abnormal return merupakan selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi. Sedangkan Cummulative Abnormal Return (CAR) merupakan penjumlahan dsari abnormal return hari sebelumnya di dalam periode peristiwa untuk masing-masing sekuritas (Jogiyanto, 2000).

Return tidak normal (abnormal return), yang merupakan selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi, dirumuskan sebagai berikut :

AR it = R it – E(R it) Dimana:

AR it = return tidak normal (abnormal retun) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t.

R it = return sesungguhnya yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t

E (R it) = return ekspektasi sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t

2.1.9. Teori Sinyal (Signaling Theory)

Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut


(16)

mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.

Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham, dimana harga saham menjadi naik. Pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam harga saham.

Hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi harga saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar. Efisiensi pasar merupakan konsep dasar yang bisa membantu kita memahami bagaimana sebenarnya mekanisme harga yang terjadi di pasar modal. Jika investor bertransaksi dalam sebuah pasar yang efisien, maka mereka dapat mendasarkan pada harga-harga yang merefleksikan berbagai rangkaian informasi, termasuk informasi laporan keuangan, dan mereka tidak harus memproses semua informasi secara langsung (Beaver, 2002).

Fama (1970) membagi efisiensi pasar ke dalam tiga bentuk utama berdasarkan informasi sebagai berikut :


(17)

1. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga dari sekuritas tercermin secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Dengan demikian, nilai-nilai masa lalu tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang.

2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)

Pasar dikatakan efisien setengah kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information), termasuk informasi yang berada pada laporan keuangan perusahaan emiten.

3. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)

Pasar dikatakan efisien kuat jika harga-harga sekuritas secara penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia, termasuk informasi yang privat.

Untuk menguji apakah sinyal / informasi yang disampaikan manajemen mengandung kandungan informasi, maka dilakukan pengujian kandungan informasi (information content) untuk melihat reaksi dari suatu pengumuman. Jika pengumuman mengandung informasi, maka pasar diharapkan akan bereaksi pada waktu informasi tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return (Jogiyanto, 2000).

Pasar dikatakan efisien bentuk setengah kuat jika abnormal return yang timbul direaksi dan diserap pasar secara cepat untuk menuju ke harga keseimbangan yang baru (Jogiyanto, 2000).

Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberi informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara


(18)

perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor).

Teori sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik atau pun pihak yang berkepentingan lainnya. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari perusahaan lain.

Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor yang akan digunakan untuk membuat keputusan investasi termasuk laporan laba-rugi karena laporan laba-rugi merupakan bagian dari laporan keuangan sehingga laporan laba-rugi seharusnya juga berguna untuk pengambilan keputusan. Investor diharapkan melaksanakan analisis terhadap laporan laba-rugi sehingga mereka akan dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasinya, dengan kata lain menunjukkan bagaimana reaksi pasar modal terhadap laporan keuangan dalam hal ini laporan laba-rugi suatu perusahaan.

2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Rincian mengenai penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:


(19)

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

NO Nama Peneliti Judul

penelitian Variabel Independen Variable Dependen Kesimpulan 1 Christopher S. Armstrong

Mary E. Barth Alan D. Jagolinzer Edward J. Riedl

Market Reaction to the

Adoption of IFRS in Europe

-adoption of IFRS

Market reaction

Ditemukan reaksi positif terhadap pengadopsian IFRS pada perusahaan di Eropa, dimana investor mengharapkan keuntungan bersih sebagai akibat dari peningkatan kualitas informasi, penurunan asimetri informasi, penegakan yang lebih ketat dari satandar dan konvergensi.

2 Karol Marek Klimczak Market Reaction To Mandatory Ifrs Adoption: Evidence From Poland

-adoption of IFRS

Market reaction

Tidak ditemukan bukti dari adanya reaksi abnormal pada saat dipublikasikannya laporan keuangan setelah mengadopsi IFRS

3 Ulf Brüggemnn Holger Daske Carsten Homburg Peter F. Pope

How do individual investors react to global IFRS adoption? Frankfurt

-global IFRS adoption

Individual investor react

Ditemukan bahwa aktivitas perdagangan saham mengalami peningkatan volume perdagangan setelah kewajiban mengadopsi IFRS

4 Jeong Yeon Kim

Chang Jin Koo

Market Reaction to the adoption of IFRS in South Korea

-adoption of IFRS

Market Reaction

Tidak ditemukan bukti bahwa

pengadopsian IFRS

meningkatkan nilai perusahaan

5 Jimi Ville

Pekka Siekkinen Stock Market Reaction to the Mandatory Adoption of IFRS: Evidence from Finland -mandatory adoption of IFRS

Stock Market Reaction

Temuan signifikan abnormal return positif pada event windows, menunjukkan bahwa transisi ke IFRS menyebabkan dampak positif pada pasar saham Finlandia. Namun, abnormal return kumulatif hanya signifikan untuk jangka pendek. Berdasarkan temuan ini, pasar saham Finlandia tampaknya telah bereaksi positif terhadap adopsi wajib IFRS.


(20)

6 Theresa Hilliard The Effects of Adopting IFRS: The Canadian Experience

-adopting IFRS

Market reaction

Ditemukan bukti dari event study bahwa pasar bereaksi negative terhadap adopsi IFRS

2.2.1 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu

Armstrong, dkk (2008) melakukan penelitian reaksi pasar terhadap pengadopsian IFRS di Eropa. Objek penelitian merupakan 3.265 perusahaan di benua Eropa. Periode penelitan dilmulai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005. Penelitian tersebut melakukan pengamatan terhadap reaksi pasar yang terjadi dengan menggunakan pendekatan CMAR (Cumulative Market Adjusted Return). Penelitian tersebut mengamati bagaimana reaksi investor terhadap perubahan kualitas informasi laporan keuangan yang diukur dengan melakukan pengkajian terhadap atribut kualitas laporan keuangan dalam bentuk analisis faktor yaitu infoqual factor.

Klimczak (2011) melakukan penelitian reaksi pasar terhadap pengadopsian IFRS di Polandia. Penelitian ini mengidentifikasi dampak penerapan IFRS di Polandia melalui dua rangkaian. Pertama, melalui metode event study untuk mengukur pergerakan harga saham selama event windows. Tidak ditemukan adanya abnormal return yang terjadi sebelum, pada saat, maupun sesudah laporan keuangan dipublikasikan. Kedua, melalui regresi dari perubahan nilai koefisien laba yang terkandung dalam laporan keuangan tahunan dari periode 2000-2008. Pada tahapan ini dilakukan penghitungan unexpected earning yang merupakan


(21)

proksi laba akuntansi yang menunjukkan hasil kinerja perusahaan selama periode yang telah ditentukan.

Brüggemnn, dkk (2011) melakukan penelitian tentang bagaimana respon investor terhadap pengadopsian IFRS secara global. Penelitian dilakukan dengan membandingkan volume perdagangan saham perusahaan sebelum dan sesudah penerapan IFRS. Ditemukan peningkatan volume perdagangan saham sesudah laporan keuangan dipublikasikan oleh 5637 perusahaan dari 31 negara di seluruh dunia.

Kim dan Koo (2013), melakukan penelitian reaksi pasar terhadap penerapan IFRS di Korea Selatan. Penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan hubungan antara nilai perusahaan (firm value) dan perubahan variabel akuntansi hasil pengadopsian IFRS. Penelitian dilakukan dengan membandingkan antara nilai perusahaan pada tahun-tahun sebelum pengadopsian IFRS dengan nilai perusahaan pada tahun setelah pengadopsian IFRS. Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan variabel Tobin’s Q. Tobin’s Q merupakan hasil regresi dari total aset, perubahan tingkat penjualan, ROE (Return on Equity), DEBT (Debt to Asset Ratio), dan variabel dummy dari indicator IFRS dari tahun-tahun sebelum menerapkan IFRS dan tahun-tahun sesudah penerapan IFRS.

Ville dan Siekkinen (2014) melakukan penelitian terhadap reaksi pasar terhadap penerapan IFRS di Finlandia. Penelitian tersebut menggunakan metode event study. Pengamatan dilakukan terhadap CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) yang terjadi selama periode jendela. Ditemukan bahwa para pelaku pasar di Finlandia tertarik terhadap proses adopsi IFRS yang bersamaan dengan perubahan


(22)

regulasi perpajakan perusahaan. Temuan signifikan terhadap postif abnormal return terjadi pada saat event day, dan terjadi penurunan signifikansi abnormal return di sekitar event day.

Hilliard (2013), melakukan penelitian terhadap reaksi pasar terhadap penerapan IFRS di Canada. Penelitian dilakukan dengan pengamatan terhadap CAAR yang timbul pada periode jendela laporan keuangan dipublikasikan. Pengamatan terhadap CAAR juga dilakukan pada kuartal pertama laporan keuangan berbasis IFRS diterbitkan. Dari kedua pengamatan yang dilakukan ditemukan hasil yang konsisten, dimana tidak terdapat perubahan CAAR yang signifikan.

Tabel berikut merupakan tabel perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu.

Tabel 2.2 Tinjauan Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu

NO

Nama Peneliti Judul

penelitian X Y

Metode penelitian 1 Yudistira Manalu Reaksi Pasar

Terhadap Penerapan IFRS pada Perusahaan Manufaktur yang

Terdaftar di BEI dan Bursa

Malaysia 2012

Penerapan

IFRS CAAR Event Study

1 Christopher S. Armstrong Mary E. Barth Alan D. Jagolinzer Edward J. Riedl

Market Reaction to the

Adoption of IFRS in Europe Perubahan terhadap atribut kualitas laporan keuangan dalam bentuk


(23)

analisis factor (Infoqual Factor)

2 Karol Marek

Klimczak Market Reaction To Mandatory Ifrs Adoption: Evidence From Poland -adoption of IFRS CAAR Unexpected Earning Rangkaian pertama: CAAR Rangkaian kedua: Regresi perubahaan nilai koefisien laba (Unexpected Earnings) 3 Ulf Brüggemnn

Holger Daske Carsten Homburg Peter F. Pope

How do individual investors react to global IFRS adoption? Frankfurt -global IFRS

adoption Trading Volume Activity

Event Study

4 Jeong Yeon Kim

Chang Jin Koo

Market Reaction to the adoption of IFRS in South Korea Adoption of IFRS Firm Value (Tobin’s Q) Perbandingan Firm Value pada tahun-tahun sebelum dan sesudah adopsi IFRS

5 Jimi Ville

Pekka Siekkinen Stock Market Reaction to the Mandatory Adoption of IFRS: Evidence from Finland -mandatory adoption of IFRS

CAAR Event Study

6 Theresa Hilliard The Effects of Adopting IFRS: The Canadian Experience

-adopting


(24)

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual menurut Erlina (2008) adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Kerangka konseptual penelitian ini tercantum pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 menjelaskan bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS). Variabel dependen pada penelitian ini adalah reaksi pasar yang diukur melalui Cumulative Average Abnormal Return (CAAR).

Penerapan IFRS mengakibatkan bertambahnya kualitas laporan keuangan. Peningkatan kualitas laporan keuangan berarti meningkatnya kualitas informasi dari laporan keuangan tersebut. sinyal inilah yang kemudian ditangkap oleh investor. Sehingga investor akan memberikan reaksi terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan. Dan respon itu dapat dilihat dari ada-tidaknya return / abnormal return.

CAAR Indonesia Penerapan International

Financial Reporting Standard

(IFRS)

CAAR Malaysia


(25)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya dalam suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Erlina (2008). Hipotesis adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau memprediksi norma -norma. Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Terdapat perubahan signifikan CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) pada periode sebelum dan sesudah laporan keuangan perusahaan manufaktur di Indonesia di publikasikan.

H2 : Terdapat perubahan signifikan CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) pada periode sebelum dan sesudah laporan keuangan perusahaan manufaktur di Malaysia dipublikasikan.

H3 : Terdapat perbedaan signifikan CAAR selama sebelum dan sesudah laporan keuangan diterbitkan di antara Indonesia dan Malaysia.


(1)

6 Theresa Hilliard The Effects of Adopting IFRS: The Canadian Experience

-adopting IFRS

Market reaction

Ditemukan bukti dari event study bahwa pasar bereaksi negative terhadap adopsi IFRS

2.2.1 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Terdahulu

Armstrong, dkk (2008) melakukan penelitian reaksi pasar terhadap pengadopsian IFRS di Eropa. Objek penelitian merupakan 3.265 perusahaan di benua Eropa. Periode penelitan dilmulai dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005. Penelitian tersebut melakukan pengamatan terhadap reaksi pasar yang terjadi dengan menggunakan pendekatan CMAR (Cumulative Market Adjusted Return). Penelitian tersebut mengamati bagaimana reaksi investor terhadap perubahan kualitas informasi laporan keuangan yang diukur dengan melakukan pengkajian terhadap atribut kualitas laporan keuangan dalam bentuk analisis faktor yaitu infoqual factor.

Klimczak (2011) melakukan penelitian reaksi pasar terhadap pengadopsian IFRS di Polandia. Penelitian ini mengidentifikasi dampak penerapan IFRS di Polandia melalui dua rangkaian. Pertama, melalui metode event study untuk mengukur pergerakan harga saham selama event windows. Tidak ditemukan adanya abnormal return yang terjadi sebelum, pada saat, maupun sesudah laporan keuangan dipublikasikan. Kedua, melalui regresi dari perubahan nilai koefisien laba yang terkandung dalam laporan keuangan tahunan dari periode 2000-2008. Pada tahapan ini dilakukan penghitungan unexpected earning yang merupakan


(2)

proksi laba akuntansi yang menunjukkan hasil kinerja perusahaan selama periode yang telah ditentukan.

Brüggemnn, dkk (2011) melakukan penelitian tentang bagaimana respon investor terhadap pengadopsian IFRS secara global. Penelitian dilakukan dengan membandingkan volume perdagangan saham perusahaan sebelum dan sesudah penerapan IFRS. Ditemukan peningkatan volume perdagangan saham sesudah laporan keuangan dipublikasikan oleh 5637 perusahaan dari 31 negara di seluruh dunia.

Kim dan Koo (2013), melakukan penelitian reaksi pasar terhadap penerapan IFRS di Korea Selatan. Penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan hubungan antara nilai perusahaan (firm value) dan perubahan variabel akuntansi hasil pengadopsian IFRS. Penelitian dilakukan dengan membandingkan antara nilai perusahaan pada tahun-tahun sebelum pengadopsian IFRS dengan nilai perusahaan pada tahun setelah pengadopsian IFRS. Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan variabel Tobin’s Q. Tobin’s Q merupakan hasil regresi dari total aset, perubahan tingkat penjualan, ROE (Return on Equity), DEBT (Debt to Asset Ratio), dan variabel dummy dari indicator IFRS dari tahun-tahun sebelum menerapkan IFRS dan tahun-tahun sesudah penerapan IFRS.

Ville dan Siekkinen (2014) melakukan penelitian terhadap reaksi pasar terhadap penerapan IFRS di Finlandia. Penelitian tersebut menggunakan metode event study. Pengamatan dilakukan terhadap CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) yang terjadi selama periode jendela. Ditemukan bahwa para pelaku pasar di Finlandia tertarik terhadap proses adopsi IFRS yang bersamaan dengan perubahan


(3)

regulasi perpajakan perusahaan. Temuan signifikan terhadap postif abnormal return terjadi pada saat event day, dan terjadi penurunan signifikansi abnormal return di sekitar event day.

Hilliard (2013), melakukan penelitian terhadap reaksi pasar terhadap penerapan IFRS di Canada. Penelitian dilakukan dengan pengamatan terhadap CAAR yang timbul pada periode jendela laporan keuangan dipublikasikan. Pengamatan terhadap CAAR juga dilakukan pada kuartal pertama laporan keuangan berbasis IFRS diterbitkan. Dari kedua pengamatan yang dilakukan ditemukan hasil yang konsisten, dimana tidak terdapat perubahan CAAR yang signifikan.

Tabel berikut merupakan tabel perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu.

Tabel 2.2 Tinjauan Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu

NO

Nama Peneliti Judul

penelitian X Y

Metode penelitian 1 Yudistira Manalu Reaksi Pasar

Terhadap Penerapan IFRS pada Perusahaan Manufaktur yang

Terdaftar di

BEI dan

Bursa Malaysia 2012

Penerapan

IFRS CAAR Event Study

1 Christopher S. Armstrong

Mary E. Barth

Alan D. Jagolinzer

Edward J. Riedl

Market Reaction to the

Adoption of

IFRS in

Europe

Perubahan terhadap atribut kualitas laporan keuangan dalam bentuk


(4)

analisis factor (Infoqual Factor)

2 Karol Marek

Klimczak Market Reaction To Mandatory Ifrs Adoption: Evidence From Poland -adoption of IFRS CAAR Unexpected Earning Rangkaian pertama: CAAR Rangkaian kedua: Regresi perubahaan nilai koefisien laba (Unexpected Earnings) 3 Ulf Brüggemnn

Holger Daske Carsten Homburg Peter F. Pope

How do individual investors react to global IFRS adoption? Frankfurt -global IFRS

adoption Trading Volume Activity

Event Study

4 Jeong Yeon Kim Chang Jin Koo

Market Reaction to the adoption of IFRS in South Korea Adoption of IFRS Firm Value (Tobin’s Q) Perbandingan Firm Value pada tahun-tahun sebelum dan sesudah adopsi IFRS

5 Jimi Ville

Pekka Siekkinen Stock Market Reaction to the Mandatory Adoption of IFRS: Evidence from Finland -mandatory adoption of IFRS

CAAR Event Study

6 Theresa Hilliard The Effects of Adopting IFRS: The Canadian Experience

-adopting


(5)

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual menurut Erlina (2008) adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Kerangka konseptual penelitian ini tercantum pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 menjelaskan bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS). Variabel dependen pada penelitian ini adalah reaksi pasar yang diukur melalui Cumulative Average Abnormal Return (CAAR).

Penerapan IFRS mengakibatkan bertambahnya kualitas laporan keuangan. Peningkatan kualitas laporan keuangan berarti meningkatnya kualitas informasi dari laporan keuangan tersebut. sinyal inilah yang kemudian ditangkap oleh investor. Sehingga investor akan memberikan reaksi terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan. Dan respon itu dapat dilihat dari ada-tidaknya return / abnormal return.

CAAR Indonesia Penerapan International

Financial Reporting Standard

(IFRS)

CAAR Malaysia


(6)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya dalam suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Erlina (2008). Hipotesis adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau memprediksi norma -norma. Berdasarkan uraian teoritis dan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Terdapat perubahan signifikan CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) pada periode sebelum dan sesudah laporan keuangan perusahaan manufaktur di Indonesia di publikasikan.

H2 : Terdapat perubahan signifikan CAAR (Cumulative Average Abnormal Return) pada periode sebelum dan sesudah laporan keuangan perusahaan manufaktur di Malaysia dipublikasikan.

H3 : Terdapat perbedaan signifikan CAAR selama sebelum dan sesudah laporan keuangan diterbitkan di antara Indonesia dan Malaysia.


Dokumen yang terkait

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

13 120 99

Pengaruh Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 73 106

Pengaruh Internet Financial Reporting dan Tingkat Pengungkapan Informasi Website terhadap Frekuensi Perdagangan Saham Perusahaan Property dan Real Estate yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

13 113 95

Analisis Komparasi Rasio Keuangan Sebelum dan Sesudah Konvergensi Penuh International Financial Reporting Standard (IFRS) Di Indonesia (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

3 46 9

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 11

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 2

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 6

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 2

Analisis Reaksi Pasar Terhadap Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan di Bursa Malaysia 2012

0 0 16

ANALISIS RELEVANSI LAPORAN KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 105