Laju Dekomposisi dan Analisis Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Lokasi Stasiun yang Berbeda di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda,
namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986)
mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang
surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi
tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang
terlindung (Saenger dkk., 1983). Sementara itu Noor dkk (1999) mendefinisikan
hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial
di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan
terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan
Nypah.
Vegetasi penyusun hutan mangrove yang ada di Indonesia ini tergabung
dalam 37 suku tumbuhan, yang terdiri atas pohon (14 suku), perdu (4 suku), terna
(5 suku), liana (3 suku), epifit (10 suku ), dan parasit (1 suku). Untuk suku
Rhizophoraceae

yang semua anggotanya terdiri atas pohon:


Bruguiera

cylindrica, B. exaristata, B. gymnorrhiza, B. sexangula, Ceriops decandra, C.
tagal, Kandelia candel, Rhizophora apiculata, R. mucronata, dan R. stylosa
(Kartawinata dkk., 1978).
Daun, biji, cabang, ranting, bunga dan bagian lainnya dari mangrove
sering disebut serasah.Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang
didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik yang berupa

Universitas Sumatera Utara

serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari
tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi
terus menerus dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, yang
merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos
(Thaher, 2013).
Menurut Arief (2003) Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan
jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah laut kedataran berturut-turut sebagai
berikut:
1. Zone Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada

zone ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia
ini banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh dibibir
laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan
dari hempasan ombak laut. Zone ini juga merupakan zone perintis atau pioner,
karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran
tumbuhan jenis-jenis ini.
2. Zone Rhizophora, terletak dibelakang zone Avicennia dan Sonneratia. Pada
zone ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3. Zone Bruguiera, terletak dibelakang zone Rhizophora. Pada zone ini, tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam
pasang naik dua kali sebulan.
4. Zone Nypah, yaitu zone pembatas antara daratan dan lautan, namun zone ini
sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir
(sungai) ke laut.

Universitas Sumatera Utara

Manfaat Hutan Mangrove
Hutan mangrove sebagai sumberdaya alam khas daerah pantai tropik,

mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung
dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Tingginya bahan organik di perairan
hutan mangrove dimanfaatkan sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota
yang hidup pada ekosistem mangrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari
makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang
mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon
mangrove dimana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan
pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah
pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan
predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan
membesarkan anaknya (Sopana, dkk., 2010).
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan
logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan
sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Pada
wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai relatif baik, cenderung kurang
terkena dampak gelombang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m 2 dengan
diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami

(Anwar dan Hendra, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Ekositem mangrove memiliki peranan penting untuk mendukung
kehidupan organisme yang terdapat di dalamnya. Adapun fungsi hutan mangrove
menurut Kusmana dkk (2005) dapat di bedakan kedalam tiga macam, yaitu fungsi
fisik, fungsi ekonomi dan biologi seperti yang berikut:
1. Fungsi fisik:
a. Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi agar tetap stabil.
b. Mempercepat perluasan lahan.
c. Mengendalikan intrusi air laut.
d. Melindungi daerah belakang mangrove/pantai dari hempasan dan gelombang
angin kencang.
e. Menjaga kawasan penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi).
f. Mengolah bahan limbah organik.
2. Fungsi ekonomi:
a. Merupakan penghasil kayu sebagai sumber bahan bakar (arang, kayu bakar),
bahan bangunan (balok, atap rumah.tikar).
b. Memberikan hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman

serta makanan.
c. Merupakan lahan untuk produk pangan dan tujuan lain (pemukiman,
pertambambangan, industri, infrastruktur, rekreasi dan lain-lain).
3. Fungsi ekologi:
a. Merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah
(spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground), berbagai
jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya.
b. Merupakan tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung.

Universitas Sumatera Utara

c. Merupakan sumber plasma nutfa.
Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya.Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk
berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama.Akhir-akhir ini peranan mangrove bagi
lingkungan sekitarnnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak
merugikan dirasakan dirasakan diberbagai tempat akibat hilangnya mangrove
(Prabudi, 2013).
Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang arti penting
keberadaan mangrove dalam mendukung kehidupan perekonomian masyarakat

pesisir perlu terus ditingkatkan. Pengikutsertaan masyarakat dalam upaya
rehabilitasi dan pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan
pelestarian mangrove. Upaya ini harus disertain dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, misalnya dengan kegiatan tambak ikan, pemanenan (seperti: kayu,
nira, nipah, kepiting bakau, kerang bakau dan lain-lain) secara lestari.
Tinjauan Jenis Rhizophora mucronata
R. mucronata merupakan salah satu jenis tanaman mangrove yang
termasuk dalam famili Rhizophoraceae. Klarifikasi jenis ini secara lengkap adalah
sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledonae


Ordo

: Myrtales

Universitas Sumatera Utara

Famili

: Rhizophoraceae

Genus

: Rhizophora

Spesies

: Rhizophora mucronata

Gambar 1. Morfologi Daun, Bunga dan Buah Rhizophora mucronata

R. mucronata dikenal sebagai bangka itam, dongoh korap, bakau hitam,
bakau korap, bakau merah, jangkar, lenggayong, belukap dan lalanu. Tinggi
pohon ini mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m dengan diameter batang mencapai
70 cm. Kulit kayu berwarna gelap sampai hitam dan terdapat celah horizontal.
Kayu R. mucronata bermanfaat sebagai kayu bakar (arang), pulp,
plywood, kulit kayu sebagai bahan pengawet dan buahnya dapat dipakai untuk
campuran lauk pauk. Sementara itu Noor et al. (1999) menyatakan bahwa selain
digunakan sebagai bahan bakar dan arang, R. mucronata kadang-kadang
digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (pendarahan pada air seni), tanin
dari kulit kayu digunakan sebagai pewarnaan dan dapat juga ditanam untuk
melindungi pematang disepanjang tambak. Jenis ini mempunyai daerah

Universitas Sumatera Utara

penyebaran meliputi Afrika Timur, Madagaskar, Asia Tenggara, seluruh Malaysia
dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia.
Dekomposisi Serasah
Dekomposisi serasah merupakan proses yang sangat penting dalam
dinamika hara pada suatu ekosistem. Proses tersebut sangat vital untuk
keberlanjutan status hara pada tanaman hutan dan kecepatan dekomposisinya

bervariasi untuk spesies tanaman yang berbeda (Regina dan Tarazona, 2001).
Mangrove pada umumnya memproduksi serasah daun dalam jumlah yang
banyak untuk dimanfaatkan sebagai sumber hara bagi tanaman dan juga
merupakan sumber makanan bagi ikan dan invertebrata yang penting. Serasah
daun mangrove masih miskin unsur hara ketika serasah itu baru jatuh karna belum
terdekomposisi, serasah daun mangrove harus mengalami proses dekomposisi
yang akan dibantu oleh makrobentos sehingga dapat dimanfaatkan oleh organisme
yang hidup di hutan mangrove tersebut, kecepatan proses dekomposisi tidak
hanya di pengaruhi oleh organisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
iklim seperti curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya dan suhu di sekitar
kawasan tersebut.
Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah
dan menyediakan makanan bagi konsumen serta mempunyai kontribusi penting
bagi rantai makanan di wilayah pesisir melalui daun yang mati dan
gugur.Guguran daun diartikan sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh
beberapa parameter fisika-kimia yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti
suhu, embun/kelembaban, ketersediaan nutrien.Ada beberapa jenis dari serasah
mangrove.Lebih dari setengah jumlah serasah terdiri dari daun dan biasanya daun

Universitas Sumatera Utara


yang telah tua (berwarna kuning).Selama satu tahun mangrove dapat
memproduksi 800-1000 g bobot kering serasah per m2. Mangrove mempunyai
pengembalian serasah yang tinggi (Sa’ban, dkk., 2013).
Serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan
oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan
hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi
makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang
bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil,
yang

kemudian

akan

dilanjutkan

mikroorganisme (bakteri dan fungi)


oleh

organisme

yang

kecil,

yakni

yang menguraikan bahan organik menjadi

protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat
proses dekomposisi (Arief, 2003).
Beberapa alasan dikemukakan untuk menjelaskan kehilangan berat pada
beberapaminggu pertama. Proses fisika dan biologi terjadi pada tingkatan ini dan
kebanyakankehilangan berat ini dari fraksi yang mudah larut air dibanding fraksi
lignocellulose.

Bahan

yang

mudah

larut

pada

serasah

kebanyakan

mempunyaisusunan organik yang sederhana termasuk didalamnya glukosa,
phenolic dan asam amino) sementara fraksi yang sukar larut (lignocellulose)
umumnyaterdiri atas lignin, cellulose dan xylan(Sulistiyanto, 2005).
Berdasarkan hasil (Yulma, 2012), laju dekomposisi serasah daun tertinggi
terjadi pada 14 hari pertama, hal ini terjadi pada semua stasiun penelitian.Laju
dekomposisi tertinggi terjadi pada tahap awal, hal ini diduga berhubungan erat
dengan kehilangan bahan organik dan organik yang mudah larut (pelindihan) dan

Universitas Sumatera Utara

juga hadirnya mikroorganisme yang berperan dalam perombakan beberapa zat
yang terkandung dalam serasah daun mangrove.Hal ini membuktikan bahwa
aktivitas enzim selulotik fungi (fungal cellulytic enzym) yang paling tinggi terjadi
di saat awal dekomposisi.
Faktor-Faktor Fisika dan Kimia Perairan Mangrove
Suhu
Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air
merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan
berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam
ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t
Hoffs kenaikan suhu sebesar 10 oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir)
akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar
2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh ditepi (Barus, 2004).
Salinitas
Perkembangan salinitas berpengaruh terhadap perkembangan jenis
makrobentos yang membantu dalam proses dekomposisi serasah R. mucronata.
Adanya masukan air sungai atau hujan akan menurunkan kadar salinitas, yang
akan mengakibatkan kematian beberapa jenis makrobentos tersebut Kehidupan
beberapa

makrobentos

tergantung

pada

rendahnya

salinitas.

Aktivitas

makroorganisme yang tahan terhadap salinitas yang tinggi dan mikroorganisme

Universitas Sumatera Utara

membantu dalam proses pendekomposisian bahan organik dalam tanah. Kadar
salinitas jenis tegakan Rhizophora spp. Berkisaran antara 32 ppt-36 ppt, pada saat
keadaan air laut tidak pasang/surut.
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya mampu mengeluarkan garam
dari kelenjar khusus pada daunnya (Gultom, 2009).
Derajat Keasaman (pH)
Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai
nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa
lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar
antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat
basa membahayakan kelangsungan hidup organisma karena menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat
rendah menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik
semakin tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan organisma akuatik.
Sementara pH yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme
(Barus, 2004).
Nilai pH tanah dikawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada
tingkat kerapatan vegetasi yang tumbuh dikawasan tersebut. Jika kerapatan
rendah, tanah akan mempunyai nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak

Universitas Sumatera Utara

berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah tegakan jenis Rhizophora

spp.

(Arief, 2003).
Oksigen Terlarut (DO)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat
dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air
terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0 oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2.
Terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).
Unsur Hara Yang Terkandung Dalam Serasah Daun Rhizophora mucronata
Kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun berbagai jenis
mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfat, kalium, kalsium, dan
magnesium.Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis
mangrove...(Thaher, 2013)
N
o

Jenis Daun

Karbon

Nitrogen

Fosfat

Kalium

Kalsium

Magnesium

1
2
3
4

Rhizophora
Ceriops
Avicennia
Sonneratia

50.83
49.78
47.93
1.42

0.83
0.38
0.35
0.12

0.025
0.006
0.086
1.30

0.35
0.42
0.81
0.98

0.75
0.74
0.30
0.27

0.86
1.07
0.49
0.45

Universitas Sumatera Utara

Karbon (C)
Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui
proses difusi. Karbo yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi
karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer
melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis
makhluk hidup (Efendi, 2005).
Nitrogen
Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat)
dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman
tergantung pada laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2003).
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat
mematikan organisme air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh
buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan
pemupukan. Secara alamiah, kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat
dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah didaerah yang diberi pupuk
nitrat/nitrogen (Aerts, 1997).
Fosfor (P)
Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae yang
sangat mempengaruhi produktivitas perairan (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa organik yang terlarut.Fosfor membentuk kompleks dengan
ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada
sedimensehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik.Fosfor yang
terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah
mati (Thaher, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Laju Dekomposisi dan Analisis Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Lokasi Stasiun yang Berbeda di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

3 94 87

Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina dan Kontribusinya Terhadap Nutrisi di Perairan Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu

3 71 82

Perkembangan Objek Wisata Kawasan Pantai Cermin Kabupaten Deli Serdang (1960-2005)

2 70 93

Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Setelah Aplikasi Fungi Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Curvularia sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas

2 53 61

Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Berbagai Tingkat Salinitas

4 83 58

Keanekaragaman Burung Air di Kawasan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

2 44 74

Laju Dekomposisi dan Analisis Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Lokasi Stasiun yang Berbeda di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

0 1 4

Laju Dekomposisi dan Analisis Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Lokasi Stasiun yang Berbeda di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

0 0 27

Laju Dekomposisi dan Analisis Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Lokasi Stasiun yang Berbeda di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

0 0 13

Laju Dekomposisi dan Analisis Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Rhizophora mucronata Pada Lokasi Stasiun yang Berbeda di Pantai Serambi Deli Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

0 0 4