Hubungan Pengawasan Kesetan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Kesetan Pekerja Bagian Tragi GI PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kinerja Keselamatan

2.1.1

Pengertian Kinerja
Arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance dan disebut

juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah
dicapai oleh seseorang karyawan. Kesuksesan seseorang dalam bekerja atau dapat
dikatakan berkinerja lebih baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam
dirinya sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Namun, banyak terjadi di
tempat pekerjaan, seseorang mempunyai kemampuan spesifik dan profesional,
tetapi belum tentu orang tersebut dapat bekerja atau mempunyai kinerja lebih
baik. Kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Bakat bawaan; bakat yang sudah ada dan melekat sejak mereka lahir.
2. Motivasi kerja yang tinggi.

3. Sikap, motif, dan cara pandang.
4. Pengetahuan yang dimiliki; baik dari pendidikan formal maupun nonformal
(pelatihan, kursus, panel, dan lain-lain).
5. Keterampilan atau keahlian yang dimililki.
6. Lingkungan hidup dari kehidupan mereka sehari-hari.
Fungsi sumber daya manusia dikatakan sukses apabila bermanfaaat dan
dapat membantu individu atau orang lain dan organisasi untuk mencapai kinerja
yang lebih baik dari sebelumnya, tetapi kesuksesan tersebut tentunya tetap harus
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi.

11

Universitas Sumatera Utara

12

Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok
karyawan telah mempunyai kriteria atau standart keberhasilan tolok ukur yang
ditetapkan oleh organisasi. Sebenaranya, karyawan dapat mengetahui seberapa
besar kinerja mereka melalui sarana informasi, seperti komentar atau penilaian

yang baik atau buruk dari atasan, mitra kerja, bahkan bawahan, tetapi
seharusnya penilaian kinerja juga harus diukur melalui penilaian formal dan
terstruktur (Moeheriono, 2009).

2.1.2

Kinerja Keselamatan
Kinerja keselamatan adalah konsep perilaku kerja yang dikemukakan oleh

Griffin dan Neal (2000). Definisi kinerja sendiri menurut Griffin & Neal adalah
perilaku aktual individu di tempat kerja. Griffin dan Neal menyatakan bahwa
perilaku keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan
dengan keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dengan perilakuperilaku

kerja

lain

yang


merupakan

hasil

kerja.

Komponen

kinerja

menggambarkan perilaku aktual yang dilakukan individu di tempat kerja.
Komponen tersebut terdiri dari:
1. Safety compliance atau kepatuhan keselamatan, menjelaskan aktivitasaktivitas keselamatan yang perlu dilakukan oleh individu untuk menjaga
keselamatan kerja. Perilaku ini seperti mengikuti peraturan dan prosedur yang
benar serta memakai peralatan keselamatan atau alat pelindung diri.
2. Safety participation atau partisipasi keselamatan, menggambarkan perilaku
yang mungkin tidak berkontribusi secara langsung terhadap keselamatan
pribadi individu tapi perilaku ini mendukung keselamatan dalam konteks

Universitas Sumatera Utara


13

organisasi yang lebih luas yaitu membantu mengembangkan lingkungan yang
mendukung keselamatan. Perilaku ini meliputi kegiatan seperti berpartisipasi
dalam kegiatan keselamatan secara sukarela serta membantu rekan kerja
mengenai hal-hal yang terkait dengan keselamatan. Kepatuhan dan partisipasi
keselamatan telah ditemukan memiliki efek terhadap kecelakaan kerja yang
terjadi (Neal dan Griffin, 2002).
Para manajer senior mendorong manajer lain memperhatikan publikasi
yang relevan dengan keselamatan. Manajer senior bersama dengan Regulasi
mendorong pekerja peka terhadap usulan yang diambil. Para manajer menampung
usulan dari pekerja tentang bagaimana meningkatkan keselamatan. Keterbukaan
individu pada hal ini akan memberikan dampak yang sangat besar. Kadang kala
melaporkan kesalahan yang dilakukan sendiri sangat sukar dilakukan. Sementara
pemantauan atas pelaksanaan prosedur, memerlukan perhatian yang intensif.
Keselamatan tetap harus menjadi tanggungjawab manajemen. Berikut akan
diberikan beberapa hal pengalaman praktis pada ketiga tingkatan:
1. Tingkatan Pertama:
a) Manajer senior harus bertekat untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan

setuju dengan visi keselamatan yang telah ditetapkan.
b) Para manajer senior memeriksa dan merumuskan keselamatan dan
mengkomunikasikannya kepada pekerja.
c) Para manajer harus memeriksa pelatihan keselamatan dan kemudian
mengembangkan partisipasi pekerja dengan meminta pekerja mengidentifikasi
pelatihan yang diperlukan.

Universitas Sumatera Utara

14

d) Para manajer menetapkan ukuran kinerja keselamatan dan menganalisis secam
statistik untuk mengetahui kecenderungannya. Mereka dapat saling tukar
informasi dengan pekerja.
2) Tingkatan Kedua :
a) Para manajer senior mendorong manajer untuk sadar bahwa nilai, sikap, dan
perilaku pekerja merupakan faktor yang

penting dalam mencapai kinerja


keselamatan yang baik dan membantu pekerja untuk ambil bagian dalam
meningkatan kinerja keselamatan.
b) Para manajer didorong untuk menggunakan indikator positif saat memberikan
informasi pada pekerja tentang kecenderungan kinerja keselamatan.
c) Para manajer mendorong pekerja peka terhadap organisasi lain yang telah
sukses dalam meningkatkan kinerja keselamatan untuk menunjukkan bahwa
hal tersebut dapat dicapai. Oleh sebab itu, para pekerja diperkenalkan pada
ide luar yang mungkin baik untuk diambil.
d) Para

manajer

senior

mendorong

keterlibatan

aktif


pekerja

dalam

meningkatkan keselamatan.
e) Para manajer senior mendorong para pekerja peka terhadap faktor manusia
dan memperkenalkan analisis akar sebab.
f) Para manajer senior memperkenalkan ukuran kinerja

keselamatan yang

positif.
g) Para manajer memperkenalkan penilaian sendiri terhadap kinerja keselamatan
dan menjamin bahwa adanya program tindakan perbaikan yang menyeluruh.

Universitas Sumatera Utara

15

h) Para manajer mendorong kesadaran para manajer bahwa kinerja keselamatan

yang baik adalah baik untuk bisnis.
3. Tingkatan Ketiga
a) Para manajer senior tetap terbuka terhadap kemungkinan belajar dan
organisasi lain dan membangun sistem untuk melakukan itu. Mereka
memperkenalkan akibat proses terhadap hasil keselamatan.
b) Para manajer memeriksa target dan sasaran keselamatan mereka dan tetap
terbuka terhadap potensi peningkatan keselamatan.
c) Para manajer kerja sama dengan pekerja untuk meningkatkan kinerja
keselamatan.
d) Para manajer memperkenalkan indikator budaya organisasi (misalnya: standar
pemeliharaan

atau

laporan

penyimpangan/kegagalan)

yang


memiliki

hubungan dengan kinerja keselamatan.
e) Para manajer senior membuat perbandingan dengan organisaasi eksternal yang
dipilih sebagai model.
f) Para manajer senior mengkomunikasikan isu keselamatan dengan publik.
g) Para manajer mendorong peka membantu dalam peningkatan lebih lanjut
proses yang ada. Apapun tingkatan yang telah dicapai oleh suatu organisasi,
satu persyaratan dasar yang perlu yaitu komitmen yang nyata dan jelas dari
manajemen puncak organisasi untuk meningkatkan keselamatan. Manajemen
puncak seharusnya memiliki pengetahuan tentang isu budaya keselamatan
sehingga mereka dapat berperan memimpin pembuatan dan komunikasi visi
keselamatan masa datang untuk organisasinya. Para manajer seharusnya tidak

Universitas Sumatera Utara

16

hanya tahu bagaimana memotivasi tim tetapi juga harus mampu mencegah
hilangnya motivasi itu.

2.1.3 Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)
Perilaku diterjemahkan dari kata bahasa Inggris “behavior” dan perilaku
juga sering diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang ditampilkan seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya, atau
bagaimana manusia

beradaptasi

terhadap lingkungannya. Perilaku

pada

hakekatnya adalah aktifitas atau kegiatan nyata yang ditampikan seseorang yang
dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku keselamatan
adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor-faktor
keselamatan kerja. Menurut Zhou et al (2007) dalam Health Safety Protection
(2011) ada empat faktor yang paling efektif untuk meningkatkan perilaku
keselamatan, yaitu:
1. Safety attitudes.
2. Employee’s involvement.

3. Safety management systems and procedures.
4. Safety knowledge.
Faktor iklim keselamatan lebih berpengaruh terhadap perilaku keselamatan jika
dibandingkan dengan pengalaman pekerja. Diperlukan strategi gabungan antara
iklim keselamatan dan pengalaman kerja untuk meningkatkan perilaku
keselamatan secara maksimal guna mencapai total budaya keselamatan (Health
Safety Protection, 2011).

Universitas Sumatera Utara

17

Paul P.S. dan Maiti J. (2007) dalam Health Safety Protection (2011)
mempelajari peranan perilaku keselamatan pekerja terhadap terjadinya kecelakaan
pada perusahaan tambang. Dari studi yang dilakukan diperoleh struktural model
yang menunjukkan hubungan work injury secara signifikan dipengaruhi oleh:
1. Pengaruh negatif.
2. Pengambilan resiko.
3. Ketidakpuasan kerja.
4. Umur.
5. Kinerja keselamatan.
Menurut Mullen J. (2004) dalam Health Safety Protection (2011) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan individu pekerja, yaitu:
1. Faktor organisasi yaitu:

beban kerja yang berlebih, persepsi kinerja

keselamatan, pengaruh sosialisasi, sikap keselamatan, dan persepsi terhadap
resiko.
2. Faktor personal image yaitu: mampu untuk menghindari konsekuensi negatif,
misalnya diejek atau diremehkan rekan kerja dan ketakutan kehilangan posisi
(Health Safety Protection, 2011).
Menentukan target yang tepat, supervisor kemudian mengidentifikasi
keahlian dan kemampuan serta perilaku yang paling dibutuhkan yang dapat
mengarah kebudaya keselamatan yang positif, kinerja keselamatan dapat
diperbaiki dan dimaksimalkan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran pimpinan
dalam merubah budaya organisasi dan keselamatan. Pendekatan budaya
keselamatan dimulai dari level manajemen ke level yang lebih rendah (top-down

Universitas Sumatera Utara

18

approach), sementara pendekatan perilaku keselamatan dimulai dari level bawah
ke level atas (bottom-up approach).
Salah satu program yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki
perilaku pekerja adalah behavior-based safety. Behavior-based safety atau lebih
dikenal dengan singkatan BBS adalah suatu pendekatan yang bersifat proaktif
dalam meningkatkan kinerja K3, dan sistem ini juga memberikan peringatan dini
terhadap potensi bahaya kecelakaan serta dapat mengukur perilaku aman dan
tidak aman di tempat kerja. Sistem ini juga memberikan kesempatan kepada setiap
individu untuk berbagi informasi mengenai kinerja K3 dan umpan balik terhadap
rekan-rekan kerja mereka, mendorong keterlibatan pekerja dalam semua aktifitas
K3, meningkatkan kesadaran pribadi akan K3, memperbaiki presepsi terhadap
resiko dan mengarahkan konsep berpikir pada pencegahan kecelakaan (IET, 2007)
dalam Health Safety Protection (2011).
Program BBS adalah merupakan program perbaikan berkelanjutan yang
melibatkan manajemen dan pekerja. Ada lima program yang harus dijalan secara
berkelanjutan dalam BBS, yaitu :
1. Observasi, diskusi dan umpan balik dari pekerja di lingkungan kerja. Program
ini dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya guna
mengetahui perilaku aman dan tidak aman dari pekerja.
2. Melakukan komunikasi dengan semua pekerja sebagai bentuk pembelajaran
berdasarkan informasi yang diperoleh dari program pertama.
3. Membuat program perencanaan implementasi BBS berdasarkan masukan dan
data yang diperoleh dari program pertama.

Universitas Sumatera Utara

19

4. Implementasi perbaikan dan berbagi pembelajaran antar organisasi.
5. Training dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan dan
presepsi terhadap resiko, membina individu untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan standar dan menguji dampak perilaku (Health Safety Protection, 2011)

2.2

Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.2.1

Keselamatan Kerja

2.2.1.1 Undang-undang K3 yang terkait
Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
mencakup syarat-syarat mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, pelaporan
kecelakaan, kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja,
dan pengurus perusahaan. Keselamatan kerja diartikan sebagai kondisi yang bebas
dari risiko kecelakaan, kerusakaan atau kondisi dengan risiko yang relatif sangat
kecil di bawah tingkat tertentu. Kondisi selamat memerlukan dukungan sarana dan
prasarana keselamatan berupa peralatan keselamatan, alat pelindungan diri dan
rambu-rambu. Alat-alat yang tergolong sebagai penunjang keselamatan kerja
antara lain adalah helm, sarung

tangan, masker, jaket pelindung, peralatan

kebakaran, dan pelindung kaki. Keselamatan kerja bertujuan untuk menjaga
keselamatan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya, juga menjaga
keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. Pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan Kerja harus perpedoman pada Undang-undang RI No. 1 tahun
1970. Dalam hal ini diperlukan upaya pengawasan untuk menilai pelaksanaan
perundang-undangan keselamatan kerja. UU No. 1 tahun 1970, listrik adalah

Universitas Sumatera Utara

20

merupakan bentuk dari sumber bahaya yang perlu dikendalikan sebagaimana
diamanatkan dalam ruang lingkup obyek pengawasan K3 listrik. Ruang lingkup
obyek pengawasan K3 listrik tersirat dalam pasal 2 ayat 2, yaitu tertulis: disetiap
tempat dimana dibangkitkan, diubah, dikumpulkan disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air. Ketentuan tersebut dapat digambarkan
ruang lingkup K3 listrik, yaitu mulai dari pembangkitan, jaringan transmisi
Tegangan Ekstra Tinggi (TET), Tegangan Tinggi (TT), Tegangan Menengah
(TM) dan jaringan distribusi Tegangan Rendah (TR) sampai dengan setiap tempat
pemanfaatannya, khususnya tempat kerja. Memperhatikan pasal 3 ayat 1 tertulis :
dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat K3 untuk mencegah
terkena aliran listrik berbahaya.
Sistem Manajemen K3 (SMK3) PP No. 50 tahun 2012 adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan, prosedur dan sumber daya yang
dibutuhkan

bagi

pengembangan,

penerapan,

pencapaian,

pengkajian,

pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman efesien dan produktif. Sistem Manajemen K3 merupakan konsep
pengelolahan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam suatu sistem
manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan dan pengukuran
pengawasan. Audit keselamatan dan kesehatan Kerja diartikan sebagai suatu
pengujian yang kritis dan sistematis terhadap seluruh kegiatan operasi dan fasilitas
kerja perusahan menyangkut sumber daya manusia, perangkat lunak dan

Universitas Sumatera Utara

21

perangkat keras, untuk menentukan kelemahan sistem, dan langkah perbaikannya
sebelum timbul kerugiaan/kecelakaan. Audit K3 yang dilaksanakan dengan baik
dan terencana akan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui kelemahan sistem pengelolahan K3 secara dini, sehingga dapat
mengambil langkah yang tepat untuk pelaksanaan tindakan pencegahan agar
kehandalan operasi fasilitas dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
2. Meningkatkan kepedulian pimpinan fasilitas tentang pelaksanaan kegiatan
terhadap kebijakan dan tanggung jawab terhadap keselamatan kesehatan
kerja.
3. Memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana tingkat kesadaran K3
pada saat ini dan menentukan langkah perbaikan efektif untuk mencapai
sasaran yang akan datang.
4. Menghindari adanya kerugian finansial yang diakibatkan oleh pengelolahan
K3 yang tidak efektif dan efesien.
5. Mencegah tekanan saksi hukum terhadap perusahaan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6. Menyediakan informasi yang memadai bagi keperluan pengembangan usaha
dan keperluan instalansi lainnya yang terkait.
7. Meningkatkan citra perusahaan serta menjamin kehandalan dan kelangsungan
kegiatan operasi serta memberikan unsur perlindungan kepada seluruh
karyawan, sehinga dapat meningkatkan produktivitas kerja (Hadipoetra,
2014).

Universitas Sumatera Utara

22

Organisasi perlu mendefenisikan kebijakan K3 serta menjamin komitmennya
terhadap SMK3. Menjalankan K3 disini yang terjadi dan perlu diperhatikan yaitu:
1. Kepemimpian dan komitmen
Yang perlu diperhatikan adalah pentingnya komitmen untuk menerapkan
SMK3 di tempat kerja dari seluruh pihak yang ada di tempat kerja, terutama pihak
pengurus dan tenaga kerja dan peran serta pihak-pihak lain dalam penerapan ini.
Perusahaan perlu mengambil langkah-langkah:
a. Membentuk organisasi-organisasi tempat kerja unuk mendukung terciptanya
SMK3.
b. Menyediakan angkatan dan personel.
c. Melakukan perencanaan K3.
d. Melakukan penilaian atas kinerja K3.
2. Tinjauan Awal K3
Tempat kerja harus melakukan peninjauan awal K3 dengan cara :
a. Mengidentifikasi sumber bahaya.
b. Menetapkan pemenuhan pengetahuan dan peraturan perundangan.
c. Membandingkan penerapan.
d. Meninjau sebab akibat dari kejadian yang membahayakan.
e. Menilai efisiensi dan efektivitas sumber daya.
3. Kebijakan K3
Kebijakan K3 dari suau organisasi merupakan pernyataan yang
disebarluaskan kepada umum dan ditandatangani oleh manajemen senior sebagai
bukti pernyataan komitmennya dan kehendak untuk bertanggungjawab terhadap

Universitas Sumatera Utara

23

K3. Kebijakan ini dimaksud untuk menjelaskan kepada karyawan, pemasok dan
pelanggan bahwa K3 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh operasi.
Partisipasi tenaga kerja merupakan syarat utama yang diperlukan untuk
pencapaian suatu tujuan perusahaan. Meskipun sudah dilakukan pengawasan
terhadap teknologi serta fasilitas kerja, namun semua tidak akan tercapai secara
optimal bila tenaga kerja tidak dikutsertakan dalam partisipasi penuh sebagai
salah satu unsur dalam manajemen keselamatan kerja (Hadipoetra, 2014).
2.2.1.2 Alat Pelindung Diri
Banyak orang berpendapat bahwa keselamatan kerja hanya diartikan
sebagai dipakainya Alat Pelindung Diri (APD) seperti topi keselamatan, sarung
tangan, dan masker dalam bekerja. APD adalah aksesoris yang didesain guna
menciptakan batas dengan hazard lingkungan. APD digunakan dalam bekerja
merupakan pilihan terakhir setelah berbagai usaha untuk melindungi diri dari
bahaya tidak berhasil. Faktor keberhasilan pemakaian APD tidak lepas dari
komunikasi manajemen dan pekerja. APD digunakan setelah berbagai cara,
meliputi kontrol engineering, kontrol administrasi, dan subsitusi tidak berhasil
mengeliminasi hazard lingkungan. Proses penggunaaan APD harus memenuhi
kriteria: hazard telah diidentifikasi, APD yang dipakai sesuai dengan hazard yang
dituju, adanya bukti bahwa APD dipatuhi penggunanya.
Pada hampir semua lokasi cedera akibat benda-benda yang jatuh dan
resiko cedera kaki. Resiko tersebut diminimalkan dengan menyediakan
penghalang yang sesuai, dan papan penahan kaki atau peralatan lain pada
pinggiran suatu anjungan kerja untuk mencegah benda-benda jatuh. Sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

24

komitmen perusahaan dalam melindungi pekerja dan orang lain yang mungkin
terkena dampak dari aktivitas operasi perusahaan, maka dibuatkan ketentuan
tentang jenis dan penggunaan dari APD. Penggunaan APD di berbagai area,
khususnya di lapangaan operasi adalah suatu keharusan. Bila pemaparan bahan
berbahaya tidak cukup dikontrol dengan menggunakan cara yang sudah disebut
diatas, maka perlu juga digunakan alat pelindung diri antara lain jenis:
1. Respirator yang melindungi terhadap debu, uap dan gas. Pastikan bahwa
jenis respirator benar untuk pekerjaannya; masker debu tidak akan
melindungi terhadap uap atau sejenisnya.
2. Pakaian pelindung, seperti coverall, helm, sepatu boot, sarung tangan,
diperlukan terhadap adanya bahan-bahan korosif.
3. Perlindungan mata, seperti goggles, kacamata, atau pelindung muka.
Perlindungan mata adalah penting, melindungi terhadap percikan bahan cair
korosif

dan

benda-benda

berterbangan.

Perlindungan

muka

untuk

melindungi seluruh muka (Boedirijanto, 2010).
Pemakaian rutin alat pelindungan diri dilakukan sesuai dengan intruksi yang
benar dan melalui masa percobaan dan pelatihan. Perlu diperhatikan hal-hal
berikut:
1. Informasikan kepada setiap pekerja tentang;
1) Mengapa diperlukan penggunaan alat pelindung diri.
2) Bila dan dimana alat pelindungan diri.
3) Bagaimana alat tersebut digunakan.
4) Bagaimana memelihara peralatan pelindungan diri.

Universitas Sumatera Utara

25

2. Pekerja berlatih tentang cara menggunakan dan memelihara alat pelindungan
diri.
3. Timbulkan minat pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri dalam masa
percobaan dan adaptasikan dalam memakai alat pelindung, dan selama waktu
percobaan dibawah pengawasan sekurangnya beberapa minggu.
4. Awasi dan periksa secara teratur penggunaan

dan

pemeliharaan alat

pelindung diri.
5. Sediakan suku cadang dan fasilitas pemeliharaan di tempat kerja untuk
penggantian bagian yang rusak secara cepat.
6. Pastikan

semua orang menggunakan alat pelindung diri sesuai indikasi

pekerjaan, berikan tanda peringatan di tempat kerja yang wajib menggunakan
alat pelindung diri dan untuk itu dilakukan:
1) Identifikasi daerah tempat kerja yang membutuhkan alat pelindung diri.
2) Sediakan alat pelindung diri sesuai indikasi dan jumlah pekerja.
3) Pada setiap tempat kerja, pasang tanda peringatan dengan gambar yang
menjelaskan jenis alat pelindung diri yang diperlukan di daerah tersebut.
4) Awasi dan periksa penggunaan alat pelindung diri yang benar dan lakukan
pemeriksaan secara teratur.
7. Berikan dukungan untuk pembersihan dan pemeliharaaan alat pelindung diri
secara rutin dengan itu melakukan:
1) Bentuk tim pemeliharaan alat pelindung diri dan tetapkan program
pemeliharaan.

Universitas Sumatera Utara

26

2) Identifikasi

cara

penyimpanan,

pembersihan,

pemeliharaan,

dan

sosialisasikan kepada seluruh pekerja yang memakai alat pelindung
tersebut.
3) Sediakan fasilitas pemeliharaan yang diperlukan.
4) Pastikan semua suku cadang selalu tersedia setiap saat.
8. Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh pekerja, maka:
1) Lengkapi setiap pekerja dengan alat pelindung diri yang baik, tepat, dan
nyaman dipakai.
2) Lengkapi pemakaian alat pelindung diri dengan informasi yang cukup
tentang faktor risiko di tempat kerja dan manfaat peralatan untuk
melindungi diri.
3) Pastikan bahwa setiap orang (pengawas, pekerja, pengunjung dan lainlain) menggunakan peralatan pelindung diri yang ditetapkan.
Setiap perusahaan memerlukan cara melakukan pekerjaan dengan cara
yang sama. Sebaiknya para pekerja diberikan kesempatan untuk melakukan
pekerjaan dengan cara terbaik. Namun selalu terdapat keadaaan dimana perlu
terlebih dahulu memiliki suatu metode yang seragam dan sama dalam
melaksanakan pekerjaan tertentu.
2.2.1.3 Prosedur Keselamatan Kerja
A.

Prosedur Kerja
Prosedur adalah suatu metode untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.

Menetapkan prosedur adalah tugas manajemen yang dilakukan dengan
mengembangkan dan mempergunakan metode-metode yang baku untuk

Universitas Sumatera Utara

27

melaksanakan pekerjaan tertentu untuk memproduksi barang bermutu tinggi dan
dalam jumlah besar dengan biaya efesien serta aman dan sehat, maka perlu suatu
prosedur kerja yang standar terlebih dahulu. Namun prosedur kerja tidak akan
berarti apabila tidak ditaati pekerja. Diperlukan kerjasama dan pengawasan
prosedur kerja tersebut. Tujuan prosedur kerja adalah untuk mengeliminasi
potensi bahaya. Prosedur kerja memuat hal-hal yang sangat mendasar untuk
pelaksanaan kerja dengan benar. Mengikuti prosedur kerja, maka potensi bahaya
dapat ditekan sekecil mungkin. Juga berguna dalam penyederhanaan pelatihan
dengan membagi langkah-langkah dan melatih orang untuk bekerja efektif.
Karena prosedur adalah metode baku untuk melaksanakan pekerjaan, maka
prosedur tersebut akan menjamin bahwa pekerjaan yang sama dilakukan oleh
berbagai orang dalam perusahaan dengan pola yang sama. Ada beberapa
persyaratan yang diperlukan di dalam menjalani prosedur kerja yaitu :
1. Meningkatkan fasilitas saran produksi dan lingkungan kerja dan prosedur
dapat dijalankan dengan baik bila memenuhi persyaratan pokok produksi yang
tepat dan keadaan tempat kerja yang aman serta bersih.
2. Mempertimbangkan metode operasi. Prosedur kerja dimaksudkan untuk
menyerderhanakan pekerjaan/tugas dan peningkatan spesialisasinya.
3. Syarat yang dipandu harus sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan suatu
modul yang dibuat oleh organisasi K3 kadang tidak begitu saja dapat dipakai
sebagai prosedur kerja. Modul tersebut dipakai sebagai bahan pertimbangan
dan perlu dikembangkan untuk menjadi prosedur kerja yang tepat. Prosedur
tidak hanya mempertimbangkan segi keselamatan tetapi juga perlu

Universitas Sumatera Utara

28

memperhatikan hal-hal lain, namun sebenarnya prosedur yang dibuat telah
mengakomodasikan faktor-faktor keselamatan dalam menjalani prosedur
tersebut.
B.

Analisis tugas keselamatan
Analisis tugas keselamatan atau task/job analysis adalah pengujian yang

sistematik dari suatu kerja untuk identifikasi suatu kerugian yang berhubungan
dengan kerja. Perusahaan menganggap bahwa JSA (Job Safety Analysis) adalah
suatu hal penting, bagi K3 maupun bagi kelangsungan hidup perusahaan. Suatu
prosedur yang mengakomodasikan masalah K3 dibuat melalui JSA yang
dilakukan melalui pendekatan kualitas dan efesiensi secara integral karena JSA ini
memerlukan input dari pekerjaan.
Pendekatan task analysis dan prosedur dilakukan melalui 11 tahap, yaitu:
a) Indentifikasi jenis pekerjaan (inventory occupational).
b) Indentifikasi jenis kerja/ task dalam seiap pekerjaan
c) Indentifikasi tugas kritis.
d) Analisis tugas kristis.
e) Membagi tugas dalam langkah.
f) Teliti tingkat kerugian.
g) Lakukan check efesien.
h) Kembangkan pengendalian.
i) Tulis prosedur.
j) Praktekkan di tempat kerja.
k) Tingkatkan dan kendalikan pencatatan (Hadipoetra, 2014).

Universitas Sumatera Utara

29

2.2.1.4 Rambu-rambu K3
Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk
membantu melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan dan pengunjung
yang sedang berada di tempat kerja. Rambu-rambu keselamatan berguna untuk:
1. Menarik perhatian terhadap adanya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat.
3. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan.
4. Mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan
perlindungan diri.
5. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada.
6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau
perilaku yang tidak diperbolehkan.
Kelompok rambu-rambu dibagi kedalam tiga bagian :
1.Perintah
2.Waspada
3.Informasi
Setelah menetapkan kebutuhan rambu di tempat kerja, pastikan bahwa
rambu-rambu diterapkan secara konsisten di tempat kerja. Dalam menjaga
kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, supervisor harus menyediakan
informasi yang cukup bagi setiap orang. Terutama rambu-rambu yang
menandakan bahaya seperti:
1.

Menarik perhatian orang.

2.

Secara jelas mengidentifikasi jenis bahaya.

Universitas Sumatera Utara

30

3.

Menjelaskan tindakan segera yang perlu dilakukan untuk perlindungan
keselamatan.

4.

Ditempatkan di tempat yang menyediakan waktu cukup bagi setiap orang
untuk membaca dan mengambil tindakan.

5.

Dikenali dan dipahami oleh semua karyawan.

6.

Memenuhi kebutuhan orang-orang yang buta warna, penglihatan terbatas
karena usia, atau bahasa Indonesia.

7.

Memiliki ukuran yang sesuai dengan pentingnya isi pesan.

Posisi Rambu :
1. Rambu-rambu harus terlihat jelas, ditempatkan pada jarak pandang dan tidak
tertutup atau tersembunyi.
2. Kondisikan rambu-rambu dengan penerangan yang baik. Siapapun yang
berada di area kerja harus bisa membaca rambu dengan mudah dan mengenali
warna keselamatannya.
3. Pencahayaan juga harus cukup membuat bahaya yang akan ditonjolkan
menjadi terlihat dengan jelas.
4. Posisikan rambu dalam jarak pandang yang tepat sehingga bahaya bisa terlihat
jelas.
5. Siapapun yang berada di area kerja harus memiliki waktu yang cukup untuk
membaca pesan yang disampaikan dan melakukan tindakan yang diperlukan
untuk menjaga keselamatan.
6. Posisikan rambu-rambu yang berhubungan bersebelahan, tetapi jangan
menempatkan lebih dari empat rambu dalam area yang sama.

Universitas Sumatera Utara

31

7. Pisahkan rambu-rambu yang tidak berhubungan.
8. Pastikan bahwa rambu-rambu pengarah terlihat dari semua arah. Termasuk
arah panah pada rambu keluar di saat arah tidak jelas atau membingungkan.
Rambu arah harus ditempatkan secara berurutan sehingga jalan yang dilalui
selalu jelas.
9. Rambu-rambu yang digantung di atap harus berjarak 2.2 meter dari lantai.
Para karyawan dan tamu supaya segera dapat memahami rambu-rambu
dengan menggunakan bahasa Indonesia baku dan simbol yang dapat dipelajari
atau dikenali dengan mudah. Buatlah simbol sesederhana mungkin, kurangi
perincian yang dapat membuat pesan menjadi tidak jelas. Hindari penggunaan
rambu yang berisi pesan-pesan hanya dengan tulisan karena ini paling jarang
ditaati. Informasikan kepada seluruh karyawan bahwa rambu-rambu yang
diterapkan di area kerja adalah untuk kesehatan dan keselamatan mereka. Maka
dibutuhkan kerjasama dan perlunya umpan balik dari mereka agar sistem rambu
berjalan dengan efektif. Tidak semua orang menyadari bahwa disana ada maksud
dari penggunaan bentuk dan warna serta arti dari rambu-rambu keselamatan atau
pewarnaan di peralatan kerja maupun mesin, sekeliling tempat kerja yang
mengindikasikan adanya bahaya. Melatih seluruh karyawan sehingga mereka
memahami :
1. Arti dari berbagai bentuk, simbol-simbol, jenis rambu, dan warna-warna yang
digunakan.
2. Isi dari pipa berdasarkan warnanya, label identifikasi atau metode
pengindikasian yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

32

3. Adanya bahaya atau resiko berbahaya.
4. Tindakan keselamatan untuk menghindari bahaya.
5. Keselamatan dan prosedur darurat sehubungan adanya bahaya.
6. Penggunaan peralatan darurat keselamatan kerja (Candra, 2009).

2.2.1.5 Aturan Pekerjaan Listrik
Arus listrik adalah aliran elektron-elektron yang merupakan energi yang
tidak terlihat dan mengalir melalui penghantar. Berdasarkan tegangannya energi
listrik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Tegangan tinggi > 650 volt
2. Tegangan rendah 32-650 volt
3. Tegangan sangat rendah < 32 volt
Ketika tubuh kita menjadi penghubung antara dua tempat yang berbeda
tegangan biasanya antara sumber tegangan dan groud, maka arus listrik mengalir
di dalam tubuh kita. Hal ini disebut sebagai kesetrum atau tersengant listrik.
Tingkat sengatan listrik dapat bervariasi dari sekedar kejutan kecil sampai kepada
yang terpapar dan menyebabkan kematian. Reaksi tubuh manusia bila dialiri arus
listrik sebagai berikut :
1. 0,5 mA (mili ampere)

 kejutan ringan

2. 6 mA

 kontraksi otot

3. 20 mA

 kontraksi paru-paru

4. 50 mA

 kontraksi jantung

5. 200 mA

 jantung berhenti

Universitas Sumatera Utara

33

Pemeliharaan dan perbaikan komponen listrik merupakan pekerjaan teknis listrik.
Hanya para teknisi listrik yang diberi wewenang oleh peruasahaan yang dapat
melakukannya. Namun demikian bagi pekerja, mungkin harus menggunakan
peralatan-peralatan berhubungan dengan listrik. Demi keselamatan diri ataupun
peralatan sekitar, hal-hal berikut harus seantiasa dipatuhi :
1. Jangan menyentuh bagian-bagian yang terbuka, seperti kabel terkelupas, ujung
sekring dan lain-lain.
2. Pastikan alat listrik memiliki label listrik yang masih berlaku. Label yang
masih berlaku ini menunjukkan bahwa seorang teknisi listrik yang
berkompeten telah memeriksa alat listrik tersebut. Namun demikian,
kerusakan bisa saja terjadi sejak tanggal tersebut.
3. Sebelum mengoperasikan sakelar lisrik, pastikan tidak ada seorangpun dalam
bahaya.
4. Semua stop kontak dalam keadaan umum atau bisa harus dikendalikan dengan
sistem kebocoran tanah atau Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB). Fungsi
sistem kebocoran tanah adalah melindungi orang dari sengatan listrik dan
membatasi orang dari kerusakaan peralatan dengan memutuskan daya listrik
secara otomatis.
5. Semua stop kontak untuk keperluaan umum 220 volt dan 380 volt harus
dilindungi dengan unit kebocoran tanah atau ELCB yang direkomendasikan
atau tripping time maksimal 0,2 detik. ELCB harus dites setiap dua belas
bulan. Stop kontak yang sudah ditest oleh pihak yang berwenang diberi stiker.
Pastikan stiker yang dipasang masing berlaku.

Universitas Sumatera Utara

34

6. Pemakaian harus rutin memeriksa extesion cabel fleksibel terhadap kerusakan
seperti terpotong, terbakar atau sambungan yang kendor pada stacker. Kalau
ragu-ragu jangan pakai dan buatlah inspeksi resmi yang dilakukan oleh teknisi
resmi yang berwenang.
7. Jangan menggunakan extesion cable yang tersambung.
8. Ketika menyambung suplai listrik untuk sebuah alat atau mesin, mulailah dari
alat atau mesin itu. Pastikan sakelar diposisi off dan kerjakan kearah sumber
listrik.
9. Ketika melepas sumber lisrik pada sebuah alat dan mesin, mulailah dari
sumber listrik. Matikan sakelar, lepas sambungan stacker, dan bekerja mundur
menuju alat atau mesin.
10. Pastikan semua perlindungan terpasang dan berfungsi baik sebelum
pengoperasian peralatan listrik.
11. Jangan mengoperasikan peralatan listrik dalam kondisi dimana ada risiko
peralatan atau sambungan yang terkena kelembaban dan termasuk juga tidak
menggunakannya saat hujan atau tidak meletakkan segala alat listrik, kabel
atau sambungan pada permukaan yang lembab.
12. Pakailah APD yang sesuai.
13. Perlengkapan listrik disimpan dengan rapi.
14. Kendaraan dengan ketinggian lebih dari 5 m, dilarang melintas saluran udara
tegangan listrik. Bila kegiatan ini terpaksa dilakukan mintalah power station
setempat.

Universitas Sumatera Utara

35

Selain dengan ELCB, instalansi listrik harus dilengkapi dengan loading
sistem yang baik. Sistem ini digunakan untu menyalurkan muatan listrik ke tanah,
sehingga dapat melindungi manusia jika terjadi kebocoran arus listrik. Terminal
grounding pada stop kontak akan dihubungkan dengan elektoda grounding
melalui kabel berwarna loreng, hijau kuning atau hijau. Elektroda grounding
adalah sebuah plat logam atau batang yang dipasang dalam tanah yang berfungsi
untuk memisahkan muatan listrik ke tanah (Hadipoetra, 2014).
2.2.2

Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi yang bebas dari gangguan fisik,

mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja. Kesehatan
kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan
semua

pekerjaan

yang

berhubungan

dengan

faktor

potensial

yang

mempengaruhi kesehatan kerja. Kesehatan masyarakat kerja pelu diperhatikan,
karena selain dapat mengganggu tingkat produktivitas, kesehatan kerja dapat
timbul akibat pekerjaannya.
Tujuan Kesehatan Kerja
1. Memelihara dan meningkatkan setinggi-tingginya derajat kesehatan
pekerja di semua lapangan pekerjaan, baik kesehatan fisik, mental
maupun sosial.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada pekerja yang disebabkan
oleh tindakan kondisi lingkungan kerjanya.

Universitas Sumatera Utara

36

3. Memberi pelindungan bagi pekerja dari kemungkinan bahaya yang
disebabkan oleh faktor-fakor yang membahayakan kesehatan dalam
pekerjaannya.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis mereka (Mangkunegara, 2009).
2.2.3

Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu tugas yang mutlak diselenggarakan

oleh semua orang yang menduduki jabatan manajerial, mulai dari manajer puncak
hingga para manajer rendah yang secara langsung mengendalikan kegiatan–
kegiatan teknis yang diselenggarakan oleh semua petugas operasional.
Pengawasan berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, dilaksanakan
berdasarkan strategi dasar organisasi yang telah dirumuskan dan diteteapkan.
2.2.3.1 Ciri-ciri pengawasan yang efektif
Pelaksanaan pengawasan yang efektif merupakan salah satu refleksi dari
efektivitas manajerial seorang pemimpin. Pengawasan akan berlangsung dengan
efektif apabila memiliki berbagai ciri yang dibahas berikut ini :
1. Pengawasan harus merefleksikan sifat dari berbagai kegiatan yang
diselenggarakan bahwa teknik pengawasan harus sesuai dengan kegiatan yang
akan menjadi sasaran pengawasan tersebut.
2. Pengawasan harus segera memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya
deviasi dari rencana. Pengawasan harus mampu mendeteksi deviasi atau
penyimpangan yang mungkin terjadi sebelum penyimpangn itu menjadi

Universitas Sumatera Utara

37

kenyataan. Usaha deteksi seperti itu harus dilakukan sedini mungkin dan
informasi tentang hasil deteksi itu harus segera tiba di tangan

manajer secara

fungsional bertanggungjawab agar ia segera dapat mengambil tindakan
pencegahan. Keterlambatan menerima informasi tentang hasil deteksi tersebut
biasanya berakibat pada terjadinya deviasi atau penyimpangan dan makin
lama deviasi itu tidak diketahui oleh manajerial, dampaknya yang bersifat
negatif pun akan semakin kuat sehingga tindakan perbaikannya biasanya
menjadi sukar.
3. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik stragis tertentu.
Manajer yang efektif adalah seorang manajer yang hanya terlibat langsung
dalam pelaksanaan kegiatan tertentu apabila memang keadaan dan sifat tugas
itu menuntut keterlibatan secara langsung.
4. Objektivitas dalam melakukan pengawasan. Standar demikian harus jelas
terlihat bukan saja dalam prosedur dan mekanisme kerja, tetapi juga dalam
rangkaian kriteria yang menggambarkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif
dan sedapat mungkin dinyatakan secara tertulis. Kriteria demikian lebih
bermakna lagi apabila para pelaksana mengetahui, memahami, dan menerima
kriteria tersebut.
5. Salah ciri rencana yang baik ialah flesibilitas sehingga jika terjadi desakan
untuk melakukan perubahan-perubahan pada pelaksanaan, perubahan itu dapat
dilakukan tanpa harus menggantikan pola dasar kebijaksanaan dan rencana
organisasi. Salah satu konsekuensi rencana yang fleksibel ialah bahwa
pengawasan pun harus bersifat fleksibel pula. Fleksibilitas pengawasan berarti

Universitas Sumatera Utara

38

bahwa pelaksanaan pengawasan harus tetap bisa berlangsung meskipun
organisasi menghadapi perubahan karena timbul keadaan yang tidak diduga
sebelumnya atau bahkan juga apabila terjadi kegagalan.
6. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi. Telah dimaklumi
bahwa pola dasar dan tipe organisasi tertentu ditetapkan dalam bebagai hal
seperti pembagian tugas, pendelegasian wewenang, pola pertanggungjawaban,
jalur komunikasi, dan jaringan informasi. Kesemuanya ini harus diperhatikan
dalam melakukan pengawasan.
7. Pengawasan dilakukan supaya keseluruhan organisasi bekerja dengan tingkat
efisiensi yang semakin tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian dalam
penyelenggaraan pengawasan yang efisien ialah kesesuaian dengan kebutuhan
organisasi.
8. Pemahaman sistem pengawasan oleh semua pihak yang terlibat. Para manajer
selaku pelaksana kegiatan pengawasan harus dapat menentukan teknik
pengawasan sebagaimana yang dibutuhkan, dan alat bantu apa pula yang perlu
dikuasai dan dimiliki.
9. Pengawasan mencari apa yang tidak beres. Pengawasan yang baik harus
menentukan siapa yang salah dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kesalahan tersebut. Jika faktor-faktor penyebabnya bersifat teknis administatif,
seperti kurangnya pengetahuan, rendahnya keterampilan tetapi para pelaksana
tetap memiliki tingkat kesetiaan, dedikasi, dan displin kerja yang tinggi,
mengatasinya pun relatif mudah.

Universitas Sumatera Utara

39

10. Pengawasan harus bersifat membimbing. Jika telah ditemukan apa yang tidak
beres dan siapa yang salah serta diketahui pula faktor-faktor penyebabnya,
seorang manajer harus berani mengambil tindakan yang dipandang paling
tepat sehingga kesalahan yang dibuat oleh para bawahan tidak terulang
kembali meskipun kecenderungan berbuat kesalahan yang lain mungkin tidak
dapat dihilangkan sama sekali mengingat sifat manusia yang tidak sempurna
(Siagian, 2007).
2.2.3.2 Partisipasi Tenaga Kerja dan Fungsi Pimpinan
Pemimpin dalam perusahaan mempunyai skala luas mulai dari pimpinan
skala kecil (mandor, supervisor, sampai CEO) memiliki peranan penting sendiri.
Kecelakaan menimbulkan kerugian besar, lebih besar dari perkiraan umumnya
dari pimpinan perusahaan. Banyaknya korban manusia dan kerugian lain seperti
dibawah ini :
1. Besarnya hari yang hilang karena kecelakaan.
2. Besarnya biaya pengobatan.
3. Besarnya biaya kompensasi.
4. Kerugian yang diakibatkan mesin stop produksi.
5. Biaya personil pengganti sewaktu korban tidak dapat bekerja.
6. Waktu yang hilang untuk investigasi kecelakaan dan membuat laporan.
Ditinjau dari undang-undang keselamatan kerja No.1 tahun 1970
mewajibkan pengusaha untuk melaksanakan aspek legal yang terkandung guna
melindungi tenaga kerja dari kecelakaan. Pimpinan perusahaan harus memiliki

Universitas Sumatera Utara

40

kiat-kiat bilamana dan bagaimana pengusaha harus bertanggungjawab, serta
bagaimana cara dan usaha-usaha pencegahan harus dilakukan.
Tanggung jawab keselamatan di perusahaan terletak pada pimpinan
perusahaan, sehingga terjadinya kecelakaan merupakan gagalnya sistem dari
manajemen K3 di perusahaan. Tanggung jawab berada di pudak TOP manajemen
meskipun sebenarnya manajemen pelaksanaannya ada di setiap lapisan organisasi
sampai ke lapisan paling bawah. Keselamatan Kerja di perusahaan bersifat
dikendalikan sehingga menangani harus sesuai dengan norma manajemen K3.
Keberhasilan program K3 diukur dari top manajemen yang dapat menggerakkan
semua lapisan organisasi untuk melaksanaakan program K3, dengan kata lain K3
di perusahaan adalah tanggung jawab semua lapisan organisasi sesuai dengan
kewenangannya dalam menyukseskan program K3. Beberapa Indikator untuk
keberhasilan K3:
1)

Menurunnya angka kecelakaan.

2)

Menurunnya angka kesakitan.

3)

Menurunnya nilai kerusakan barang perusahaan akibat kecelakaan.

4)

Naiknya produktivitas dan profil.

5)

Meningkatnya job satisfaction.

6)

Meningkatnya house keeping.
Manajemen bertanggung jawab dan memastikan bahwa kebijakan

perusahaan dalam aspek K3 di tempat kerja dijalankan dan terintegrasi dengan
kepentingan operasi. Manajemen yang bertanggungjawab terhadap operasi, tidak
hanya mempunyai tanggung jawab pekerjaannya tapi juga atas keselamatan di

Universitas Sumatera Utara

41

tempat kerjanya. Manajemen harus paham terhadap pengertian keselamatan,
keterampilan, dan autorisasi yang cukup untuk mencapai tujuan kebijakan di
bidang K3. Implementasi dan kesinambungan kebijakan K3 memerlukan
kerjasama semua lapisan organisasi di tempat kerja, dari level manajemen,
supervisor, dan pekerja baik dalam keadaaan darurat atau normal. Implementasi
dan kesinambungan K3 memerlukan kerjasama semua lapisan organisasi terutama
komitmen pemimpin perusahaan. Komitmen tersebut kemudian dijabarkan dalam
kebijakan perusahaan dibidang K3 yang biasanya dikenal sebagai bentuk
kebijakan tertulis.
Strategi pelaksanaan kebijakan K3 diawali rencana kerja yang efektif
dengan tujuan dan sasaran jelas yang dapat diukur dan terdapat indikator kinerja.
Perlu dipertimbangkan indentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
dari kegiatan operasi. Mencapai tingkat safety performance yang baik diperlukan
peralatan dan tempat kerja yang aman, supervisor yang berkompeten dan
keterampilan yang handal. Disamping itu, persyaratan keselamatan kerja yang
dibuat, diterapkan, dan dipelihara sesuai dengan norma keselamatan kerja.
Sedangkan kinerja keselamatan kerja dilaporkan kepada pemimpin perusahaan
untuk dikaji (Hadipoetra, 2014).
3.2.3.3

Peran Supervisor

Supervisor adalah personel yang terlibat langsung dan berinteraksi dengan
pekerjaan di lapangan, termasuk masalah yang berkaitan dengan K3. Dari data
statistik K3 perusahaan masih ditemukan juga terjadinya kecelakaan kerja yang
seharusnya dapat dihindari dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh

Universitas Sumatera Utara

42

supervisor. Dari sebuah penelitian persepsi keselamatan pada supervisor banyak
difokuskan area berikut: kepemimpinan (perilaku, tanggung jawab, dll),
komunikasi (meeting, pengakuan/recognition, penghargaan/reward), masalah
(perilaku tidak aman, identifikasi masalah), alat pelindung diri (jumlah,
penggunaan, kesesuaian standard), prosedur (peraturan, kebijaksanaan, standard,
petunjuk), pelatihan (modul, jatah pelatihan, pengakuan), dan personel pekerja
(asesmen, penghasilan). Pada The Occupational Safety and Health Administration
(OSHA 1989) dalam Hadiopetra (2014), mengidentifikasi “4 elemen utama
program K3 yang efektif, yaitu:
1. Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja.
2. Analisa lingkungan kerja.
3. Pengawasan dan pencegahan bahaya (hazard pevention & control), dan
pelatihan K3.
Menurut OSHA keempat elemen ini saling melingkupi. Perubahan prilaku
kelompok sangat dipengaruhi oleh yang memimpin kelompok sehingga
anggotanya bersungguh-sungguh untuk mencapai kepuasan yang sebesarbesarnya. Kelompok yang telah memiliki tujuan bekerja dengan selamat tetapi
karena mendapat tekanan dari dalam, aspek K3nya akan mengalami kemunduran
sehingga terjadi banyak kecelakaan. Disini peran supervisor untuk dapat menjaga
kekompakan bekerja sehingga tujuan perusahaan tercapai.
Pada manajemen industri tidak perlu disangsikan bahwa peran safety
engineering dan supervisor sangat vital dan merupakan posisi kecil dalam
perusahaan khususnya dalam K3. Kinerja perusahaan sangat dipengaruhi seberapa

Universitas Sumatera Utara

43

jauh peran supervisor dalam mengendalikan pekerja dan lingkungan kerjanya.
Banyak perusahaan besar tidak menganggap vital posisi supervisor. Pada
kenyataan dimana pada seleksi seorang supervisor dan dalam pembinaannya
kurang memahami keterampilan praktis dan pengalaman. Seleksi memang
penting, tetapi keterampilan praktis dan pengalaman membutuhkan suatu proses
yang lama. Sebagai alternatif untuk mendapatkan keterampilan praktis dan
pengalaman tersebut, dapat diperoleh melalui pendidikan. Beberapa petunjuk
untuk supervisor :
1. Selalu beranggapan bahwa pekerja itu manusia bukan mesin.
2. Memimpin bukan menekan atau mendikte.
3. Buat pekerja untuk menyukai dan menghormati supervisor, ciptakan loyalitas,
semangat bekerjasama, tumbuhkan kepercayaan diri, tumbuhkan moral, dan
buat pekerja merasa sebagai bagian dari kelompok kerja.
4. Dengarkan keluhan.
5. Berikan penghargaan.
6. Dapat memberikan antisipasi perubahan.
7. Berikan perintah dengan jelas dan tepat.
8. Tanyakan pendapat dan saran.
9. Bersikap sabar, netral, konsisten, ramah, dan santun.
10. Tunjukkan kepedulian terhadap masalah pribadi pekerja.
11. Jangan memaksakan pendapat atau mendogma bila tidak sepakat.
12. Mawas diri untuk menghidari ketidakcocokan dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara

44

13. Cari tahu karakter pribadi, kesenangan, ketidaksenangan, harapan, kelebihan,
kelemahan, dan hal-hal yang memotivasi, elemen dasar dari para bawahan.
14. Lakukan hal diatas khusus untuk pimpinan agar memudahkan berhubungan
dengannya.
15. Kenali tanggung jawab, baik manajemen maupun operasional.
16. Jalankan kelompok kerja seperti suatu bisnis.
17. Cari tahu apa yang paling diinginkan oleh bawahan.
18. Simpan riwayat pribadi dari masing-masing bawahan.
19. Ciptakan semangat bekerja sama dan kompetisi sehat di tempat kerja.
20. Belajar mengenali suatu gejala-gejala sebagai masalah.
21. Koreksi kesalahan bawahan hanya setelah orang bersangkutan tenang.
22. Antisipasi masalah dengan membuat rencana dan mengorganisir jalan
keluarnya.
23. Evaluasi kualiatas produksi bawahan.
24. Ciptakan suasana sehat dan harmonis.
Kemampuan dan sikap seorang supervisor dipengaruhi oleh ada tidaknya
hal –hal sebagai berikut :
1. Inteligensia
2. Inisiatif
3. Prilaku terbuka
4. Antusiasme
5. Simpati dan empati
6. Percaya diri

Universitas Sumatera Utara

45

Kemampuan menggunakan pengetahuan K3 untuk menghasilkan suatu
keadaan selamat. Kemampuan dan sifat merupakan dasar pertimbangan untuk
membuat silabus pelatihan . Hasil yang diharapkan adalah :
1. Mampu melakukan pengenalan kecelakaan.
2. Menjembatani kebijakan manajemen untuk bekerja.
3. Orientasi K3 bagi pekerja baru.
4. Melakukan JSA bagi tiap jabatan yang ada dalam tanggungjawabnya.
Supervisor adalah bagian tim manajemen yang berada di strata bawah
dimana manajemen hanya 20% sedangkan 80% tugasnya adalah bidang operasi.
Tidak mengherankan bahwa supervisor sebagian waktunya berada di lokasi kerja
dengan berada dilokasi kerja, seorang supervisor mengenal baik para pekerja yang
berada dibawah pengawasannya. Kaitannya dalam aspek K3, adanya supervisor
merupakan keuntungan perusahaan karena supervisor mengenal sifat dan
kemampuan pekerja dibawahnya. Supervisor paling tahu pelatihan apa yang
diperlukan bagi pekerja dibawahnya bilamana saat tersebut pekerja kebetulan
mendapat supervisor yang ideal, dia akan melakukan suatu kinerja yang baik.
Karena itu peran supervisor dapat disebut sebagi ujung tombak pembinaan para
pekerja.
Fungsi pengawasan sebenarnya sudah dimulai dari saat tranning pekerja.
Di tempat kerja, situasi kerja tidak konstan selamanya. Perubahan lingkungan
kerja dapat terjadi sewaktu-waktu. Tugas supervisor adalah melakukan tindakan
penyesuaian atas perubahan misalnya terjadi kerusakan mesin produksi tertentu,
maka untuk mencegah keterlambatan produksi, supervisor mengawasinya dengan

Universitas Sumatera Utara

46

pengawasan ekstra operasi mesin tersebut dan mengawasi sarana produksi,
suasana tempat kerja dan metode kerja. Demikian tugas supervisi yang dilakukan
sebagai pengawas dapat dikatakan kunci keberhasilakn keselamatan kerja.
2.2.3.4 Supervisor Ideal
Seorang supervisor dikatakan ideal bilamana dapat mengintegrasikan
pekerjaan dan tugas bawahannya dalam suatu unit kerja dengan baik. Beberapa
ciri supervisor ideal adalah sebagai berikut :
1. Sanggup mengantisipasi terhadap segala potensi kecelakaan.
Potensi kecelakaan walaupun sangat kecil, tidak boleh diabaikan karena
apabila tidak dikendalikan, hal tersebut dapat menimbulkan kecelakaan yang
lebih besar.