Hubungan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Keselamatan Pekerja Bagian Tragi/GI PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

(1)

Lampiran 1. Kuesioner

KUESIONER PENELITIAN

Bapak yang terhormat, saya Hanna Astrid Matondang mahasiswi Ilmu Kesehatan Masyarakat Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pernyataan yang ada dalam kuesioner ini hanya untuk data penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi dengan judul “Hubungan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Keselamatan Pekerja bagian Tragi/GI Glugur PT. PLN (Persero) P3B Medan” pada program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Indentitas Responden

Tragi/GI :………. No. Responden :………

1. Nama : 2. Umur :

3. Pendidikan Terakhir : 4. Masa Kerja :

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Pilihlah jawaban dengan memberikan tanda cheklist (√) pada salah satu jawaban yang paling sesuai menurut Bapak dengan pilihan sebagai berikut : SS = Sering Sekali

S = Sering

K = Kadang - Kadang TP = Tidak Pernah

2. Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban saja. 3. Mohon memberikan jawaban yang sebenarnya.


(2)

A. Kinerja Keselamatan (Safety Performance)

No Pertanyaan SS S K TP 1. Apakah Anda selalu mengikuti prosedur kerja

yang telah ditetapkan oleh perusahaan 2. Apakah Anda melakukan pekerjaan sesuai

dengan wewenang yang diberikan

3. Apakah Anda selalu berkerja mengoperasikan peralatan/mesin sesuai dengan wewenang yang diberikan

4. Apakah Anda pernah bekerja tidak mengikuti prosedur kerja saat mengoperasikan alat

5. Dalam mengoperasikan mesin selama ini apakah Anda selalu dalam keadaan sehat tidak pernah dalam keadaan mengantuk?

6. Apakah Anda menggunakan APD di area kerja sesuai standart yang berlaku di perusahaan 7. Apakah Anda pernah menggunakan APD yang

telah rusak saat bekerja

8. Apakah Anda pernah merusak alat pengaman keselamatan

9. Apakah Anda pernah tidak menggunakan alat pengaman saat sedang mengoperasikan alat 10. Apakah Anda menggunakan peralatan kerja

sesuai fungsinya

11.Apakah Anda pernah merusakan peralatan kerja 12.Apakah Anda pernah berkerja menggunakan


(3)

anda agar tetap berfungsi dengan baik wewenang/hak anda

14.Apakah Anda pernah berkerja mengoperasikan alat atau mesin dengan peralatan safety pada mesin yang baik

15.Apakah Anda pernah mengembalikan perkakas atau perlengkapan kerja pada tempatnya setelah berkerja.

16.Apakah Anda pernah menjaga kerapian di area tempat Anda kerja

17.Apakah Anda pernah menjaga kebersihan di area tempat Anda kerja

Sumber: Kuesioner Baku PTPN IV Kebun Dolok Ilir dan Penelitian Terdahulu Silvia (2011)

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1) Pilihlah jawaban dengan memberikan tanda cheklist (√) pada salah satu jawaban yang paling sesuai menurut Bapak

2) Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban saja. 3) Mohon memberikan jawaban yang sebenarnya.

B. Rambu-rambu K3

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah terdapat rambu-rambu atau poster mengenai ajakan penerapaan K3 di tempat kerja Anda ?

2 Apakah tanda peringatan jelas dan mudah dimengerti? 3 Apakah isi poster sesuai dengan pekerjaan Anda? 4 Apakah isi poster sesuai mudah dimengerti dan


(4)

dipahami?

5 Apakah terdapat rambu - rambu untuk memberitahukan APD yang wajib digunakan di area tersebut ?

6 Apakah terdapat rambu-rambu tanda bahaya di area kerja Anda?

7 Apakah terdapat rambu–rambu tanda yang jelas mengenai lokasi rawan bahaya?

C. APD

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah Anda selalu menggunakan APD lengkap saat bekerja?

2 Apakah terdapat daftar standart APD yang harus digunakan di tempat kerja?

3 Apakah perusahaan menegur pekerja yang tidak

menggunakan alat pelindung yang lengkap, bergurau dan makan di tempat kerja ?

4 Apakah perusahaan memberi penghargaan atau ucapan terimakasih kepada pekerja yang menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan?

D. Prosedur Keselamatan Kerja

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah Anda diberitahu jika ada perubahan prosedur kerja dan pengaruhnya terhadap keselamatan? 2 Apakah Anda selalu mengikuti intruksi kerja?


(5)

selamat?

4 Apakah ditempat kerja terdapat JSA atau MSDS?

5 Apakah JSA atau MSDS mudah dibaca dan dimengerti ? 6 Apakah perusahaan memberi hukuman kepada pekerja

yang melanggar prosedur kerja?

E. Pengawasan K3

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Saya selalu diawasi oleh mandor/inspektur K3 2 Pengawasan tidak mengganggu konsentrasi saya saat

bekerja

3 Saya pernah diingatkan oleh mandor/inspektur K3 untuk selalu memakai APD di area kerja saya

4 Saya pernah diingatkan oleh mandor/inspektur K3 untuk selalu berhati-hati dalam bekerja

5 Ada dilakukan pengawasan terhadap kelayakan mesin, dan faktor lingkungan

6 Pengawas memastikan semua pekerjaan dengan baik 7 Pengawasan pernah dilakukan mendadak

8 Pengawas selalu menegur jika ada pekerja melakukan pekerjaan dengan tidak baik

9 Dengan adanya pengawasan, pekerja lebih merasa diperhatikan atau dihargai oleh pemimpin

Sumber: Kuesioner Baku PTPN IV Kebun Dolok Ilir dan Penelitian Terdahulu Riska Theodora (2015) dan Dewi Indah Sari Siregar (2014)


(6)

Lampiran 2. Master Data Rambu-rambu K3 dan APD RAMBU RAMBU K3

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P TOTAL kategori

1 1 1 0 0 1 1 1 5 tidak baik

2 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

3 1 1 0 1 1 1 1 6 baik

4 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

5 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

6 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

7 1 1 0 0 1 1 1 5 tidak baik

8 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

9 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

10 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

11 1 1 0 0 1 1 1 5 tidak baik

12 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

13 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

14 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

15 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

16 1 1 1 1 1 1 1 7 baik

ALAT PELINDUNG DIRI

NO P1 P2 P3 P4 P TOTAL kategori

1 1 1 1 1 4 baik

2 1 1 1 1 4 baik

3 1 1 1 1 4 baik

4 1 1 1 0 3 baik

5 1 1 1 0 3 baik

6 1 1 1 1 4 baik

7 1 1 1 1 4 baik

8 1 1 1 1 4 baik

9 1 1 1 0 3 baik

10 1 1 1 1 4 baik

11 1 1 1 1 4 baik

12 1 1 1 0 3 baik


(7)

Lampiran 3. Prosedur Keselamatan Kerja dan Pengawas K3 PROSEDUR KESELAMATAN KERJA

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P TOTAL kategori

1 1 1 1 1 1 1 6 baik

2 1 1 1 1 1 1 6 baik

3 1 1 1 1 1 1 6 baik

4 1 1 1 1 1 1 6 baik

5 1 1 1 1 1 1 6 baik

6 1 1 1 1 1 1 6 baik

7 1 1 1 1 1 1 6 baik

8 1 1 1 1 1 1 6 baik

9 1 1 1 1 1 1 6 baik

10 1 1 1 1 1 1 6 baik

11 1 1 1 1 1 1 6 baik

12 1 1 1 1 1 1 6 baik

13 1 1 1 1 1 1 6 baik

14 1 1 1 1 1 1 6 baik

15 1 0 1 1 1 1 5 baik

16 0 0 1 1 1 0 3 tidak baik

PENGAWAS K3

NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P

TOTAL

kategori

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 baik

2 0 0 1 1 1 1 0 1 1 6 tidak baik

3 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 baik

4 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 baik

5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 baik

6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 baik

7 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 baik

8 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 baik

9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 baik

10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 baik

11 1 1 1 1 1 1 0 1 1 8 baik

12 0 1 0 0 1 1 0 1 1 5 tidak baik

13 0 1 1 0 1 1 1 1 1 7 baik

14 0 1 1 1 1 1 0 1 1 7 baik

15 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 baik


(8)

Lampiran 4. Master Data Kinerja Keselamatan

KINERJA KESELAMATAN NO P1 P2 P3 P4 (-) P5 P6 P7(-) P8(-) P9(-) P1

0 P11(-) P12(-) P1 3 P1 4 P1 5 P1 6 P1 7 PTOT AL kategori

1 3 3 4 4 1 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 58 tidak baik

2 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 65 baik

3 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 65 baik

4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 66 baik

5 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 65 baik

6 4 4 4 4 2 4 2 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 59 tidak baik

7 4 3 3 4 2 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 55 tidak baik

8 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 64 baik

9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 68 baik

10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 68 baik

11 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 48 tidak baik

12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 68 baik

13 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 63 baik

14 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 65 baik

15 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 58 tidak baik


(9)

Lampiran 5. Gambar Pekerja dan Lokasi Penelitian

Gambar 1.1 Area Gardu Induk Titi Kuning

Gambar 1.2 Keterangan pengunaan wajib menggunakan APD masuk ke lokasi Gardu Induk Titi Kuning


(10)

(11)

Gambar 1.5 Lokasi kerja operator Gardu Induk Titi Kuning di dalam ruangan

Gambar 1.6 Area terbuka gardu induk titi kuning (operator saat melakukan manuver)


(12)

Gambar 1.7 Lokasi Gardu Induk GIS Listrik


(13)

Gambar 1.9 Rambu-rambu K3 pada mesin GI GIS Listrik


(14)

Gambar 1.11 Perlengakapan APD GI GIS Listrik


(15)

Gambar 1.13 Lokasi Gardu Induk Glugur dan peringatan memasuki area GI glugur


(16)

Gambar 1.15 Pelengkapan rambu-rambu K3 dan APD yang terdapat di GI Glugur


(17)

Gambar 1.17 Lokasi Gardu Induk Mabar


(18)

Gambar 1.18 Lokasi kerja operasi di ruangan GI Mabar

Gambar 1.19 Wawancara pada operator di lokasi Gardu Induk (GIS) Gas Isolasi SF6 Mabar


(19)

Lampiran 6. Hasil Univariat

apdk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 1 6.2 6.2 6.2

1 15 93.8 93.8 100.0

Total 16 100.0 100.0

kinerjak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 5 31.2 31.2 31.2

1 11 68.8 68.8 100.0

Total 16 100.0 100.0

rambukkkk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 3 18.8 18.8 18.8

1 13 81.2 81.2 100.0

Total 16 100.0 100.0

prosedurk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 1 6.2 6.2 6.2

1 15 93.8 93.8 100.0


(20)

pengawasank

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 3 18.8 18.8 18.8

1 13 81.2 81.2 100.0

Total 16 100.0 100.0

umurk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 9 56.3 56.3 56.3

1 7 43.7 43.7 100.0

Total 16 100.0 100.0

masak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 9 56.3 56.3 56.3

1 7 43.7 43.7 100.0

Total 16 100.0 100.0

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sma sederajat 12 75.0 75.0 75.0


(21)

Lampiran 7. Hasil Bivariat apdk * kinerjak

Crosstab

kinerjak

Total

0 1

apdk 0 Count 0 1 1

% within apdk .0% 100.0% 100.0%

% within kinerjak .0% 9.1% 6.2%

% of Total .0% 6.2% 6.2%

1 Count 5 10 15

% within apdk 33.3% 66.7% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 90.9% 93.8%

% of Total 31.2% 62.5% 93.8%

Total Count 5 11 16

% within apdk 31.2% 68.8% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 100.0% 100.0%


(22)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .485a 1 .486 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .779 1 .377

Fisher's Exact Test 1.000 .688

Linear-by-Linear Association .455 1 .500

N of Valid Casesb 16

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .31.

b. Computed only for a 2x2 table

rambukkkk * kinerjak

Crosstab

kinerjak

Total

0 1

rambukkkk 0 Count 3 0 3

% within rambukkkk 100.0% .0% 100.0%


(23)

1 Count 2 11 13

% within rambukkkk 15.4% 84.6% 100.0%

% within kinerjak 40.0% 100.0% 81.2%

% of Total 12.5% 68.8% 81.2%

Total Count 5 11 16

% within rambukkkk 31.2% 68.8% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 31.2% 68.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.123a 1 .004 Continuity Correctionb 4.662 1 .031 Likelihood Ratio 8.712 1 .003

Fisher's Exact Test .018 .018

Linear-by-Linear Association 7.615 1 .006

N of Valid Casesb 16

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .94.


(24)

prosedurk * kinerjak

Crosstab

kinerjak

Total

0 1

prosedurk 0 Count 0 1 1

% within prosedurk .0% 100.0% 100.0%

% within kinerjak .0% 9.1% 6.2%

% of Total .0% 6.2% 6.2%

1 Count 5 10 15

% within prosedurk 33.3% 66.7% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 90.9% 93.8%

% of Total 31.2% 62.5% 93.8%

Total Count 5 11 16

% within prosedurk 31.2% 68.8% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 100.0% 100.0%


(25)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .485a 1 .486 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .779 1 .377

Fisher's Exact Test 1.000 .688

Linear-by-Linear Association .455 1 .500

N of Valid Casesb 16

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .31.

b. Computed only for a 2x2 table

pengawasank * kinerjak

Crosstab

kinerjak

Total

0 1

pengawasank 0 Count 0 3 3

% within pengawasank .0% 100.0% 100.0%

% within kinerjak .0% 27.3% 18.8%


(26)

1 Count 5 8 13

% within pengawasank 38.5% 61.5% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 72.7% 81.2%

% of Total 31.2% 50.0% 81.2%

Total Count 5 11 16

% within pengawasank 31.2% 68.8% 100.0%

% within kinerjak 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 31.2% 68.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.678a 1 .195 Continuity Correctionb .366 1 .545 Likelihood Ratio 2.552 1 .110

Fisher's Exact Test .509 .295

Linear-by-Linear Association 1.573 1 .210

N of Valid Casesb 16

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .94.


(27)

(28)

(29)

(30)

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, L., 2014. Perbedaan Kinerja Keselamatan ditinjau dari Tingkat Persepsi Resiko pada Pekerja PT. Ridlatama Bangun Usaha. (Jurnal). Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpio1817b27bcdfull.pdf. (Diakses 28 April 2016).

Arikunto, S., 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arsyad, A., 2003. Pokok – Pokok Manajemen. Jakarta: Pustaka Belajar.

Boedirijanto, 2010. Pedoman Praktis Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (KL3). Jakarta: Mitra Wacana Media.

Candra, 2009. Penerapan R5. http://www.cakrawijaya.com. (Diakses 17 April 2016).

Erlina, 2011. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.

Hadipoetra, S., 2014. Manajemen Komprehensif Keselamatan Kerja. Jakarta: Yayasan Patra Terbiyyah Nusantara.

Health Safety Protection, 2011. Prilaku Keselamatan (Safety Behaviour). http://healthsafetyprotection.com/perilaku-keselamatan-safety-behavior/. (Diakses 28 April 2016).

Juliaudrey, L., 2015. Efektivitas Pengawasan dan Kesehatan Kerja Oleh dinar Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3. (jurnal). FISIP Universitas Airlangga. http://www.google.com/url?q=http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf. (Diakses 28 April 2016).

Mangkunegara, A., 2009. Evaluasi Kinerja SDM . Bandung: PT Refika Aditama. Moeheriono, 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia

Indonesia

Musoffan, W., 2007. Analisa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Upaya Identifikasi Potensi Bahaya di Unit Plastic Injection di PT. Astra Honda Motor. Fakultas teknologi Industri Universitas Gunadarma (Skripsi).


(32)

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/industrial-technology/2007/Artikel_31402066.pdf. (Diakses 29 April 2016).

Neal, A., Griffin, M., 2002. Safety Climate and Safety Behavior. Australian Jornal of Mangement. http://eprints.edu.au/17298/c/17298.pdf. (Diakses 28 April 2016).

Qomariyatus, 2014. Keselamatan Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.

Ramli, S., 2013. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OSHA 18001 . Jakarta: Dian Rakyat.

Shamsudin, M., 2011. Improving Safety Performance by Understanding Relationship Between Management Pratices and Leadership Behaviour in The Oil and Gas Industry in Iraq a Proposed in Iraq. IPEDR.http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download;jsessionid=CF535ED19 2586223CD00A669F3CF25FE?doi=10.1.1.476.4001&rep=rep1&type=pdf. (Diakses 28 April 2016).

Saragih, S.I., 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Ringan di PT Aqua Golden Missisppi Bekasi tahun 2014 (Skripsi). Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25512/ 1/Dewi%20Indah%20Sari%20Siregar%20-%20FKIK%20.pdf . (Diakses 29 Maret 2016).

Saryono dan Anggraeni, M., 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Siagian, P.S., 2007. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Suharno, 2000. Kinerja Keselamatan dan Budaya Keselamatan. (Jurnal). Pusat

Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir.

http://www.google.com/url?q=http://jabatanfungsional.com/jabfung/penerapa n-budaya-keselamatan-dlm-keg-fungs-pengawas-radiasi.pdf.(Diakses 28 April 2016).


(33)

.Regulasi Keteknikan dibidang ketenagalistrikan. http://www.pushep.or.id/uu/Regulasi%20Keteknikan%20Bidang%20Ketenag alistrikan.pdf. (Diakses 31 Maret 2016).


(34)

3. 1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan kerja dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi /GI Glugur PT PLN P3B Medan tahun 2016.

3.2 Lokasi dan waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Tragi /GI Glugur PT PLN P3B Medan yang terbagi menjadi; GI Titi Kuning, GI Mabar, GI Listrik dan GI Glugur.

3.2.2 Waktu Penelitian

Adapun penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret-Juni 2016 3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja bagian operator di Tragi/GI Glugur Medan yang berjumlah 4 gardu induk dan dalam 1 gardu induk terdapat 4 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu 16 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer


(35)

pertanyaan dan pilihan jawaban tentang pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan kinerja keselamatan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Erlina, 2011). Data sekunder penelitian ini bersumber dari data perusahaan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

1. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja berupa APD, rambu-rambu K3, pengawas dan prosedur kerja.

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keselamatan pekerja. 3.5.2 Definisi Operasional

1. Pengawas adalah personel yang terlibat langsung dan berinteraksi dengan pekerjaan di lapangan, termasuk masalah yang berkaitan dengan K3.

2. Alat Pelindung Diri adalah semua aksesoris yang didesain guna menciptakan batas dengan hazard lingkungan.

3. Rambu-rambu K3 adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja.

4. Prosedur Keselamatan Kerja adalah hal-hal yang sangat mendasar untuk pelaksanaan keselamatan kerja dengan benar.


(36)

5. Kinerja keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan dengan keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dengan perilaku-perilaku kerja lain yang merupakan hasil kerja.

3.6 Pengelolahan Data

1. Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi kuesioner sudah diisi dengan lengkap dan jawaban responden jelas.

2. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.

3. Processing merupakan entry data dari kuesioner ke dalam program computer.

4. Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah diinput apakah ada kesalahan atau tidak.

3.7 Metode Pengukuran

1. Pengukuran Kinerja Keselamatan

Pengukuran variabel kinerja keselamatan diukur berdasarkan 17 pertanyaan yang disusun sendiri dan sudah diuji secara validitas dan reabilitas oleh peneliti terdahulu. Pengukuran kinerja keselamatan menggunakan skala likert pada pertanyaan nomor 1,2,3,5,6 ,10, 13,14,15,16, dan 17 dengan jawaban

“sangat sering” diberi skor 4, “sering” diberi skor 3, “kadang-kdang” diberi skor 2

dan “tidak pernah” diberi skor dan pertanyaan nomor 4,7,8,9,11, dan 12 dengan

jawaban “sangat sering” diberi skor 1, “sering” diberi skor 2, “kadang-kadang”


(37)

a. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ mean (≥ 62,38) b. Tidak baik, jika responden memperoleh skor < mean (< 62,38) 2. Pengukuran Pengawasan K3

Pengukuran variabel pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja berupa pengawasan K3, APD, rambu-rambu K3 dan prosedur keselamatan kerja diukur berdasarkan 26 pertanyaan yang dimodifikasi dan sudah diuji secara validitas dan reabilitas oleh peneliti terdahulu. Variabel independen terdiri dari 4 variabel

menggunakan skala ordinal yang diajukan dengan jawaban “ iya” diberi skor 1

dan “tidak” diberi skor 0. Variabel-variabel tersebut antara lain:

1. Rambu-rambu K3

Terdiri atas 7 pertanyaan dengan variabel dikategorikan menjadi: a. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ 75 % (≥ 5,25)

b. Tidak baik, jika responden memperoleh skor < 75% (< 5,25) 2. Prosedur Keselamatan Kerja

Terdiri dari 6 pertanyaan dengan variabel dikategorikan menjadi:

a. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ 75 % (≥ 4,5)

c. Tidak baik, jika responden memperoleh skor < 75% (< 4,5) 3. Pengawas K3

Terdiri dari 9 pertanyaan dengan variabel dikategorikan menjadi:

a. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ 75 % (≥ 6,75)

d. Tidak baik, jika responden memperoleh skor <75% (< 6,75) 4. APD


(38)

a. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ 75 % (≥ 3)

b. Tidak baik, jika responden memperoleh skor < 75%(< 3) (Arikunto, 2009). 3.8 Teknik Analisa Data

3.8.1 Analisis Univariat

Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentra atau grafik. Jika data mempunyai distribusi normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan dan Standar Deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran. Jika distribusi data tidak normal maka sebaiknya menggunakan median sebagai ukuran pemusatan dan minimun – maksimun sebagai ukuran penyebaran. Hasil dari analisis univariat berupa distribusi frekuensi, besarnya proporsi, presentase dan statistika diskriptif. Analisis univariat ini disajikan dalam bentuk deskriptif berupa tekstural, tabulasi dan grafik (Saryono, 2013).

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dan variabel, baik berupa komparatif maupun korelatif. Pada penelitian menggunakan analisis bivariat karena diduga ada hubungan dan korelasi antara dua variabel yaitu variabel independen (pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja) dengan variabel dependen (kinerja keselamatan). Pada analisis bivariat ini, peneliti menggunakan instrumen statistika dengan uji fisher exact untuk menganalisa hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan statistika uji fisher exact adalah :


(39)

Metode (analisis) ini digunakan untuk melihat probabilitas kejadiannya. Jika nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen, jika nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen.


(40)

4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Profil Perusahaan

PT. PLN (Persero) P3B Sumatera Unit Pelayanan Transmisi Medan pada awalnya didirikan tahun 1965 melalui peraturan Menteri NO.1/PRT/65 dan ditinjaklanjutkan dengan keputusan Direksi Perusahaan Listrik Negara No. Kpts.009/DIRPLN/66 tanggal 14 April 1966, dalam kegiatan peroperasiannya adalah perusahaan listrik negara eksploitasi-I didukung oleh empat cabang dan satu sektor meliputi: cabang Medan, cabang Pematangsiantar, cabang Binjai, cabang Sibolga, dan sektor Glugur yang sekarang berubah nama menjadi Unit Pelayanan Transmisi Medan PT PLN (Persero) P3B Sumatera dengan kantor induk di Padang.

Perubahan-perubahan struktur organisasi selalu mengikuti perkembangan antara lain perusahaan listrik negara eksploitasi I Sumatera Utara berubah nama menjadi perusahaan listrik negara eksploitasi II Sumatera Utara melalui surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik No.51/Kpts./1969.

Perusahaan Listrik negara eksploitasi II Sumatera Utara kemudian berubah menjadi perusahaan listrik negara wilayah II Sumatera Utara melalui peraturan menteri pekerjaan umum dan tenaga listrik. Perusahaan listrik negara wilayah II Sumatera Utara selanjutnya berubah menjadi perusahaan umum listrik negara


(41)

No.1/PRT/1973 tentang penetapan perusahaan listrik negara menjadi perusahaan umum listrik negara sekaligus bertanggungjawab untuk membangkitkan, menyalurkan, dan mendistribusi tenaga listrik di seluruh wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.

Perusahaan umum listrik negara wilayah-II Sumatera Utara kemudian kembali berubah nama sekaligus status perusahaannya dari perusahaan umum (Perum) menjadi PT. PLN (Persero) wilayah-II Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah No.23 tahun 1994. Perusahaan status PLN dari PT. PLN (Persero) wilayah-II Sumatera Utara menjadi PT. PLN (Persero) Kitlur Sumbagut dilakukan oleh pemerintah sejalan dengan kemajuan yang telah dicapai perusahaan sekaligus sebagai upaya dalam mengantisipasi perkembangan kebutuhan tenaga listrik yang telah meningkat.

Pada tahun 2004 dengan terbentuk organisasi baru dilingkungan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera maka terbentuk unit pelayanan transmisi Medan. Sebagai perusahaan penyalur tenaga listrik dengan 4 tragi yakni Tragi Glugur, Tragi Paya Pasir, Targi Sei Rotan, dan Tragi Binjai dan 17 gardu induk yang cukup mempunyai reputasi bagus yang menyalurkan tenaga listrik dengan kapasitas total 1377 MVA, mengoperasikan jaringan transmisi sebanyak 24 segmen dengan jumlah tower 1214 dan didukung sejumlah 161 orang pekerja, suatu jumlah ynag cukup efesien dalam berproduksi.

Menghadapi persaingan global dan tuntutan pelayanan jasa yang aman PT. PLN (Persero) P3B sumatera Unit Pelayanan Trasnmisi Medan menerapkan sistem manajemen K3 untuk memenuhi persyaratan-persyaratan perundangan


(42)

nasional dan persiapan menghadapi perdagangan dunia yang tanpa batas. Penerapan SMK3 lebih merupakan usaha untuk melindungi pekerja dengan menyediakan tempat kerja yang aman, sehat, dan nyaman. Penerapan SMK3 perusahaan akan lebih meningkatkan citra dan kesejahteraan karyawan perusahaan.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan Visi :

Diakui sebagai pengelola penyaluran dan pengatur beban sistem tenaga listrik dengan tingkat pelayanan setara kelas dunia yang mampu memenuhi harapan stakeholders dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Misi :

1. Mengelola operasi sistem tenaga listrik secara andal.

2. Melakukan dan mengelola penyalur tenaga listrik tegangan tinggi secara efesien, andal, dan akrab lingkungan.

3. Mengelolah transaksi tenaga listrik secara kompetitif, transparan, dan adil. 4. Melaksanakan pembangunan instalansi sistem transmisi tenaga listrik


(43)

4.1.3 Operasi dan Pemeliharaan Gardu Induk 4.1.3.1 Operasi Gardu Induk

Gardu Induk adalah suatu instalasi yang merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang terdiri dari susunan sejumlah peralatan listrik yang menempati daerah tertentu yang berfungsi menerima dan menyalurkan daya dalam berbagai saluran serta menjamin keandalan sistem tenaga listrik. Peralatan utama gardu induk adalah transformator. Transformator adalah sebuah alat listrik yang dapat menaikkan atau menurunkan tegangan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, peralatan dalam gardu induk mengalami modernisasi dan otomatisasi, dalam rangka meningkatkan ke andalannya dalam menyediakan tenaga listrik. Pekerjaan operasi dan pemeliharaan dipisahkan untuk memungkinkan peningkatan sistem dan tekniknya. Pekerjaan dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) bekerja dalam pemeliharaan trafo dan transmisi gardu induk. Operasi gardu induk menyangkut supervise, pencatatan, control dan penyetelan kondisi operasi dari semua peralatan, patroli harian, perbaikan kecil dan tindakan-tindakan darurat waktu ada gangguan. Operasi berfungsi melaksanakan pengoperasian peralatan sesuai SOP, mengoperasikan peralatan instalasi gardu induk, melaksanakan manuver untuk pemeliharaan instalasi gardu induk, melaksanakan manuver untuk pemulihan gangguan, monitoring parameter operasi peralatan gardu induk, mencatat secara rutin parameter operasi peralatan gardu induk, melaksanakan checklist kondisi operasi peralatan gardu induk, mengidentifikasi, mencatat, dan


(44)

melaporkan anomali yang terjadi pada peralatan gardu induk dan mencatat stand kWh-meter setiap hari. Operasi dalam keadaan tidak normal bila peralatan dalam gardu mengalami beban lebih karena gangguan, maka perlu diadakan tindakan pencegahan dalam waktu sesingkat mungkin. Gangguan segera dilaporkan kepada supervision gardu induk.

Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerja (DP3) telah mencapai tujuan operasi secara manual yang harus ditaati oleh setiap pekerja (operator) gardu. Pedoman tersebut berisi tujuan, peraturan umum dan riwayat operasi. Peraturan umum menyinggung masalah pembacaan instrument, pengertian, dan ketaatan terhadap peraturan, kemajuan teknik, pengadaan tempat kerja yang memadai, pengamanan pertama, menyangkut organisasi, pencatatan data operasi, peralatan yang ada, control terhadap peralatan, operasi peralatan, operasi dalam keadaan tidak normal, patroli, inspeksi, perbaikan, mengenai cara pencegahan bahaya kebakaran, dan peralatan yang diperlukan di gardu induk.

4.1.3.2 Pemeliharaan Gardu Induk 1. Gangguan listrik dan cara pencegahannya

Gangguan pada gardu induk erat sekali hubungannya dengan pemeliharaanya. Banyaknya gangguan yang terjadi karena pemeliharaan yang kurang baik serta peralatan yang rusak. Pemeliharaan perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya gangguan, agar dapat mengambil kesimpulan yang lebih tepat jumlah peralatan yang


(45)

sebagainya. Pemeliharaan bertujuan meningkatkan hasil kerja (performance) peralatan, deteksi kerusakan secepat mungkin dan mencegah gangguan sebanyak dan seluas mungkin.

Tugas pemeliharaan gardu induk seperti patroli harian, inspeksi dan perbaikan, peralatan diperiksa oleh indra manusia dan instrument-instrumen pengukur. Pembersihan dan perbaikan kecil dapat juga dilakukan selama operasi. Hal-hal yang dianggap penting harus dicatat. Inspeksi khusus dan perbaikan dilaksanakan bila kelihatan adanya ketidaknormalan pada inspeksi biasa, bila peralatan terlalu sering digunakan dan bila ada gangguan yang serius pada peralatan yang sama jenisnya.

2. Gangguan listrik dan penaggulangannya

Bila gangguan terjadi penanggulangannya tergantung dari jenis gangguan. Gangguan yang dapat diperkirakan sebelumnya, penanggulangannya tertulis dalam buku petunjuk. Bila diperkirakan bahwa gangguan terjadi dalam lingkungan gardu, maka gangguan itu harus segera diatasi dan dilaporkan pada pusat pengatur beban. Bagian yang bertugas melakukan perbaikan mengusahakan agar peralatan yang rusak segera dapat diperbaiki serta mengurangi pengaruh gangguan dengan menyediakan pekerja dan bahan yang diperlukan.

Kecelakaan cenderung terjadi karena kejutan listrik mungkin saja terjadi bila kondisi kerja dan cara kerja yang kurang aman. Cara-cara membuat kondisi kerja aman sebagai berikut:


(46)

1. Memahami JSA (Job Safety Analysis): detail persiapan, pelaksanaan kerja, prosedurnya, standar penilaian keamanannya, perhatian khusus yang harus diberikan, dan sebagainya.

2. Membuat konstruksi penopang yang diperlukan dan jaring pengaman untuk mencegah kontak dengan bagian-bagian bertegangan.

3. Memasang tanda-tanda larangan masuk, bahaya, dan sebagainya.

4. Memberi tanda pengaman di tempat kerja berupa tali, papan pemberitahuan, bendera, dan sebagainya.

5. Menggunakan peralatan pengaman, misalnya helm, ikat pinggang pengaman, sarut tangan karet, sepatu karet, dan sebagainya.

6. Menegaskan pemberian tanggung jawab antara pekerja operasi dan pemeliharaan sebelum pekerjaan dimulai, prosedur pengamanan menjadi tanggung jawab petugas operasi yang kemudian menyerahkan kepada petugas pemeliharaan. Sesudah pekerjaan selesai, tanggung jawab ini diserahkan kembali kepada petugas operasi.

Gardu induk dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan sesuai dengan tujuannya dan mempunyai fasilitas untuk operasi dan pemeliharaannya, yaitu:

1. Single Line Diagram

Single Line Diagram atau diagram satu garis gardu induk adalah bagan kutub tunggal yang menjelaskan sistem kelistrikan pada gardu induk secara sederhana,


(47)

peralatan yang terpasang pada gardu induk tersebut, seperti transformator tenaga, rel daya, pemisah, pemutus tenaga, trafo arus, trafo tegangan, dan lain sebagainya untuk kondisi operasi maupun pemeliharaan.

2. Ligthning Arrester

Ligthning Arrester adalah alat yang berfungsi untuk mengamankan peralatan instalasi tegangan tinggi dari tegangan lebih akibat adanya sambaran petir (ligthning surge). Alat ini bersifat sebagai isolasi pada keadaan normal dan jika terjadi tegangan lebih akibat sambaran petir maka akan bersifat sebagai penghantar dan mengalirkan muatan tersebut ke tanah sehingga tidak menimbulkan tegangan yang lebih tinggi yang dapat merusak peralatan listrik.

3. Transformator Tenaga

Transformator Tenaga adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi untuk menyalurkan daya atau tenaga listrik dari tegangan tinggi menjadi tegangan rendah dan sebaliknya.

4. Transformator Tegangan

Transformator Tegangan adalah trafo satu fasa yang berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi menjadi tegangan rendah yang dapat diukur dengan voltmeter untuk indikator dan proteksi.

5. Transformator Arus

Transformator Arus adalah alat yang berfungsi untuk menurunkan arus besar menjadi arus kecil sehingga dapat melakukan pengukuran dan proteksi.


(48)

6. Pemutus Tenaga (PMT)

Pemutus Tenaga (PMT) adalah alat yang terpasang pada gardu induk yang berfungsi untuk menghubungkan maupun memutuskan peralatan instalasi tegangan tinggi yang dapat dioperasikan dalam keadaan berbeban maupun tidak berbeban. Jenis-jenis penggerak pemutus tenaga (PMT) antara lain mekanik jenis spring (pegas), mekanik jenis Hidrolik, mekanik jenis Pneumatik, dan mekanik jenis Air Blast (udara hembus). Jenis-jenis media pemadam busur api pemutus tenaga (PMT) antara lain menggunakan Gas SF6, menggunakan Vacum, menggunakan udara, dan menggunakan minyak.

7. Pemisah (PMS)

Pemisah (PMS) adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan tegangan pada peralatan instalasi tegangan tinggi dan dapat digunakan untuk menyatakan secara visual bahwa peralatan listrik sudah bebas dari tegangan.

8. Wave Trap

Wave Trap adalah suatu alat yang digunakan untuk meredam frekuensi tinggi yang membawa sinyal informasi sehingga tidak dapat mengalir ke peralatan gardu induk dan meneruskan frekuensi 50Hz yang membawa energi listrik mengalir ke peralatan gardu induk.

9. Batere dan Rectifer


(49)

kondisi baik, maka batere dihubungkan dengan Rectifier (Charger). Rectifier atau alat pengisi baterai adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah arus bolak - balik (AC) menjadi arus searah (DC) sesuai kapasitas yang dikehendaki (kapasitas baterai). Baterai berfungsi sebagai sumber tenaga arus DC cadangan dari rectifier untuk menyuplai peralatan kontrol, relay proteksi, motor penggerak PMT dan PMS, dan lain sebagainya.

10.Rele proteksi

Rele proteksi adalah alat yang bekerja secara otomatis untuk mendeteksi adanya suatu gangguan atau ketidaknormalan yang terjadi pada sistem tenaga listrik yang selanjutnya memberi perintah trip (lepas otomatis) pemutus tegangan. 4.1.4 Prosedur Kerja

4.1.4.1 Prosedur Keselamatan Kerja Gardu Induk

Prosedur keselamatan kerja merupakan suatu tata cara yang disusun secara sistematis dan jelas sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan. Prosedur keselamatan kerja sangat erat kaitannya dengan hal–hal keamanan personil, kelayakan peralatan kerja, dan keamanan peralatan instalasi listrik yang menjadi obyek pekerjaan sehingga dapat terciptanya zero accident dan safety performance pada setiap unit di PT. PLN P3B UPT Medan.

Manuver adalah suatu prosedur untuk mengubah posisi jaringan /instalasi dari kondisi tidak operasi (keluar dari sistem) ke kondisi operasi (masuk ke dalam sistem) atau sebaliknya sedangkan manuver dan keamanan peralatan instalasi listrik TT/TET


(50)

berhubungan erat dengan keandalan sistem operasi dan kontinuitas penyaluran tenaga listrik. Personil yang melakukan pemeliharaan instalasi TT/TET pada kondisi offline terdiri dari :

1. Penanggungjawab pekerjaan bertugas untuk bertanggungjawab terhadap seluruh rangkaian kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dengan catatan tidak sedang menjadi pengawas lainnya (tidak merangkap).

2. Pengawas manuver bertugas untuk mengawasi dan bertanggungjawab terhadap seluruh pelaksanaan manuver yang dilakukan.

3. Pelaksana manuver bertugas sebagai eksekutor proses manuver pada saat pemeliharaan instalasi TT/TET.

4. Pengawas pekerjaan bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pemeliharan instalasi TT/TET oleh pelaksanaan pekerjaan.

5. Pengawas K3 bertugas untuk mengawasi pelaksanaan K2 dan K3 selama pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan.

6. Pelaksana pekerjaan bertugas untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan pada instalasi TT/TET pada kondisi offline.

Tahapan pelaksanaan pekerjaan dan penerapan prosedur K2/K3 pada pekerjaan instalasi TT/TET terdiri dari persiapan yang berisi tentang briefing atau penjelasan tentang rencana kerja yang akan dilaksanakan kepada seluruh personil yang terlibat dalam pekerjaan yang dilakukan oleh pengawas manuver, pengawas pekerjaan,


(51)

melaksanakan manuver pembebasan tegangan dengan memperhatikan SOP manuver pembebasan tegangan.

4.1.4.2 Prosedur Kerja Operator GI

Dispatcher Unit Pengatur Beban (Dispatcher UPB), Dispatcher APD Sumut dan operator gardu induk dalam melaksanakan pengendalian dan pengopersian instalansi penyaluran di gardu induk dalam kondisi normal maupun gangguan serta pemulihannya.

A. Tugas dan Wewenang Operator Gardu Induk

1. Operator GI melaksanakan perintah Dispatcher UPB untuk melakukan lepas-masuk PMT serta PMS 150 kV dan 20 kV yang tidak dapat dikendalikan secara remote melalui fasilitas SCADA UPB Sumbagut.

2. Operator GI melaksanakan perintah Dispatcher APD Sumut untuk melakukan lepas masuk PMT dan PMS 20 kV.

3. Perintah pengopersian PMT dan PMS akan diberikan oleh Dispatcher UPB dari Dispatcher APD Sumut jika operasi gardu induk menyatakan bahwa peralatan layak untuk dioperasikan.

B. Kondisi Gangguan seperti gangguan Black-Out padam total (hilang tegangan), gangguan parsial (PMT Trip), PMT 150 kV penghantar trip, PMT 150 kV atau PMT 20 kV trafo daya trip, PMT 20kV penyulang trip oleh UFR, PMT 20 kV


(52)

penyulang Trip oleh Over Loaf Shedding (OLS), pemulihan PMT 150 kV penghantar, dan pemulihan PMT 20 kV penyulang Trip oleh UFR.

Tugas Operator Gardu Induk:

a. Operator gardu induk memastikan kondisi lokal black-out dengan memeriksa seluruh pengukuran tegangan kemudian mencatat indikator yang muncul dan atau relay yang bekerja (sebelum kemudian di-reset).

b. Operator gardu induk melepas jika Rele tegangan nol (RTN) tidak lebih dulu bekerja.

c. Operator gardu induk memastikan PMT pada posisi masuk atau dimasukkan kembali setelah black out.

d. Operator gardu induk melaporkan ke Dispatcher UPB langkah-langkah yang telah dilakukan.

e. Operator gardu induk memeriksa dan mencatat indikator yang muncul dan atau relay yang bekerja (sebelum kemudian reset), jam ganguan serta beban sebelum gangguan dan operator gardu induk melaporkan ke Dispatcher UPB.

f. Operator gardu induk memeriksa dan mencatat indikator yang muncul dan atau relay yang bekerja (sebelum kemudian direset), jam gangguan serta beban sebelum gangguan.

g. Operator gardu induk melepas seluruh PMT penyulang 20 kV yang dipasok dari Trafo daya tersebut.


(53)

h. Operator gardu induk melapor ke Dispatcher UPB kemudian di Dispatcher APD Sumut.

C. Kondisi Darurat

Dalam keadaan daruat (emergency) operator gardu induk dapat melakukan pelepasan atau pembebasan tegangan pada instalansi, apabila pelepasan darurat tersebut betul-betul diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya yang lebih besar, kemudian segera melapor ke Dispatcher UPB dan Dispatcher APD Sumut jika terjadi pemadaman beban akibat pelepasan atau pembebasan tegangan pada instalansi tersebut.

D. Komunikasi Operasional

Alur komunikasi dalam pengoperasian instalansi gardu induk baik dalam kondisi normal maupun gangguan digambarkan sebagai berikut:

Dispatcher UPB

Operator GI

Dispatcher APD Sumut


(54)

Garis Informasi Garis Instruksi

Gambar 4.1 Alur komunikasi dalam pengoperasian instalansi gardu induk 4.1.5 Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)

Perusahaan membentuk suatu wadah organisasi dalam melaksanakan program dan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang bertujuan untuk menciptakan suasana kerja yang aman, nyaman, dan sehat sehingga tenaga kerja dapat bekerja secara efisien dan produktif. Adapun tugas dan tanggung jawab Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sebagai berikut :

1. Memberikan pertimbangan K3 kepada manajemen baik diminta maupun tidak. 2. Mengarahkan program K3 untuk dilaksanakan oleh seluruh departemen dibawah

koordinasi departemen K3.

3. Menjadi penghubung karyawan dan manajemen dalam permasalahan. 4. Membantu pelaksanaan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

5. Membantu departemen K3 dalam memberikan pengarahan mengenai K3 kepada karyawan.

6. Mengevaluasi program K3 setiap bulan.

7. Mengevaluasi kebijakan K3 minimal 1 tahun sekali.


(55)

9. Memberikan konsultasi masalah K3 dengan koordinasi dengan departemen K3. 10.Membantu dan memberikan usulan program dan penyelesaian masalah K3

kepada departemen K3.

11.Ikut serta dalam audit internal SMK3, inspeksi, dan penyelidikan kecelakaan. 12.Melakukan program K3 yang sifatnya mengatur kebijakan secara umum, serta

memantau pelaksanaan yang dilakukan departemen K3 untuk pelaksanaan program K3 yang bersifat rutin.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel independen dan dependen yang meliputi karakteristik responden (umur, pendidikan terakhir, masa kerja), pengawasan K3 (rambu-rambu K3, prosedur kerja, pengawas, dan APD), dan variabel kinerja keselamatan (safety performance).

4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

No Karakteristik F %

Umur

1 ≤ 27 tahun 9 56.25

2 > 27tahun 7 43.75

Jumlah 16 100.00

Pendidikan Terakhir

1 SD - -

2 SMP - -

3 SMA/SMK 12 75.00

4 Diploma/sarjana 4 25.00


(56)

No Karakteristik F % Masa Kerja

1 ≤ 4 tahun 9 56.25

2 >4 tahun 7 43.75

Jumlah 16 100.00

Pengukuran umur pada pekerja bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui besar usia pekerja bagian operator Tragi/GI yang dikategorikan menjadi usia ≤ 27 tahun dan > 27 tahun berdasarkan nilai median. Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diperoleh responden yang berumur ≤ 27 tahun sebanyak 9 orang (56,25%) dan yang berumur > 27 tahun sebanyak 7 orang ( 43,75%).

Pengukuran pendidikan terakhir pada pekerja bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui pendidikan terakhir pada pekerja bagian operator tragi/GI yang dikategorikan menjadi SD, SLTP, SMA/STM, dan Diploma/Sarjana. Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diperoleh tidak ada responden yang memiliki pendidikan terakhir SD dan SMP. Responden yang memiliki pendidikan terakhir SMA/SMK sebanyak 14 orang (75%) dan pendidikan terakhir Diploma/Sarjana sebanyak 2 orang (25%).

Pengukuran masa kerja pada pekerja bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui lama kerja sehingga


(57)

4.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen (Pengawasan K3)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen (PengawasanK3) pada Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

No Pengawasan K3 F %

Pengawas

1 Tidak baik < 75 % 3 18.80

2 Baik ≥ 75% 13 81.20

Jumlah 16 100.00

APD

1 Tidak baik < 75 % 1 6.20

2 Baik ≥ 75% 15 93.80

Jumlah 16 100.00

Prosedur Keselamatan Kerja

1 Tidak baik < 75 % 1 6.20

2 Baik ≥ 75% 15 93.80

Jumlah 16 100.00

Rambu-rambu K3

1 Tidak baik < 75 % 3 18.80

2 Baik ≥ 75% 13 81.20

Jumlah 16 100.00

Pengukuran pengawas pada pekerja (operasi) bagian tragi/ GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui pengawasan di tempat kerja sehingga dikategorikan menjadi pengawas tidak baik apabila hasil


(58)

jawaban dari kuesioner pengawas < 75% dan pengawas baik apabila hasil jawaban dari kuesioner pengawas ≥ 75%. Berdasarkan tabel 4.3 di atas diperoleh responden yang menyatakan pengawasan tidak baik sebanyak 3 orang (12,50%) dan pengawasan baik sebanyak 13 orang (87,50%).

Pengukuran APD pada pekerja bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui APD di tempat kerja sehingga dikategorikan menjadi APD tidak baik apabila hasil jawaban dari kuesioner APD < 75% dan APD baik apabila hasil jawaban dari kuesioner APD ≥ 75%. Berdasarkan tabel 4.3 di atas diperoleh responden yang menyatakan APD tidak baik sebanyak 1 orang (6,20%) dan APD baik sebanyak 15 orang (93,80%).

Pengukuran prosedur keselamatan kerja pada pekerja bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui prosedur keselamatan kerja yang dikategorikan menjadi prosedur keselamatan kerja tidak baik apabila hasil jawaban dari kuesioner prosedur keselamatan kerja < 75% dan prosedur keselamatan kerja baik apabila hasil jawaban dari kuesioner prosedur keselamatan kerja ≥ 75%. Berdasarkan tabel 4.3 di atas diperoleh responden yang menyatakan prosedur keselamatan kerja tidak baik sebanyak 1 orang (6,20%) dan prosedur keselamatan kerja baik sebanyak 15 orang (93,80%).

Pengukuran rambu–rambu K3 pada pekerja (operasi) bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui rambu–rambu


(59)

apabila hasil jawaban dari kuesioner rambu–rambu K3 < 75% dan rambu–rambu K3 baik apabila hasil jawaban dari kuesioner rambu–rambu K3 ≥ 75%. Berdasarkan tabel 4.3 di atas diperoleh responden yang menyatakan rambu–rambu K3 tidak baik sebanyak 3 orang (18,80%) dan rambu–rambu K3 baik sebanyak 13 orang (81,20%). 4.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dependen (Kinerja

Keselamatan)

Pengukuran kinerja keselamatan (safety performance) pada pekerja bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan dilakukan untuk mengetahui kinerja keselamatan pekerja sehingga dikategorikan menjadi “tidak baik” apabila hasil jawaban dari kuesioner kinerja keselamatan < mean dan “baik” apabila hasil jawaban dari kinerja keselamatan ≥ mean. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Keselamatan (Safety Performance) pada Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

No Kinerja Keselamatan F %

1 Tidak baik < mean 5 31.20

2 Baik ≥ mean 11 68.80

Jumlah 16 100.00

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diperoleh responden yang menyatakan kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 5 orang (31,20%) dan keselamatan baik sebanyak 11 orang (68,80%).


(60)

4.3 Analisis Bivariat

Agar mengetahui hubungan antara pengawasan K3 (rambu–rambu K3, APD, pengawas, dan prosedur keselamatan kerja) dengan kinerja keselamatan (Safety performance) pekerja menggunakan Uji Fisher's Exact (p < 0,05) dikarenakan sampel berjumlah kecil dan tidak berdistribusi normal.

4.3.1. Hubungan Pengawasan K3 dengan Kinerja

Tabel 4.5. Hubungan Pengawasan K3 dengan Kinerja Keselamatan pada Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

Variabel Independen

Kinerja Keselamatan Jumlah P

Value

Baik Tidak

baik

n % n % n %

Rambu-rambu K3 0.018

Baik 11 100.0 2 40.0 13 81.2

Tidak Baik 0 0 3 60.0 3 18.8

APD

Baik 10 90.9 5 100.0 15 93.8

1.000

Tidak Baik 1 9.1 0 0 1 6.2

Prosedur Kerja

Baik 10 90.9 5 100 15 93.8

1.000

Tidak Baik 1 9.1 0 0 1 6.2

Pengawasan Baik Tidak baik 8 3 72.2 27.3 5 0 100.0 0 13 3 81.2 18.8 0.509

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dari 16 pekerja diperoleh responden yang menyatakan rambu–rambu K3 baik dengan kinerja keselamatan baik sebanyak 11


(61)

keselamatan pekerja yang baik sebanyak 0 orang (0%) dan responden yang menyatakan rambu–rambu k3 tidak baik dengan kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 3 orang (60,0%). Variabel rambu–rambu K3 memiliki nilai ρ = 0,018 (p > 0,05) yang menunjukkan ada hubungan rambu–rambu K3 dengan kinerja keselamatan (safety performance) pada pekerja (operasi) bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan tahun 2016 yang berarti Ho ditolak.

Pada variabel APD dari 16 pekerja diperoleh responden yang menyatakan APD baik dengan kinerja keselamatan baik sebanyak 10 orang (90,9%) dan terhadap kinerja keselamatan pekerja tidak baik sebanyak 5 orang (100%). Responden yang menyatakan APD tidak baik dengan kinerja keselamatan pekerja tidak baik sebanyak 0 orang (0%) dan kinerja keselamatan pekerja baik sebanyak 1 orang (9,1%).

Variabel APD memiliki nilai ρ = 1,000 (p > 0,05) yang menunjukkan tidak ada

hubungan APD dengan kinerja keselamatan (safety performance) pada pekerja (operasi) bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan tahun 2016 yang berarti Ho diterima.

Pada variabel prosedur keselamatan kerja, dari 16 pekerja diperoleh responden yang menyatakan prosedur keselamatan kerja dilakukan dengan baik dengan kinerja keselamatan baik sebanyak 10 orang (90,9%) dan terhadap kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 5 orang (100 %). Responden yang menyatakan prosedur keselamatan kerja dilakukan tidak baik dengan kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 0 orang (0%) dan prosedur keselamatan kerja tidak baik dengan


(62)

kinerja keselamatan baik sebanyak 1 orang (9,1%). Variabel prosedur keselamatan

kerja memiliki nilai ρ = 1,000 (p > 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan

prosedur keselamatan kerja dengan kinerja keselamatan (safety performance) pada pekerja bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan tahun 2016 yang berarti Ho diterima.

Pada variabel pengawasan mengenai k3, dari 16 pekerja responden yang menyatakan pengawasan baik dengan kinerja keselamatan baik sebanyak 8 orang (72,2%) dan terhadap kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 5 orang (100,0%), responden yang menyatakan pengawasan tidak baik dengan kinerja keselamatan pekerja yang tidak baik sebanyak 0 orang (0%) dan dengan kinerja pekerja yang baik sebanyak 3 orang (27,3%). Variabel pengawasan memiliki nilai ρ = 0,509 (p > 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan pengawas K3 dengan kinerja keselamatan (safety performance) pada pekerja (operasi) bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan tahun 2016 yang berarti Ho diterima.


(63)

5.1 Hubungan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Keselamatan pada Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016

Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah supervisor yang mengambil alih permasalahan dan mempertanggungjawabkannya, terutama tentang masalah keselamatan dan kesehatan bawahannya. Pengawasan K3 yang diteliti dalam penelitian ini meliputi pengawas, rambu–rambu K3, prosedur keselamatan kerja, dan APD pada karyawan bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan.

5.1.1 Hubungan Pengawas dengan Kinerja Keselamatan

Pengawas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengawasan yang diterapkan oleh perusahaan di setiap tragi/GI oleh supervisor harian. Hal yang penting diperhatikan di gardu induk berupa pengawasan, pelaksanaan prosedur kerja dengan baik, pemasangan rambu-rambu k3 atau tanda bahaya di area tempat kerja dan penggunaan APD saat memasuki area tertutup. Pengawasan terhadap pelaksanaan instruksi kerja secara keseluruhan di setiap area kerja dilakukan dengan memperhatikan aspek kehati – hatian dalam bekerja dan pemakaian APD bagi setiap pekerja dengan memberikan arahan jika ada aspek–aspek yang dilanggar. Setiap gardu induk memiliki seorang supervisor berjumlah 1 orang yang mengawasi 4


(64)

karyawan. Setiap karyawan bekerja sesuai shift yang telah ditentukan supervisor. Sehari terdapat 3 shift kerja yang terdiri shift pagi, shift sore, dan shift malam. Supervisor bersama seorang karyawan bawahan bertugas pada shift pagi, kemudian shift sore dan malam dilanjutkan oleh karyawan lain tanpa pengawasan langsung oleh supervisor.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa mayoritas pengawasan diterapkan dengan baik menurut pekerja bagian operator gardu induk yaitu sebanyak 13 dari 16 orang jumlah pekerja keseluruhan.

Mencapai tingkat safety performance yang baik, diperlukan peralatan dan tempat kerja yang aman, supervisor yang berkompeten dan keterampilan yang handal. Disamping itu, persyaratan keselamatan kerja yang dibuat, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan norma keselamatan kerja. Sedangkan kinerja keselamatan kerja dilaporkan kepada pemimpin perusahaan untuk dikaji (Hadipoetra, 2014).

Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 16 pekerja dapat diperoleh responden yang menyatakan pengawasan baik dengan kinerja keselamatan pekerja baik sebanyak 8 orang (72,2%) dan terhadap kinerja keselamatan pekerja tidak baik sebanyak 5 orang (100,0%). Responden yang menyatakan pengawasan tidak baik dengan kinerja keselamatan pekerja tidak baik sebanyak 0 orang (0%), dan terhadap kinerja keselamatan baik sebanyak 3 orang (27,3%) dengan nilai ρ = 0,509 lebih besar dari titik kritis (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang


(65)

penelitian melalui Uji Fisher's Exact menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawas dengan kinerja keselamatan dengan nilai p = 1,000.

Kondisi ini sesuai dengan hasil observasi peneliti selama beberapa hari di lapangan, dimana supervisor rutin mengawasi karyawan bawahannya di setiap hari pada shift pagi. Pada saat shift sore dan malam, supervisor melakukan pengawasan melalui komunikasi via telepon ketika ada hal-hal penting yang terjadi ditempat kerja untuk mengkoordinir pekerja. Adapaun keterbatasan pengawas yang dirasakan pekerja, tidak membuat mereka tidak memiliki kinerja keselamatan yang baik dan bukan berarti pengawasan tidak diperlukan oleh pekerja. Pengetahuan akan prosedur kerja yang dimiliki pekerja telah membuat mereka memahami pekerjaan dengan baik, walaupun pengawas tidak berada di tempat kerja selama shift sore dan malam. Pekerja yang berada sendiri di tempat kerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan memuaskan.

Sebuah penelitian dalam Hadiopetra (2014) persepsi keselamatan pada supervisor banyak difokuskan area berikut: kepemimpinan (contoh perilaku, tanggung jawab, dll), komunikasi (meeting, pengakuan/recognition, penghargaan/reward), masalah (perilaku tidak aman, identifikasi masalah), alat pelindung diri (jumlah, penggunaan, kesesuaian standard), prosedur (peraturan, kebijaksanaan, standard, petunjuk), pelatihan (modul, jatah pelatihan, pengakuan), dan personel pekerja (asesmen, penghasilan). Kondisi yang ditemukan saat melakukan penelitian adalah pengawasan yang dilakukan sehari-hari oleh supervisor


(66)

di gardu induk telah diterapkan langsung ataupun tidak langsung dan mayoritas pekerja berperilaku aman atau kinerja keselamatan baik, namun pada hasil penelitian menemukan bahwa ada 5 orang yang diawasi dengan baik dan memilki kinerja keselamatan yang tidak baik. Peran Supervisor masih diperlukan untuk mengingatkan pekerja berperilaku selamat dan aman saat bekerja selalu setiap hari. Supervisor maupun perusahaan mengingatkan pekerja dan memberikan teguran kepada pekerja yang pernah melanggar dan tindakan yang dianggap menjadi masalah dalam bekerja. Selain itu, kesadaran pribadi untuk berperilaku aman dimiliki oleh sebagian besar pekerja. Hal ini bermakna bahwa penerapan pengawasan aspek K3 di tempat kerja tersebut mayoritas baik dan pekerja mayoritas sudah berprilaku aman dengan hasil kinerja keselamatan (safety performance) para pekerja yang dominan baik.

5.1.2 Hubungan APD dengan Kinerja Keselamatan

Penggunaan APD oleh perusahaan terhadap karyawan di bagian operator tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan yang diteliti dalam penelitian ini ada meliputi tersediannya APD, pemakaian APD yang baik dan benar. APD tersebut bertujuan untuk meningkatkan perilaku keselamatan saat memasuki area kerja yang memiliki potensi bahaya.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa mayoritas responden selalu menggunakan APD yaitu sebanyak 15 dari 16 orang jumlah pekerja. Kondisi ini


(67)

dilakukan wajib dan terbiasa. Penggunaan APD yang bersifat wajib akan menciptakan pekerja berperilaku aman bekerja yang akan dilihat dari hasil kinerja keselamatan yang baik.

Berdasarkan tabel 4.5 yang disajikan diatas juga dapat diasumsikan bahwa semakin besar nilai APD atau dikatakan semakin baik APD yang diterapkan di perusahaan maka akan mengakibatkan kinerja keselamatan yang baik juga atau dikatakan dengan tindakan aman saat bekerja. Griffin dan Neal (2000) mengemukakan kepatuhan keselamatan, menjelaskan aktivitas-aktivitas keselamatan yang perlu dilakukan oleh individu untuk menjaga keselamatan kerja. Perilaku ini seperti mengikuti peraturan dan prosedur yang benar serta memakai peralatan keselamatan atau alat pelindung diri. Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 16 pekerja diperoleh responden yang menyatakan APD baik dengan kinerja keselamatan pekerja baik sebanyak 10 orang (90,9%) dan terhadap kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 5 orang (100%). Responden yang menyatakan APD tidak baik dengan kinerja keselamatan tidak baik sebanyak 0 orang (0%) dan APD tidak baik dengan kinerja keselamatan pekerja baik sebanyak 1 orang (9,1%) dengan

nilai ρ = 1,000 lebih besar dari titik kritis (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara APD dengan kinerja keselamatan (safety performance).

Dari observasi beberapa hari di lapangan dan wawancara dengan para pekerja menemukan bahwa pekerja bagian operator di gardu induk dominan sudah terbiasa


(68)

menggunakan APD setiap hari saat bekerja seperti safety shoes dan helm. Bahkan ketika tamu berkunjung ke gardu induk, pekerja selalu mengarahkan tamu untuk mengenakan helm sebelum memasuki area switch yard. Pada hasil penelitian ini temukan ada 5 orang yang memiliki kinerja tidak baik namun penggunaan APD dan ketersedian APD di tempat kerja sudah baik. Hal tersebut terjadi kemungkinan masih ada pekerja yang terkadang mengenakan APD yang rusak, misal helm yang tidak memiliki chin strap.

5.1.3 Hubungan Prosedur Keselamatan Kerja dengan Kinerja Keselamatan Prosedur kerja diterapkan di bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan menggunakan dokumen yang tertulis berupa JSA, DP3, dan pedoman prosedur. Prosedur kerja digunakan untuk menciptakan keamanan dan keselamatan dalam bekerja. Hasil analisis bivariat diperoleh responden yang menyatakan prosedur kerja baik dengan kinerja keselamatan pekerja baik sebanyak 10 orang (90,9%) dan terhadap kinerja keselamatan pekerja tidak baik sebanyak 5 orang (100,0 %). Responden yang menyatakan prosedur kerja tidak baik dengan kinerja keselamatan pekerja tidak baik sebanyak 0 orang (0%) dengan nilai ρ = 1,000 lebih besar dari titik kritis (p > 0,05) hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara prosedur kerja dengan kinerja keselamatan (safety performance).


(69)

dalam jumlah besar dengan biaya efesien serta aman dan sehat, maka perlu suatu prosedur kerja yang standar terlebih dahulu, namun prosedur kerja tidak akan berarti apabila tidak ditaati pekerja. Diperlukan kerjasama dan pengawasan prosedur kerja tersebut. Tujuan prosedur kerja adalah untuk mengeliminasi potensi bahaya (Hadipoetra, 2014).

Saat melakukan wawancara dengan responden selama beberapa hari di lapangan responden menyatakan bahwa prosedur kerja seperti intruksi kerja sebagai pesan lisan dan tulis berjalan dengan baik. Peneliti juga menanyakan mengenai JSA, DP3, dan pedoman prosedur yang difokuskan kepada mereka untuk mudah dipahami dan berperilaku aman setiap hari sebelum bekerja. Para responden memberikan pernyataan mengenai kengunaan pedoman prosedur tersebut. Beberapa tugas dalam pemeriksaaan instalasi gardu induk yaitu memeriksa peralatan secara visual yang kemudian dituangkan dalam format checklist dan melakukan pengisian logsheet, monitoring dan mengupayakan tegangan sisi sekunder nominal 20 kV sesuai permintaan pemadaman APD (Alat Pengatur Distribusi) dan 150 kv sesuai permintaan pemadaman UPB (Unit Pengatur Beban) dengan mengubah tap changer. Jika terdapat perubahan status dan fungsi peralatan akibat adanya suatu gangguan operator gardu induk akan mematikan bunyi alarm, memeriksa dan mengamati perubahan yang terjadi pada panel kontrol dan panel proteksi, mencatat jam gangguan dan indikasi yang muncul. Operator harus melaksanakan SOP Gardu Induk yang berlaku yaitu, melaporkan gangguan dan langkah-langkah yang telah dilakukan


(70)

kepada Dispatcher UPB, melaksanakan instruksi atau perintah dari Dispatcher UPB, melaporkan gangguan yang bersifat permanen dan vital kepada supervisor.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja dominan sudah memahami pentingnya prosedur keselamatan kerja dan prosedur kerja telah dituangkan perusahaan dalam DP3. Peran pengawas/supervisor gardu induk menjadi hal yang penting saat melakukan manuver, trip, maupun pemeliharaan gardu induk.

5.1.4 Hubungan Rambu –Rambu K3 dengan Kinerja Keselamatan

Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Rambu-rambu K3 yang diteliti dalam penelitian ini adalah rambu-rambu K3 yang diterapkan oleh perusahaan di bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan meliputi rambu-rambu K3 yang dipasang berupa ajakan penerapaan K3, rambu peringatan yang jelas mengenai lokasi rawan bahaya, dan tanda perintah APD yang wajib digunakan di daerah kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa rambu-rambu K3 diterapkan dengan baik yaitu sebanyak 13 orang dari 16 orang jumlah pekerja. Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 16 pekerja diperoleh responden yang menyatakan rambu-rambu K3 baik dengan kinerja keselamatan pekerja baik


(71)

baik dengan kinerja keselamatan pekerja baik sebanyak 0 orang (0%) dan terhadap kinerja keselamatan tidak baik 3 orang (60,0%). Berdasarkan uji fisher’s exact yang

dilakukan, diperoleh nilai ρ = 0,018 berarti lebih kecil dari titik kritis (p > 0,05) hal

ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara rambu-rambu K3 dengan kinerja keselamatan (safety performance).

Pada Penenelitian oil dan gas idustri di Irak menemukan bahwa faktor manusia dan praktek manajemen pekerjaan di dalam organisasi dapat mencapai kinerja keselamatan yang lebih baik jika petunjukan keamanan dapat mempengaruhi perilaku pekerja untuk mencegah tempat kerja cedera (Shamsudin, 2011).

Keberadaan rambu-rambu K3 tersebut telah menyentuh para pekerja untuk membenahi atau mengarahkan prilaku aman bekerja. Kondisi observasi peneliti selama beberapa hari di lapangan ditemukan pada setiap area kerja telah dipasang rambu-rambu K3. Rambu-rambu K3 yang dipasang di daerah gardu induk mayoritas terlihat dengan jelas secara visual seperti awas tegangan tinggi 20kv, daerah tutup, dilarang membawa benda diatas 1 meter di atas kepala di daerah switch yard, berbahaya tegangan tinggi, 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rajin, dan Rawat), stop jangan dikerjakan, awas jalur kabel lantai terbuka, dll. Pekerja sendiri menyatakan rambu-rambu K3 sangat penting karena area kerja mereka memiliki potensi bahaya yang sangat tinggi terkhusus rambu-rambu K3 saat pemeliharaan gardu.

Hasil observasi peneliti menunjukkan masih ada gardu induk yang kurang dalam memperkenalkan keselamatan dan kesehatan kerja berupa poster K3 yang


(72)

memberikan informasi K3 listrik, perlu peringatan dan gambar pekerja yang berperilaku K3 (seperti; kenakan sarung tangan, bahaya listrik tegangan tinggi dengan mencamtukan gambar yang sesuai) agar pekerja maupun tamu memahami lokasi area kerja, bahaya di tempat kerja dan secara visual berguna untuk selalu mengingatkan berperilaku aman untuk meningkatkan kinerja keselamatan.


(73)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di bagian tragi/GI Glugur PT. PLN (PERSERO) P3B UPT Medan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Variabel rambu-rambu K3 berhubungan dengan kinerja keselamatan pada pekerja bagian Tragi/GI PT. PLN (persero) P3B UPT Medan.

2. Variabel APD, pengawas dan prosedur keselamatan kerja tidak berhubungan dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI PT. PLN (persero) P3B UPT Medan.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan yang diperoleh maka peneliti memberikan saran untuk perbaikan selanjutnya :

1. Keberadaan rambu-rambu K3 terkhusus poster dengan gambar yang menarik dan jelas yang berisi informasi K3 listrik di tempat kerja membuat setiap pekerja dan tamu memahami pentingnya K3 dan mematuhi atur yang berlaku.

2. Kinerja Keselamatan Kerja bagi perusahaan sebaiknya bukan hanya dilihat dari zero accident tetapi lebih pada bagaimana pekerja berprilaku K3 (safety behavior) atau perilaku aman setiap harinya dan berpartisipasi dalam mendukung keselamatan di tempat kerja.


(74)

2.1 Kinerja Keselamatan 2.1.1 Pengertian Kinerja

Arti kinerja sebenarnya berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seseorang karyawan. Kesuksesan seseorang dalam bekerja atau dapat dikatakan berkinerja lebih baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam dirinya sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Namun, banyak terjadi di tempat pekerjaan, seseorang mempunyai kemampuan spesifik dan profesional, tetapi belum tentu orang tersebut dapat bekerja atau mempunyai kinerja lebih baik. Kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. Bakat bawaan; bakat yang sudah ada dan melekat sejak mereka lahir.

2. Motivasi kerja yang tinggi. 3. Sikap, motif, dan cara pandang.

4. Pengetahuan yang dimiliki; baik dari pendidikan formal maupun nonformal (pelatihan, kursus, panel, dan lain-lain).

5. Keterampilan atau keahlian yang dimililki.

6. Lingkungan hidup dari kehidupan mereka sehari-hari.

Fungsi sumber daya manusia dikatakan sukses apabila bermanfaaat dan dapat membantu individu atau orang lain dan organisasi untuk mencapai kinerja


(75)

Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standart keberhasilan tolok ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Sebenaranya, karyawan dapat mengetahui seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi, seperti komentar atau penilaian yang baik atau buruk dari atasan, mitra kerja, bahkan bawahan, tetapi seharusnya penilaian kinerja juga harus diukur melalui penilaian formal dan terstruktur (Moeheriono, 2009).

2.1.2 Kinerja Keselamatan

Kinerja keselamatan adalah konsep perilaku kerja yang dikemukakan oleh Griffin dan Neal (2000). Definisi kinerja sendiri menurut Griffin & Neal adalah perilaku aktual individu di tempat kerja. Griffin dan Neal menyatakan bahwa perilaku keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan dengan keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dengan perilaku-perilaku kerja lain yang merupakan hasil kerja. Komponen kinerja menggambarkan perilaku aktual yang dilakukan individu di tempat kerja. Komponen tersebut terdiri dari:

1. Safety compliance atau kepatuhan keselamatan, menjelaskan aktivitas-aktivitas keselamatan yang perlu dilakukan oleh individu untuk menjaga keselamatan kerja. Perilaku ini seperti mengikuti peraturan dan prosedur yang benar serta memakai peralatan keselamatan atau alat pelindung diri.

2. Safety participation atau partisipasi keselamatan, menggambarkan perilaku yang mungkin tidak berkontribusi secara langsung terhadap keselamatan pribadi individu tapi perilaku ini mendukung keselamatan dalam konteks


(76)

organisasi yang lebih luas yaitu membantu mengembangkan lingkungan yang mendukung keselamatan. Perilaku ini meliputi kegiatan seperti berpartisipasi dalam kegiatan keselamatan secara sukarela serta membantu rekan kerja mengenai hal-hal yang terkait dengan keselamatan. Kepatuhan dan partisipasi keselamatan telah ditemukan memiliki efek terhadap kecelakaan kerja yang terjadi (Neal dan Griffin, 2002).

Para manajer senior mendorong manajer lain memperhatikan publikasi yang relevan dengan keselamatan. Manajer senior bersama dengan Regulasi mendorong pekerja peka terhadap usulan yang diambil. Para manajer menampung usulan dari pekerja tentang bagaimana meningkatkan keselamatan. Keterbukaan individu pada hal ini akan memberikan dampak yang sangat besar. Kadang kala melaporkan kesalahan yang dilakukan sendiri sangat sukar dilakukan. Sementara pemantauan atas pelaksanaan prosedur, memerlukan perhatian yang intensif. Keselamatan tetap harus menjadi tanggungjawab manajemen. Berikut akan diberikan beberapa hal pengalaman praktis pada ketiga tingkatan:

1. Tingkatan Pertama:

a) Manajer senior harus bertekat untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan setuju dengan visi keselamatan yang telah ditetapkan.

b) Para manajer senior memeriksa dan merumuskan keselamatan dan mengkomunikasikannya kepada pekerja.

c) Para manajer harus memeriksa pelatihan keselamatan dan kemudian mengembangkan partisipasi pekerja dengan meminta pekerja mengidentifikasi


(77)

d) Para manajer menetapkan ukuran kinerja keselamatan dan menganalisis secam statistik untuk mengetahui kecenderungannya. Mereka dapat saling tukar informasi dengan pekerja.

2) Tingkatan Kedua :

a) Para manajer senior mendorong manajer untuk sadar bahwa nilai, sikap, dan perilaku pekerja merupakan faktor yang penting dalam mencapai kinerja keselamatan yang baik dan membantu pekerja untuk ambil bagian dalam meningkatan kinerja keselamatan.

b) Para manajer didorong untuk menggunakan indikator positif saat memberikan informasi pada pekerja tentang kecenderungan kinerja keselamatan.

c) Para manajer mendorong pekerja peka terhadap organisasi lain yang telah sukses dalam meningkatkan kinerja keselamatan untuk menunjukkan bahwa hal tersebut dapat dicapai. Oleh sebab itu, para pekerja diperkenalkan pada ide luar yang mungkin baik untuk diambil.

d) Para manajer senior mendorong keterlibatan aktif pekerja dalam meningkatkan keselamatan.

e) Para manajer senior mendorong para pekerja peka terhadap faktor manusia dan memperkenalkan analisis akar sebab.

f) Para manajer senior memperkenalkan ukuran kinerja keselamatan yang positif.

g) Para manajer memperkenalkan penilaian sendiri terhadap kinerja keselamatan dan menjamin bahwa adanya program tindakan perbaikan yang menyeluruh.


(78)

h) Para manajer mendorong kesadaran para manajer bahwa kinerja keselamatan yang baik adalah baik untuk bisnis.

3. Tingkatan Ketiga

a) Para manajer senior tetap terbuka terhadap kemungkinan belajar dan organisasi lain dan membangun sistem untuk melakukan itu. Mereka memperkenalkan akibat proses terhadap hasil keselamatan.

b) Para manajer memeriksa target dan sasaran keselamatan mereka dan tetap terbuka terhadap potensi peningkatan keselamatan.

c) Para manajer kerja sama dengan pekerja untuk meningkatkan kinerja keselamatan.

d) Para manajer memperkenalkan indikator budaya organisasi (misalnya: standar pemeliharaan atau laporan penyimpangan/kegagalan) yang memiliki hubungan dengan kinerja keselamatan.

e) Para manajer senior membuat perbandingan dengan organisaasi eksternal yang dipilih sebagai model.

f) Para manajer senior mengkomunikasikan isu keselamatan dengan publik. g) Para manajer mendorong peka membantu dalam peningkatan lebih lanjut

proses yang ada. Apapun tingkatan yang telah dicapai oleh suatu organisasi, satu persyaratan dasar yang perlu yaitu komitmen yang nyata dan jelas dari manajemen puncak organisasi untuk meningkatkan keselamatan. Manajemen puncak seharusnya memiliki pengetahuan tentang isu budaya keselamatan sehingga mereka dapat berperan memimpin pembuatan dan komunikasi visi


(79)

hanya tahu bagaimana memotivasi tim tetapi juga harus mampu mencegah hilangnya motivasi itu.

2.1.3 Perilaku Keselamatan (Safety Behavior)

Perilaku diterjemahkan dari kata bahasa Inggris “behavior” dan perilaku juga sering diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang ditampilkan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan disekitarnya, atau bagaimana manusia beradaptasi terhadap lingkungannya. Perilaku pada hakekatnya adalah aktifitas atau kegiatan nyata yang ditampikan seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku keselamatan adalah tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor-faktor keselamatan kerja. Menurut Zhou et al (2007) dalam Health Safety Protection (2011) ada empat faktor yang paling efektif untuk meningkatkan perilaku keselamatan, yaitu:

1. Safety attitudes.

2. Employee’s involvement.

3. Safety management systems and procedures. 4. Safety knowledge.

Faktor iklim keselamatan lebih berpengaruh terhadap perilaku keselamatan jika dibandingkan dengan pengalaman pekerja. Diperlukan strategi gabungan antara iklim keselamatan dan pengalaman kerja untuk meningkatkan perilaku keselamatan secara maksimal guna mencapai total budaya keselamatan (Health Safety Protection, 2011).


(1)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.3 Populasi dan Sampel ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.6 Pengelolahan Data ... 53

3.7 Metode Pengukuran ... 53

3.8 Teknik Analisis Data ... 55

3.8.1 Analisa Univariat ... 55

3.8.2 Analisa Bivariat ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 57

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 57

4.1.1 Profil Perusahaan ... 57

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ... 59

4.1.3 Operasi dan Pemeliharaan Gardu Induk ... 60

4.1.3.1 Operasi Gardu Induk ... 60

4.1.3.2 Pemeliharaan Gardu Induk ... 61

4.1.4 Prosedur Kerja ... 66

4.1.4.1 Prosedur Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja GI ... 66

4.1.4.2 Prosedur Kerja Operator GI ... 68

4.1.5 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatam Kerja (P2K3) ... 70

4.2 Analisi Univariat ... 71

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pekerja ... 71

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen (Pengawasan K3) ... 74

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dependen (Kinerja Keselamatan) ... 75

4.3 Analisis Bivariat ... 76

4.3.1 Hubungan Pengawasan K3 dengan Kinerja Keselamatan ... 76

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kinerja Keselamatan pada Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016 ... 80

5.1.1 Hubungan Pengawasan K3 dengan Kinerja Keselamatan ... 80

5.1.2 Hubungan APD dengan Kinerja Keselamatan ... 82

5.1.3 Hubungan Prosedur Kerja dengan Kinerja Keselamatan ... 84

5.1.4 Hubungan Rambu-rambu K3 dengan Kinerja Keselamatan ... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1 Kesimpulan ... 88

6.2 Saran ... 88


(2)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan

Tahun 2016 ... 27 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Independen

(Pengawasan K3) pada Pekerja Bagian Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan

Tahun 2016 ... 47 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Keselamatan

pada Pekerja Bagian Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN

(Persero) P3B UPT Medan Tahun 2016 ... 67 Tabel 4.5 Hubungan Pengawasan K3 dengan Kinerja Keselamatan

pada Pekerja Bagian Pekerja Bagian Gardu Induk PT. PLN


(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka konsep ... 50 Gambar 4.1 Alur komunikasi dalam pengoperasian instalansi GI ... 70


(4)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ... 91

Lampiran 2. Master Data Rambu-rambu K3 dan APD ... 96

Lampiran 3. Master Data Prosedur Keselamatan Kerja dan Pengawas K3 ... 97

Lampiran 4. Master Data Kinerja Keselamatan ... 98

Lampiran 5. Gambar Pekerja dan Lokasi Penelitian ... 99

Lampiran 6. Hasil Univariat ... 109

Lampiran 7. Hasil Bivariat ... 111

Lampiran 8. Struktur Organisasi ... 115

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian ... 117


(5)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan :Singkatan dari

APD :Alat Pengatur Distribusi

GI :Gardu Induk

K3 :Keselamtan dan Kesehatan Kerja

PMS :Pemisah Tegangan (DS/ Disconneting Switch)

PMT :Pemutus Tenaga (CB/ Circuit Breaker)

SCADA :Supervisory Control and Data Acquisition

UFR :Under- Frequency Relay

OLS :Over- Load Shedding

RTN :Rele Tegangan Nol (no- Voltage Relay)

UPB :Unit Pengatur Beban


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hanna Astrid Matondang

Tempat lahir : Balige

Tanggal lahir : 14 Juni 1994

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Evan Matondang

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Sondang Hutapea

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD N 173524 Balige

2. SLTP/Tamat tahun : SMP N 1 Pematangsiantar

3. SMA/Tamat tahun : SMA N 4 Pematangsiantar