Analisis SSR (Simple Sequence Repeats) Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Klon Plasma Nutfah PT.Socfindo

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di
Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan
kesediaan lahan yang masih cukup banyak sekitar 16 juta-17 juta hektar
(Raganata, 2006). Produksi minyak kelapa sawit Indonesia tahun 2014 mencapai
31.5 juta ton, dan di tahun 2015 produksi minyak sawit mencapai 32,5 juta ton
dimana jumlah tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan yang stabil selama
20 tahun terakhir sebesar 11% setiap tahunnya. Pada tahun 2020 diperkirakan
CPO Indonesia dapat mencapai 40 juta ton, sementara permintaan konsumsi
minyak kelapa sawit dunia diperkirakan mencapai 180 juta ton sehingga membuat
posisi Indonesia sebagai pemasok terbesar kelapa sawit di dunia (GAPKI, 2016).
Pesatnya perkembangan industri kelapa sawit Indonesia tidak terlepas dari
upaya peningkatan produktifitas CPO melalui pemuliaan tanaman yang
berkesinambungan. Peningkatan peran kelapa sawit tidak terlepas dari sumbangan
nyata pemuliaan tanaman dalam mendukung penyediaan bahan tanaman unggul.
Usaha merakit bahan tanaman kelapa sawit unggul sangat ditentukan oleh
ketersediaan bahan dasar plasma nutfah dan variabilitas genetiknya. Penggunaan

bibit unggul dalam penanaman baru, dan peningkatan intensitas pemeliharaan
menjadi kunci sukses program peningkatan produktivitas. Pemuliaan kelapa sawit
memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan industri kelapa sawit di
Indonesia. Untuk menjaga suplai produksi kelapa sawit tetap stabil maka
diperlukan bibit dalam jumlah yang sangat banyak (Putri, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif namun akan
menghasilkan tanaman yang beragam karena kelapa sawit merupakan tanaman
yang menyerbuk silang. Dengan demikian harus dilakukan perbanyakan secara
vegetatif. Teknologi perbanyakan klonal secara konvensional tidak mungkin
dilakukan terutama untuk memenuhi kebutuhan bibit yang banyak dalam waktu
yang singkat. Salah satu teknologi alternatif yang menjanjikan adalah teknologi
kultur jaringan. Melalui teknologi tersebut telah banyak tanaman yang dapat
diperbanyak secara masal, seragam dan dengan waktu yang relatif singkat
(Mariska et al., 2013).
Kelebihan dari perbanyakan kultur jaringan akan menghemat pelaksanaan

program pemuliaan mengingat siklus hidup tanaman kelapa sawit yang panjang
yaitu 25 tahun. Oleh sebab itu perbanyakan tanaman kelapa sawit dengan metode
in vitro telah banyak diterapkan. Penemuan ini dianggap suatu revolusi dibidang
perbanyakan tanaman kelapa sawit karena dianggap tidak mungkin kelapa sawit
diperbanyak secara vegetatif. Akan tetapi penggunaan teknik kultur in vitro dapat
pula menghasilkan klon tanaman dengan penyimpangan sifat yang diinginkan
disebut dengan variasi somaklonal (Kiswanto et al., 2008).
Teknik kultur jaringan tidak selalu menghasilkan tanaman yang identik
dengan induknya karena selama proses kultur jaringan dapat terjadi variasi
fenotipik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang disebut variasi
somaklonal. Variasi somaklonal dapat berasal dari keragaman genetik eksplan
yang disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya polisomik dari jaringan
tertentu (Hetharie, 2010).

Universitas Sumatera Utara

3

Perubahan sifat genetik dapat disebabkan oleh frekuensi dan umur kalus,
jenis eksplan dan kecepatan proliferasi kalus, serta zat pengatur tumbuh. Di antara

zat pengatur tumbuh, auksin yang banyak dilaporkan dapat menyebabkan
perubahan genetik adalah 2,4-D. Dengan umur embrioid yang pendek masa
inkubasinya maka persentase buah abnormal menurun secara drastis, kecuali
dengan perlakuan interval 4 minggu dengan konsentrasi sitokinin yang tinggi.
Umur embrioid yang lama (1 tahun) dapat menyebabkan tingginya abnormalitas.
Di samping itu pengggunaan daun muda dapat mempengaruhi tanggap eksplan
terhadap perlakuan tergantung pada letaknya terhadap apeks. Penggunaan media
dasar dapat pula berpengaruh terhadap keberhasilan perbanyakan kelapa sawit
melalui kultur jaringan (Tasma et al., 2013).
Klon kelapa sawit yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat mengalami
perubahan ke arah abnormalitas pada organ reproduktif yaitu bunga dan buah.
Dalam proses abnormalitas ini terjadi konversi satu atau lebih primordial anter
menjadi karpel tambahan yang lunak dan berkembang menjadi buah mantel. Hal
yang sangat ekstrim dari abnormalitas ini adalah tidak terbentuknya buah karena
tandan buah dipenuhi oleh bunga jantan atau buah bermantel berat yang
menyebabkan hilangnya produksi. Tidak adanya kualitas kontrol yang efektif
untuk abnormalitas pada produksi, dan belum lengkapnya pemahaman mengenai
penyebab abnormalitas didalam perkembangan kultur invitro berakibat pada
tertundanya upaya untuk memproduksi bibit unggul kelapa sawit secara klonal
(Sianipar et al., 2007).

Keberlanjutan produksi dan suplai produk kelapa sawit dunia perlu
dipertahankan dengan pemuliaan yang lebih intensif melalui studi keragaman

Universitas Sumatera Utara

4

genetik untuk menjamin bahwa bahan tanam dengan produktivitas tinggi tersedia
untuk dibudidayakan. Pemahaman mengenai keragaman genetik dan hubungan
dengan materi plasma nutfah kelapa sawit sangat penting dalam menyeleksi
materi bahan tanam unggul. Plasma nutfah merupakan sumber gen baru yang
harus dialokasikan sebagai materi pemuliaan yang sangat menjanjikan.
Ketersediaan keragaman genetik dalam plasma nutfah sangat membantu
meningkatkan efisiensi kegiatan pemuliaan yang mampu menghasilkan capaian
seleksi yang diharapkan (Sayekti et al., 2015).
Keragaman genetik tanaman dapat diamati berdasarkan penanda morfologi
dan molekuler. Kekurangan dari penanda morfologi adalah jumlahnya yang
terbatas dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan serta fase perkembangan
tanaman. Penanda molekuler dianggap lebih tepat untuk melihat keragaman
genetis karena jumlahnya banyak dan tidak dipengaruhi lingkungan. Penanda

molekuler, atau perbedaan dalam DNA, muncul dari mutasi pada tinghat DNA
yang dapat membedakan antar individu baik antar spesies maupun dalam spesies
yang sama (Zidenga, 2004).
Pada proses pemuliaan maupun studi genetik tanaman, marka molekuler
sangat efisien untuk menganalisis kekerabatan, pemetaan gen, dan markerassisted selection (MAS). Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dapat
digunakan dalam studi genetik dan pemuliaan karena berbagai keunggulannya,
diantaranya lokasinya yang menyebar di seluruh genom tanaman, multi alelik, dan
mudah diamplifikasi dengan teknik Polymaerase Chain Reaction (PCR). Untuk
saat ini marka SSR merupakan marka paling prospektif (Arumsari, 2013).

Universitas Sumatera Utara

5

Marka SSR untuk kelapa sawit pertama kali dikembangkan oleh CIRAD
Perancis melaporkan hasil pengembangan marka SSR kelapa sawit, mulai dari
penapisan pustaka SSR yang diperkaya dengan unit pengulangan sampai kepada
karakterisasi akhir 21 lokus SSR. Kemampuan marka SSR yang sangat efesien
untuk mengevaluasi struktur keragaman genetik genus Elaeis. Keberadaan
variabilitas alelik yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan SSR pada

E. guineensis akan menjadi perangkat yang sangat bermanfaat untuk kajian
genetik, termasuk identifikasi varietas dan pemetaan genetik (Hairinsyah, 2010).
Tanaman kelapa sawit apabila diperbanyak secara klon berpotensi
menghasilkan tanaman yang memiliki variasi genetik pada saat dewasanya. Oleh
sebab itu deteksi varian genetik sedini mungkin perlu dilakukan. Untuk
mendeteksi keragaman genetik dapat dilakukan dengan analisis molekuler
sehingga kelapa sawit asal klon yang ditanam di PT. SOCFINDO didapatkan
gambaran awal tentang materi genetiknya.

Tujuan Penelitian
Untuk
kelapa

sawit

mengetahui
(Elais

pola


guineensis

pita
Jacq.)

DNA
dengan

klon

menggunakan

tanaman
marka

SSR (Simple Sequence Repeats).
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh

gelar sarjana di


Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan
informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara