Agama di Indonesia hukum skbdn

Agama di Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peta penyebaran agama di Indonesia berdasarkan hasil sensus 2010.
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan
budaya.[1] Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia
adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05%
Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.[2]
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih
dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".[3] Pemerintah, bagaimanapun, secara
resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan
Khonghucu.[4][5]
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar
agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia
memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program
transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur
Indonesia.[6]


Daftar isi
 1 Sejarah
 2 Enam agama utama di Indonesia
o 2.1 Islam
o 2.2 Kekristenan
 2.2.1 Kristen Protestan
 2.2.2 Kristen Katolik
 2.2.2.1 Perintis: 645 - 1500
 2.2.2.2 Awal mula: abad ke-14 - abad ke-18
o 2.3 Hindu









o 2.4 Buddha

o 2.5 Konghucu
3 Agama dan kepercayaan lainnya
o 3.1 Yahudi
o 3.2 Baha'i
o 3.3 Kristen Ortodoks
4 Hubungan antar agama
o 4.1 Animisme
5 Daftar kepribadian agama
6 Lihat pula
7 Referensi
8 Catatan

Sejarah

Jalur Sutra, yang menghubungkan antara India dan Indonesia.
Berdasar sejarah, kelompok pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman
agama dan budaya di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab,
dan Belanda.[7] Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat
untuk menyesuaikan budaya di Indonesia
Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan abad keempat Masehi

ketika pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi, membawa agama
mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi dengan kasta
Brahmana yang memuja Siva. Pedagang juga mengembangkan ajaran Buddha pada abad
berikut lebih lanjut dan sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah memengaruhi kerajaankerajaan kaya, seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Sailendra.[8] Sebuah candi Buddha
terbesar di dunia, Borobudur, telah dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama,
begitu pula dengan candi Hindu, Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa,
Kerajaan Majapahit, terjadi pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam
sejarah Indonesia.[9]
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 melalui pedagang di Gujarat, India.[7] Islam
menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa.
Pada periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak, Pajang, Mataram
dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah dibentuk, mencerminkan
dominasi Islam di Indonesia.

Kristen Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores
dan Timor.[10]
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M
dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah
Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda,
termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar

melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah
Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang
Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.[11]
Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era Orde Baru.[12] Antara
tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara PKI dan pemerintah Indonesia, bersama dengan
beberapa organisasi, mengakibatkan terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk pada abad
ke-20.[13] Atas dasar peristiwa itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para
pendukung PKI, dengan menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk
memilih suatu agama, karena kebanyakan pendukung PKI adalah ateis.[12] Sebagai hasilnya,
tiap-tiap warganegara Indonesia diharuskan untuk membawa kartu identitas pribadi yang
menandakan agama mereka. Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama secara
massal, dengan sebagian besar berpindah agama ke Kristen Protestan dan Kristen Katolik.
Karena Konghucu bukanlah salah satu dari status pengenal agama, banyak orang Tionghoa
juga berpindah ke Kristen atau Buddha.[12]

Enam agama utama di Indonesia
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius)".[14]


Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Islam di Indonesia

Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, Indonesia.

Peta persebaran umat Islam di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 85% dari
jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam.[15] Mayoritas Muslim dapat dijumpai di
wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia,
persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat.[16] Sekitar 98% Muslim di Indonesia
adalah penganut aliran Sunni.[17] Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah (di atas satu
persen), berada di Jawa [17]
Sejarah Islam di Indonesia sangatlah kompleks dan mencerminkan keanekaragaman dan
kesempurnaan tersebut kedalam kultur.[16] Pada abad ke-12, sebagian besar pedagang orang
Islam dari India tiba di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hindu yang dominan beserta
kerajaan Buddha, seperti Majapahit dan Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana banyak
pengikutnya berpindah agama ke Islam. Dalam jumlah yang lebih kecil, banyak penganut
Hindu yang berpindah ke Bali, sebagian Jawa dan Sumatera.[16] Dalam beberapa kasus, ajaran
Islam di Indonesia dipraktikkan dalam bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan Islam

daerah Timur Tengah.
Ada pula sekelompok pemeluk Ahmadiyah yang kehadirannya belakangan ini sering
dipertanyakan. Aliran ini telah hadir di Indonesia sejak 1925. Pada 9 Juni 2008, pemerintah
Indonesia mengeluarkan sebuah surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah
melakukan aktivitasnya ke luar. Dalam surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah
dilarang menyebarkan ajarannya.[18]

Kekristenan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kekristenan di Indonesia
Kristen Protestan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kristen Protestan di Indonesia

Peta persebaran umat Kristen Protestan di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
Permakaman seorang kepala suku Kristen di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi (1971).
Rumah didekorasi dengan salinan lukisan Perjamuan Terakhir oleh Leonardo da Vinci.
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada
sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil
meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia.[19] Agama ini berkembang
dengan sangat pesat pada abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari
Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di

kepulauan Sunda.[20] Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak
beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak
mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara.[20] Sebagai hasilnya, gereja
Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota.
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai
contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja,
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Sekitar 75% penduduk di Tana Toraja adalah
Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda
terhadap aliran Protestan ini, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.[21]
Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu
Papua, Maluku,dan Sulawesi Utara dengan 90%,91%,94% dari jumlah penduduk. Di Papua,
ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli.Di Ambon, ajaran
Protestan mengalami perkembangan yang sangat besar. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa,
berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-18.[22] Saat ini, kebanyakan dari penduduk
asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari
pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Sepuluh persen lebihkurang; dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.
Kristen Katolik
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gereja Katolik di Indonesia

Peta persebaran umat Kristen Katolik di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.


Katedral di Jakarta
Perintis: 645 - 1500

Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh
di Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto.
Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar
dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah
kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar
berita-berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di
luarnya". yang memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di
Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.
Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil
kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan
Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di
Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria
(Gereja Katolik Indonesia seri 1,diterbitkan oleh KWI)
Awal mula: abad ke-14 - abad ke-18

Dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau bukan

ternyata ada kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera
Selatan.
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti
bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.[20]
Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik Roma di
Indonesia, dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun 1546 dan 1547,
pelopor misionaris Kristen, Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau itu dan membaptiskan
beberapa ribu penduduk setempat.[23]
Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di Manado dan
kawasan Minahasa, serta mencapai Flores dan Timor. Portugis dan Spanyol berperan
menyebarkan agama Kristen Katolik, namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC
berhasil mengusir Spanyol dan Portugis dari Sulawesi Utara dan Maluku. VOC pun mulai
menguasai Sulawesi Utara, untuk melindungi kedudukannya di Maluku.
Selama masa VOC, banyak penyebar dan penganut agama Katolik Roma yang ditangkap.
Belanda adalah negara basis Protestan, dan penganut Katolik dianggap sebagai kaki-tangan
Spanyol dan Portugis, musuh politik dan ekonomi VOC. Karena alasan itulah VOC mulai
menerapkan kebijakan yang membatasi dan melarang penyebaran agama Katolik. Yang
paling terdampak adalah umat Katolik di Sulawesi Utara, Flores dan Timor. Di Sulawesi
Utara kini mayoritas adalah penganut Protestan. Meskipun demikian umat Katolik masih
bertahan menjadi mayoritas di Flores, hingga kini Katolik adalah agama mayoritas di Nusa

Tenggara Timur. Diskriminasi terhadap umat Katolik berakhir ketika Belanda dikalahkan
oleh Perancis dalam era perang Napoleon. Pada tahun 1806, Louis Bonaparte, adik Napoleon
I yang penganut Katolik diangkat menjadi Raja Belanda, atas perintahnya agama Katolik
bebas berkembang di Hindia Belanda.
Agama Katolik mulai berkembang di Jawa Tengah ketika Frans van Lith menetap di
Muntilan pada 1896 dan menyebarkan iman Katolik kepada rakyat setempat. Mulanya
usahanya tidak membawa hasil yang memuaskan, hingga tahun 1904 ketika empat kepala
desa dari daerah Kalibawang memintanya menjelaskan mengenai Katolik. Pada 15 Desember
1904, sebanyak 178 orang Jawa dibaptis di Semagung, Muntilan, Magelang.
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para
penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores. Selain di Flores,
kantung Katolik yang cukup signifikan adalah di Jawa Tengah, yakni kawasan sekitar
Muntilan, Magelang, Klaten, serta Yogyakarta. Selain masyarakat Jawa, iman Katolik juga
menyebar di kalangan warga Tionghoa-Indonesia.

Hindu
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Hindu di Indonesia

Peta persebaran umat Hindu di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010


Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesajian di tempat suci keluarganya
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan
waktunya dengan kedatangan agama Buddha,[24] yang kemudian menghasilkan sejumlah
kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil
Hindu yang dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup
hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai
periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh.[25]
Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia.[26] Sebagai contoh, Hindu di
Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan
sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan Hindu Mahabharata (Pertempuran
Besar Keturunan Bharata) dan Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para
pengikut Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari.
Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau Jawa, yang
jadilah lebih dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam
Abangan atau Islam Kejawen.[27]
Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum,
kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada.[28] Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha
Kuasa Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta karma atau kepercayaan akan
hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali dan

reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek
moyang roh. Sebagai tambahan, agama Hindu di sini lebih memusatkan pada seni dan
upacara agama dibanding kitab, hukum dan kepercayaan.[26]
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta
orang),[29] sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar.
Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma
Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu
di Indonesia.[30] Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di
Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup
besar, yaitu di Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu
Kaharingan, agama lokal Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).

Buddha
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Buddha di Indonesia

Peta persebaran umat Buddha di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.

Bhikku Buddha melaksanakan puja bakti di Borobudur
Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi.
[31]
Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan
Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan
Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai
pada awal abad pertama melalui Jalur Sutra antara India dan Indonesia.[32] Sejumlah warisan
dapat ditemukan di Indonesia, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau
prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.

Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila ditekankan
lagi pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme).[33] Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi
(Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu
dewata tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi
Buddha Indonesia pada masa lampau menurut teks Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.
Menurut sensus nasional tahun 2000, kurang lebih dari 2% dari total penduduk Indonesia
beragama Buddha, sekitar 4 juta orang.[31] Kebanyakan penganut agama Buddha berada di
Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan
Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu dan Taoisme
tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka
dianggap sebagai penganut agama Buddha.[31]

Konghucu
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Konfusianisme di Indonesia

Peta persebaran umat Khonghucu di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2010.
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa
dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan
Nusantara.[4] Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada
kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya
suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan
sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa
Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh
beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada
1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di
mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu.[4] Pada awal tahun
1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKTHI), suatu organisasi Konghucu,
mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi
mereka.
Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di bawah
pemerintahan Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi
keuntungan dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan PKI, yang diklaim
telah didukung oleh Tiongkok.[4] Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No. 14/1967,
mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan Tionghoa, serta menghimbau orang

Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka. Bagaimanapun, Soeharto mengetahui
bagaimana cara mengendalikan Tionghoa Indonesia, masyarakat yang hanya 3% dari
populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian
Indonesia.[34] Pada tahun yang sama, Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu berhak
mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di depan konferensi PKTHI.[4]
Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden tahun 1967
mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri
Dalam Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk
Konghucu.[4] Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat
memutuskan bahwa Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri
telah dikeluarkan pada tahun 1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di
Indonesia.
Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas. De jure,
berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu, tetapi
hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu tidak diakui oleh
pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau Buddha) untuk
menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk
dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga
negaraan di Indonesia yang hanya mengenalkan lima agama resmi.[4]
Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto, Abdurrahman Wahid
dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan
keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap
sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas
Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktekkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk
Konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka. Seperti agama
lainnya di Indonesia yang secara resmi diakui oleh negara, maka Tahun Baru Imlek telah
menjadi hari libur keagamaan resmi.

Agama dan kepercayaan lainnya
Beberapa agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia:

Yahudi
Terdapat komunitas kecil Yahudi yang tidak diakui di Jakarta dan Surabaya. Pendirian
Yahudi awal di kepulauan ini berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang
rempah. Pada tahun 1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari Belanda dan Jerman tinggal di
Jakarta (waktu itu disebut Batavia). Beberapa tinggal di Semarang dan Surabaya. Beberapa
Yahudi Baghdadi juga tinggal di pulau ini. Pada tahun 1945, terdapat sekitar 2.000 Yahudi
Belanda di Indonesia. Pada tahun 1957, dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi,
terutama Ashkenazim di Jakarta dan Sephardim di Surabaya. Komunitas ini berkurang
menjadi 50 pada tahun 1963. Pada tahun 1997, hanya terdapat 20 orang Yahudi, beberapa
berada di Jakarta dan sedikit keluarga Baghdadi di Surabaya.[35]
Yahudi di Surabaya memiliki sinagoga. Mereka hanya sedikit hubungan dengan Yahudi di
luar Indonesia. Tidak ada pelayanan yang diberikan pada sinagoga.[36] Sinagoga ini telah

ditutup oleh umat Muslim yang menentang Perang Gaza 2008-2009.[37] Satu-satunya sinagoga
yang masih tersisa terletak di luar kota Manado, yang dihadiri oleh sekitar 10 orang.[37]
Di Indonesia saat ini telah dibentuk The United Indonesian Jewish Community (UIJC) oleh
komunitas Keturunan Yahudi Indonesia. Organisasi ini sudah dibentuk sejak Tahun 2009,
tapi baru diresmikan pada Bulan Oktober Tahun 2010. UIJC ini dipimpin oleh keluarga
Verbrugge. Menurut sumber dari UIJC saat ini keturunan Yahudi di Indonesia yang sudah
diketahui hampir mendekati 2.000-an orang. Yang sudah terdeteksi 500-an. tersebar hampir
merata di seluruh Indonesia, bahkan ada di Aceh, Sumatra Utara & Sumatra Barat. Di
Sulawesi Utara mempunyai potensi sampai 800-an orang, di Jakarta diperkirakan lebih dari
200-an orang dan di Surabaya mempunyai keturunan Yahudi yang juga cukup banyak
jumlah-nya. Selain itu anggota UIJC juga ada yang berasal dari daerah lain, diantaranya
Lampung, Tangerang, Bekasi, Cirebon, Bandung, Semarang, Solo, Cilacap, Yogyakarta, &
Bali. Umumnya mereka adalah keturunan campuran antara Indonesia dengan Yahudi
Belanda, Jerman, Belgia, Irak, dan Portugis. Meski demikian, bukan berarti anggota UIJC
harus beragama Yahudi,karena organisasi ini hanyalah sebagai paguyuban warga keturunan
Yahudi di Indonesia. Anggota UIJC perawakannya kebanyakan sudah sangat Indonesia
karena telah bercampur ras dengan pribumi.

Baha'i
Di Indonesia hadir sejumlah pemeluk agama Baha'i. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak
diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari
masyarakat sekitarnya.[38] Salah satu penganut agama Baha'i yang diketahui secara terbatas
adalah belasan penganut di sebuah wilayah di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Kristen Ortodoks
Meskipun Kristen Ortodoks sudah hadir di Indonesia melalui kaum Non-Kalsedon di
Sumatera pada abad ke-7, baru pada abad ke-20 Gereja ini hadir dengan resmi. Ada dua
kelompok Ortodoks di Indonesia, yaitu Gereja Ortodoks Yunani, dan Gereja Ortodoks Siria
yang berkiblat ke Antiokhia.

Hubungan antar agama
Walaupun pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik antar agama
kadang-kadang tidak terelakkan. Di masa Orde Baru, Soeharto mengeluarkan perundangundangan yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto
mencoba membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, mencakup nama
dan agama.[39] Sebagai hasilnya, Buddha dan Khonghucu telah diasingkan.
Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan, dengan
memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam kabinet.[40] Namun
pada awal 1990-an, isu Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok,
nasionalis dan Islam.[40] Golongan Islam, yang dipimpin oleh Jenderal Prabowo, berpihak
pada Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari golongan nasionalis, berpegang pada
negara sekuler.

Semasa era Soeharto, program transmigrasi di Indonesia dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh
pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk
memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau Jawa, Bali dan Madura ke daerah
yang lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon, kepulauan Sunda dan Papua. Kebijakan ini
mendapatkan banyak kritik, dianggap sebagai kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura,
yang membawa agama Islam ke daerah non-Muslim.[6] Penduduk di wilayah barat Indonesia
kebanyakan adalah orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah
timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi orang Islam.
Hal ini bahkan telah menjadi pendorong utama terjadinya konflik antar agama dan ras di
wilayah timur Indonesia, seperti kasus Poso pada tahun 2005.
Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut dengan
pengusulan kerjasama antar agama.[41] Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi
Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, yang dipegang oleh Sarjana Islam
Internasional, memperkenalkan ajaran Islam moderat, yang mana dipercaya akan mengurangi
ketegangan tersebut.[41] Pada 6 Desember 2004, dibuka konferensi antar agama yang bertema
“Dialog Kooperasi Antar Agama: Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negaranegara yang hadir di dalam konferensi itu ialah negara-negara anggota ASEAN, Australia,
Timor Timur, Selandia Baru dan Papua Nugini, yang dimaksudkan untuk mendiskusikan
kemungkinan kerjasama antar kelompok agama berbeda di dalam meminimalkan konflik
antar agama di Indonesia.[41] Pemerintah Australia, yang diwakili oleh menteri luar negerinya,
Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.

Animisme
Kepercayaan terhadap benda mati (animisme) di Indonesia sama dengan penyembah benda
mati di dunia lainnya, yang mana, suatu kepercayaan terhadap objek tertentu, seperti pohon,
batu atau orang-orang. Kepercayaan ini telah ada dalam sejarah Indonesia yang paling awal,
di sekitar pada abad pertama, tepat sebelum Hindu tiba Indonesia.[42] Lagipula, dua ribu tahun
kemudian, dengan keberadaan Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu dan agama lainnya,
penyembah benda mati masih tersisa di beberapa wilayah di Indonesia. Bagaimanapun,
kepercayaan ini tidak diterima sebagai agama resmi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan di
dalam Pancasila bahwa kepercayaan itu pada Ketuhanan Yang Maha Esa atau monoteisme.[42]
Penyembah benda mati, pada sisi lain tidak percaya akan dewa tertentu.

Daftar kepribadian agama
Agama
Islam

Pemimpin Kitab Tempat
Umat
Suci
Ibadah
Kyai
Al Quran Masjid
Habib
Musholla
Syekh
Langgar
Ulama

Hari Libur
Nasional
Idul Fitri
Idul Adha
Tahun Baru
Hijriyah
Maulid Nabi
Muhammad
SAW
Isra dan
Mi'raj
Ramadan

Hari Agama
Pelaksanaan
Nasional
Ibadah
Nuzulul
Lima kali sehari
Qur'an
dari setiap hari
Ramadan
Shalat Jum'at
Nisfu Sya'ban
Idul Fitri
Idul Adha
Tahun Baru
Hijriyah
Hari Asyura

Nisfu Sya'ban
Kristen

Pendeta

Alkitab
Katolik

Romo
Uskup
Paus

Hindu

Sulinggih
Pedanda
Pandita

Buddha

Bhiksu
Pandita
Bhante

Weda

Gereja

Pura

Tripitaka Vihara

Jumat Agung
Minggu
Paskah
Natal
Wafatnya
Rabu Abu
Yesus Kristus Minggu
Kenaikan
Palma
Yesus Kristus Kamis Putih
Natal
Jumat Agung
Sabtu Suci
Minggu
Paskah
Natal
Deepavali
Galungan
Kuningan
Nyepi
Saraswati
Siwaratri
Pagerwesi
Waisak

Klenteng
Kong
Xueshi
Sishu
Miao
Khonghucu Wenshi
Wujing
Imlek
Wen
Jiaosheng Xiao Jing
Miao
Litang

Lihat pula

Minggu (sabtu bagi
Adventist)

Sabtu, Minggu

Tiga kali sehari

Minggu serta setiap
Kathina puja
tanggal 1, 8, 15,
Asadha puja
dan 23 penanggalan
Magha Puja
Chandra Sengkala
Cap Go Meh
Jing Tian
Gong (Khing
Thi Kong)
Harlah
Tanggal 1 dan 15
Khonghucu Yinli /Imlek,
Hari Wafat Minggu
Khonghucu
Qing Ming
Duan Wu
Dong Zhi