Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Snowball Throwing pada Siswa Kelas IV SDN Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.2 Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses kegiatan dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, yang
berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada
keberhasilan proses belajar peserta didik di sekolah dan lingkungan sekitar.
Gagne (1977:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti, sikap,
minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan
kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja).
Kemudian Gagne (1984: 2) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu peoses
di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Sunaryo (1989: 1) belajar merupakan suatu kegiatan di mana seseorang
membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada
dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.
Slameto (2010: 2) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.

Winkel (1991 : 36) dalam bukunya yang berjudul: „Psikologi Pengajaran.‟
Menurutnya, pengertian belajar adalah: “Suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan
nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.”
Sedangkan Shalahuddin (1990 : 29) dalam buku: Pengantar Psikologi
Pendidikan, mendefinisikan bahwa: “Belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan.
Perubahan itu sendiri berangsur-angsur dimulai dari sesuatu yang tidak

6

dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dan dipergunakannya
sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.”
Skinner (2005: 64) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi
(penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.
Martinis Yamin (2003) menyatakan belajar merupakan proses orang
memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa
kecil sampai akhir hayat.
Seels dan Rita (1994: 12), belajar juga diartikan sebagai perolehan

perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dalam diri seseorang mengenai
pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman. Hal ini senada
dengan pendapat Bower & Ernes (1981: 11) bahwa belajar diartikan sebagai
perubahan tingkah laku yang relatif parmanen dan tidak disebabkan oleh
adanya kedewasaan.
Menurut Syah dalam Jihad dan Haris (2008: 1) belajar merupakan tahapan
perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sehingga hasil
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan aspek kognitif.
Dari pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan sebuah proses yang menghasilkan perubahan
tingkah laku. Belajar pada mulanya adalah akibat dorongan rasa ingin tahu.
Belajar sebagai proses adalah kegiatan yang dilakukan secara sengaja melalui
penyesuaian tingkah laku dirinya guna meningkatkan kualitas kehidupan.
Sedangkan belajar sebagai hasil adalah akibat dari belajar sebagai proses,
sehingga seseorang yang telah mengalami proses balajar akan memperoleh
hasil berupa kemampuan terhadap sesuatu yang menjadi hasil belajar.

2.3 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang sangat penting dalam suatu proses
pembelajaran yang merupakan suatu tolok ukur keberhasilan suatu proses

pembelajaran karena dengan mengetahui hasil belajar maka akan diketahui
kekurangan atau kelebihan dari suatu proses pembelajaran.

7

Menurut Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari
sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari
sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses
belajar.
Menurut Abdurahman (2003: 37) bahwa hasil belajar adalah kemampuan
yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sudjana dalam Jihad
dan Haris (2008: 15) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Juliah dalam
Jihad dan Haris (2008:15) mengatakan bahwa hasil belajar adalah segala
sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang

dilakukannya. Sedangkan Romizowsky dan Abdurrahman dalam Jihad dan
Haris (2008: 14) mendefinisikan hasil belajar merupakan keluaran (outputs)
dari suatu system pemprosesan masukan (input). Masukan dari sistem
tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah
perbuatan atau kinerja (performance)
Oemar Hamalik (2006) hasil belajar adalah “bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak
tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009: 5), hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari
sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan
mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi
guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik
dan siswa bisa menerimanya.
Menurut Winkel (dalam Lina, 2009: 5),“mengemukakan bahwa hasil
belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.

8

Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009: 5),”hasil belajar adalah

usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usahausaha belajar”. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dari
proses belajar yang telah dilakukannya.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan
belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.
Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto
(2003: 54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi
dua yaitu: faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan,
sedangkan faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Menurut Slameto (2003: 54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut
akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini
terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan
faktor kelelahan.
1. Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik

segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit.
Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain
itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk
jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat
indera serta tubuhnya.
Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang
menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat

9

ini dapat berupa : buta, tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain.
Jika ini terjadi maka belajar akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia
disekolahkan di sekolah khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat
mengurangi pengaruh kecatatan itu.
2. Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama
inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam
situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep

yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan
cepat. Kedua perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun
semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga
minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat yaitu kemampuan untuk
belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi kecakapan nyata
sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan agar dapat
belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir dan
memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu
tingkat pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk
memberi renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas
mempengaruhi belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar
tidak akan baik.
2

Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani (bersifat praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul

untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan

10

substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar
pada bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan
ini sangat terasa pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi,
seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat
terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat
tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada
variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai
dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Menurut Slameto (2003: 60) kelelahan baik jasmani maupun rohani
dapat

dihilangkan dengan cara

sebagai


berikut: tidur, istirahat,

mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang
melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga,
makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila kelelahan
terus-menerus hubungi sorang ahli.
b) Faktor-faktor ekstern
Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor
ini meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat
yaitu dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari
keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh karena itu,
keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar.
Oleh sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat,
membimbing, memberi teladan yang baik, menjalin hubungan


11

yang baik, memberikan suasana yang mendukung belajar, dan
dukungan material yang cukup.
2. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan
tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan
besar memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus
menciptakan

suasana

yang

kondusif

bagi


pembelajaran,

hubungan dan komunikasi perorang di sekolah berjalan baik,
kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang
nyaman, metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas
rumah,

dan

sarana

penunjang

cukup

memadai

seperti

perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat

merupakan

faktor

ekstern

yang

juga

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena
keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa dalam
mayarakat

yaitu

misalnya

siswa

ikut

dalam

organisasi

masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain,
belajar akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam
mengatur waktunya. Kedua multi media misalnya: TV, radio,
bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu
ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman
bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang
kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi pengaruh
yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh teman
bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok,

12

keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan
lain-lain. Keempat bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan
masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil belajar
siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak
terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan
yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang
tinggal di situ.
Melalui penjelasan faktor inten dan ekstern yang
mempengaruhi hasil belajar. Faktor intern meliputi: faktor
jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan faktor ekstern meliputi:
faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Faktor intern dan ekstern akan sangat mempengaruhi
hasil belajar, dan untuk memperoleh hasil belajar yang baik atau
memuaskan, maka siswa harus memperhatikan faktor-faktor
inten dan ekstern. Untuk meningkatkan hasil belajar maka siswa
dituntut untuk memiliki kebiasaan belajar yang baik.
2.4 Pengertian Metode
Metode atau yang sering disebut juga metoda, berasal dari Bahasa Yunani
“Methodos” yang mempunyai arti cara atau jalan yang ditempuh untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Menurut Hamalik (2001) fungsi metode
yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Menurut Sujana (1989) metode pengajaran adalah cara yang dipergunakan
guru dalam mengadakan hubungan siswa pada saat berlangsungnya kegiatan
belajar mengajar. Disini guru harus dapat memilih metode yang cocok untuk
digunakan dalam mengajarkan siswanya, agar apa yang diajarkan oleh guru
dapat membuat siswanya paham tentang materi. Menurut I.L Pasaribu dan B.
Simanjuntak, ( 1982 : 26) metode ialah sistematik yang digunakan untuk
mencapai tujuan. Cara yang sistematik ini merupakan suatu bentuk konkrit
pada penerapan petunjuk umum pengajaran pada proses pembelajaran.
13

Menurut Syaiful Sagala, (2010: 201) hal yang penting dalam
metode adalah, bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian
dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Dari pengertian tersebut unuk bisa
mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar,disini guru
dituntut untuk bisa memilih metode yang tepat untuk dapat mengajarkan
materi pelajaran dengan baik.
Menurut Sugiharto metode pembelajaran berarti cara yang
digunakan dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang
optimal. Sedangkan menurut Max Siporin (1975) yang dimaksud metode
adalah sebuah orientasi aktifitas yang mengarah pada tujuan-tujuan dan tugastugas nyata.
Heri Rahyubi (2012: 236) mengartikan “metode adalah suatu
model atau cara yang dapat dilakukan untuk menggelar aktivitas belajarmengajar agar berjalan dengan baik”. Hamid Darmadi (2010: 42) berpendapat
bahwa “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan”. Sedangkan menurut Sri Anitah dan Yetti Supriyati (2008: 4.3)
“metode adalah suatu cara yang teratur atau yang telah dipikirkan secara
mendalam

untuk

digunakan

dalam

mencapai

sesuatu”.

Selanjutnya Nana Sudjana, (2005 : 76) metode pembelajaran iyalah cara
yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada
saat berlangsungnya pengajaran. Sedangkan

menurut M. Sobri Sutikno

dalam Nana Sudjana menyatakan metode pembelajaran adalah cara-cara
menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa metode adalah
cara pendidik menyajikan langkah pada saat menyampaikan materi pelajaran
agar terjadi proses belajar yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

14

2.5 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang
diperoleh secara ilmiah. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler
(dalam Winaputra, 1992: 122).
Carin dan Sund (1993) dalam Puskur (2007:3), mendefinisikan
IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur,
berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan
eksperimen.
Sanis menurut Suyoso (1998: 23), merupakan pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh
melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan
berlaku secara universal.
Menurut Srini M. Iskandar (2001: 2) IPA adalah ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam
(Margonodkk, 1998 : 1).
Menurut Abdullah (1998: 18) IPA adalah pengetahuan khususya
itu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan
teori dan demikian seterusnya kait mengkaitan tarta cara yang satu dengan
cara yang lain. IPA merupakan suatu mata pelajaran yang dipandang dari segi
produk, proses dan dari segi pengembangan sikap. Pembelajaran IPA

15

memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan
sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa
proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA
tersebut.

2.6 Pengertian metode Pembelajaran Snowball Throwing
2.6.1 Pengertian Snowball Throwing
Metode pembelajaran Snowball Throwing (ST) atau yang sering dikenal
Snowball Fight merupakan pembelajaran yang diadobsi pertama kali dari
game fisik dimana segumpalan salju dilempar dengan maksud memukul
orang lain. Dalam konteks pembelajaran, Snowball Throwing diterapkan
dengan melempar segumpalan kertas untuk menunjuk siswa yang diharuskan
menjawab soal dari guru. Metode ini digunakan untuk memberikan konsep
pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat juga digunakan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi
tersebut.
Pada pembelajaran Snowball Throwing, siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok kemudian pada masing-masing kelompok di tunjuk ketua
kelompok untuk mendapat tugas dari guru. Kemudian, semua siswa membuat
pertanyaan pada selembar kertas yang dibentuk seperti bola lalu kertas
tersebut di lempar kepada siswa lain secara bergantian dan jangan sampai
siswa mendapat pertanyaannya sendiri, kemudian siswa yang mendapat
lemparan kertas harus menjawab pertanyaan dalam kertas yang diperoleh.
Miftahul Huda (2004) Snowball Throwing adalah model pembelajaran
yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan
ketrampilan membuat-menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu
permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju.
Menurut Saminanto (2010:37) “Metode Pembelajaran Snowball Throwing
disebut juga metode pembelajaran gelundungan bola salju”. Metode pembelajaran ini

16

melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam
bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut
kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak
menggunakan tongkat seperti metode pembelajaran Talking Stik akan tetapi
menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola
kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola
kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Metode ini memilki
kelebihan diantaranya ada unsur permainan yang menyebabkan metode ini
lebih menarik perhatian siswa.
Menurut Suprijono (Hizbullah,2011: 8), Snowball Throwing adalah suatu
cara penyajian bahan pelajaran dimana murid dibentuk dalam beberapa
kelompok yang heterogen kemudian masing-masing kelompok dipilih ketua
kelompoknya untuk mendapat tugas dari guru lalu masing-masing murid
membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan)
kemudian dilempar ke murid lain yang masing-masing murid menjawab
pertanyaan dari bola yang diperoleh. Sedangkan menurut Kisworo
(Hardiyanti: 2012) metode pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu
metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang
diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masingmasing murid membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas
pertanyaan) lalu dilempar ke murid lain yang masing-masing murid
menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Menurut Devi (2011) model pembelajaran Snowball Throwing melatih
murid untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan
menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.
Lemparan

pertanyaan

tidak

menggunakan

tongkat

seperti

model

pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan
yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada
murid lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab
pertanyaan tersebut.

17

Menurut Arahman, (2010: 3), Snowball throwing adalah suatu metode
pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili
ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing
siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan)
lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan
dari bola yang diperoleh.
Menurut Komalasari(2010), Model Pembelajaran Snowball Throwing
adalah suatu tipe Model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini
menggali potensi kepemimpinan murid dalam kelompok dan keterampilan
membuat-menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui permainan imajinatif
membentuk dan melempar bola salju
Jadi metode pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu metode
pembelajaran yang dimana diawali dengan pembentukan kelompok pada
setiap kelompok memiliki masing-masing ketua kelompok. Dari masingmasing ketua kelompok mendapatkan tugas dari guru kemudian masingmasing siswa membuat pertanyaan yang ditulis pada selembar kertas, kertas
yang berisi pertanyaan kemudian dibentuk seperti bola dan dilemparkan
kepada siswa yang lain. Siswa yang mendapatkan lemparan pertanyaan dari
siswa lain kemudian menjawab pertanyaannya.

2.6.2 Langkah-langkah Snowball Throwing
Langkah-langkah Snowball Throwing menurut Miftahul Huda (2004)
adalah
a. Guru menyampaikan materi yang disajikan.
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya.

18

d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok.
e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
f. Setelah siswa mendapat satu bola/ satu pertanyaan lalu diberikan
kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam
kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
g. Evaluasi.
h. Penutup.

2.6.3 Kelebihan dan Kekurangan Snowball Throwing
Metode Snowball Throwing memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran metode Snowball Throwing
menurut Suprijono ( Hizbullah, 2011: 9 ) diantaranya: “(1) Melatih
kedisiplinan murid; dan (2) Saling memberi pengetahuan”. Sedangkan
menurut Safitri (2011: 19) kelebihan metode Snowball Throwing antara lain :
1. Melatih kesiapan murid dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber
pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.
2. Murid lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi
pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena murid mendapat
penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta
mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai
materi yang didiskusikan dalam kelompok.
3. Dapat

membangkitkan

keberanian

murid

dalam

mengemukakan

pertanyaan kepada teman lain maupun guru.
4. Melatih murid menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan
baik.
5. Merangsang murid mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang
sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

19

6. Dapat mengurangi rasa takut murid dalam bertanya kepada temanmaupun
guru.
7. Murid akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan
pemecahan suatu masalah.
8. Murid akan memahami makna tanggung jawab.
9. Murid akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku,
sosial, budaya, bakat dan intelegensia.
10. Murid akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya
Selain itu, model ini juga memiliki kelemahan sebagaimana yang
dirumuskan oleh Suprijono (Hizbullah, 2011: 9) diantaranya :
1. Pengetahuan tidak luas hanya terkuat pada pengetahuan sekitar murid; dan
2. Kurang efektif digunakan untuk semua materi pelajaran”.
2.6.4 Manfaat Pembelajaran Snowball Throwing
Terdapat

beberapa

manfaat

yang dapat

diperoleh

dam

metode

pembelajaran Snowball Throwing diantaranya ada unsur permainan yang
menyebabkan metode ini lebih menarik perhatian murid. Sementara menurut
Asrori (2010: 3) dalam metode pembelajaran Snowball Throwing terdapat
beberapa manfaat yaitu:
1) Dapat meningkatkan keaktifan belajar murid.
2) Dapat menumbuh kembangkan potensi intelektual sosial, dan emosional
yang ada di dalam diri murid.
3) Dapat melatih murid mengemukakakn gagasan dan perasaan secara cerdas
dan kreatif.

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Diyan Tunggal Safitri, S. Pd ( 2011) Metode
pembelajaran Snowball Throwing untuk meningkatkan hasil belajar
Matematika. Hasil penelitian menunjukkan adanya

20

peningkatan hasil

evaluasi di akhir siklus. Dari siklus I yang mencapai taraf

ketuntasan

klasikal 66,7% meningkat menjadi 97,4%. Jika dilihat dari hasil pengamatan
kegiatan pembelajaran siswa siklus I adalah 77,5% sedangkan siklus II
87,5%. Dan hasil observasi terhadap kegiatan guru selama proses
pembelajaran juga menunjukkan peningkatan dari 77% di siklus I menjadi
95,8% pada siklus II. Hal ini membuktikan bahwa metode pembelajaran
Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar.
Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Dwi Wulandari
(2010) Penggunaan metode Snowball Throwing dalam meningkatkan
kreativitas belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 03 Wonorejo Kecamatan
Jatiyoso Kabupaten Karanganyar tahun Pelajaran 2009/2010. Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Okteber 2010. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan
kelas (Classroom Action Research/ CAR) yaitu penelitian tindakan yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktek pembelajaran di
kelasnya fokus terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi proses dan
hasil pembelajaran di kelas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa SDN 03 Wonorejo tahun ajaran 2009/2010. Subyek dalam penelitian
ini adalah kelas V yang berjumlah 25 siswa. Model pembelajaran yang
digunakan adalah model pembelajaran kooperatif yaitu metode Snowball
Throwing.
Peneneliti

di

atas

relevan

dengan

penggunaan

metode

pembelajaran Snowball Throwing yang digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar peserta didik.

2.8 Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diharapkan ada media
pembelajaran kongkret yang bisa membantu siswa meahami konsep-konsep
IPA . Pelajaran IPA biasanya sulit dipahami dan diterima oleh siswa. Oleh

21

karena itu diperlukan suatu penyelenggaraan proses pembelajaran yang
dapat membantu menumbuhkan minat dan motivasi dalam pembelajaran.
Salah satu cara adalah dengan menggunakan metode Snowball
Throwing yang dapat menarik perhatian siswa untuk melakukan kegiatan,
dan akhirnya pemahaman siswa tentang penyelesaian dalam menyelesaikan
soal. Dan dengan penggunaan metode Snowball Throwing adalah proses
mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip.
Proses mental misalnya : mengamati, menjelaskan, mengelompokkan,
membuat kesimpulan dan sebagainya. Oleh karena itu dimungkinkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA.

a. Guru masih menggunakan
metode ceramah

Kondisi Awal

b. Pembelajaran berpusat pada

Peserta didik
yang diteliti
Hasil belajar
rendah

Guru
c. Peserta didik pasif



Tindakan

Kondisi Akhir

Pembelajaran dengan menggunakan
Metode Pembelajaran Snowball
Throwing ini dapat melatih
kesiapan siswa dalam merumuskan
pertanyaan,
saling
memberi
pengetahuan,
melatih
siswa
menjawab
pertanyaan,
dapat
mengurangi rasa takut siswa, siswa
dapat bekerja sama dengan
temannya,
dan siswa dapat
bertanggung jawab.

Hasil belajar peserta didik
meningkat

22

Siklus 1 hasil
belajar siswa
masih banyak
yang belum
memenuhi
nilai KKM

Siklus 2
perbaikan hasil
belajar meningkat

Gambar. 1 Skema kerangka berpikir

2.9 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir, dalam penelitian
ini diajukan hipotesis sebagai berikut: Melalui model pembelajaran
Snowball Throwing diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi
Energi dan penggunaannya pada peserta didik kelas IV SDN Bugel 02
Kecamatan Sidorejo Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

23

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24