MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DE

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS
WARNA BUNTLEY WESTIN
DOSEN PENGAMPU : ARIF ASHARI, M. Sc

DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
KELAS/KELOMPOK
ASISTEN PRAKTIKUM

: AISYAH NURUL LATHIFAH
: 15405241014
: A/01
: DEWI RAHMAWATI

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
I.


JUDUL
64

Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Buntley
Westin.
II.

TUJUAN
1. Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Buntley
Westin..

III. DASAR TEORI
Warna tanah

dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) ditentukan

dengan

membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku

Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu:
(1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan
sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya
warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan
kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisikan juga
sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan
warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
Hue dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) dibedakan menjadi 10 warna,
yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP
(red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown =
coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (grayyellow). Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai
berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 –5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue =
7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart dalam Sugiharyanto, dkk
(2009:54) nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5
YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mulai dari
spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning
(5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley)
yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu

makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang
65

dipantulkan). Nilai

value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart

terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7;
dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang.
Chroma dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) juga dibagi dari 0 sampai 8,
dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan
warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell
Soil Color Chart dengan rentang horizontal dari kiri ke kanan dengan urutan
nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna
spektrum paling murni.
Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan
tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik.
Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses
perkembangan tanah khas (Sugiharyanto, dkk, 2009:30).

Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan berdasarkan indeks warna
Buntley-Westin, Hurts, dan Harden serta indeks profil. Indeks warna BuntleyWestin mengkonversi nilai hue dengan angka (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3,
2,5YR=4). Kemudian angka konversi hue tersebut dikalikan dengan
chromanya. Dari hasil perolehan nilai kemudian dibuat skor untuk dijumlah dan
dikelompokan ke dalam tingkat perkembangan tanah dengan 3 tingkat.
Berdasarkan

indeks

warna

Buntley-Westin

maka

diketahui

tingkat

perkembangan tanahnya bahwa semakin besar nilai indeks warna BuntleyWestin profil tanah semakin berkembang (Sartohadi, dkk, 2004:17-19).

Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan, maka bahan induk
tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua.
Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Anonim (2011), ciri dari tingkat
perkembangan tanah adalah sebagai berikut :
a. Tanah muda (perkembangan awal). Terjadi proses pembentukan tanah
terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran
bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan

66

struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai
b.

perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut
terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke
lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau
perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di
bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi
tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari


c.

pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut.
Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka
proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi
perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat
masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada
tanah dewasa.

IV.

ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
a. Data sampel tanah Munsell Soil Color Chart yang telah diketahui
b.

V.

ketebalan horison dan konversinya untuk dihitung kelas intervalnya.

Alat tulis untuk mencatat.

LANGKAH KERJA
Dalam praktikum pada kesempatan kali ini, langkah kerja yang digunakan
adalah antara lain sebagai berikut :
a. Memperhatikan nilai yang terdapat pada setiap warna tanah dari sampel
b.

yang diamati, catat nilai yang diperoleh.
Mengkonversikan nilai hue yang diperoleh ke dalam nilai konversi Buntley

c.

Westin :
10 YR
=1
7,5 YR
=2
5 YR
=3

2,5 YR
=4
Mengalikan nilai konversi dengan nilai chroma, berikan kode (XA, XB,
XO)
67

d.

Mengalikan hasil pada langkah ketiga dengan tebal masing-masing

horison.
e. Memasukkan hasil perhitungan ke dalam rumus Buntley Westin.
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
f. Menentukan kelas interval untuk mengetahui tngkat perkembangan tanah.
Skor tertinggi−Skor terendah
Kelas Interval=
Jumlah kelas(3)
VI.


HASIL PRAKTIKUM
Tabel 2.1 Data sampel tingkat perkembangan tanah dengan indeks warna
Buntley Westin.
No

Nama

.

Sampel
Dataran

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

Koluvial I
Dataran
Koluvial II
Dataran
Koluvial III
Lereng Kaki
I
Lereng Kaki
II
Lereng Kaki
III
Lereng
Bawah I
Lereng
Bawah II
Lereng
Bawah III


Tebal

Tebal

Horison A

Horison B

10 YR4/3

70 cm

30 cm

10 YR2/2

10 YR3/2

70 cm

30 cm

10 YR2/3

10 YR3/1

70 cm

30 cm

10 YR3/2

-

15 cm

-

7,5 YR4/4

-

15 cm

-

7,5 YR2/3

-

25 cm

-

10 YR4/2

-

25 cm

-

7,5 YR2/3

-

25 cm

-

10 YR3/3

-

15 cm

-

Horison A

Horison B

10 YR4/3

Tabel 2.2 Hasil perhitungan konversi dan indeks warna Buntley Westin.

68

Nama Sampel
Puncak
Lereng Atas
Lereng Tengah I
Lereng Tengah II
Lereng Tengah III
Lereng Tengah IV
Dataran Koluvial I
Dataran Koluvial II
Dataran Koluvial
III
Lereng Kaki I
Lereng Kaki II
Lereng Kaki III
Lereng Bawah I
Lereng Bawah II
Lereng Bawah III

Konversi

Konversi

Horison A
40
80
141
110
120
48
210
140

Horison B
90
60

210

30

2,4

30
120
150
50
150
45

-

2
8
6
2
6
3

Bw
4
4
3
2
8
6
3
2

Tabel 2.3 Pembagian perkembangan tanah Perbukitan Baturagung.
Tingkat Perkembangan
Tanah
Belum berkembang
Sedang berkembang
Berkembang lanjut

Indeks Warna
Bw
2,0 – 4,0
4,1 – 6,1
6,2 – 8,2

Tabel 2.4 Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna
Buntley Westin.
Lokasi Profil Tanah

Indeks Warna Bw

Puncak
Lereng Atas
Lereng Tengah I
Lereng Tengah II
Lereng Tengah III
Lereng Tengah IV

4
4
3
2
8
6

69

Tingkat Perkembangan
Tanah
BB
BB
BB
BB
BL
SB

Dataran Koluvial I
Dataran Koluvial II
Dataran Koluvial III
Lereng Kaki I
Lereng Kaki II
Lereng Kaki III
Lereng Bawah I
Lereng Bawah II
Lereng Bawah III

3
2
2,4
2
8
6
2
6
3

BB
BB
BB
BB
BL
SB
BB
SB
BB

VII. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
1. Puncak
Tanah pada puncak memiliki indeks tanah yang belum berkembang
dengan nilai indeks warna Bw 4. Pada dasar teori di atas, menyatakan
bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan tanah terutama
proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan
organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur
tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat).
Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah di puncak
memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A
permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur
gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak
teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub
horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat
dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik,
kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau
horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah
permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih
kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Tanah ini belum berkembang karena faktor iklim yang mempengaruhi
bahan organik di dalamnya karena semakin rendah suhu suatu tempat,
pertumbuhan tanaman juga semakin rendah sehingga semakin tinggi suatu

70

tempat maka suhunya semakin rendah. Pada suhu yang dingin, tanaman
sulit untuk bertahan hidup khususnya di Indonesia sendiri yang memiliki
2.

iklim tropis.
Lereng Atas
Tanah pada lereng atas dan tengah memiliki indeks tanah yang belum
berkembang dengan nilai indeks warna Bw 4. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di lereng atas dan tengah memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan
proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral
yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya
pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A
sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang
ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B
ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik
atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi
teguh hingga sangat teguh. Tanah ini memiliki tingkat perkembangan tanah
yang belum berkembang karena masil dalam ketinggian tertentu dimana

3.

tanaman dipengaruhi suhu suatu tempat.
Lereng Tengah I
Tanah pada lereng tengah I memiliki indeks tanah yang belum
berkembang dengan nilai indeks warna Bw 3. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
71

pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah pada sampel I memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses
pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki

mineral yang

berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya
pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A
sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang
ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B
ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik
atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi
teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun
masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini
4.

lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas.
Sampel II
Tanah pada lereng tengah II memiliki indeks tanah yang belum
berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah pada sampel II memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses
pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki

mineral yang

berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya
pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A

72

sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang
ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B
ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik
atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi
teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun
masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini
5.

lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas.
Sampel III
Tanah pada lereng bawah III memiliki indeks tanah yang berkembang
lanjut dengan nilai indeks warna Bw 8. Pada dasar teori di atas mengatakan
bahwa tanah mengalami peningkatan

unsur hara sehingga proses

pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan
yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam,
sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah
dewasa. Tanah pada sampel III memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan
proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral
yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya
pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A
sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang
ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B
ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik
atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi
teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun
masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini
6.

lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas.
Lereng Tengah IV
Tanah pada lereng tengah IV memiliki indeks tanah yang sedang
berkembang dengan nilai indeks warna Bw 6. Pada dasar teori di atas
73

menyatakan bahwa tanah tersebut melalui proses lebih lanjut dimana
terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke
lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau
perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di
bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi
tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari
pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut. Tanah pada
sampel IV memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan
horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap,
berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas
hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B
adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi)
koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk
horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya
(illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah
di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna
lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat
teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun masih berada di
ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini lebih banyak
dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas.

7. Dataran Koluvial I
70 cm
Horison A
10 YR4/3
Horison B
10 YR4/3
Horison A :
Konversi 10

30 cm

Horison B
Konversi 10

=1
74

=1

= 1 x chroma
=1x3
= 3 x tebal horison
= 3 x 70
= 210
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
( 210 )+ ( 90 )
Bw =
( 70+30 )
Bw =3

= 1 x chroma
=1x3
= 3 x tebal horison
= 3 x 30
= 90

Tanah pada dataran koluvial I memiliki indeks tanah yang belum
berkembang dengan nilai indeks warna Bw 3. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di dataran koluvial I memiliki dua horison, yaitu A dan B. Hal ini
sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya
memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur
sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki
banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang
terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid
organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik,

kemudian

ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B.
Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan,
bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari
horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Berdasarkan topografi yang ada, dataran koluvial mengalami proses
deposisi dan erosi sehingga mineral pada tanah menghilang sehingga tanah
dikatakan belum berkembang. Tanah ini memiliki hue 10, value 4, dan
75

chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah
tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna
makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna
spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki

tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga
dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang
cukup baik.
8. Dataran Koluvial II
70 cm
Horison A
10 YR2/2
Horison B
10 YR3/2

30 cm

Horison A :
Konversi 10

Horison B
Konversi 10

=1
=1
= 1 x chroma
= 1 x chroma
=1x2
=1x2
= 2 x tebal horison
= 2 x tebal horison
= 2 x 70
= 2 x 30
= 140
= 60
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
200
Bw =
100
Bw =2
Tanah pada dataran koluvial II memiliki indeks tanah yang belum

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut

76

(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di dataran koluvial II memiliki dua horison, yaitu A dan B. Hal ini
sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya
memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur
sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki
banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang
terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid
organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik,

kemudian

ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B.
Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan,
bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari
horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Berdasarkan topografi yang ada, dataran koluvial mengalami proses
deposisi dan erosi sehingga mineral pada tanah menghilang sehingga tanah
dikatakan belum berkembang. Tanah ini memiliki hue 10, value 2 pada
horison A dan 3 pada horison B, dan chroma 2. Berdasarkan dasar teori di
atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin
tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang
dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum

makin meningkat. Tanah ini

memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dan 3
dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki
kandungan bahan organik yang baik.
9. Dataran Koluvial III
70 cm
Horison A
10 YR2/3
Horison B
10 YR3/1

30 cm

77

Horison A :
Konversi 10

Horison B
=1
Konversi 10 = 1
= 1 x chroma
= 1 x chroma
=1x3
=1x1
= 3 x tebal horison
= 1 x tebal horison
= 3 x 70
= 1 x 30
= 210
= 30
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
240
Bw =
100
Bw =2,4
Tanah pada dataran koluvial III memiliki indeks tanah yang belum

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2,4. Pada dasar teori di atas,
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di dataran koluvial III memiliki dua horison, yaitu A dan B. Hal ini
sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya
memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur
sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki
banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang
terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid
organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik,

kemudian

ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B.
Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan,
bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari
horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh.
Berdasarkan topografi yang ada, dataran koluvial mengalami proses
deposisi dan erosi pada kerucut/kipas dengan lereng yang curam. Material
78

penyusun mengalami pelapukan yang dipindahkan melalui gerakan massa.
Fragmen-fragmen di daerah ini kemudian diendapkan baik di atas ataupun
di bawah kerucut tersebut sehingga mineral pada tanah menghilang
sehingga tanah dikatakan belum berkembang. Tanah ini memiliki hue 10,
value 2 pada horison A dan 3 pada horison B, dan chroma 3 pada horison A
serta 1 pada horison A. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan
bahwa

tanah

tersebut

berwarna

yellow-red,

makin

tinggi

value

menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan),
dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau
kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna
yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dan 3 dari 0 sapai
dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan
bahan organik yang baik.
10. Lereng kaki I
15 cm
Horison A
10 YR3/2
Horison A :
Konversi 10

=1
= 1 x chroma
=1x2
= 2 x tebal horison
= 2 x 15
= 30
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
30
Bw =
15
Bw =2
Tanah pada lereng kaki I memiliki indeks tanah yang belum

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas,

79

menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di lereng kaki I memiliki dua horison, yaitu A. Hal ini sesuai dengan
proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral
yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Tanah ini memiliki hue 10, value 3, dan chroma 2. Berdasarkan dasar teori
di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin
tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang
dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum

makin meningkat. Tanah ini

memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 3 dari 0
sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki
kandungan bahan organik yang baik. Pada lereng kaki memiliki cukup
tanaman karena tempat ini lebih rendah ketinggiannya dibanding lereng
tengah.
11. Lereng kaki II
15 cm
Horison A
7,5 YR4/4
Horison A :
Konversi 7,5

=2
= 2 x chroma
=2x4
= 8 x tebal horison
= 8 x 15
= 120

80

( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
(Tebal horison A+Tebal horison B)
120
Bw =
15
Bw =8
Bw =

Tanah pada lereng kaki II memiliki indeks tanah yang berkembang
lanjut dengan nilai indeks warna Bw 8. Pada dasar teori di atas mengatakan
bahwa tanah mengalami peningkatan

unsur hara sehingga proses

pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan
yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam,
sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah
dewasa. Tanah di lereng kaki II memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan
proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral
yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar,
konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran.
Tanah ini memiliki hue 7,5, value 2, dan chroma 3. Berdasarkan dasar teori
di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin
tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang
dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum

makin meningkat. Tanah ini

memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dari 0
sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki
kandungan bahan organik yang baik. Pada lereng kaki memiliki cukup
tanaman karena tempat ini lebih rendah ketinggiannya dibanding lereng
tengah.
12. Lereng kaki III
25 cm
Horison A
7,5 YR2/3

81

Horison A :
Konversi 7,5

=2
= 2 x chroma
=2x3
= 6 x tebal horison
= 6 x 25
= 150
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
150
Bw =
25
Bw =6
Tanah pada lereng kaki III memiliki indeks tanah yang sedang

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 6. Pada dasar teori di atas
menyatakan bahwa tanah tersebut melalui proses lebih lanjut dimana
terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke
lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau
perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di
bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi
tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari
pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut. Tanah di lereng
kaki III memiliki horison A dimana proses pembentukan permukaan
tanahnya memiliki

mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur,

bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh,
dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 7,5, value 4, dan
chroma 2. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah
tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna
makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna
spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki

tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga
dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang
82

cukup baik. Pada lereng kaki memiliki cukup tanaman karena tempat ini
lebih rendah ketinggiannya dibanding lereng tengah.
13. Lereng bawah I
25 cm
Horison A
10 YR4/2
Horison A :
Konversi 10

=1
= 1 x chroma
=1x2
= 2 x tebal horison
= 2 x 25
= 50
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
50
Bw =
25
Bw =2
Tanah pada lereng bawah I memiliki indeks tanah yang belum

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di lereng bawah I memiliki horison A dimana proses pembentukan
permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur
gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak
teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 10, value 4,
dan chroma 2. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa
tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan
warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana
83

makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan
warna spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang

memiliki tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8
sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan
organik yang cukup baik. Pada lereng bawah, memiliki banyak tanaman
karena semakin rendah ketinggian tempat, suhunya normal dan tanaman
tumbuh dengan baik.
14. Lereng bawah II
25 cm
Horison A
7,5 YR2/3
Horison A :
Konversi 7,5

=2
= 2 x chroma
=2x3
= 6 x tebal horison
= 6 x 25
= 150
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
150
Bw =
25
Bw =6
Tanah pada lereng bawah II memiliki indeks tanah yang sedang

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 6. Pada dasar teori di atas
menyatakan bahwa tanah tersebut melalui proses lebih lanjut dimana
terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke
lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau
perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di
bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi
tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari
pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut. Tanah di lereng
84

bawah II memiliki horison A dimana proses pembentukan permukaan
tanahnya memiliki

mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur,

bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh,
dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 7,5, value 2, dan
chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah
tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna
makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin
tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna
spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki

tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dari 0 sampai dengan 8 sehingga
dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang
baik. Pada lereng bawah, memiliki banyak tanaman karena semakin rendah
ketinggian tempat, suhunya normal dan tanaman tumbuh dengan baik.
15. Lereng bawah III
15 cm
Horison A
10 YR3/3
Horison A :
Konversi 10

=1
= 1 x chroma
=1x3
= 3 x tebal horison
= 3 x 15
= 45
( XA x Tebal horison A ) +( XB x Tebal horison B)
Bw =
(Tebal horison A+Tebal horison B)
45
Bw =
15
Bw =3
Tanah pada lereng bawah III memiliki indeks tanah yang belum

berkembang dengan nilai indeks warna Bw 3. Pada dasar teori di atas
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan

85

tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral.
Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
Tanah di lereng bawah III memiliki horison A dimana proses pembentukan
permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur
gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak
teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 10, value 3,
dan chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa
tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan
warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana
makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan
warna spektrum

makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang

memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 3 dari 0 sampai dengan 8
sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan
organik yang baik. Pada lereng bawah, memiliki banyak tanaman karena
semakin rendah ketinggian tempat, suhunya normal dan tanaman tumbuh
dengan baik.
VIII. KESIMPULAN
1. Pada puncak, lereng atas, lereng tengah I, lereng tengah II, dataran koluvial
I, dataran koluvial II, dataran koluvial III, lereng kaki I, lereng bawah I,
dan lereng bawah III termasuk kategori tanah yang tingkatannya masih
2.

belum berkembang.
Lereng tengah III dan lereng kaki II merupakan tanah yang memiliki

3.

tingkat perkembangan tanah yang berkembang lanjut.
Lereng tengah IV, lereng kaki III, dan lereng bawah II merupakan daerah

4.

yang memiliki tingkat perkembangan tanah yang sedang berkembang.
Secara umum, tanah pada daerah-daerah tersebut ada atau tidaknya
tumbuh-tumbuhan dipengaruhi oleh iklim, suhu, dan relief dataran tinggi
atau pegunungan.
86

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (-). Tingkat Perkembangan Tanah. Universitas Sumatera Utara. Diakses
pada tanggal 10 April 2016 di www.repository.usu.ac.id
Sartohadi, Junun, dkk. 2004. Korelasi Spasial antara Tingkat Perkembangan Tanah
dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS Kayangan Kabupaten
Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi vol. 18 no.1.
Sugiharyanto, dkk. 2009. Diktat Mata Kuliah Geografi Tanah (PGF-207).
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

87

88