MEKANISME PROSES PEMBENTUKAN IKATAN KEMB
MEKANISME PROSES PEMBENTUKAN IKATAN KEMBALI
(REPOLIMERISASI) PADA BINDERLESS COMPOSITE
Oleh: Mahdi Santoso
13/353587/SKT/00128
Teknologi pembuatan binderless composite merupakan suatu inovasi dalam
teknologi perekatan dan berpotensi besar untuk berkembang terutama pada negaranegara yang mempunyai industri kimia (penghasil bahan perekat sintetis) kecil.
Binderless composite merupakan salah satu produk komposit dengan penggunaan
perekat yang sangat rendah (kurang dari 10%) dan bahkan tidak menggunakan perekat
sama sekali. Teknologi pembuatan papan tiruan tanpa perekat sebenarnya sudah
dieksplorasi sejak pertengahan tahun 1980-an, dimana shen telah mengembangkan
proses steam exploison dari bahan lignoselulosa menjadi papan partikel tanpa
menggunakan bahan perekat sintetis dan karyanya telah dipatenkan dengan nomor
paten U.S Patent 4627951. Menurut Shen (1986), proses self bonding ini dapat terjadi
karena aktivasi dari komponen kimia penyusun produk komposit tersebut selama proses
pengempaan panas dan atau injeksi uap panas. Ikatan kimia (crosslinked) yang
terbentuk selama proses pengempaan berlangsung adalah ikatan yang dibentuk dari
proses degradasi hemiselulosa dan selulosa yang membentuk gula sederhana dan
dekomposisi senyawa penyusun lainnya. Gula, karbohidrat dan sakarida tidak hanya
berfungsi sebagai agen pengikat saja, tetapi juga sangat berperan terhadap kekuatan
dan stabilitas papan yang dihasilkan.
Peristiwa self bonding juga disebabkan oleh adanya ikatan antara polimer
karbohidrat dan lignin, serta peningkatan kristalinitas dalam selulosa (Suzuki et al, 1986
dalam Widyorini, 2005). Proses pembentukan ikatan selama proses pengempaan ini
sampai sejauh ini masih belum jelas, apakah ikatan hidrogen atau ikatan kovalen yng
berperan besar dalam pembentukan self bonding. Self bonding itu sendiri merupakan
ikatan yang dihasilkan dari pengaktifan kembali komponen kimia dengan melibatkan
energi panas selama proses berlangsung, bisa berupa kempa panas (hot press) dan bisa
juga berupa uap panas (steam exploison). Sumber keberhasilan di dalam perekatan
binderless adalah kemampuan kembali dari bahan yang dibentuk untuk membentuk
kembali polimerisasi dari komponen-komponen yang terdegradasi selama proses
pengempaan panas (Widyorini, 2005). Oleh karena itu maka sifat fisik dan mekanik
binderless composite yang dibentuk sangat dipengaruhi oleh kemampuan repolimerisasi
kembali komponen penyusun bahan. Kemampuan dari repolimerisasi komponen
lignoselulosa dipengaruhi oleh banyak hal yang secara umum dapat diringkas menjadi
dua faktor yaitu faktor yang berasal dari bahan itu sendiri menyangkut komposisi kimia
bahan, sifat fisik bahan dan proses penyiapan bahan serta faktor yang berasal dari
proses pembentukan komposit yang menyangkut sistem/ metode yang dipergunakan dan
variasi tekanan, suhu dan waktu selama proses pembentukan berlangsung.
Rowell et al. (2002) cit. Widyorini (2005) menyebutkan bahwa mekanisme proses
repolimerisasi selama proses pembentukan binderless composite dapat diringkas
sebagai berikut: (1) degradasi dari sebagian selulosa dan hemiselulosa yang
menghasilkan gula sederhana dan dekomposisi lainnya (Shen 1991; Rowell et al. 2002;
Widyorini et al.2005); (2) degradasi thermal matriks dinding sel (lignin) yang bersifat
thermoplastis (Inoue et al. 1993); (3) ikatan silang antara polimer karbohidrat dan lignin
(Suzuki et al. 1998); dan (4) peningkatan struktur kristalisasi selulosa (Tanahashi et al.
1989, 2000). Pada dasarnya degradasi dari hemiselulosa selama proses pengempaan
berlangsung merupakan agen yang berperan penting dalam proses pembentukan self
bonding dari binderless board (Shen, 1996). Oleh karena itu pembuatan binderless
composite menggunakan bahan dari non kayu yang mengandung hemiselilosa tinggi
cenderung akan menghasilkan komposit dengan sifat-sifat yang relatif baik. Akan tetapi
kandungan hemiselulosa yang tinggi (terutama xilans) berpengaruh terhadap nilai
stabilitas dimensi komposit yang dihasilkan, dimana telah diketahui bahwa hemiselulosa
mempunyai sifat hidrophylic yang menyebabkan Thickness Sweeling (TS) komposit
menjadi lebih tinggi (Quintana, 2009). Bahan lain yang dihasilkan dari dekomposisi
hemiselulosa pada suhu tinggi adalah furfural (terdekomposisi dari pentosan) yang
diketahui juga bersifat resin. Okuda (2002) meneliti tentang pengaruh dari furfural ini dan
menemukan bahwa penambahan furfural sampai 5% akan meningkatkan internal
bonding (IB) dari 0,25 MPa menjadi 0,50 Mpa.
Pengaruh lignin terhadap repolimerisasi pada binderless composite juga diteliti
oleh Velasquez et al. (2002) dan menyimpulkan bahwa penambahan kraft lignin harus
memperhatikan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap proses repolimerisasi (yaitu
faktor suhu saat hotpress dilaksanakan). Pada bahan yang telah mengalami pretreatment
dengan steam explosion, maka penambahan kraft lignin tidak menghasilkan komposit
yang lebih baik jika dibanding dengan yang tanpa penambahan lignin. Sedangkan pada
bahan yang tanpa mengalami pretreatment penambahan kraft lignin menghasilkan
komposit yang lebih baik dan dianjurkan untuk menggunakan bahan dengan berat
molekul yang rendah dan persentase lignin sekitar 20%. Okuda (2004) juga membuktikan
bahwa penambahan lignin membentuk binderless composite dengan sifat IB, TS dan WA
(Water Absorpsion) yang lebih baik (peningkatan sifat mencapai tiga kalinya pada
parameter IB)
Widyorini (2005) menunjukkan bahwa degradasi selulosa dan perubahan struktur
dalam lignin yang terjadi selama proses pengempaan dengan injeksi uap lebih besar
dibandingkan dengan metode kempa panas. Rasio syringyl–guaiacyl (S/G) mengalami
penurunan dengan peningkatan besar tekanan dan memperlama proses ketika memakai
metode steam exploison, sedangkan dengan menggunakan hot press relatif tidak ada
perubahan rasio S/G. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan panas dan uap
mempunyai pengaruh terhadap komposisi lignin sedangkan perlakuan dengan panas
saja tidak berpengaruh terhadap lignin. Shao et al. (2008) juga menemukan adanya
perubahan susunan komponen kimia dinding sel selama proses steam exploison dimana
ditemukan adanya penurunan kandungan xilans mencapai 30% selama proses steam
explosion dan kandungan lignin dengan gugus hidroksil penolik meningkat mencapat 2,3
kalinya (gugus reaksi yang aktif meningkat) yang sangat berguna untuk menghasilkan
binderless composite dengan sifat yang baik.
Proses panas dan atau uap selama kegiatan repolimerisasi binderless composite
juga berpengaruh terhadap rasio selulosa kristalin yang ada didalam komposit yang
dibentuk. Berbagai perlakuan pretreatment terhadap partikel/ serat dan proses
pembentukan komposit sebagian besar meningkatkan persentase selulosa kristalin yang
ditemui pada komposit. Jonoobi et al (2011) membuktikan hal tersebut dengan
menemukan bahwa perlakuan chemo-mechanical terhadap serat kayu meningkatkan
persentase selulosa kristalin yang ada didalam serat tersebut. Yang harus dipahami
adalah bahwa peningkatan tersebut bersifat relatif, artinya peningkatan persentase
tersebut lebih disebabkan oleh berkurang secara drastisnya persentase selulosa amorf
yang terurai/ terlarut selama proses pretreatment dan atau selama proses hot pressing
dilakukan dilakukan. Widyorini et al. (2003) menemukan bahwa adanya peningkatan
kandungan ekstraktif pada bahan yang diproses dengan tekanan dan suhu yang lebih
tinggi. Bahan tambahan ini diduga kemungkinan besar berasal dari degradasi selulosa
(terutama amorf selulosa) dan hemiselulosa yang terdekomposisi selama proses panas
dilakukan. Gula-gula sederhana yang terurai dari bahan selama proses panas dikenakan
pada komposit antara lain adalah Xylose, Mannose, Galactose dan Glucose; dimana
bahan-bahan tersebut merupakan komponen utama penyusun selulosa dan
hemiselulosa.
(REPOLIMERISASI) PADA BINDERLESS COMPOSITE
Oleh: Mahdi Santoso
13/353587/SKT/00128
Teknologi pembuatan binderless composite merupakan suatu inovasi dalam
teknologi perekatan dan berpotensi besar untuk berkembang terutama pada negaranegara yang mempunyai industri kimia (penghasil bahan perekat sintetis) kecil.
Binderless composite merupakan salah satu produk komposit dengan penggunaan
perekat yang sangat rendah (kurang dari 10%) dan bahkan tidak menggunakan perekat
sama sekali. Teknologi pembuatan papan tiruan tanpa perekat sebenarnya sudah
dieksplorasi sejak pertengahan tahun 1980-an, dimana shen telah mengembangkan
proses steam exploison dari bahan lignoselulosa menjadi papan partikel tanpa
menggunakan bahan perekat sintetis dan karyanya telah dipatenkan dengan nomor
paten U.S Patent 4627951. Menurut Shen (1986), proses self bonding ini dapat terjadi
karena aktivasi dari komponen kimia penyusun produk komposit tersebut selama proses
pengempaan panas dan atau injeksi uap panas. Ikatan kimia (crosslinked) yang
terbentuk selama proses pengempaan berlangsung adalah ikatan yang dibentuk dari
proses degradasi hemiselulosa dan selulosa yang membentuk gula sederhana dan
dekomposisi senyawa penyusun lainnya. Gula, karbohidrat dan sakarida tidak hanya
berfungsi sebagai agen pengikat saja, tetapi juga sangat berperan terhadap kekuatan
dan stabilitas papan yang dihasilkan.
Peristiwa self bonding juga disebabkan oleh adanya ikatan antara polimer
karbohidrat dan lignin, serta peningkatan kristalinitas dalam selulosa (Suzuki et al, 1986
dalam Widyorini, 2005). Proses pembentukan ikatan selama proses pengempaan ini
sampai sejauh ini masih belum jelas, apakah ikatan hidrogen atau ikatan kovalen yng
berperan besar dalam pembentukan self bonding. Self bonding itu sendiri merupakan
ikatan yang dihasilkan dari pengaktifan kembali komponen kimia dengan melibatkan
energi panas selama proses berlangsung, bisa berupa kempa panas (hot press) dan bisa
juga berupa uap panas (steam exploison). Sumber keberhasilan di dalam perekatan
binderless adalah kemampuan kembali dari bahan yang dibentuk untuk membentuk
kembali polimerisasi dari komponen-komponen yang terdegradasi selama proses
pengempaan panas (Widyorini, 2005). Oleh karena itu maka sifat fisik dan mekanik
binderless composite yang dibentuk sangat dipengaruhi oleh kemampuan repolimerisasi
kembali komponen penyusun bahan. Kemampuan dari repolimerisasi komponen
lignoselulosa dipengaruhi oleh banyak hal yang secara umum dapat diringkas menjadi
dua faktor yaitu faktor yang berasal dari bahan itu sendiri menyangkut komposisi kimia
bahan, sifat fisik bahan dan proses penyiapan bahan serta faktor yang berasal dari
proses pembentukan komposit yang menyangkut sistem/ metode yang dipergunakan dan
variasi tekanan, suhu dan waktu selama proses pembentukan berlangsung.
Rowell et al. (2002) cit. Widyorini (2005) menyebutkan bahwa mekanisme proses
repolimerisasi selama proses pembentukan binderless composite dapat diringkas
sebagai berikut: (1) degradasi dari sebagian selulosa dan hemiselulosa yang
menghasilkan gula sederhana dan dekomposisi lainnya (Shen 1991; Rowell et al. 2002;
Widyorini et al.2005); (2) degradasi thermal matriks dinding sel (lignin) yang bersifat
thermoplastis (Inoue et al. 1993); (3) ikatan silang antara polimer karbohidrat dan lignin
(Suzuki et al. 1998); dan (4) peningkatan struktur kristalisasi selulosa (Tanahashi et al.
1989, 2000). Pada dasarnya degradasi dari hemiselulosa selama proses pengempaan
berlangsung merupakan agen yang berperan penting dalam proses pembentukan self
bonding dari binderless board (Shen, 1996). Oleh karena itu pembuatan binderless
composite menggunakan bahan dari non kayu yang mengandung hemiselilosa tinggi
cenderung akan menghasilkan komposit dengan sifat-sifat yang relatif baik. Akan tetapi
kandungan hemiselulosa yang tinggi (terutama xilans) berpengaruh terhadap nilai
stabilitas dimensi komposit yang dihasilkan, dimana telah diketahui bahwa hemiselulosa
mempunyai sifat hidrophylic yang menyebabkan Thickness Sweeling (TS) komposit
menjadi lebih tinggi (Quintana, 2009). Bahan lain yang dihasilkan dari dekomposisi
hemiselulosa pada suhu tinggi adalah furfural (terdekomposisi dari pentosan) yang
diketahui juga bersifat resin. Okuda (2002) meneliti tentang pengaruh dari furfural ini dan
menemukan bahwa penambahan furfural sampai 5% akan meningkatkan internal
bonding (IB) dari 0,25 MPa menjadi 0,50 Mpa.
Pengaruh lignin terhadap repolimerisasi pada binderless composite juga diteliti
oleh Velasquez et al. (2002) dan menyimpulkan bahwa penambahan kraft lignin harus
memperhatikan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap proses repolimerisasi (yaitu
faktor suhu saat hotpress dilaksanakan). Pada bahan yang telah mengalami pretreatment
dengan steam explosion, maka penambahan kraft lignin tidak menghasilkan komposit
yang lebih baik jika dibanding dengan yang tanpa penambahan lignin. Sedangkan pada
bahan yang tanpa mengalami pretreatment penambahan kraft lignin menghasilkan
komposit yang lebih baik dan dianjurkan untuk menggunakan bahan dengan berat
molekul yang rendah dan persentase lignin sekitar 20%. Okuda (2004) juga membuktikan
bahwa penambahan lignin membentuk binderless composite dengan sifat IB, TS dan WA
(Water Absorpsion) yang lebih baik (peningkatan sifat mencapai tiga kalinya pada
parameter IB)
Widyorini (2005) menunjukkan bahwa degradasi selulosa dan perubahan struktur
dalam lignin yang terjadi selama proses pengempaan dengan injeksi uap lebih besar
dibandingkan dengan metode kempa panas. Rasio syringyl–guaiacyl (S/G) mengalami
penurunan dengan peningkatan besar tekanan dan memperlama proses ketika memakai
metode steam exploison, sedangkan dengan menggunakan hot press relatif tidak ada
perubahan rasio S/G. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan panas dan uap
mempunyai pengaruh terhadap komposisi lignin sedangkan perlakuan dengan panas
saja tidak berpengaruh terhadap lignin. Shao et al. (2008) juga menemukan adanya
perubahan susunan komponen kimia dinding sel selama proses steam exploison dimana
ditemukan adanya penurunan kandungan xilans mencapai 30% selama proses steam
explosion dan kandungan lignin dengan gugus hidroksil penolik meningkat mencapat 2,3
kalinya (gugus reaksi yang aktif meningkat) yang sangat berguna untuk menghasilkan
binderless composite dengan sifat yang baik.
Proses panas dan atau uap selama kegiatan repolimerisasi binderless composite
juga berpengaruh terhadap rasio selulosa kristalin yang ada didalam komposit yang
dibentuk. Berbagai perlakuan pretreatment terhadap partikel/ serat dan proses
pembentukan komposit sebagian besar meningkatkan persentase selulosa kristalin yang
ditemui pada komposit. Jonoobi et al (2011) membuktikan hal tersebut dengan
menemukan bahwa perlakuan chemo-mechanical terhadap serat kayu meningkatkan
persentase selulosa kristalin yang ada didalam serat tersebut. Yang harus dipahami
adalah bahwa peningkatan tersebut bersifat relatif, artinya peningkatan persentase
tersebut lebih disebabkan oleh berkurang secara drastisnya persentase selulosa amorf
yang terurai/ terlarut selama proses pretreatment dan atau selama proses hot pressing
dilakukan dilakukan. Widyorini et al. (2003) menemukan bahwa adanya peningkatan
kandungan ekstraktif pada bahan yang diproses dengan tekanan dan suhu yang lebih
tinggi. Bahan tambahan ini diduga kemungkinan besar berasal dari degradasi selulosa
(terutama amorf selulosa) dan hemiselulosa yang terdekomposisi selama proses panas
dilakukan. Gula-gula sederhana yang terurai dari bahan selama proses panas dikenakan
pada komposit antara lain adalah Xylose, Mannose, Galactose dan Glucose; dimana
bahan-bahan tersebut merupakan komponen utama penyusun selulosa dan
hemiselulosa.