Penanggulangan Kemiskinan melalui Sistem. docx

A. Latar Belakang.
Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat populasi tertinggi
keempat dari negara yang ada di dunia dan peringkat ketiga dari negara ASEAN. Dengan
kapasitas penduduk yang besar, negara berkembang seperti Indonesia memiliki
permasalahan layaknya pada negara – negara berkembang lainnya yaitu pengentasan
kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan. Dengan semakin majunya peradaban, mulai
terjadi perbedaan atau pergeseran pandangan mengenai laju pertumbuhan penduduk yang
semakin bertambah banyak. Menurut para pemikir klasik mengatakan bahwa dengan
adanya pertumbuhan penduduk yang semakin banyak maka sebenarnya akan berdampak
negatif kepada pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena nantinya pasti
pendapatan setiap induvidu akan berkurang karena akan dibagi dengan penduduk lainnya
sehingga akan rawan muncul konflik sosial yang didasari oleh kepentingan ekonomi
individu masing – masing. Anggapan pemikir klasik ini lama kelamaan memudar oleh
anggapan para kaum modern dimana mereka berpendapat bahwa peningkatan penduduk
tidaklah berdampak negatif terhadap suatu bangsa, tapi para pemikir modern berfikir
anomali dengan para pemikir klasik. Para pemikir modern berpendapat bahwa semakin
banyaknya pertumbuhan penduduk sebuah bangsa maka tingkat perekonomian suatu
negara tersebut akan semakin berkembang karena dengan bertambahnya tingkat
tetumbuhan penduduk secara tidak langsung tingkat produktivitas suatu negara akan
semakin meningkat karena tingkat konsumsi di negara tersebut juga meningkat. Berikut
akan disajikan tabel pertumbuhan penduduk di negara penjuru dunia:

No

Negara

Jumlah Penduduk

.
1. RRC
2. India
3. Amerika Serikat
4. Indonesia
5. Brasil
6. Pakistan
7. Nigeria
8. Bangladesh
9. Rusia
10. Jepang
Sumber : http://statistik.ptkpt.net/

1.343.239.923

1.205.073.612
313.847.465
237.641.326
205.716.890
190.291.129
170.123.740
161.083.804
138.082.178
127.756.412

Wilaya
h
Asia
Asia
Amerika
Asia
Amerika
Asia
Afrika
Asia

Eropa
Asia

Pandangan tentang kaum modern tentang kependudukan tidak semata – mata
benar apabila diterapkan pada negara berkembanga yang masih memiliki tingkat
perekonomian yang labil. Kebanyakan pertumbuhan penduduk di negara berkembanga

seperti Indonesia tidak diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Banyak
sekali ketimpanga sehingga pertumbuhan penduduk bukan meningkatkan pertumbuhan
perekonomian tetapi semakin memperlebar jarak/ Gap antara si miskin dan si kaya.
Perbedaan yang mencolok antara golongan miskin dan golong kaya adalah terletak pada
tingkat kesejahteraan masing – masing individu. Kebanyakan dari golongan miskin
mengengah ke bawah, mereka mengalami miskin terbesar diakibatkan karena kurang
modal usaha yang mereka miliki untuk memulai sebuah usaha baru.
Dengan kurang terjangkaunya akses modal kepada lapisan golongan miskin
dimana ini nantinya berdampak kepada semakin rendahnya tingkat produktivitas
seseorang karena keterbatasan dana produktif atau pinjaman produktif yang dimilikinya,
maka secara lambat laun pasti akan berdampak pada kemajuan perekonomian negara.
Permasalahan kesulitan akses biaya lembaga keuangan ini bukan sepenuhnya
permasalahan atau kesalahan dari lembaga keuangan yang ada di Indonesia. ketakutan

lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman kepada masyarakat miskin cukup wajar
hal ini dikarenakan masyarakat miskin dianggap tidak bankable.

Bagi masyarakat

miskin, persyaratan umum yang diajukan oleh perbankan kepada calon penerima kredit
yang biasa kita sebut dengan 5c + 3R sulit untuk dipenuhi, dimana 5C adalah singkatan
dari Character (moral), Collateral (agunan tambahan), Capital (modal sendiri semangat
kerja/berusaha),
Sedangkan

3R

Capacity

(kemampuan

singkatan

dari


membayar),

Return

(hasil

Condition
yang

(produktivitas).

akan

diperoleh),

repayment (kemampuan membayar) dan Risk (resiko).
Dengan adanya permasalahan akses kredit yang dimiliki oleh masyarakat miskin
tersebut maka butuh sebuah solusi keuangan yang biasa sering disebut dengan final
inclusion, final inclusion di sini diharapkan agar masyarakat di negara sedang

berkembang seperti Indonesia, dimana proporsi tingkat pertumbuhan penduduk
masyarakat miskin jauh lebih besar dari pada penduduk menengah atas yang memiliki
tingkat perekonomian yang mapan. Dimana masyarakat miskin ini mayoritas tidak
bankable lebih kepada proses pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan,
sehingga pertambahan penduduk dianggap memberikan dampak negatif terhadap
pertumbuhan perekonomian.
Akar pokok permasalahan sebenarnya tidak hanya pada akses kredit saja, akan
tetapi kurangnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat mengenai dunia
perbankan serta masih terbatasnya peran pemerintah melalui kebijakan yang bisa
membantu golongan masyarakat miskin untuk mengatasi kecukupan modal kerja, diduga

juga turut menyumbang mengapa kemiskinan di Indonesia masih sulit dikendalikan.
Jurnal ini berusaha untuk menjelaskan permasalahan penyebab kemiskinan yang terjadi
di Indonesia dilihat dari sudut pandang sektor keuangan, penulis merasa bahwa
kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih diakibatkan oleh kurangnya akses masyarakat
miskin menengah ke bawah dalam akses kredit produktif sehingga berakibat pada
pertambahan penduduk tidak lagi memberikan dampak positif tapi malah memberikan
dampak negatif apabila masyarakat miskin menengah ke bawah tidak dapat mengakses
kredit perbankan sehingga tingkat produktivitas masing – masing individu menurun dan
pada akhirnya tingkat kesejahteraan suatu bangsa akan sulit tercapai.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimana cara mengatasi kemiskinan pada negara berkembang dalam hal ini
Indonesia, dimana apabila dilihat dari sektor keuangan yang dikerucutkan kepada
pemberian akses pembiayaan kredit produktif kepada masyarakat miskin menengah ke
bawah yang dianggap tidak bankable oleh lembaga perbankan yang terdapat di
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan financial inclusion yang dihadapi oleh
masyarakat miskin menengah ke bawah yang memiliki permasalahan akses kredit
sehingga berdampak semakin tidak sejahtera dan semakin tidak produktifnya masyarakat
golongan menengah ke bawah.
D. Landasan Teori
D.1 Kemiskinan
Dalam arti proper, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan
barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas. Chambers (dalam
Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu
intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2)
ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of
emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik

secara geografis maupun sosiologis.Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam
kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti
tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum,
kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan
jalan hidupnya sendiri (Chriswardani Suryawati, 2005).

Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan di bawah
garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
papan, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup
dan bekerja.
b. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan.
c. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak
luar.
d. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses
terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial

politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali
menyebabkan suburnya kemiskinan.
Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan
prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau
pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber daya,
sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.
Menurut Nasikun dalam Chriswardani Suryawati (2005), beberapa sumber dan
proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
a. Policy induces processes, yaitu proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi
melalui pelaksanaan suatu kebijakan, diantaranya adalah kebijakan anti
kemiskinan, tetapi relitanya justru melestarikan.
b. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan karena pola
produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur
dikuasai petani sekala besar dan berorientasi ekspor.
c. Population growth, prespektif yang didasari oleh teori Malthus, bahwa
pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti
deret hitung.


d. Resaurces management and the environment, adalah unsur mistmanagement
sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang
akan menurunkan produktivitas.
e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya
tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan terjadi banjir, akan
tetapi jika musim kemarau kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan
produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
f. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena masih
dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil
kerja yang lebih rendah dari laki-laki.
g. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara
kemiskinan. Misalnya pada pola konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen
raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
h. Exploatif inetrmediation, keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti
rentenir.
i. Inetrnal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang diterapkan
pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab
kemiskinan.
j. Interbational processe, bekerjanya sistem internasional (kolonialisme dan
kapitalisme) membuat banyak negara menjadi miskin.

D.2 Ukuran Kemiskinan
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah
rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis
komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan
bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai
kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan).
Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, dan
perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis
penduduk, ukuran ini sering disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk yang
memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin.
Menurut Sayogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran
rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per
tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan (Criswardani Suryawati, 2005).
a. Daerah pedesaan:

i. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai tukar beras
per orang per tahun.
ii. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
iii. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 180 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
b. Daerah perkotaan:
i. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai tukar beras
per orang per tahun.
ii. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
iii. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang.
Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1 per hari masuk dalam
kategori miskin (Criswardani Suryawati, 2005). Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria
(Criswardani Suryawati, 2005), yaitu:
a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan baik, minimum makan
dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai
rumah bersemen lebih dari 80%, dan berobat ke Puskesmas bila sakit.
b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan
untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu
makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai
rumah 8 meter per segi per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10
sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun
bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap,
dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.
Ukuran kemiskinan menurut Foster-Greer-Thorbecke (dalam Todaro, 2004):
q
z− y 1
1
Px = ∑
n i=1
z

[ ]

Dimana:
α

= 0, 1, 2

α

z

= Garis kemiskinan
y1

= Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan ( i =1, 2, 3, ..., q ),

y1 < z

q

= Banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

n

= Jumlah penduduk.

Jika:
α

= 0, maka diperoleh Head Count Index (0 P), yaitu persentase penduduk
yang berada dibawah garis kemiskinan.

α = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index (1 P), yaitu indeks kedalaman kemiskinan,
merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indek, semakin jauh ratarata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
α = 2, maka diperoleh Poverty Severity (2 P), yaitu indeks keparahan kemiskinan,
yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran antara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indek, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di
antara penduduk miskin.
E. Metodelogi Penelitian
Metode merupakan cara untuk mengungkapkan kebenaran yang objektif.
Kebenaran tersebut merupakan tujuan, sementara metode itu adalah cara. Penggunaan
metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan benar-benar berdasarkan bukti
ilmiah yang kuat. Oleh karena itu, metode dapat diartikan pula sebagai prosedur atau
rangkaian cara yang secara sistematis dalam menggali kebenaran ilmiah. Sedangkan
penelitian dapat diartikan sebagai pekerjaan ilmiah yang harus dilakukan secara
sistematis, teratur dan tertib, baik mengenai prosedurnya maupun dalam proses berfikir
tentang materinya (Nawawi dan Martini dalam Prastowo, 2011).
Furchan (2007) menyatakan bahwa metode penelitian merupakan strategi umum
yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan untuk menjawab
persoalan yang dihadapi. Dengan kata lain, metode penelitian merupakan suatu cara yang
harus dilakukan oleh peneliti melalui serangkaian prosedur dan tahapan dalam
melaksanakan kegiatan penelitian dengan tujuan memecahkan masalah atau mencari
jawaban terhadap suatu masalah. Penelitian pada hakikatnya merupakan penerapan
pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah.

Metode penelitian deskriptif adalah salah satu metode penelitan yang banyak
digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu kejadian. Seperti
yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011) “penelitian desktiptif adalah sebuah penelitian
yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang
terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara
aktual”. Sedangkan, Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif
adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu,
misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang
sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang
sedang berlangsung.
Dari kedua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penelitian deskriptif
adalah sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan
sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang
berkembang, dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara
aktual. Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa metode penelitian deskriptif sesuai
dengan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.
F. Analisis dan pembahasan
F.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Dari data yang telah dihimun oleh BPS menyatakan bahwa mulai dalam kurun
waktu 1976 – Maret 2013 tingkat pertumbuhan masyarakat miskin di Indonesia
mengalami trend yang menurun. Sedangkan untuk penyumbang kemiskinan terbesar
masih didominasi oleh masyarakat miskin desa dengan rata – rata 24,61 juta jiwa,
sedangkan pada tingkat kota menyumbang angka kemiskinan sebesar 11,13 juta jiwa dari
total tingkat kemiskinan desa dan kota sebesar 35,74 juta jiwa.

Jumlah Penduduk Miskin (Juta Orang)
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Kota
Kota+Desa

Desa
Linear (Kota+Desa)

Linear (Desa)
Linear (Kota+Desa)

Sumber : Badan Pusat Statistik
Indonesia telah diakui Bank Dunia sebagai negara yang berhasil menurunkan
tingkat kemiskinan dimana tingkat kemiskinan di Indonesia telah berhasil diturunkan
dari sekitar 40% pada tahun 1976 menjadi sekitar 11% pada tahun 1996 berdasarkan data
Badan Pusat Statistik. Perhitungan Bank Dunia juga menunjukkan hal yang sama dimana
persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 1 dolar PPP per kapita per
hari turun dari 20,6% pada tahun 1990 menjadi 7,8% pada tahun 1996. Akan tetapi
ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, tingkat kemiskinan kemabali meningkat.
Berdasarkan data BPS, pada tahun 1998 tingkat kemiskinan tercatat sebesar 24,2% yang
utamanya disebabkan oleh meroketnya harga-harga komoditas baik makanan maupun
non-makanan.
Sejalan dengan menurunnya kembali harga-harga kebutuhan makanan dan nonmakanan, tingkat kemiskinan juga kembali turun menjadi sekitar 19% pada tahun 2000.
Setelah itu tingkat kemiskinan cenderung menurun meskipun berlangsung cukup lambat.
Pada tahun 2008, tingkat kemiskinan tercatat sebesar 15,4%. Sementara itu berdasarkan
data Bank Dunia, tingkat kemiskinan Indonesia pada tahun 2008 adalah sebesar 5,9%
jika didasarkan pada garis kemiskinan 1 dolar PPP per kapita per hari, tetapi jika diukur

berdasarkan garis kemiskinan 2 dolar PPP per kapita per hari tingkat kemiskinan di
Indonesia tercatat sebesar 42.6%.
F.2. Strategi Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan
Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai
pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swata)
dan masyarakat merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab sama terhadap
penanggulangan

kemiskinan.

Pemerintah

telah

melaksanakan

penanggulangan

kemiskinan melalui berbagai program dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga
negara secara layak, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin,
penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan percepatan
pembangunan daerah tertinggal dalam upaya mencapai masyarakat Indonesia yang
sejahtera, demokratis dan berkeadilan.
Namun keseluruhan upaya tersebut belum maksimal jika tanpa dukungan dari para
pemangku kepentingan lainnya. Untuk menunjang penanggulangan kemiskinan yang
komprehensif dan mewujudkan percepatan penanggulangan kemiskinan dirumuskan
empat startegi utama. Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan tersebut diantaranya:
1. Memperbaiki program perlindungan sosial.
Prinsip

pertama

adalah

memperbaiki

dan

mengembangkan

sistem

perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Sistem perlindungan sosial
dimaksudkan untuk membantu individu dan masyarakat menghadapi goncangangoncangan (shocks) dalam hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota keluarga,
kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana atau bencana alam, dan sebagainya. Sistem
perlindungan sosial yang efektif akan mengantisipasi agar seseorang atau
masyarakat yang mengalami goncangan tidak sampai jatuh miskin.
Penerapan strategi ini antara lain didasari satu fakta besarnya jumlah
masyarakat yang rentan jatuh dalam kemiskinan di Indonesia. Di samping
menghadapi masalah tingginya potensi kerawanan sosial, Indonesia juga
dihadapkan pada fenomena terjadinya populasi penduduk tua (population ageing)
pada struktur demografinya. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan beban
ekonomi terhadap generasi muda untuk menanggung mereka atau tingginya rasio
ketergantungan.
Tingginya tingkat kerentanan juga menyebabkan tingginya kemungkinan
untuk masuk atau keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi
semakin besarnya kemungkinan orang jatuh miskin, perlu dilaksanakan suatu

program bantuan sosial untuk melindungi mereka yang tidak miskin agar tidak
menjadi miskin dan mereka yang sudah miskin agar tidak menjadi lebih miskin.
2. Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar.
Prinsip kedua dalam penanggulangan kemiskinan adalah memperbaiki akses
kelompok masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan
pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan
membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok masyarakat
miskin. Di sisi lain peningkatan akses terhadap pelayanan dasar mendorong
peningkatan investasi modal manusia (human capital).
Salah satu bentuk peningkatan akses pelayanan dasar penduduk miskin
terpenting adalah peningkatan akses pendidikan. Pendidikan harus diutamakan
mengingat dalam jangka panjang ia merupakan cara yang efektif bagi penduduk
miskin untuk keluar dari kemiskinan. Sebaliknya, kesenjangan pelayanan
pendidikan antara penduduk miskin dan tidak miskin akan melestarikan
kemiskinan melalui pewarisan kemiskinan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Anak-anak dari keluarga miskin yang tidak dapat mencapai tingkat
pendidikan yang mencukupi sangat besar kemungkinannya untuk tetap miskin
sepanjang hidupnya.
Selain pendidikan, perbaikan akses yang juga harus diperhatikan adalah
akses terhadap pelayanan kesehatan. Status kesehatan yang lebih baik, akan dapat
meningkatkan produktivitas dalam bekerja dan berusaha bagi penduduk miskin.
Hal ini akan memungkinkan mereka untuk menghasilkan pendapatan yang lebih
tinggi dan keluar dari kemiskinan. Selain itu, peningkatan akses terhadap air bersih
dan sanitasi yang layak menjadi poin utama untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Konsumsi air minum yang tidak layak dan buruknya sanitasi perumahan
meningkatkan kerentanan individu dan kelompok masyarakat terhadap penyakit.
3. Pemberdayaan kelompok masyarakat miskin.
Prinsip ketiga adalah upaya memberdayakan penduduk miskin menjadi
sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan
kemiskinan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak
memperlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan.
Upaya untuk memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk
miskin dapat berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam
kemiskinan.

Pentingnya pelaksana strategi dengan prinsip ini menimbang kemiskinan
juga disebabkan oleh ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak
kepada kaum miskin. Hal ini menyebabkan output pertumbuhan tidak terdistribusi
secara merata pada semua kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat miskin,
yang secara politik, sosial, dan ekonomi tidak berdaya, tidak dapat menikmati hasil
pembangunan tersebut secara proporsional. Proses pembangunan justru membuat
mereka mengalami marjinalisasi, baik secara fisik maupun sosial.
Konsep pembangunan yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan
umumnya melalui mekanisme atas-bawah (top-down). Kelemahan dari mekanisme
ini adalah tanpa penyertaan partisipasi masyarakat. Semua inisiatif program
penanggulangan kemiskinan berasal dari pemerintah (pusat), demikian pula dengan
penanganannya. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis implementasi program
selalu dibuat seragam tanpa memperhatikan karakteristik kelompok masyarakat
miskin di masing-masing daerah. Akibatnya, program yang diberikan sering tidak
mempunyai korelasi dengan prioritas dan kebutuhan masyarakat miskin setempat.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, upaya secara menyeluruh disertai
dengan pemberdayaan masyarakat miskin menjadi salah satu prinsip utama dalam
strategi penanggulangan kemiskinan.
4. Menciptakan pembangunan yang inklusif.
Prinsip keempat adalah pembangunan yang inklusif yang diartikan sebagai
pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada
seluruh masyarakat. Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan
pembangunan. Fakta di berbagai negara menunjukkan bahwa kemiskinan hanya
dapat berkurang dalam suatu perekonomian yang tumbuh secara dinamis.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang stagnan hampir bisa dipastikan berujung
pada peningkatan angka kemiskinan. Pertumbuhan harus mampu menciptakan
lapangan kerja produktif dalam jumlah besar. Selanjutnya, diharapkan terdapat
multiplier effect pada peningkatan pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan
taraf hidup, dan pengurangan angka kemiskinan.
Untuk mencapai kondisi sebagaimana dikemukakan diatas, perlu diciptakan
iklim usaha yang kondusif di dalam negeri. Stabilitas ekonomi makro merupakan
prasyarat penting untuk dapat mengembangkan dunia usaha. Selain itu juga
diperlukan kejelasan dan kepastian berbagai kebijakan dan peraturan. Begitu juga,
ia membutuhkan kemudahan berbagai hal seperti ijin berusaha, perpajakan dan

perlindungan kepemilikan. Selanjutnya, usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) harus didorong untuk terus menciptakan nilai tambah, termasuk melalui
pasar ekspor. Pertumbuhan yang berkualitas juga mengharuskan adanya prioritas
lebih pada sektor perdesaan dan pertanian. Daerah perdesaan dan sektor pertanian
juga merupakan tempat di mana penduduk miskin terkonsentrasi. Dengan
demikian, pengembangan perekonomian perdesaan dan sektor pertanian memiliki
potensi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan
penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan secara
signifikan.
Pembangunan yang inklusif juga penting dipahami dalam konteks
kewilayahan. Setiap daerah di Indonesia dapat berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan dengan sumber daya dan komoditi unggulan yang berbeda.
Perekonomian daerah ini yang kemudian akan membentuk karakteristik
perekonomian nasional. Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting untuk
memperkuat ekonomi domestik.
F.3 Instrumen Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan.
Dalam rangka melaksanakan strategi percepatan penganggulangan kemiskinan,
dilaksanakan program penanggulangan kemiskinan bersasaran (targeted program).
Program – program penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mensasarkan
langsung kepada mereka yang tergolong miskin dan dekat miskin. Program
penanggulangan kemiskinan kepada mereka yang membutuhkan diharapkan akan jauh
lebih efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
a. Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Rumah Tangga atau
Keluarga (Klaster I)
Kelompok pertama adalah program – program penanggulangan kemiskinan yang
sasarannya adalah rumah tangga/keluarga. Program tersebut antara lain : Program
Keluarga Harapan, (PKH – conditional cash transfer), bantuan langsung tunai tanpa
syarat (unconditional cash transfer), bantuan langsung dalam bentuk in-kind,
misalnya pemberian beras bagi masyarakat miskin (raskin), serta himbauan bagi
kelompok masyarakat rentan seperti mereka yang cacat, lansia, yatim/piatu dan
sebagainya.
b. Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Komunitas (Klaster II)
Kelompok kedua adalah program-program penanggulangan kemiskinan yang
sasarannya adalah komunitas. Program penanggulangan kemiskinan bersasaran

komunitas dalam pelaksanaannya menggunakan prinsip pemberdayaan masyarakat
(Community Driven Development). Contoh program ini adalah Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
c. Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran Usaha Mikro dan Kecil
(Klaster III)
Kelompok program ketiga adalah program penanggulangan kemiskinan yang
sasarannya adalah usaha mikro dan kecil. Tujuan program ini adalah memberikan
akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.
d. Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat (Klaster IV)
Kelompok program keempat adalah kelompok program penanggulangan
kemiskinan yang bertujuan untuk meningkatkan askes terhadap ketersediaan
pelayanan dasar dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin. Programprogram dalam kelompok ini adalah program kemiskinan lain yang secara langsung
atau tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat miskin.
F.4 Progam Penganggulangan Kemiskinan
a. Kluster I
i. Penjelasan
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan
perlindungan

sosial

bertujuan

untuk

melakukan

pemenuhan

hak

dasar,

pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin.
Fokus pemenuhan hak dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan
masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas
pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan.
ii. Karakteristik
Karakteristik program pada kelompok program penanggulangan kemiskinan
berbasis bantuan dan perlindungan sosial adalah bersifat pemenuhan hak dasar
utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan
kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih. Ciri lain dari kelompok program ini
adalah mekanisme pelaksanaan kegiatan yang bersifat langsung dan manfaatnya
dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin.
iii.Cakupan
Cakupan program pada kelompok program penanggulangan kemiskinan
berbasis bantuan dan perlindungan sosial dititikberatkan pada pemenuhan hak

dasar utama. Hak dasar utama tersebut memprioritaskan pada pemenuhan hak atas
pangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, serta sanitasi dan air bersih.
iv. Penerima Manfaat
Penerima manfaat pada kelompok program penanggulangan kemiskinan
berbasis bantuan dan perlindungan sosial ditujukan pada kelompok masyarakat
sangat miskin. Hal ini disebabkan bukan hanya karena kondisi masyarakat sangat
miskin yang bersifat rentan, akan tetapi juga karena mereka belum mampu
mengupayakan dan memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
b. Kluster II
i.

Penjelasan
Upaya penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya dengan memberikan
bantuan secara langsung pada masyarakat miskin karena penyebab kemiskinan
tidak hanya disebabkan oleh aspek-aspek yang bersifat materialistik semata, akan
tetapi juga karena kerentanan dan minimnya akses untuk memperbaiki kualitas
hidup masyarakat miskin. Pendekatan pemberdayaan dimaksudkan agar
masyarakat miskin dapat keluar dari kemiskinan dengan menggunakan potensi
dan sumberdaya yang dimilikinya.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat merupakan sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan
kemiskinan. Pada tahap ini, masyarakat miskin mulai menyadari kemampuan dan
potensi yang dimilikinya untuk keluar dari kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan
sebagai instrumen dari program ini dimaksudkan tidak hanya melakukan
penyadaran terhadap masyarakat miskin tentang potensi dan sumberdaya yang
dimiliki, akan tetapi juga mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi
dalam skala yang lebih luas terutama dalam proses pembangunan di daerah.
ii.

Karakteristik
Karakteristik

program

pada

kelompok

program

penanggulangan

kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :
a) Menggunakan pendekatan partisipatif.
Pendekatan partisipatif tidak hanya tentang keikutsertaan masyarakat
dalam pelaksanaan program, tetapi juga keterlibatan masyarakat dalam setiap
tahapan pelaksanaan program, meliputi proses identifikasi kebutuhan,
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan pelaksanaan program, bahkan
sampai tahapan proses pelestarian dari program tersebut.

b) Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat.
Kelompok
pemberdayaan

program
masyarakat

penanggulangan
menitikberatkan

kemiskinan
pada

berbasis

penguatan

aspek

kelembagaan masyarakat guna meningkatkan partisipasi seluruh elemen
masyarakat,

sehingga

masyarakat

mampu

secara

mandiri

untuk

pengembangan pembangunan yang diinginkannya. Penguatan kapasitas
kelembagaan tidak hanya pada tahap pengorganisasian masyarakat untuk
mendapatkan

hak

dasarnya,

akan

tetapi

juga

memperkuat

fungsi

kelembagaan sosial masyarakat yang digunakan dalam penanggulangan
kemiskinan.
c) Pelaksanaan berkelompok kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan
berkelompok.
Kelompok
pemberdayaan

program
masyarakat

penanggulangan
harus

kemiskinan

menumbuhkan

berbasis

kepercayaan

pada

masyarakat miskin untuk selalu membuka kesempatan masyarakat dalam
berswakelola dan berkelompok, dengan mengembangkan potensi yang ada
pada mereka sendiri guna mendorong potensi mereka untuk berkembang
secara mandiri.
d) Perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Perencanaan program dilakukan secara terbuka dengan prinsip dari
masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat dan hasilnya menjadi bagian
dari perencanaan pembangunan di tingkat desa/kelurahan, kecamatan,
kabupaten, provinsi, dan nasional. Proses ini membutuhkan koordinasi dalam
melakukan kebijakan dan pengendalian pelaksanaan program yang jelas antar
pemangku kepentingan dalam melaksanakan program penanggulangan
kemiskinan tersebut.
iii.

Cakupan
Cakupan program pada kelompok program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Wilayah
Kelompok berbasis dilakukan pada wilayah perdesaan, wilayah perkotaan,
serta wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah tertinggal.
b. Sektor
Kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat menitikberatkan

pada penguatan kapasitas masyarakat miskin dengan mengembangkan
berbagai skema program berdasarkan sektor tertentu yang dibutuhkan oleh
masyarakat di suatu wilayah.
iv.

Penerima Manfaat
Penerima Kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat adalah
kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin. Kelompok masyarakat
miskin tersebut adalah yang masih mempunyai kemampuan untuk
menggunakan potensi yang dimilikinya walaupun terdapat keterbatasan

c. Kluster III
Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan
kecil adalah program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi
bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah
memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha
dan meningkatkan kualitas hidupnya.
i. Karakteristik
Karakteristik program pada kelompok program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil adalah:
a. Memberikan

bantuan

modal

atau

pembiayaan

dalam

skala

mikro

Kelompok program ini merupakan pengembangan dari kelompok program
berbasis pemberdayaan masyarakat yang lebih mandiri, dalam pengertian
bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada pengusaha mikro dan kecil
untuk mendapatkan kemudahan tambahan modal melalui lembaga keuangan/
perbankan yang dijamin oleh Pemerintah.
b. Memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar
c. Memberikan akses yang luas dalam berusaha serta melakukan penetrasi dan
perluasan pasar, baik untuk tingkat domestik maupun internasional, terhadap
produk-produk yang dihasilkan oleh usaha mikro dan kecil. Akses yang
dimaksud dalam ciri ini tidak hanya ketersediaan dukungan dan saluran untuk
berusaha, akan tetapi juga kemudahan dalam berusaha.
d. Meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha. Memberikan pelatihan dan
pendampingan untuk meningkatkan keterampilan dan manajemen berusaha
kepada pelaku-pelaku usaha kecil dan mikro.
ii. Cakupan

Cakupan program kelompok program berbasis pemberdayaan usaha mikro dan
kecil dapat dibagi atas 3 (tiga), yaitu: (1) pembiayaan atau bantuan permodalan; (2)
pembukaan akses pada permodalan maupun pemasaran produk; dan (3)
pendampingan dan peningkatan keterampilan dan manajemen usaha.
iii. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari kelompok program berbasis pemberdayaan usaha
mikro dan kecil adalah kelompok masyarakat hampir miskin yang kegiatan
usahanya pada skala mikro dan kecil. Penerima manfaat pada kelompok program
ini juga dapat ditujukan pada masyarakat miskin yang belum mempunyai usaha
atau terlibat dalam kegiatan ekonomi
F.5. Financial Inclusion
Pada kenyataannya kemiskinan yang terjadi di Indonesia lebih diakibatkan oleh
kurangnya modal yang dimiliki oleh setiap individu yang mayoritas adalah masyarakat
miskin yang terdapat di daerah pedesaan. Perlunya bantuan modal produktif yang
ditujukan kepada masyarakat miskin sangatlah berarti dalam pengentasan kemiskinan
baik berskala daerah ataupun nasional.
Pengentasan kemiskinan ini memiliki beberapa kendala pokok dimana sistem
kluster yang telah diberikan pemerintah sebagai solusi pengentasan kemiskinan belum
bisa berjalan. Kekurangan modal mungkin bisa diatasi dengan kluster ketiga yaitu KUR
akan tetapi KUR ini tidak dapat disalurkan kepada masyarakat miskin yang masih
dianggap tidak bankable dalam kegiatan kredit. Dibutuhkan lembaga yang memang
mengerti dan pro dengan sistem kemiskinan yang ada di daerah pedesaan. Pola
kemiskinan pedesaan yang cukup rumit dimana hampir disetiap lini baik itu modal atau
wawasan tentang dunia perbankan yang minum memberikan dampak yang cukup riskan
bagi lembaga perbankan untuk masuk dalam mengentaskan kemiskinan.
Salah satu lembaga yang dirasa cukup mampu dalam mengentaskan kemiskinan di
daerah pedesaan adalah lembaga yang embrionya asli terdapat di Indonesia yang
berasaskan kekeluargaan yaitu koperasi. Koperasi diharapakan mampu mengoptimalkan
perannya dalam pengentasan kemiskinan masyarakat di pedesaan. Koperasi perlu
mendapatkan perhatian dan perbaikan sistem yang cocok dengan pola kemiskinan
masyarakat. Selama ini permasalahan kemiskinan dan kurangnya modal selalu berusaha
diatasi dengan lembaga perbankan. Ketika lembaga perbankan berusaha mengatasi
kemiskinan jelas sudah bahwa masyarakat miskin akan termarjinalkan sehingga peran

lembaga perbankan kurang begitu maksimal bagi masyarakat miskin yang tidak
bankable.
Solusi pengentesan kemiskinan adalah dengan adanya lebih besar peran koperasi di
dalam peningkatan kualitas standar mutu masyarakat miskin dalam mengakses modal
produktif. Dengan adanya perbaikan lembaga koperasi baik dari sistem permodalan
hingga struktur yang ada di dalamnya diharapkan masyarakat yang kurang atau tidak
bankable dapat tertolong dari masalah kemiskinan. Diharapkan nantinya koperasi dapat
sebagai penjebatan antara si pemerintah yang berperan sebagai supply dari modal
produktif dan si masyarakat miskin yang berperan sebagai demand yang membutuhkan
bantuan modal.
G. Kesimpulan Dan Saran
G.1. Kesimpulan
Indoensia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tinggi, dengan
tingginya jumlah penduduk yang ada ini sebenarnya tingkat pertumbuhan ekonominya
juga mampu meningkat secara cepat. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia
memang tumbuh dengan cepat, akan tetapi sayangnya pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang cepat dan tinggi tidak diimbangi oleh pemerataan proporsi kue pembangunan dan
pendapatan individunya. Masih lebarnya gab antara si kaya dan di miskin merupakan
permasalahan serius kemiskinan di Indonesia. Masih banyak masyarakat miskin wilayah
desa ataupun kota yang masih hidup dengan perekonomian yang memprihatinkan.
Dengan adanya perbedaan gap pendapatan yang cukup mencolok antara
masyarakat baik di desa ataupun di kota sehingga menciptakan tingkat kemiskinan,
dimana tingkat kemiskinan yang terjadi antara di desa dan di kota berbeda. Tingkat
kemiskinan di desa cenderung lebih para dari pad tingkat kemiskinan yang terjadi di
daerah perkotaan.
Untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi di daerah desa ataupun kota pemerintah
membuat progam percepatan untuk mengatasi tingkat kemiskinan tersebut. Strategi
percepatan tersebut berfokus kepada empat hal utama yaitu : memperbaiki progam
perlindungan masyarakat, meningkatkan akses pada pelayanan dasar, pemberdayaan
kelompok masyarakat miskin, menciptakan pembangunan yang inklusif. Dari empat hal
diatas dalam mempercepat proses penanggulangan kemiskinan, didukung dengan kluster
– kluster yang sudah dibagi menjadi tiga kluster yaitu kluster pertama (berbasis bantuan
dan perlindungan sosial bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan
beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin), kluster kedua (Upaya

penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan secara
langsung pada masyarakat miskin karena penyebab kemiskinan tidak hanya disebabkan
oleh aspek-aspek yang bersifat materialistik semata, akan tetapi juga karena kerentanan
dan minimnya akses untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat miskin), kluster
ketiga (Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan
kecil adalah program yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi
bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil).
G.2. Saran
Dari progam – progam yang dirilis oleh pemerintah untuk mengatasi tingkat
kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Ada yang sedikit yang perlu di koreksi, melihat
keimiskinan tidak bisa hanya saja dilihat dari faktor supllay atau demand saja, akan tetapi
untuk mengatasi tingkat kemiskinan perlu dikaji dari faktor permintaan dan penawaran.
Selama ini dari kluster – kluster yang dipergunakan untuk mengatasi kemiskinan,
nampak jelas bahwa progam yang dibuat adalah progam yang banyak bermuara kepada
sisi penawaran.
Sisi permintaan yang bersumber dari permintaan kurang begitu diperhatikan oleh
pemerintah, sehingga seringkali kebijakan yang dipakai atau digunakan tidak sesuai
dengan kondisi riil tingkat kemiskinan yang terjadi di masyarakat pada umumnya.
Kebijakan yang dipakai seringkali tidak efektif dalam pelaksanaanya dan cenderung pada
akhirnya malah dapat menimbulkan konflik serta tingkat produktifitas masyarakat
menjadi kurang diserap secara maksimum dari adanya kebijakan yang sudah diterapkan.
Daftar Pustaka
Arief Furchan. (2007). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Malang : Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik Indonesia. .
Criswardani Suryawati, 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Sukmadinata, Syaodih Nana. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
http://www.jmpk-online.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf.
http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=area&info1=6
http://www.tnp2k.go.id/id/kebijakan-percepatan/perkembangan-tingkat-kemiskinan/

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

Evaluasi Proses Perumusan Usulan Program Aksi Mengatasi Dampak Kenaikan BBM Dan Kemiskinan (PAM-DKB) Dibidang Padat Karya Di Desa Gambiran Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi.

0 32 7

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pengembangan Profesi Guru Sains melalui Penelitian dan Karya Teknologi yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum 2013

6 77 175

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Peningkatan kualitas pembelajaran ketrampilan pembicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita : penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V111 smpn 13 tangerang selatan tahun pelajaran 2009/2010

8 126 127

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

Peningkatan hasil belajar pada konsep kesetimbangan kimia melalui model pemebelajaran PBL (probelm Based Learning)

7 44 218

Pengujian efisiensi pasar modal melalui evaluasi pergerakan indeks LQ-45 di bursa efek indonesia (BEI)

4 48 84

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan menerima keragaman suku bangsa dan budaya melalui metode Role Playing di SD NU Wanasari Indramayu

1 53 173

Kerjasama ASEAN-China melalui ASEAN-China cooperative response to dangerous drugs (ACCORD) dalam menanggulangi perdagangan di Segitiga Emas

2 36 164