ANALISIS PERAN BIDANG PROFESI DAN PENGAMANAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI (Studi di Kepolisian Daerah Lampung)

  

ANALISIS PERAN BIDANG PROFESI DAN PENGAMANAN

TERHADAP PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG

DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI

(Studi di Kepolisian Daerah Lampung)

(Jurnal)

  

Oleh

Arif Setiawan

1312011058

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

  

ABSTRAK

ANALISIS PERAN BIDANG PROFESI DAN PENGAMANAN

TERHADAP PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG

DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI

(Studi di Kepolisian Daerah Lampung)

Oleh

Arif Setiawan, Sunarto, Diah Gustiniati

Email : arif.setiawan@gmail.com

  Penyalahgunaan senjata api yang telah dilakukan oleh oknum Polri dilapangan sangat meresahkan masyarakat karena masyarakat merupakan korban langsung terhadap penyalahgunaan senjata api. Polri adalah salah satu institusi yang menjadi harapan dan teladan bagi tanah air karena dalam tugasnya polri mengemban peran menjaga keamanan dan ketertiban didalam masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan penegakan hukum dan apakah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan fungsi pengawasan, pembinaan, dan kewenangan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota POLRI. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normative dan pendekatan empiris. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Analisis Data yang diperoleh dilakukan dengan analisis secara kualitatif. Hasil Penelitian dan Pembahasan ini menunjukan fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan penegakan hukum yang dilakukan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polri dalam prosesnya harus mengikuti mekanisme dan aturan yang berlaku sesuai dengan tupoksinya. Faktor penghambat paling dominan sarana dan prasarana bagi anggota bidpropam untuk melakukan penegakan hukum di dalam institusi Polri dirasa kurang untuk menunjang efektifitas penegakan hukum di lingkungan Polri. Saran yang dapat penulis berikan adalah perlunya pengawasan, pembinaan dan kewenangan yang dilakukan bidang profesi dan pengamanan terhadap penyalahgunaan senjata api dan juga perlu ditingkatkan kedislipinan, keprofesionalan dan budaya dari seluruh jajaran Polri.

  Kata Kunci : Peran Bidpropam, Penyalahgunaan, Senjata Api

  

ABSTRACT

AN ANALYSIS OF THE ROLE OF THE DIVISION OF PROFESSION

AND SAFEGUARDING (BIDPROPAM) ON THE FIREARMS

MISUSE COMMITTED BY MEMBERS OF POLRI

  

By

Arif Setiawan, Sunarto, Diah Gustiniati

Email : arif.setiawan@gmail.com

  The misuse of firearms committed by police members has disturbed the community because it directly affected them as victims of the firearms misuse. The police of Republic of Indonesia (POLRI) is the institution that serves as a hope and a role model for the nation because it plays a vital role in maintaining security and public order in the society; for that matter the author formulated the research questions as follows how is the functions of supervision, guidance and authority of law enforcement performed by the Division of Profession and Safeguarding and what are the inhibiting factors in the implementation of supervisory function, guidance and authority of law enforcement performed by the Division of Profession and Safeguarding of POLRI against the misuse of firearms committed by the members of POLRI. The research method used is normative juridical approach and empirical approach. The type of data required in this study comes from two types of data the data primary and secondary data. Data analysis obtained by qualitative analysis. The results and discussion of this research showed that the function of supervision, guidance and authority of law enforcement performed by the Division of Profession and Safeguarding of POLRI against the misuse of firearms committed by the members of POLRI was required to follow the mechanisms and rules in accordance with its main duties and functions. The most dominant inhibiting factors was the insufficient numbers of facilities and infrastructure for members of bidpropam in enforcing the effectiveness of law enforcement within the Police institution. The author suggests that it is necessary to perform a supervision, guidance and authority of law enforcement by the Division of Profession and Safeguarding against the misuse of firearms committed by members of the police and also to be improve diciplinary, professionalism, and culture of the entire range of the Police.

  Keywords: Role of Bidpropam, Misuse, Firearms

I. PENDAHULUAN

  Keamanan suatu negara adalah hal yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Jika suatu negara berada dalam situasi aman, maka selanjutnya yang didambakan oleh masyarakat dan pemerintah adalah suatu kehidupan yang bahagia, sejahtera, adil dan makmur dari para warga negaranya. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang kemudian disingkat dengan Polri adalah suatu alat negara yang dimana berperan dalam menjaga keamanan, ketertiban, menegakan hukum, juga memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat guna memelihara keamanan dalam negeri.

  Proses penyelenggara Negara yang dilakukan oleh institusi Kepolisian terikat kepada aturan-aturan hukum dan prosedur-prosedur tertentu, serta dikontrol dan bertanggung jawab kepada hukum. Dalam rangka menciptakan anggota Polri yang bersih dari perbuatan tercela, seorang anggota Polri memiliki pedoman bersifat mengikat yang wajib untuk ditaati. Pelaksanakan penegakan hukum institusi Polri memberikan kekuatan kepada anggotanya senjata api. Pemberian kekuatan berupa senjata api kepada anggota polisi diatur dalam Pasal 7 huruf s Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi : Prinsip-prinsip Dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penggunaan Kekuatan dan oleh Aparat Penegak Hukum (United Nation Basic

  Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement ) Tahun

  1980

  1 . 1 Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas

  Penyalahgunaan senjata api telah dilakukan oleh oknum Polri dilapangan sangat meresahkan masyarakat karena masyarakat merupakan korban langsung terhadap penyalahgunaan senjata api. Senjata api tersebut membuat seseorang merasa terancam dan cendrung tidak mengetahui cara membela diri apabila terjadi penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum anggota polisi. Dalam Pasal 8 ayat (1) PERKAP No. 1 Tahun 2009 Tentang Pengggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dijelaskan penggunaan kekuatan senjata api dapat dilakukan ketika

  2

  : a. Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat; b. Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut; c. Anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.

  Pemberitaan merilis bahwa telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam hal ini senjata api. Bila anggota polisi menggunakan kekuatan senjata api diluar ketentuan maka dapat dikatakan bahwa anggota polisi tersebut melakukan penyalahgunaan kekuatan senjata api. Seperti contoh kasus yang diambil dari media bertita online

  3

  , LAMPUNG1.COM “Seorang anggota Kepolisian Polres Kota Metro, diduga telah melakukan 2 PERKAP No. 1 tahun 2009 Tentang

  Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian 3 Diakses pada tanggal 30 tindakan pengancaman terhadap warga masyarakat, dengan menggunakan senjata api, dan mengaku sebagai saudara Kapolda.

  Pelapor dalam kasus ini, adalah Putri, warga Kota Bandar Lampung yang menjelaskan bahwa anggota Polres Kota Metro yang melakukan aksi penembakan dan pengancaman dengan senjata api, dan mengaku saudara dari Kapolda ini, adalah Bripda IF. Aksi Penembakan ke udara dan penodongan senjata api ke arah suami pelapor (Mada), dan tindakan pengerusakan yang di duga dilakukan oleh Bripda IF ini, diduga di picu akibat persoalan parkir kendaraan di sekitar tempat tinggal mereka, yaitu di jalan Cemara, Blok C5 No 1, Beringin Raya, Kemiling-BandarLampung.

  Pelapor yang tidak terima dengan aksi “Koboi” Bripda IF ini, segera melaporkan kejadian yang menimpanya Propam Polda Lampung terkait Kode Etik Anggota Polri, dan ke Mapolres Kota Metro terkait Tindak Pidana yang diduga dilakukan Oknum tersebut.

  “Setelah sempat mengancam dan menembak dengan senjata api, Oknum Polisi Polres Kota Metro ini, juga sempat sesumbar bahwa dirinya adalah saudara Kapolda, jadi tidak takut dengan siapa pun”, ujarnya. Pihak pelapor mengharapkan kepada Kapolres Kota Metro dapat menindak tegas persoalan tersebut sesuai aturan dan perundang- undangan yang berlaku agar kejadian ini tidak semakin mencoreng citra Polri di masyarakat. Selain contoh kasus diatas, terdapat penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum anggota Polri diwilayah hukum Polda Lampung. Seperti yang diberitakan oleh radarlampung. co.id, sebagai berikut :

  “Penyalahgunaan senjata api dilakukan oleh oknum anggota Polri Ditnarkoba Bripda Rif, penembakan yang dilakukan Bripda Rif dilakukan setelah menabrak mobil Fahmi Ariansyah Duaja (korban). Pelaku yang diduga dibawah pegaruh alkohol menembakan senjata ke atas, kemudian pelaku meninggalkan tempat kejadian dengan mobil yang digunakannya”. Dilihat dari contoh kasus diatas bahwasannya oknum anggota Polri tersebut telah melakukan penyalahgunaan senjata api dibawah tanggungjawabnya, Anggota polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api tidak sesuai standarisasi dan etik profesinya tersebut merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum, karena senjata api yang seharusnya digunakan untuk menciptakan keamanan bagi masyarakat ternyata dipergunakan untuk menakuti warga sipil. Perbuatan ini jelas menyalahi aturan yang berlaku di lingkungan institusi polri dan telah memenuhi delik pidana yaitu merupakan perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang salah berupa kesengajaan, kecerobohan atau kealpaan. Polri dalam menjaga keamanan, ketertiban, menegakan hukum, juga memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat guna memelihara keamanan dalam negeri, Kapolri memberikan peran strategis kepada Divisi Profesi dan Pengamanan Polisi Republik Indonesia yang bertugas untuk membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi, pengamanan internal, termasuk penegakan disiplin dan kode etik profesi kepolisian serta pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan oknum polisi. Pasal 61 ayat (2) PERKAP 22 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisan Daerah Bidpropam bertugas membina dan melaksanakan pengamanan internal, penegakan disiplin, ketertiban, dan pertanggungjawaban profesi di lingkungan Polda, termasuk pelayanan pengaduan masyarakat mengenai dugaan adanya penyimpangan tindakan anggota atau PNS Polri serta rehabilitasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  Berdasarkan uraian latarbelakang diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Peran Bidang Profesi dan Pengamanan Terhadap Penyalahgunaan Senjata Api yang Dilakukan oleh Anggota POLRI (Studi di kepolisian Daerah Lampung)”.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat dua permasalahan yang dirumuskan antara lain : 1.

  Bagaimana fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan penegakan hukum yang dilakukan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polisi Republik Indonesia ? 2. Apakah yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan fungsi pengawasan, pembinaan, dan kewenangan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polisi Republik Indonesia ?

  • – perorangan. Anggota Polri pun diberikan amanah sebagai penyidik dan peyelidik hal ini tertuang dalam

  Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja

  Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan masalah yuridis normatif adalah pendekatan yang penulis lakukan dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat asas- asas yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan metode wawancara langsung kepada 1 Responden Anggota Kepolisian Daerah Lampung dan 1 Responden Akademisi Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana Universitas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

  II. PEMBAHASAN A. Fungsi Pengawasan yang Dilakukan Oleh Bidang Profesi Dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Terhadap Penyalahgunaan Senjata Api oleh Anggota Polri

  Polri dalam tugasnya sebagai pelayan masyarakat merupakan implementasi dari Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimana tugas dari Polri adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, keamanan dalam negeri, penegakan hukum, serta terselenggara- nya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  Institusi Polri sebagai alat negara penegak hukum, pelindung masyarakat, penjaga keamanan, pengayom, dan pelayan masyarakat yang bertanggung- jawab menjaga masyarakat dari kejahatan dan hal yang dapat merugikan orang

4 Peraturan KAPOLRI No. 22 Tahun 2010

  Peraturan KAPOLRI No 22 Tahun 2010 bagian ketiga mengenai fungsi tertera pada pasal 6 huruf a dan c sebagai berikut. Huruf a : Pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan atau pengaduan, permintaan bantuan atau pertolongan, pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri, dan pelayanan surat-surat izin atau keterangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya pada huruf c : penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi, laboratorium forensik lapangan, pembinaan dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pengawasan proses penyidikan.

  Penyidikan dan penyelidikan anggota Polri dalam menjalankan tugasnya ber- fonologis (hubungan antar satuan atau lembaga lain) agar hierarki untuk melakukan penegakan hukum dapat berjalan sesuai dengan yang semestinya, hal ini tidak lain juga sebagai bentuk kerjasama antar lembaga

  • – lembaga negara penegak hukum dengan institusi penegak hukum negara untuk mewujudkan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan Undang – undang yang ada. Institusi Polri memiliki susunan tata kerja atau hirarki dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Institusi Polri pada tingkat daerah pelaksanaan tugasnya diemban oleh Kapolda yang sebagaimana menjadi wakil Kapolri di tingkat daerah provinsi yang bertanggungjawab langsung kepada Kapolri. hal ini tertera pada Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2010

  6

  angka 3 Tentang Susunan Organsisasi dan Tata 5 Peraturan KAPOLRI No. 22 Tahun 2010

  Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat POLDA 6 Kerja Pada Tingkat Daerah. Berada di

  bawah Kapolda, bidang profesi dan pegamanan merupakan salah satu unsur pengawas dan pembantu pimipinan dibawah tanggungjawab Kapolda yang bertugas membina, melaksanakan pengamanan internal, penegakan disiplin, ketertiban, dan pertanggungjawaban profesi di lingkungan Polda, termasuk pelayanan pengaduan masyarakat mengenai dugaan adanya penyimpangan tindakan anggota atau PNS Polri serta rehabilitasi sesuai dengan ketentuan Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan Kapolri, dan Surat Keputusan Kapolri.

  Peran Strategis bidpropam sebagai salah satu unsur pelaksanaan staff khusus yang berada dibawah Kapolda yang bertugas pokok membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi, pengamanan internal, termasuk penegakkan disiplin dan kode etik profesi kepolisian serta pelayanan pengaduan masyarakat (public complain) tentang adanya penyimpangan tindakan Anggota Polri / PNS Polri. Secara lugas fungsi subbidang paminal dalam internal lingkungan institusi Polri mencakup pembinaan teknis pengamanan internal di lingkungan Polda dan jajarannya, pengamanan internal terhadap personel, materiil logistik, kegiatan, bahan keterangan, penyelidikan terhadap pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota atau PNS Polri dan penelitian, pencatatan, pendokumentasian, pengadministrasian kegiatan pengamanan internal sesuai lingkup tugasnya.

  Subbidang Paminal dalam fungsi dibantu oleh urusan pembinaan dan pengamanan atau biasa disingkat menjadi Urbinpam, Urbinpam dalam membantu subbidang

  Paminal bertugas membina dan menyelenggarakan pengamanan di dalam internal Polri. Lebih lanjut lagi subbidang Paminal dibantu oleh Urlitpers atau urusan penelitian personel, urusan penelitian personel ini bertugas melakukan penelitian dan pencatatan anggota Polri dan PNS Polri di internal Polri. Subbidang Paminal juga dalam melakukan pendokumentasian produk

  • – wenang oknum anggota Polri tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Polda Lampung, menurut Feizal
  • – produk kegiatan pengamanan internal dibantu oleh urusan produk dan dokumentasi atau disingkat menjadi Urprodok. Selanjutnya dalam melakukan penyelidikan, dan pengamanan personel, materiil logistik, kegiatan, dan bahan keterangan, subbidang Paminal dibantu oleh unit opsional atau disingkat menjadi Unitopsnal. Subbidang Provos dalam melaksanakan fungsinya meliputi pemeliharaan dan pembinaan disiplin di lingkungan Polda, pemeliharaan tata tertib di lingkungan Polda, pemeriksaan, penuntutan, dan pelaksanaan sidang pelanggaran disiplin anggota Polda, pengawasan pelaksanaan putusan hukuman disiplin dan pengawalan dan pengamanan pelaksanaan sidang disiplin. Subbidang Provos dalam melaksanakan

  fungsinya dibantu oleh urusan pembinaan dan disiplin yang disingkat menjadi Urbinplin, dalam tugasnya Urbinplin memiki tugas melakukan pembinaan disiplin di lingkungan institusi Polri. Selanjutnya urusan penegakan hukum atau disingkat dengan Urgakkum bertugas menegakan disiplin di lingkungan institusi Polri.

  Masyarakat yang menjadi korban langsung atas tindakan sewenang

  7

  . Fungsi bidpropam dalam menangani penyalahgunaan senjata yang dilakukan oleh anggota Polri adalah dengan menekan angka pengeluaran senjata api dengan tidak merekomendasikan anggota Polri yang pernah melakukan penyalahgunaan senjata api karena di khawatirkan akan melakukan kembali hal serupa di kemudian hari. Selanjutnya Bidropam dalam meminimalisir tindakan penyalahgunaan senjata api dengan mengadakan pemeriksaan rutin Gampol (Seragam Polisi) mendadak kepada anggota Polri yang menguasai senjata api, pemeriksaan Gampol (Seragam Polisi) yang dilakukan Bidpropam di harapkan dapat meminimalisir tingkat penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polri. Pemeriksaan Gampol (seragam polisi) mendadak tersebut meliputi kelengkapan senjata berupa: 1.

  Sarung senjata.

  2. Fisik senjata api.

  3. Proyektil senjata api sesuai keluaran Mabes Polri.

  4. Uji kelaikan senjata api dan uji kelaikan anggota

  5. Surat ijin kuasa atas senjata api yang dikeluarkan oleh Mabes Polri. 7 Hasil wawanacara yang dilakukan dengan

  • – wenang oknum anggota Polri tersebut sering sekali tidak mengetahui cara membela diri dan tidak tahu harus melakukan apa di karenakan minimnya pengetahuan kemana harus melaporkan oknum anggota Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api tersebut dan pada akhirnya hal tersebut menjadi traumatis tersendiri bagi masyarakat yang pernah menjadi korban atas tindakan arogansi dan sewenang

  Narasumber Feizal Reza Harahap pada Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Proyektil diperiksa oleh anggota bidpropam mengenai berapa jumlah proyektil tersebut. Jika proyektil yang diberikan oleh institusi berjumlah 12 butir maka ketika dilakukan inspeksi harus pula berjumlah 12 butir. Jika proyektil tersebut kurang dari 12 butir maka anggota tersebut di amankan dan di introgasi oleh anggota bidpropam terkait jumlah proyektil yang kurang. Jika introgasi telah selesai maka oknum anggota Polri tersebut wajib membuat laporan untuk apa proyektil tersebut di gunakan. Hal ini menjadi sorotan anggota bidpropam agar tidak terjadi penyalahgunaan senjata api secara sewenang – wenang oleh anggota Polri. Fungsi bidpropam tertera pada pasal 61

  8

  angka 2 yaitu bidpropam berfungsi membina dan melaksanakan pengamanan internal, penegakan disiplin, ketertiban, dan pertanggung- jawaban profesi di lingkungan Polda, termasuk pelayanan pengaduan masyarakat mengenai dugaan adanya penyimpangan tindakan anggota atau PNS Polri serta rehabilitasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bidpropam yang memiliki fungsi membina dituntut profesional dalam melakukan fungsinya demi tegaknya kedisiplinan anggota Polri, semisal dalam menangani suatu pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh oknum anggota Polri seperti seragam anggota yang tidak lengkap, maka anggota tersebut harus mendapatkan hukuman disiplin sesuai dengan porsi kesalahan yang dilakukan oleh anggota Polri yang tidak disiplin tersebut. Hukuman disiplin tersebut tidak boleh lebih berat dari kesalahan anggota lain yang meninggal- kan senjata api yang dibawah kuasanya 8 ditinggalkan saat bertugas, hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman dan rasa ketidakadilan antar sesama anggota Polri.

  Selain itu dalam menangani ketidak disipilinan anggota Polri, bidpropam memberikan pembinaan disiplin ini kepada anggota Polri agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Sanksi hukuman disiplin berupa hormat kepada bendera merah putih, lari mengelilingi lapangan, push up, sit up, jalan jongkok maupun merangkak. Hal itu guna memberikan efek jera agar tidak mengulangi kesalahan atau berbuat kesalahan lebih besar lagi. Fungsi yang diemban oleh bidpropam dalam membentuk karakter anggota Polri agar menjadi institusi yang memiliki martabat, wibawa, disiplin dan bertanggungjawab adalah salah satu fungsi bidpropam melaksanakan fungsinya. Ini merupakan bentuk nyata agar institusi Polri tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat

  9 Institusi Polri memberikan wewenang

  kepada divisi profesi dan pengamanan (atau dalam lingkup wilayah dipecah menjadi sub bidang) melakukan pembinaan, pengamanan dan penindakan disiplin anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin atau melakukan tindak kejahatan yang tidak sejalan dengan kode etik Polri. Dibawah wewenang ankum Kapolda, bidpropam berhak menindak anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dan tidak sesuai dengan tugas, dan fungsi Polri di masyarakat.

  9 Penegakan hukum dan penegakan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota bid propam adalah masalah krusial yang dihadapi oleh bidang bid propam karena masalah penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum anggota Polri akan menjadikan citra Polri di masyarakat dipandang sebelah mata, citra ini pun akan menyatu kepada citra bid propam Polri, dikarenakan bid propam sebagai sebagai penegak disiplin dan penegak hukum di internal Polri, bid propam pun masih termasuk anggota Polri. Maka seringkali masyarakat tidak lah respect terhadap anggota bid propam dikarenakan masyarakat berpandang bahwa “mereka adalah Polisi, semua Polisi adalah sama saja” semakin banyaknya anggota Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api maka semakin besar peluang bagi institusi Polri mencoreng nama baik institusinya sendiri. Bidpropam sebagai divisi (dalam lingkup markas besar) dan Bidang (dalam lingkup Daerah) yang dalam tugas, fungsi dan wewewangnya membina, menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi, pengamanan internal, termasuk penegakkan disiplin dan Kode Etik profesi Kepolisian serta Pelayanan pengaduan masyarakat (public complain) tentang adanya penyimpangan tindakan anggota Polri / PNS Polri, hal ini agar anggota Polri mempunyai citra yang baik dalam pandangan masyarakat sipil juga mengupayakan tegaknya keadilan dan supremasi hukum di lingkungan Polri.

  Menjalankan tugas membina, mengawasi, dan menegakan disiplin yang secara khusus ditujukan di dalam internal Polri, bidpropam banyak mengalami hambatan dalam prosesnya melakukan tugas dan fungsinya. Banyak hal dalam proses penindakan yang tidak berjalan mulus dan mengalami kendala yang sifatnya menghambat dalam hal penindakan yang dilakukan oleh anggota bidpropam. Faktor

B. Faktor Penghambat Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Yang Dilaksanakan Oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polisi Republik Indonesia.

  • – faktor tersebut memiliki arti yang netral, sehingga dampak yang timbul baik positif maupun dampak negatif yang ditumbulkan terletak pada isi faktor
  • – faktor tersebut. Adapun fa
  • – faktor yang mempengaruhi penindakan dan penegakan hukum pada umumnya dan pada institusi Polri khusunya menurut Soerjono Soekanto

  10

  , yaitu :

  1. Faktor hukumnya sendiri Institusi Polri mempunyai hierarki kewenangan dalam memberikan “perintah” berdasarkan Undang – undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan Kapolri, dan Surat Keputusan Kapolri. hal ini bidpropam juga terikat dalam hierarki yang secara prosedur dan mekanismenya penindakan yang akan dilakukan berdasarkan perintah atasan dan hal ini bisa menjadi “perintah” positif atau perintah negatif Secara hukum, insitutusi Polri sudah menggunakan hukum positif, yang dimana telah di kodifikasikan dalam bentuk Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan Kapolri, dan Surat Keputusan Kapolri. Hal ini guna mengupayakan institusi Polri masuk ke dalam jalur hukum ketika anggota Polri melakukan pelanggaran hukum. 10 Soerjono Soekanto, Faktor

  • – faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Citra Niaga,

  2. Faktor Penegakan Hukum Di dalam faktor penegekan hukum ini mecakup terhadap pihak

  • – pihak yang membentuk dan yang menerapkan hukum (law enforcement). Di dalam law

  enforcement ini penegak hukum yang

  mampu memberikam kepastia, keadilan dan manfaat hukum secara proporsional. Bidpropam yang dalam hal ini sebagai penegak hukum dan pemegang fungsi dalam menindak setiap oknum angggota Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api maupun pelanggaran lain.

  Bidpropam sebagai pelaksana fungsi menegakan hukum dan menindak setiap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dan penyalahgunaan senjata atau perbuatan yang mencoreng nama baik institusi bertanggungjawab secara hierarkinya kepada pimpinan yang diatasnya dan Kapolda adalah penaggungjawab tertinggi dalam struktur POLDA kepada Kapolri.

  • – nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non material, hal ini dibedakan karena sebagai suatu sistem (subsistem dari sistem kemasyarakatan). Maka dari itu hukum mencakup struktur, substansi, dan kebudayaan. Struktur mencakup tatanan lembaga hukum formal, hukum antar lembaga, hak dan kewajiban lembaga dan seterusnya. Kebudayaan (sistem hukum) pada dasarnya mencakup nilai
  • – nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai

  3. Faktor Sarana dan Prasana Faktor sarana dan prasarana dalam penegakan hukum ini secara sederhana dapat dirumuskan sebagai saran yang menunjang tercapainya tujuan. Ruang lingkup utamanya adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Fasilitas pendukung ini meliputi tenaga manusia / sumber daya manusia (SDM) yang terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya.

  • – nilai yang merupakan konsepsi
  • >– konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik hingga dianut dan apa yang dianggap buruk hingga dihindari. Keberhasilan suatu penegakan hukum sangat bergantung kepada budaya hukum yang dibangun oleh aparatur penegak hukum itu sendiri, demikian pula dalam menjalankan kebijakan

  Selain itu untuk mengontrol anggota Polri di Polda Lampung yang pernah melakukan penyalahgunaan senjata api, fasilitas penunjang untuk mengakses kesalahan anggota belum juga dirasa mencukupi, pencatatan data hanya berdasarkan catatan di komputer dan belum terintegrasi ke lingkup Polres atau pun Polsek, juga belum terintegrasinya ke pusat markas besar. Hal ini menjadikan bidpropam sering “kecolongan” dalam mengakses sepak terjang anggota Polri yang di pindah tugaskan.

  4. Faktor Masyarakat Dalam fungsinya, bidpropam sangat membutuhkan peran masyakat dalam melakukan pengawasan, bukan dikarenakan bidpropam terbatas dalam pengawasaan, hanya saja dalam pengawasan ini peran masyarakat di butuhkan karena tidak selalu semua anggota bidpropam mengetahui kegiatan setiap anggota Polri. Adanya laporan dari masyarakat lah yang membantu bidpropam melakukan pengawasan kepada anggota Polri di lapangan.

  5. Faktor Budaya Faktor budaya sendiri pada hakikatnya menyatu dengan faktor masyarakat akan tetapi dibedakan pembahasannya dan diketengahkan sistem nilai kebijakan yang dikeluarkan oleh petinggi

  • – petinggi Polri untuk menegakan disiplin untuk seluruh anggota Polri. Hal ini menjadi tolak ukur bawahan dalam bertindak di tiap tingkatan dan menjadi budaya secara terus menerus. Jika baik dari awal maka sampai akhir pun akan baik dalam menjalankan fungsi meskipun tidak menutup kemungkinan di pertengahan perjalanannya ada kesalahan, akan tetapi tidak akan menjadi hal yang rumit untuk di berantas.

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.

  Fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan penegakan hukum yang dilakukan bidang profesi dan pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polri dalam prosesnya harus mengikuti mekanisme dan aturan yang berlaku sesuai dengan tupoksinya. Bidpropam sebelum mengadakan pengamanan harus menerima disposisi dari pimpinan / ankum. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh bidpropam tentang penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum anggota Polri pun berupa melakukan sosialisasi, pembinaan secara terus menerus, melakukan evaluasi terhadap sarana dan prasarana yang belum memadai, dan pengecekan secara berkala / sidak mendadak terhadap anggota Polri yang meminjam pakaikan senjata api.

  Kebersinggungan ataupun ketersinggungan antara insitusi Polri dengan masyarakat memang sering terjadi, akan tetapi hubungan tersebut dapat dibangun kembali dengan masyarakat dengan cara mengikuti perubahan sosial yang berlaku. Pendekatan ini dirasa efektif dalam memperbaiki dan menjalin hubungan antara masyarakat dengan institusi Polri.

  2. Faktor penghambat pelaksanaan fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh bidang profesi dan pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polisi Republik indonesia yang pertama adalah : a.

III. PENUTUP

A. Simpulan

  Faktor hukum, Pendidikan secara normatif dimana mekanisme peraturan dibuat dengan sedemikian rupa guna memperkecil pelanggaran yang dilakukan oleh seorang penegak hukum sudah dilakukan, dalam faktor hukumnya tidak ada masalah.

  b.

  Faktor penegakan hukum, Di dalam faktor penegekan hukum ini mecakup terhadap pihak – pihak yang membentuk dan yang menerapkan hukum (law

  enforcement ). Bidpropam yang

  dalam hal ini sebagai penegak hukum dan pemegang fungsi dalam menindak setiap oknum angggota Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api maupun pelanggaran lain c.

  Faktor Sarana dan Prasarana, Sarana dan prasarana merupakan faktor penting bridpropam dalam menjalankan tugasnya, dikarenakan keterbatatasan database yang di input melalui perangkat lunak dan keras di dalam institusi Polri. Selain itu

  • – data secara lengkap dan dapat diakses oleh bidpropam di seluruh wilayah indonesia

DAFTAR PUSTAKA

  10.56 WIB

  Peraturan KAPOLRI No. 22 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah Diakses pada tanggal 30 Januari 2017 pada pukul

  PERKAP No. 1 tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian

  Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

  Jakarta. Soerjono Soekanto.1993. Faktor

  Dalam Perubahan Sosial di Indonesia . Penerbit: Buku Kompas,

  Satjipto Rahardjo.2002. Polisi Sipil,

  Pemikir , PT. Galia Indonesia, Jakarta.

  Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah.1993. Polisi, Pelaku dan

  Paradigma Baru Polri , Merlyn Press, Jakarta.

  Chairuddin Ismail. 2011. Polisi Sipil dan

  Perlunya fungsi pengawasan, pembinaan dan kewenangan yang dilakukan bidang Profesi dan pengamanan terhadap penyalah- gunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polri dan juga perlu ditingkatkan kedislipinan, keprofesionalan dan budaya dari seluruh jajaran Polri, hal ini guna menekan angka penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota Polri 2. Perlunya sarana dan prasaran untuk menegakan hukum guna menekan penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh oknum anggota Polri dengan diadakannya memeriksa data

  Faktor Budaya, Faktor budaya yang berkembang di dalam pribadi masing

  Faktor Masyarakat, Dalam fungsinya, bidpropam sangat membutuhkan peran masyakat dalam melakukan pengawasan, dikarenakan dalam pengawasan ini peran masyarakat di butuhkan karena tidak selalu semua anggota bidpropam mengetahui kegiatan setiap anggota Polri. Adanya laporan dari masyarakatlah yang membantu bidpropam melakukan pengawasan kepada anggota Polri di lapangan e.

  pengecekan dan penganalisisan terhadap anggota yang diduga mengalami permasalahan pribadi juga merupakan hal yang dirasa kurang, baik dari bidpropam maupun subidang lain yang mengurusi bidang psikotes dan psikologi seluruh anggota karena keterbatasannya psikiater di dalam lingkup Polda Lampung d.

  • –masing anggota, faktor kebudayaan ini sangat lah berpengaruh terhadap tegaknya hukum di dalam internal Polri, jika masih saja ada oknum pemegang peranan dan memiliki kedudukan melakukan pembiaran terhadap anggota yang melakukan pelanggaran, maka akan selamanya penegakan hukum di dalam internal institusi Polri tidak akan tercipta sebagaimana seperti yang telah diatur oleh peraturan yang mengaturnya.
  • – faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum , Citra Niaga, Jakarta.

Dokumen yang terkait

ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM PENEGAKAN HUKUM (Studi Kasus Hate Speech di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

0 0 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN. (Studi Putusan Nomor 57/ PID.SUS/ 2015/ PN.Sdn)

1 1 14

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

0 1 13

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH DEBT COLLECTOR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM MENAGIH KREDIT BERMASALAH

1 4 13

PELAKSANAAN PENYITAAN ASET TERPIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA (Studi Di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)

0 0 13

KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI MAHKOTA DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN PENYERTAAN (Studi Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk)

0 0 15

PERAN POLISI MILITER ANGKATAN LAUT DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT (Studi di Denpom Lanal Lampung)

0 0 13

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA YANG IDENTITASNYA DI PUBLIKASIKAN (Jurnal)

0 1 13

PERANAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK DALAM MENGUNGKAP SUATU PERISTIWA YANG DIDUGA SEBAGAI TINDAK PIDANA (Studi di Puslabfor Bareskrim Mabes Polri)

0 1 14

UPAYA SISTEM KEAMAANAN LINGKUNGAN (SISKAMLING) DALAM PENCEGAHANPENCURIAN SEPEDA MOTOR (Studi di Wilayah Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah)

0 0 15