Strategi Dasar dalam Mengajar (1)

Strategi Dasar dalam Mengajar
Strategi
mengajar

dasar
adalah

dalam

mengajar -

pendekatan

pokok

Strategi
yang

dasar
harus


diperhatikan oleh guru. Dengan mengetahui strategi
dasar berarti mengetahui hal-hal minimal yang harus
dikuasai

oleh

guru

maupun

calon

guru

sebelum

melaksanakan tugas mengajar.
Mengajar merupakan salah satu tugas pokok profesi guru
yang bersifat komplek. Kompleksitas mengajar terlihat
dari awal guru mengajar sampai proses penilaian. Guru

perlu membuat sebuah perencanaan tertulis dan tak
tertulis. Perencanaan tertulis ini dikenal dengan istilah
perangkat pembelajaran. Ada rumusan tujuan, tahapan
pembelajaran, strategi dan metode, serta evaluasi.

Persiapan tak tertulis antara lain persiapan mental guru
untuk menghadapi siswa sesuai dengan karakter masingmasing dalam ruang kelas. Selain itu, persiapan tak

tertulis yang tak kalah pentingnya adalah penguasaan
materi pelajaran. Proses mengajar akan terkendala jika
guru kurang menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkan kepada siswa.
Mengajar

merupakan

aktivitas

guru


untuk

memaksimalkan proses belajar siswa. Hal ini syarat
mutlak

yang

harus

dikuasai

adalah

bagaimana

merangsang keaktifan seluruh aktivitas fisik dan psikis
siswa. Guru perlu menggunakan berbagai metode secara
bervariasi.

Metode


seperti

akan

dapat

mengurangi

kebosanan siswa dalam belajar. Hal ini disebabkan
adanya variasi aktivitas anggota fisik dengan psikis
siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa hal pokok
yang perlu mendapat perhatian guru dalam mengajar.
1.Pembelajaran melibatkan aktivitas pisik dan psikis.
Pembelajaran

harus

melibatkan aktivitas


fisik dan

aktivitas mental siswa secara bervariasi. Mulai dari mata,
telinga, hidung, kulit, tangan sampai ke otak terlibat saat
pembelajaran berlangsung. Indikasi keterlibatan semua
aktivitas ini adalah konsentrasi dan pemusatan perhatian
pada materi pelajaran yang dibahas.

2.Penggunaan metode pembelajaran.
Pembelajaran mengisyaratkan agar guru menggunakan
berbagai metode (multimetode) dalam menyampaikan
materi pelajaran. Barangkali, tidak satupun metode
pembelajaran yang dianggap paling bagus atau paling
tidak

bagus.

Metode


pembelajaran

apapun

bisa

digunakan asal sesuai dengan karakter materi pelajaran
dan ketersediaan sarana belajar. Yang penting metode itu
bisa melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa secara
optimal.
3.Berorientasi pada siswa.
Aktivitas guru di ruang kelas seyogyanya lebih dikurangi
sehingga guru tidak lebih sibuk dari pada siswanya. Guru
harus mampu menekan dirinya untuk mau memberikan
waktu belajar kepada siswa sebanyak mungkin dalam
pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang
dipilih guru sangat menentukan terlaksananya hal ini.
4.Motivator pembelajaran.
Idealnya dalam pembelajaran, peran guru itu menjadi
motivator,


fasilitator

belajar. Guru

harus

dan

pembimbing

mampu

menjadi

siswa

dalam

pembangkit


semangat siswa untuk belajar. Pada dasarnya siswa
memiliki potensi motivasi yang besar dalam dirinya.
Motivasi tersebut bisa saja berasal dari dalam diri siswa

dan bisa pula dari luar diri siswa. Inilah peran guru,
bagaimana memfasilitasi dan membimbing siswa agar
semua potensi itu dapat dikembangkan secara optimal
melalui pembelajaran.
Sasaran

utama

segenap

rangkaian

kegiatan

pembelajaran adalah hasil belajar siswa yang optimal

sehingga menjadi milik siswa. Hasil belajar tersebut
bermanfaat

bagi

psikomotorik.
mengajar yang

siswa

secara

Demikianlah
perlu

kognitif,

afektif

beberapa strategi


diperhatikan

oleh

calon

dan
dasar
guru

maupun guru baru.

Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Secara bahasa strategi dapat diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara. Sedangkan secara
umum strategi adalah suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Adapun strategi belajar mengajar dapat diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Atau
dengan kata lain, strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa

sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
Menurut Mansyur (1991), batasan belajar mengajar yang bersifat umum mempunyai empat
dasar strategi, yaitu:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan
kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup
masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling
tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan
mengajamya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil

kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempumaan
sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat
dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai
dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana diinginkan sebagai
hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Di sini terlihat apa yang dijadikan sebagai sasaran dari
kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah. Oleh karena itu, tujuan
pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik.
Bila tidak, maka kegiatan belajar mengajar tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat
selanjutnya perubahan yang diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui, karena
penyimpangan-penyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu, rumusan tujuan yang
operasional dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru sebelum melakukan tugasnya di
sekolah.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk
mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan
teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan suatu kasus, akan mempengaruhi hasilnya. Satu
masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan yang berbeda, akan menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan
sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan bila
dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian konsep dan teori
ekonomi tentang baik, benar atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut
pengertian konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar
atau adiI kalau seseorang guru menggunakan pendekatan agama, karena pengertian konsep dan
teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun
antropologi. Begitu juga halnya dengan cara pendekatan yang digunakan terhadap kegiatan
belajar mengajar. Belajar menurut Teori Asosiasi, tidak sama dengan pengertian belajar menurut
Teori Problem Solving. Suatu topik tertentu dipelajari atau dibahas dengan cara menghapal, akan
berbeda hasilnya kalau dipelajari atau dibahas dengan teknik diskusi atau seminar. Juga akan lain
hasilnya andaikata topik yang sama dibahas dengan menggunakan kombinasi berbagai teori.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap
paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivikasi anak didik agar
mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda
dengan cara atau metode supaya anak didik terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup
keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode
mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang
berbeda, guru hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama. Bila beberapa
tujuan ingin diperoleh, maka guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang penggunaan
berbagai metode atau mengombinasikan beberapa metode yang relevan. Cara penyajian yang

satu mungkin lebih menekankan kepada peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang
lain lebih terfokus kepada peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti buku, atau mesin
komputer misalnya. Ada pula metode yang lebih berhasil bila dipakai buat anak didik dalam
jumlah yang terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi tertentu. Demikian juga bila kegiatan
belajar mengajar berlangsung di dalam kelas, di perpustakaan, di laboratorium, di mesjid, atau di
kebun, tentu metode yang diperlukan agar tujuan tercapai. Untuk masing-masing tempat seperti
itu tidak sama. Tujuan instruksional yang ingin dicapai tidak selalu tunggal, bisa jadi terdiri dari
beberapa tujuan atau sasaran. Untuk itu guru membutuhkan variasi dalam penggunaan teknik
penyajian supaya kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak membosankan.
Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai
pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugastugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya, setelah
dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu
strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.
Apa yang harus dinilai, dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang
harus dimiliki oleh guru. Seorang anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik yang
berhasil, bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya mengikuti tatap muka
dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan,
prestasi olahraga, keterampilan, dan sebagainya. Atau dapat pula dilihat dari gabungan berbagai
aspek.
B. Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar
Menurut Tabrani Rusyan, dkk. terdapat berbagai masalah sehubungan dengan strategi
belajar mengajar yang secara keseluruhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
Konsep dasar strategi belajar mengajar meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku.
b. Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar.
c. Memilih prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar.
d. Menetapkan norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
2. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan tersebut bertahap
dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni tujuan instruksional
khusus dan tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan
yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan
mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran itu harus
diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. Pada tingkat sasaran
atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi: a)

pengembangan bakat secara optimal, b) hubungan antarmanusia, c) efisiensi ekonomi, dan d)
tanggung jawab selaku warga negara. Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut
mewamai berkenaan dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya
akan mempengaruhijuga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar,
3. Belajar Mengajar sebagai Suatu Sistem
Sistem merupakan seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk
mencapai tujuan. Belajar mengajar dikatakan sebagai suatu sistem berarti bahwa terdapat
berbagai komponen yang saling bergantung satu sama lain dalam proses belajar mengajar
tersebut, seperti tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan tersebut
tercapai, maka semua komponen yang ada harus diorganisasikan dengan baik sehingga antara
komponen satu dengan komponen lainnya dapat terjalin kerja sama. Karena itu, guru tidak boleh
hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi
saja,
tetapi
ia
harus
mempertimbangkan
komponen
secara
keseluruhan.
Berbagai persoalan yang biasa dihadapi oleh guru antara lain adalah:
a) Tujuan-tujuan apa yang mau dicapai.
b) Materi pelajaran apa yang diperlukan.
c) Metode, alat mana yang harus dipakai.
d) Prosedur apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi.
Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing,
perantara sekolah dengan masyarakat, administrator, dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru
memahami dengan segenap aspek pribadi anak didik seperti:
1) Kecerdasan dan bakat khusus.
2) Prestasi sejak permulaan sekolah.
3) Perkembangan jasmani dan kesehatannya.
4) Keeenderungan emosi dan karaktemya.
5) Sikap dan minat belajar.
6) Cita-cita.
7) Kebiasaan belajar dan bekerja.
8) Hobi dan penggunaan waktu senggang.
9) Hubungan sosial di sekolah dan di rumah.

10) Latar belakang keluarga.
11) Lingkungan tempat tinggal.
12) Sifat-sifat khusus dan kesulitan anak didik.
Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evauasi. Selain itu, guru
mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala
sekolah, orang tua, dan instansi yang terkait.
4. Hakikat Proses Belajar Mengajar
Menurut M. Sobry Sutikno dalam bukunya Menuju Pendidikan Bermutu(2004),
mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut C.T. Morgan dalam bukunya Introducing to
Psychology (1962) merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan
tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang baru.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah “perubahan”
yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Dalam belajar yang
terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan
usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan
belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.
Sedangkan mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar
menyampaikan informasi dari guru kepada siswa saja, melainkan banyak kegiatan maupun
tindakan yang harus dilakukan (Muhammad Ali, 1992).
Bohar Suharto (1997) mendefinisikan mengajar sebagai suatu aktivitas mengorganisasi
atau mengatur (mengelola) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan.
Sementara Oemar Hamalik (1992) mendefinisikan mengajar sebagai proses menyampaikan
pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. Dalam pengertian yang lain, juga dijelaskan bahwa
mengajar adalah suatu aktivitas profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan
menyangkut pengambilan keputusan (Davies, 1991).
Jadi dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan
dijalankan secara profesional. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman
belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses, dan hasil belajar, kesemuanya
termasuk dalam cakupan tanggungjawab guru.
5. Entering Behavior Siswa
Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara materialsubtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior. Yang dipersoalkan adalah kepastian
bahwa tingkat prestasi yang dicapai siswa itu apakah benar merupakan hasil kegiatan belajar

mengajar yang bersangkutan. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang
karakteristik perilaku anak didik saat mereka mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan
belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah
dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yang dimaksudkan dengan
entering behavior siswa.
Menurut Abin Syamsudin, entering behavior dapat diidentifikasikan dengan cara:
a. Secara tradisional, yaitu guru memberikan sejumlah pertaanyaan kepada peserta didik mengenai
bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
b. Secara inovatif, yaitu guru memberikan pre-test kepada peserta didik sebelum memulai program
belajar mengajar.
Gambaran tentang entering behavior ini dapat membantu guru dalam hal-hal sebagai
berikut:
a. Mengetahui seberapa jauh kesamaan individual siswa dalam taraf kesiapannya (readiness),
kematangan (maturation), serta tingkat penguasaan (matery) pengetahuan serta keterampilan
dasar.
b. Guru dapat memilih bahan, prosedur, metode, teknik, serta alat bantu belajar mengajar yang
sesuai.
c. Guru dapat mengetahui seberapa jauh dan seberapa banyak perubahan perilaku peserta didik
dengan membandingkan nilai pre-test dengan nilai-nilai hasil pasca-test.
Ada tiga dimensi dari entering behavior yang perlu diketahui oleh guru:
a.

Batas-batas ruang lingkup materi pengetahuan yang telah dimiliki dan dikuasai oleh siswa.

b. Tingkatan tahapan materi pengetahuan, terutama kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan
yang telah dimiliki siswa.
c.

Kesiapan dan kematangan fungsi-fungsi psikofisik. Sebelum merencanakan dan melaksanakan
kegiatan mengajar, guru harus dapat menjawab pertanyaan

6. Pola-pola Belajar Siswa
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe, di mana
yang satu merupakan prasarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Tipe-tipe belajar
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Sehingga tidak menuntut persyaratan,
namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk tipe belajar yang paling tinggi. Signal
Learning merupakan proses penguasaan pola-pola dasar perilaku yang bersifat involuntary (tidak
sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe ini melibatkan aspek emosional di dalamnya,
seperti diberikannya stimulus (signal) tertentu sehingga peserta didik dapat merespons signal
tersebut. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini telah diberikannya
secara serempak dan berulang kali.

b. Belajar Tipe 2: Stimulus Respons Learning (Belajar Stimulus Respons)
Bila tipe di atas dapat digolongkan dalam jenis classical condition, maka tipe belajar 2 ini
termasuk ke dalam instrumental conditioning (Kimble-1961) atau belajar dengan trial and
error. Menurut Gagne, proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa
dengan ini. Dalam tipe belajar ini memerlukan kondisi inforcement. Waktu antara simulus
pertama dan berikutnya amat penting. Semakin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya,
semakin kuat reinforcementnya.
c. Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chainning adalah belajar menhubungkan satuan ikatan S-R (Stimulus-Respons) yang satu
dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan dalam berlangsungnya tipe belajar ini antara lain,
secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik
maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan , pengulangan, dan reinforcement juga penting.
Chainning terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang satu terjadi segera
setelah yang satu lagi. Contoh dalam bahasa kita sering menggunakan rangkaian kata
seperti selamat-tinggal, kampung-halaman, makan malam, dan sebagainya.
d. Belajar Tipe 4: Verbal Assosiation (Asosiasi Verba)
Belajar tipe ini setaraf dengan belajar tipe chainning, yaitu sama-sama menghubungkan
satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lain.
e. Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar mengadakan pembeda. Dalam tipe ini anak didik
mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang
diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama
dalam berlangsungnya proses belajar ini adalah siswa rnempunyai kemahiran
melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
f.

Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari
sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, maka dapat membentuk suatu pengertian atau konsep,
kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif
fundamental berikutnya. Proses ini memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur.
g. Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)
Pada tingkat ini, siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan
rnengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi,
diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga anak didik dapat menemukan kesimpulan
tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai aturan: prinsip, dalil, aturan, hukum,
kaidah dan sebagainya.Misalnya benda yang dipanaskan memuai, angin berhembus dari daerah
maksimum ke daerah minimum, dan sebagainya. Kondisi yang memungkinkan terjadinya proses
belajar seperti ini, disarankan:
a) Kepada anak didik diberitahukan bentuk perbuatan yang diharapkan, kalau yang bersangkutan
telah menjalani proses belajar.

b) Kepada
anak
didik
diberikan
sejumlah
pertanyaan
yang
merangsang,mengingatkan (recall) konsep-konsep yang telah dipelajari dan dimilikinya untuk
mengungkapkan perbendaharaan pengetahuannya.
c) Kepada anak didik mereka diberikan beberapa kata kunci yang menyarankan siswa ke arah
pembentukan kaidah tertentu yang diharapkan.
d) Diberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengekspresikan dan menyatakan kaidah
tersebut dengan kata-katanya sendiri.
e) Kepada anak didik diberikan kesempatan selanjutnya untuk menyusun rumusan rule tersebut
dalam bentuk statement formal.

h. Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini peserta didik
merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap rangsangan yang
menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, dengan mempergunakan berbagai
kaidah yang telah dikuasainya.Menurut John Dewey belajar memecahkan masalah ini
berlangsung sebagai berikut: individu menyadari masalah bila dia dihadapkan pada situasi
keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya kesulitan.
a) Merumuskan dan menegaskan masalah.
Individu melokalisasi letak sumber kesulitan tersebut untuk memungkinkan mencari jalan
pemecahannya. Ia menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan
prinsip yang diketahuinya sebagai pegangan.
b) Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis.
Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan, termasuk pengalaman orang lain
dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengindentifikasi berbagai
alternatif (kemungkinan) pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai jawaban sementara.
c) Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan.
Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari segi untungruginya. Selanjutnya, dilakukan
pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin (feasible) dan
menguntumgkan.
d) Mengadakan pengujian alternative pemecahan yang dipilih.
Dari hasil pelaksanaan itu, diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang telah dirumuskan.
Dengan demikian proses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung kalau
proses-proses belajar fundamentalis lainnya telah dimiliki dan dikuasai. Kepada anak didik
hendaknya:
a. Diberikan stimulus (rangsangan) yang dapat menimbulkan situasi bermasalah dalam diri anak
didik.
b. Diberikan kesempatan untuk berlatih mencari alternative pemecahannya.

c.

Diberikan kesempatan untuk berlatih melaksanakanpemecahan dan pembuktiannya.
Dengan proses pengindentifikasian entering behavior seperti dijelaskan di atas, guru akan
dapat mengindentifikasi tahap belajar atau tipe belajar yang telah dijalaninya. Atas dasar itu,
guru dapat memilih alternatif strategi pengorganisasian bahan dan kegiatan belajar mengajar.

7. Memilih Pendekatan Belajar Mengajar
Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai pendekatan atau sistem
pengajaran atau proses belajar mengajar sebagai berikut:
a. Enquiry Discovery Learning
Dalam sistem belajar mengajar ini, guru tidak menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk
final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan
mempergunakan tehnik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar, prosedurnya adalah:
1. Simulation. Guru memulai proses belajar mengajar dengan bertanya, mengajukan persoalan,
atau menyuruh peserta didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
2. Problem Statement. Anak didik yang diberi kesempatan mengidentifikasikan berbagai
permasalahan, sebagian besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk
dipecahkan, selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis( jawaban
sementara atas pertanyaan yang diajukan).
3. Data collection (mengumpulkan data). Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis ini, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan narasumber,
melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya
4. Data processing ( mengolah data ). Semua informasi hasil bacaan, wawancara, diolah,
diobservasi, serta diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu.
5. Verification. Berdasarkan hasil pengolalahan informasi yang ada, pertanyaan, atau hipotesis
terdahulu dicek, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalation. Tahap selanjutnya berdasarkan hasil vertifikasi tadi, siswa belajar menarik
kesimpulan atau generalisasi tertentu.
Sistem belajar yang dikembangkan Burner ini menggunakan landasan pemikiran belajar
mengajar. Hasil belajar dengan sistem ini lebih mudah dihafal dan diingat, mudah ditransfer
untuk memecahkan masalah.
Pendekatan belajar mengajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat
kognitif. Kelemahannya adalah memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin
atau kurang terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
b. Ekspository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk yang telah dipersiapkan
secara rapi, sistematis, dan lengkap sehingga anak didik hanya menyimak dan mencernanya saja
secara tertib dan teratur. Secara garis besar, prosedur ini adalah:
1. Preparasi. Guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi.
2. Apersepsi. Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak
didik kepada materi yang akan diajarkan.

3. Presentasi. Guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh siswa
membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yag ditulis guru sendiri.
4. Resitasi. Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau
anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri tentang pokok masalahmasalah yang telah dipelajari, baik yang dipelajari secara tulisan maupun lisan.
Keuggulan strategi pembelajaran ekspositori, antara lain:
Lebih mudah mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran, sehingga dapat mengetahui
sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
- SPE sangat efektif, bila materi pelajaran cukup luas sementara waktu terbatas.
- Melalui SPE selain siswa dapat mendengar suatu materi pelajaran , juga dapat melihat atau
mengobservasi ( melalui demonstrasi ).
- SPE bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Sedangkan kelemahan strategi pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut:
- SPE hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik.
- SPE tidak dapat melayani perbedaan setiap individu.
- Karena SPE memberikan materi melalui ceramah maka akan sulit mengembangkan kemampuan
siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan internasional, serta kemampuan berpikir
kritis.
- Keberhasilan SPE sangat tercapai kepada yang dimiliki guru.
c.

Mastery Learning
Salah satu cara untuk mengadaptasi keberagaman belajar adalah dengan melakukan apa
yang disebut dengan mastery learning yaitu sebuah sistem pembelajaran yang menekankan pada
perolehan tujuan pembelajaran oleh semua siswa dengan memberikan kebebasan atau variasi
waktu.
Konsep dasar dari mastery learning adalah membantu semua atau kebanyakan peserta didik
untuk menguasai keterampilan khusus yang level penguasaanya telah ditetapkan sebelumnya,
sebelum peserta didik melanjutkan ke keterampilan selanjutnya.
Permasalahan yang biasanya muncul dalam mastery learning adalah bagaimana cara
memberikan waktu tambahan untuk pembelajaran. Dalam beberapa penelitian mastery learning,
waktu tambahan untuk pembelajaran ini diberikan seusai jam pelajaran yang ditetapkan dan ada
juga alternatif yang dapat dipakai untuk menambah jam pelajaran selama waktu pembelajaran.
Setiap siswa diwajibkan melewati fase mastery criterion yaitu tingkatan standart tertentu yang
harus dimiliki oleh setiap siswa. Siswa yang gagal memenuhi standart tersebut nantinya akan
diberikan corrective instruction yaitu pemebelajaran yang diberikan kepada siswa yang gagal
menguasai atau memenuhi tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini bertujuan meningkatkan
penguasaan siswa pada tujuan pembelajaran tersebut sehingga ia dapat mencapai standart yang
telah ditetapkan.
Block dan Anderson dalam Slavin (1994) , mengembangkan model mastery learning
sebagai berikut:
 Melakukan orientasi ke penguasaan tugas belajar (mastery leaarning),

 Menyampaikan materi pelajaran,
 Memberikan kuis formatif (evaluasi yang dilakukan untuk menentukan apakah perlu dilakukan
pembelajaran tambahan atau tidak),
 Memberikan corrective instruction (untuk yang belum mencapai taraf penguasaan tertentu
berdasarkan hasil kuis formatif yang sudah dilakukan) atau enrichment activities (untuk yang
sudah mencapai taraf penguasaan yang ditetapkan),
 Memberikan kuis sumatif (tes akhir dari tujuan pembelajaran).

-

-

Hasil-hasil penelitian tentang mastery learning menunjukkan bahwa:
Mastery learning dapat menjadi efektif bila ada waktu di luar waktu pembelajaran.
Mastery learning dapat membantu guru untuk dapat mengetahui tujuan pembelajaran dengan
lebih jelas, penilaian yang terus menerus, dan modifikasi pembelajaranberdasarkan kemajuan
belajar.
Mastery learning akan menjadi lebih efektif bila diajarkan untuk level yang lebih tinggi dari
keterampilan yang disajikan.

d. Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai
perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang
dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak membuat
jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar mengajar menurut
paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap siswa.
8. Pengorganisasian satuan kelompok belajar siswa
Gagne dan Barliner (1975:447-450), juga Norman MacKenzie dan rekan-rekannya
(UNESCO,1972:126) menyarankan pengorganisasian kelompok belajar siswa ke dalam susunan
sebagai berikut:
 N=1. Pada situasi ekstrem, kelompok belajar mungkin hanya terdiri atas seorang siswa atau
seorang siswa bekerja individual saja.metode belajarnya bisa disebut dengan tutorial, pengajaran
berprogram, studi individual, atauindependent study,
 N=2-20. Kelompok belajar kecil, mungkin terdiri atas 2 sampai 20 siswa. Metode belajar seperti
ini biasanya disebut dengan metode diskusi atau seminar.
 N=2-40. Kelompok besar mungkin berkisar antar 20-40 siswa. Metode ini disebut metode belajar
mengajar kelas. Metodenya mungkin bervariasi, sesuai dengan kesenangan dan kemampuan guru
unuk mengelolanya.
 N=40 lebih besar atau ukuran kelompok melebihi 40 orang. Metode belajar-mengajar lazim
disebut (ceramah) atau the lecture.
C. Implementasi Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi.
Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan
pendidikan. Pengawasan itu turut menentukan lingkungan dalam membantu kegiatan belajar

mengajar untuk menciptakan suasana belajar yang efektif dan efisien serta menyenangkan. Salah
satu faktor yang mendukung kondisi belajar di kelas adalah job description proses belajar
mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompokkelompok siswa. Sehubungan dengan hal ini, job description guru dalam implementasi proses
belajar mengajar adalah:
1. Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan
organisasi belajar.
2. Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses
belajar mengajar.Penggerak atau motivasi bagi peserta didik.
3. Menggerakkan anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan
mengarahkan motivasi belajar siswa. Penggerak atau motivasi di sini pada dasamya mempunyai
makna lebih dari pemerintah, mengarahkan, mengaktualkan dan memimpin.
4. Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang, membantu, menugaskan, dan
mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah
didesain sebelumnya.
5. Penelitian yang lebih bersifat penafsiran (assessment) yang mengandung pengertian yang lebih
luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.
Sedangkan upaya-upaya yang diusahakan untuk menganalisis proses pengelolaan belajar
mengajar meliputi:
a. Perencanaan
a) Menetapkan apa yang mau dilakukan, kapan dan bagaimana cara melakukannya.
b) Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil yang maksimal
melalui proses penentuan terget
c) Mengambangkan altematif-altematif.
d) Mengumpulkan dan menganalisis informasi.
e) Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
b. Pengorganisasian
a) Menyediakan fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menyusun
kerangka yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan
kerja yg diperlukan untuk menyelesaikan.
b)

Pengelompokkan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.

c)

Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.

d)

Merumuskan, menetapkan metode, dan prosedur.

e)

Memilih, mengadakan latihan dan pendidikan tenaga kerja serta mencari sumber lain yg
diperlukan.

c.
a)

Pengarahan
Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci;

b)

Memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam melaksanakan rencana dan pengambilan
keputusan.

c)

Mengeluarkan instruksi-instruksi yang spesifik.

d) Membimbing, memotivasi dan melakukan supervisi.
d. Pengawasan
a) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, dibandingkan dengan rencana.
b) Melaporkan penyimpanan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun
standar-standar dan saran-saran.
c) Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan.
D. Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen yang terpadu dan
berproses untuk mencapai tujuan (Gordon, 1990 ; Puxty, 1990). Proses belajar-mengajar sebagai
suatu sistem yang komponen-komponennya terdiri atas : 1) Siswa, 2) Guru, 3) Tujuan, 4) Materi,
5) Metode, 6) Sarana atau Alat, 7) Evaluasi, dan 8) Lingkungan.
Masing-masing komponen itu sebagai bagian yang berdiri sendiri-sendiri, namun dalam
berproses di kesatuan sistem mereka saling bergantung dan bersama-sama untuk mencapai
tujuan. Masing-masing komponen sistem proses belajar-mengajar itu sedikit diulas seperti
paparan berikut ini.
1. Siswa
Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai komponen proses
belajar-mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai objek Pendidikan bergeser
sebagai subjek Pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan
Pendidikan. Tiada Pendidikan tanpa anak didik. Untuk itu, siswa harus dipahami dan dilayani
sesuai dengan hak-hak dan tanggungjawabnya sebagai siswa. Siswa adalah individu yang unik.
Mereka merupakan kesatuan psiko-fisis yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman
sebaya, guru, pengelola sekolah, pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka
dating ke sekolah telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan social.
Masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah
yang harus dikembangkan oleh guru di sekolah.
2. Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus profesional. Walaupun
seorang guru sebagai individu memiliki kebutuhan pribadi dan memiliki keunikan tersendiri
sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan.
Untuk itu, guru harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru. Oleh
sebab itu, tidak semua orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup

3.

4.

5.

6.

7.

8.

menguasai siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran, menguasai materi,
menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai lingkungan belajar.
Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan pendidikan
nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran, sampai tujuan khusu
pembelajaran. Proses belajar-mengajar tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu,
tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri
karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.
Materi
Materi pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket yang
diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap aktivitas belajarmengajar pasti harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di kebun raya menggunakan
materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang praktikum di laboratorium menggunakan
materi simbiose katak. Semua materi pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar
mudah dipahami oleh anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.
Metode
Metode mengajar adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai
oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta
karakteristik anak.
Sarana atau Alat
Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses belajarmengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda yang
sesungguhnya, imitasi atau tiruan, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya yang
dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan tiruan.
Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan, anak, materi dan
metode pembelajaran.
Evaluasi
Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik, sehingga ada
penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan secara
komprehensif, objektif, kooperatif, dan efektif. Evaluasi dilaksanakan berpedoman pada tujuan
dan materi pembelajaran.
Lingkungan
Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting demi suksesnya
belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam,
dan lingkungan psikologis pada waktu PBM berlangsung.
Semua komponen PBM itu harus dikelola sedemikian rupa sehingga belajar anak dapat
maksimal
untuk
mencapai
hasil
yang
maksimal
pula.
Merupakan seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai
tujuan. Meliputi komponen: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi.

Macam - Macam
Strategi Pembelajaran
dan Metodenya
Macam – Macam Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan strategi atau teknik yang harus dimiliki oleh para pendidik
maupun calon pendidik. Hal tersebut sangat dibutuhkan dan sangat menentukan kualifikasi atau layak
tidaknya menjadi seorang pendidik, karena proses pembelajaran itu memerlukan seni, keahlian dan ilmu
guna menyampaikan materi kepada siswa sesuai tujuan, efesien, dan efektif.

Berikut macam – macam strategi pembelajaran:

a. Strategi Ekspositori

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar
siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang
berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang
sangat penting atau dominan.

Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik,
dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur.

Metode pembelajaran yang tepat menggambarkan strategi ini, diantaranya :

a.

Metode ceramah

Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada
sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar.
Jadi ini sesuai dengan pengertian dan maksud dari Strategi Ekspositori tersebut, dimana strategi ini
merupakan strategi ceramah atau satu arah.

b. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik
sebenarnya ataupun tiruan dengan lisan. Jadi guru memperagakan apa yang sedang dipelajari kepada
siswanya.

c.

Metode sosiodrama

Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasi tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Jadi
dalam pembelajaran guru memberikan penjelasan dengan mendramatisasikan tingkah laku untuk
memberikan contoh kepada siswa.

b. Strategi Inquiry

Strategi Pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawabannya dari
suatu masalah yang ditanyakan.

Ada beberapa hal yang menjadi utama strategi pembelajaran inquiry:

a) Menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi
inquiry menempatkan siswa sebagai objek belajar.

b) Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi
sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

c) Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

d) Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa rata-rata memilki kemauan dan kemampuan berpikir,
atrategi ini akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk
berpikir.

e) Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

f)

Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa

SPI

merupakan strategi yang menekankan kepada

pembangunan

intelektual anak.

Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation,
physical experience, social experience, dan equilibration.

Strategi ini menggunakan beberapa metode yang relevan, diantaranya :

a.

Metode diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui
pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat
terbuka. Disini siswa melakukan diskusi tentang suatu masalah yang diberikan oleh guru,
sehingga siswa menjadi aktif.

b. Metode pemberian tugas

Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa
untuk melakukan suatu pekerjaan. Disini guru memberikan suatu tugas kepada siswa untuk
diselesaikan oleh siswa, sehingga siswa menjadi aktif.

c.

Metode eksperimen

Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan
aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Jadi
metode ini dalam strategi pembelajaran merangsang siswa untuk melakukan suatu aktivitas
aktif yang berdasarkan pengalaman yang ia alami.

d. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab,
terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Disini guru memberikan
waktu untuk siswa bertanya kepada gurunya tentang materi pembelajaran.

c.

Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial

Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri.

Strategi ini menggunakan beberapa metode pembelajaran yang relevan, diantaranya :

a.

Metode eksperimen

Siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa
dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil
dan menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya itu.

b. Metode tugas atau resitasi

Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas
tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Siswa diberi tugas guna menggali kemampuan dan
pemahaman siswa akan tugas yang diberikan.

c.

Metode latihan

Metode latihan maerupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Siswa diajarkan untuk melatih kemampuan yang dia miliki dan lebih mengasah kemampuan
yang dimiliki tersebut.

d. Metode karya wisata

Teknik karya wisata adalah teknik mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa kesuatu tempat
atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu. Siswa diajak untuk
mendapatkan pembelajaran dari tempat atau objek yang dikunjungi.

d. Contextual Teaching Learning

Contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari.

Karakteristik pembelajaran kontekstual:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang
bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by
doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mngoreksi antar teman (learning
in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling
memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pemebelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to
ask, to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan(learning ask an enjoy activity).

Metode pembelajaran yang tepat menggambarkan strategi ini, diantaranya :

a.

Metode demonstrasi

Guru memperagakan materi apa sedang dipelajari kepada siswa dengan menyangkutkan
kegiatan sehari-hari, sehingga siswa lebih memahami.

b. Metode sosiodrama

Dalam pembelajaran guru memberikan penjelasan dengan mendramatisasikan tingkah laku yang
berhubungan dengan masalah sosial disekitar siswa untuk memberikan contoh kepada siswa, sehingga
siswa lebih paham

e.

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.

Metode pembelajaran yang tepat menggambarkan strategi ini, diantaranya :

a.

Metode problem solving

Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berfikir sebab dalam metode problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai
dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

b. Metode diskusi

Disini siswa dituntut untuk dapat menemukan pemecahan masalah dari masalah yang dihadapi
dengan cara berdiskusi.

f. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan
begitu saja kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang
harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.

Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model pembelajaran
yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau
pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan

Strategi ini menggunakan beberapa metode pembelajaran yang relevan, diantaranya :

a.

Metode diskusi

Disini siswa dituntut untuk dapat menemukan pemecahan masalah dari masalah yang dihadapi
dengan cara berdiskusi.

b. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab,
terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Disini guru memberikan
waktu untuk siswa bertanya kepada gurunya tentang materi pembelajar