BAB I PENDAHULUAN - Metodologi Sastra

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Karya sastra merupakan suatu cermin perjalanan kehidupan manusia, salah satunya adalah puisi. Puisi mamapu menjadi jembatan aspirasi dalam segala bidang, masuk ke ranah politik, agama, ruang publik, bahkan kehidupan keluarga.

  Sastra itu sendiri memiliki fungsi memberikan manfaat secara rohaniah. Dengan membaca sastra kita dapat memperoleh wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus. Luxemberg.

  Dkk 1989 (dalam Endah : 21).

  Herman j. Waluyo 2006 (dalam Endah : 21-22) menyatakan bahwa sastra berfungsi sebagai wahana katersis, yaitu pencerahan jiwa/penyadaran jiwa terhadap lingkungan masyarakat atau terhadap keterbatasan individu yang sering kali melabrak posisi Tuhan.

  Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani Poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata Poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata- katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang 1980:10). .

  Antologia De Poeticas (Kumpulan Puisi Indonesia, Portugal, dan Malaysia) ini

  sebenarnya merupakan keluhuran yang melantari tiga bangsa dan kebudayaannya berhimpun dalam sebuah buku. Buku ini bermakna bagi perjumpaan dan pemahaman antarbangsa dan kebudayaannya, bahkan memungkinkan persamaan antar batin manusia lantaran watak puisi, kemudian menimbulkan keintiman perasaan manusia, melalui puisi (meminjam puisi penyair Portugal Alexandre O Neil) membuat ”kata- kata mencium kita seakan bermulut”

  Indonesia dan Malaysia punya banyak persamaan kebudayaan, kedekatan geografis, dan pada masa silam pernah bersentuhan secara mendalam dengan bangsa Portugis. Karenanya puisi-puisi tiga bangsa ini bisa punya beban yang tidak ringan, berkonfrontasi dengan Malaysia, dan hubungan diplomatik Indonesia-Portugis pernah putus lantaran kasus Timor-Timur, sehingga puisi-puisi dalam Antologi De Poiticas ini bisa ''diperankan'' tak semata sebagai karya sastra dan representasi khazanah kesastraan masing-masing, tapi juga medium diplomati kultural politik.

  . Puisi-puisi dalam Antologi De Poiticas bisa dijadikan bahan representasi kesastraan bangsa-bangsa itu dan menjadi referensi budaya untuk saling bergaul, mengetahui, serta memahami. Kecermatan representasi itu akan turut membentuk kecermatan pergaulan, pengetahuan, dan pemahaman kesastraan dan kebudayaan antar bangsa itu. Representasi mengenai perpuisian Portugis menampilkan karya 50 nama penyair dari Raja Dinis (lahir pada 1265) hingga Jose Luis Poixoto (lahir pada 1974). Representasi mengenai perpuisian Indonesia menyebutkan 52 nama penyair sejak Hamzah Fansuri (hidup pada abad ke-16) sampai masa Marhalim Zaini (lahir pada 1976), Sedangkan representasi mengenai perpuisian Malaysia mencantumkan 16 nama penyair dari A. Samad Said (lahir pada 1925) hingga Rahimidin Zahari (disebut dalam biodatanya sebagai budayawan muda Malaysia, tanpa keterangan tahun lahir). Jumlah nama penyair dan rentang generasi para penyair bukan jaminan kelengkapan representasi perpuisian maupun ukuran mutunya. Peta perpuisian adalah jejak estetika, bukan hanya deretan nama-nama penyair.

  Introduksi dan pembahasan mengenai perpuisian Portugis oleh Maria Emilia Irmler dan Danny Susanto menyebutkan nama-nama penyair Portugis beserta detail estetika perpuisian mereka sehingga peta perpuisian Portugis tampil relevan, esensial, dan meyakinkan. Melalui introduksi dan pembahasan itu lanskap historis dan perkembangan perpuisian Portugis memberikan informasi yang bisa membangun pengetahuan dan pemahaman mendalam dan berharga tentang perpuisian Portugis masa lampau dan kini.

  Introduksi dan pembahasan mengenai perpuisian Indonesia oleh Maman S. Mahayana menyentuh perkara estetika, tapi masih berbaur dengan menimbang representasi etnisitas atau kultural penyair. Dan urusan representasi etnisitas dan kultural itu pun dijalankan dengan ketidak konsistenan, misalnya tidak melibatkan puisi Mardi Luhung dan puisi Goenawan Mohamad yang mewakili kultur pesisiran, puisi Tan Lioe Ie yang menjadi representasi kultur Cina Peranakan, dan puisi Remy Silado yang menawarkan budaya pop dalam puisi indonesia, Goenawan Mohamad dan Remy Silado juga nama penting dalam perjalanan estetika perpuisian Indonesia. melainkan juga mengurangi bagian penting kelengkapan representasi budaya dan estetika perpuisian Indonesia.

  Puisi memang bisa berbicara sendiri, tapi bila introduksi dan pembahasan yang menyertai puisi punya kekurangan dapat membebani puisi dan merusak atensi khalayak. Selain urusan representasi, introduksi, dan pembahasan mengenai perpuisian tiga bangsa itu, faktor penerjemahan juga merupakan perkara penting yang menentukan mutu atau keberhasilan kehadiran Antologi De Poiticas, perbedaan bahasa bisa diatasi oleh penerjemahan, tapi hakikat puisi bukan sebatas bahasa (kata, gramatika, dan semantika). Puisi memiliki nuansa dan gaya khas serta kerap mengandung makna samar dan sangat pelik dalam proses pemahamannya, menerjemahkan puisi adalah menerjemahkan bahasa sekaligus batin kebudayaan yang membentuk atau melatarinya. Menerjemahkan puisi butuh kecakapan dan juga keberanian. Kekhawatiran yang timbul dalam penerjemahan puisi merupakan perkara klise dan klasik. Antologi De Poticas dapat menjadi ''solusi'' yang bisa meminimalkan risiko penerjemahan dan memperkenalakan sebuah tradisi puisi dalam lingkungan yang lebih luas atau mendunia serta menjadi ajang yang memungkinkan untuk bisa saling belajar. Ketertutupan sebuah tradisi puisi di tengah khazanah-khazanah perpuisian dunia bisa dibuka melalui penerjemahan, sebagaimana pandangan Jose Saramago bahwa ''Sastrawan dengan bahasanya menciptakan sastra nasional. Sastra dunia diciptakan oleh penerjemah.''

  Antologi De Poiticas Portugal, Indonesia, Malaysia ini membuka cakrawala

  yang komprehensif tentang perjalanan puisi ketiga negara, berikut keberagaman kultur yang melatarbelakanginya dilengkapi dengan biografi singkat penyair, aliran, serta periodesasi, membuat Antologi De Poiticas ini dapat dinikmati oleh kalangan pecinta puisi dan menjadi referensi. Di sisi lain, menurut pengarang antologi ini merupakan langkah penting dalam usaha meningkatkan kerjasama antara ketiga negara.

  Didalam Antologi De Poiticas terdapat bagian yang memberi penjelasan puisi indonesia dimulai. Hamzah fanzuri sekitar abad XV puisinya banyak mengulas tentang rasa cinta kepada Tuhan yang maha Esa yang disadari oleh sikap relijius, kemudian sejak puisi indonesia mendapatkan pengaruh dari puisi Eropa terjadi suatu peralihan kultur pada setiap karya puisi yang tidak lagi menggambarkan istana sentris, mitos, doa atau mantra, pertimbangan yang menyangkut wilayah etnik dilakukan

  Puisi Indonesia yang didasarkan pada semangat untuk mencapai tujuan, pemilihannya dilakukan dengan mempertimbangkan gambaran sebuah perjalanan dan keterwakilan kultural, maka sejumlah puisi yang masuk ke dalam Antologi De

  

Poticas (bagian puisi Indonesia) dapat merepresentasikan sebuah perjalanan,

  sekaligus memberi gambaran semacam landskip peta budaya Indonesia. Dalam hal ini, pemilihan dilakukan atas dasar anggapan bahwa puisi dalam Antologi De Poiticas (bagian puisi Indonesia) mewakili zamannya dari wilayah etnik, Hamzah Fanzuri dan Raja Ali Haji ditempatkan di awal dengan mengandaikannya sebagai tokoh-tokoh perintis, demikian juga Muhammad Yamin, Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisjahbana, Cairil Anwar adalah rangkaian monumen yang menjadi semacam Ikon dalam perjalanan puisi indonesia. Maman Mahayana. (dalam Maria Emilia dan Danny : 2008).

  Karya puisi yang ada dalam Antologia De Poiticas (bagian puisi Indonesia) memberikan gambaran kehidupan masyarakat indonesia dari tradisional ke modern, kultural indonesia menjadi pijakan penyair.masalah-masalah ketuhanan dan cerminan kultural menjadi sorotan pembahasan.

  Antologi De Poiticas merupakan antologi puisi dwi bahasa yang memuat

  karya penyair (perjalanan puisi) Indonesia, Portugal dan Malaysia. jadi sebagai usaha untuk meningkatkan kerjasama lain yang sudah sekian lama terabaikan , sampai kini belum ada sebuah antologi puisi dwibahasa yang memuat karya penyair indonesia indonesia, Portugal dan Malaysia. Maman Mahayana 2008.

  Sebagai makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Apa yang perlu dipahami. Banyak hal salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi misunderstanding atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatar belakanginya.

  Dalam penelitian Antologi De Poiticas yang diamati adalah bagian antologi puisi penyair Indonesia yang menggunakan kajian Semiotika. Menurut Peirce (dalam Burhan : 41-41) bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika mewakili suatu yang lain, pembedaan hubungan antara tanda dengan acuannya dalam tiga jenis

  (bagian puisi Indonesia) nantinya dapat mempermudah pemahaman karya sastra khususnya karya penyair Indonesia.

  Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: kode, sinyal, dan sebagainya.

  Puisi dalam kenyataannya sekarang sudah mengalami berbagai perkembangan yang begitu pesat, para sastrawan melahirkan sebuah puisi yang dinamis sesuai tuntutan zaman, atau sebagai gambaran fenomena manusia dan bagaimana tindakan dan hasil dari interaksi. Melihat hal seperti itu justru terbanding terbalik dengan penilaian masyarakat terhadap puisi. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian masyarakat terhadap puisi dan pemahaman maksud dari puisi yang disampaikan oleh para sastrawan, oleh karena itu agar terjadi pro aktif antara perkembangaan dan perhatian masyarakat terhadap puisi diadakan penelitian puisi seperti Antologi De

  

Poiticas yang dikaji dari segi Semiotik, tujuannya adalah agar masyarakat lebih

memahami secara mendalam tentang puisi.

  Alasan yang melatar belakangi pemilihan judul ini adaalah Antologi De

  

Poiticas puisi Indonesia, Portugal, dan Malaysia belum pernah dilakukan penelitian

  bagian puisi Indonesia yang dikaji dari segi semiotik yang didalamnya terdapat sebuah perjalanan puisi indonesia beserta kultur dan biografi pengarang, karena kehidupan manusia dipenuhi tanda dengan perantara tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi.

1.2. Permasalahan

  1.2.1. Batasan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan untuk menghindari kekeliruan pemahaman, maka peneliti membatasi masalah pada Antologia De Poiticas pada kajian Semiotik, yaitu Ikon, Indeks dan Simbol pada bagian puisi Indonesia.

  1.2.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian

  Antologi De Poiticas adalah :

  1) Bagaimana wujud Ikon dalam Antologi De Poiticas ? 2) Bagaimana wujud Indeks dalam Antologi De Poiticas ? 3) Bagaimana wujud Simbol dalam Antologi De Poiticas ?

  1.3. Tujuan Penelitian

  1.3.1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagimana wujud kajian

  Semiotik dalam Antologi De Poiticas bagian puisi Indonesia

  1.3.2. Tujuan Khusus

  1) untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai wujud Icon dalam Antologi De Poiticas 2) untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai wujud Indeks dalam Antologi De Poiticas 3) untuk memperoleh gambaran yang jelas megenai wujud Simbol dalam Antologi De Poiticas

  1.4. Manfaat Penelitian

  1.4.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam pemahaman tentang kajian Semiotik dalam sebuah Antologi puisi.

  1.4.2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dalam peneitian ini adaah :

  1) Bagi masyarakat atau bagi dunia sasatra pada umumnya, yaitu sebagai bentuk pemahaman kajian Semiotik dalam Antologi puisi

  2) Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini bisa dijadikan sebuah referensi dalam meneliti ha-hal yang berkaitan dengan kajian Semiotik dalam Antologi puisi.

  3) Bagi Mahasiswa Digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan, baik dari segi teori maupun metodologi, sehingga dapat mempermudah dalam mengawali sebuah penelitian yang berkaitan dengan kajian semiotik dalam sebuah Antologi puisi

1.5. Definisi Operasional

  1. Semiotik adalah ilmu yang berkaitan dengan tanda yang sidalamnya terdapat sebuah Icon, Indeks dan Simbol (teori Pierce).

  2. Ikon adalah suatu tanda yang bersifat ikonik apabila terdapat kemiripan rupa 3. ( resembalance) antara tanda dan hal yang diwakilinya, didalam Ikon hubungan antara tanda dan objeknya terwujud sebagai kesatuan dalam beberapa kualitas, yaitu kesamaan dalam rupa yang terungkapkan oleh tanda yang dapat dikenali oleh penerimanya.

  4. Indeks adalah apabila sebuah tanda terdapat hubungan fenomenal/eksistensial diantara tanda dengan hal yang ditandainya, didalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat kongrit aktual, dan biasanya melalaui cara yang kausal.

  5. Simbol merupakan suatu jenis tanda yang bersifat arbitert dan konvensional.

  6. Ikon merupakan hubungan tanda dengan objek karena serupa, indeks hubungan tanda dan objek karena seba akibat, sedangkan simbol hubungan tanda dan objek karena kesepakatan.

BAB II LANDASAN TEORI Antologia de poiticas (dalam puisi indonesia) memberikan pemikiran pejalanan

  puisi indonesia dari beberapa dekade, kultur dan daerah menjadi ciri khas penyair dalam menciptakan sebuah karya sastra.

2.1. Pengertian Semiotik

  Para ahli Semiotik modern mengatakan bahwa analisis Semiotik modern telah di warnai dengan dua nama yaitu seorang linguis yang berasal dari Swiss bernama Ferdinand de de Saussure (1857 - 1913) dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Peirce (1839 -1914). Peirce menyebut model sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda. Semiologi de Saussure berbeda dengan semiotik Peirce dalam beberapa hal, tetapi keduanya berfokus pada tanda.

  Semiotik berasal dari kata yunani semion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representataif. (Suwardi : 64).

  Menurut pierce 1839:1914 (dalam Suwardi : 65) dalam analisis semiotik menawarkan sistem tanda yang harus diungkap, ada tiga faktor yang menentukan adanya tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima tanda. Antara tanda dan yang ditandai ada kaitan representasi (menghadirkan). Kedua tanda itu akan melahirkan interprestasi di benak penerima. Hasil interprestasi ini merupakan tanda baru yang diciptakan oleh penerima pesan.

  Semiotik atau ada yang menyebut dengan Semiotika berasal dari kata Yunani

  

semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran

  hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial (Sobur, 2004:95). Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas

  Teew (1984:6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun. Semiologi didasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakang sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda, di sana ada sistem (deSaussure,1988:

  Paul cobley dan litza janes 2002: 4 (dalamn Nyoman Kutha : 97) semiotik berasal dari kata seme, bahasa yunani yang berarti penafsir tanda. Literature lain menjelaskan bahwa semiotik berasal dari kata semion yang berarti tanda, dalam pengertian yang lebih luas sebagai teori semiotik berarti setudi sistematis mengenai produksi dan interprestasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia.

2.2. Pengertian Tanda

  Tanda meupakan sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain, dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan. Yang menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini. Walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. (Nurgiyantoro : 40).

  Definisi tanda adalah “bekas” tanda juga dapat berarti peringatan atau menyatakan sesuatu keadaan, bentuk, sifat dan lain sebagainya sebagai contoh : Pukulan rotan yang cukup keras pada punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna kemerahan, menjadi tanda akan telah terjadi suatu pukulan dengan rotan pada tempat tersebut. Pada pagi hari secercah matahari yang masuk ke dalam kamar melalui celah-celah dinding merupakan tanda bahwa hari sudah siang. Terdengarnya suara adzan atau bunyi beduk dari sebuah masjid menjadi bahwa waktunya shalat telah tiba. Menyalanya lampu lalu lintas di simpang jalan menjadi merah tanda bahwa kita harus stop, tidak boleh berjalan terus. Dari contoh-contoh di atas kita dapat melihat bahwa tanda dengan hal yang ditandai bersifat langsung. Tanda disebut juga dengan lambang ataupun simbol.

2.3. Teori Pierce Berkenaan Dengan Hubungan Antara Tanda Dan Acuannya

  Dalam teori pierce antara tanda daengan acuannya dibagi menjadi tiga hubungan yaitu ikon jika tanda tersebut berupa hubungan kemiripan, indeks jika berupa hubungan kedekatan eksistensi, kemudian simbol dikatakan tanda sudah terbentuk secara konvensional.(Nurgiyantoro : 42).

  Berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandainya menurut Pierce terdir dari Ikon yaitu tanda yang secara inheren me,iliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk, Indeks yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan apa yang ditandakan, sedangkan Simbol tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbritervsesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu.

  Pierce membagi antara tanda dengan acuannya kedalam tiga jenis hubungan yang pertama Ikon apabila suatu tanda rsifat Ikonik memiliki kemiripan rupa (resemblance) antara tanda dan hal yang diwakilinya, didalam Ikon hubungan antara tanda dan objeknya terwujud sebagai kesatuan dalam beberapa kualitas, yaitu kesamaan dalam rupa yang terungkapkan oleh tanda yang dapat dikenali oleh penerimanya (kris Budiman : 48). Kedua Indeks sebuah tanda apabila terdapat hubungan fenomenal/eksistensial diantara tanda dengan hal yang ditandainya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat kongrit, aktual dan biaanya melalui cara yang kausal ( Kris Budiman : 50), sedangkan yang ketiga adalah simbol merupakan suatu jenis tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional (Kris Budiman : 108-109).

  Dalam (Nyoman Kutha : 101) ikon merupakan hubungan tanda dengan objek karena serupa, indeks hubungan tanda dan objek karena seba akibat, sedangkan simbol hubungan tanda dan objek karena kesepakatan.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian Dan Pendekatan

  3.1.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yaang digunakan dalam penelitian kajian semiotik Antologi

  

De Poiticas ini adalah jenis penelitian kualitataif. Dimana metode kualitataif

  memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks kualitataif dianggap sebagai multi metode, sebab penelitian pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan. Dalam penelitian karya sastra, misalnya termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya akan dilibatkan pengarang dan lingkungan sosial dimana pengarang berada. (Nyoman Khutha : 47). Dimana ciri-ciri pendekatan kualitataif yaitu :

  1. Memberikan perhatian utama pada makna pada pesan sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural

  2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan sebagai hasil penelitian, sehingga makna selalau berubah

  3. Tidak ada jarak antara subjek penelitian dengan objek penelitian, subjek penelitian sebagai instrumen utama dan memunculkan interaksi diantaranya

  4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab peneliti bersifat terbuka

  5. Penelitian bersifat alamiah terjadi dalam konteks sosial budayanya masing- masing (Nyoman Khutha : 47-48).

  Metode kualitatif proses penilaian yang menghailkan data deskriptif ucapan ayau tulisan bahkan perilaku yang dapat diamati dri orang-orang itu sendiri arif furchan 1999:22 aadesanjaya .blogspot.com/2011/03/.

  Jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang memecahkan masalah dengan menggunakan data empiris berdasarkan fakta yang tampak. (Masyhuri, Zainuddin, 2008:13)

  3.1.2. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yang penting menulis hasil penelitian, karena penelitian sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji fakta atau data yang diteliti.

  Dalam penelitian kajian Semiotik Antologi De Poiticas ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitataif . penelitian deskriptif berusaha mengambarkan sesuatu gejala sosial dengan kata lain mengambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung. (Maman 2002: 3). www.damandiri.or.id/file/didik.com

  Tujuan metode deskriptif dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman deskripsi keterkaitan Antologi De Poiticas (bagian puisi Indonesi) dengan kajian Semiotik pendapat Pierce yang kemudian dapat memunculkan pemahaman tentang Ikon, Indeks, serta Simbol pada Antologi De Poiticas (bagian puisi Indonesia) tersebut.

  3.1.3. Pendekatan Penelitian Objek suatu penelitian dikatakan objektif apabila terdapat kenyataan atau sesuai dengan kodratnya, tanpa melalaui proses rekayasa, penambahan, dan pengurangan, oleh karena itu seorang peneliti hendaknya mamapu menyajikan sebuah karya sasatra khususnya disini antologi puisi sesuai dengan aslinya atau fokus kajian yang dipergunakan.

  Dalam kajiana semiotik Antologi De Poiticas (bagian puisi Indonesia) berupaya mengkaji wujud Ikon, Indeks, dan Simbol pada setiap kaya sastra puisi pengarang Indonesia.

  Pendekatan ekspresif digunakan dalam penelitian kajian Semiotik Antologi De

  

Poiticas untuk meningkatkan pemahamana tentang karya sasatra berkaitan dengan

pengarang dan hasil karyanya.

  Pendekatan ekspresif lebih memandang karya sasatra sebagai ekspresi dunia batin pengarangnya. Karya sastra merupakan pemahaman tentang gagasan, ekspresi, cita-cita, pikiran dan kehendak/pengalaman batin pengarang. Dalam pendekatan ekspresif karya sasatra dapat dipandang sebagai ekspresi seorang sastrawan, ketika menulis karya sastra tidak lepas dari pengertian.

  Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap karya sasatra lahir dari tangan pengarangnya, sehingga pikiran, perasaan penulis selalu tergambar di dalam karya penukis dari segala gagasan, ide, angan-angan yang memandang suatu karya sastra yang esensial sebagai dunia internal dalam kekuasaan pengarang yang kemudian tertuang dalam dunia eksternal berupa karya seni sebagai wujud proses kreatif.

  Pendekatan ekspresif berhubungan erat dengan kajian sastra sebagai karya yang dekat dengan sejarah terutama sejarah yang berhubungan dengan kehidupan pengarang dalam kaitan ini, maka dibahaslah latar belakang kehidupan pengarang, daerah kelahirannya, latar belakanng sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, dan pengalaman-pengalaman yng penting yang menjadai tolak ukur imajinatif. (Atmazaki 1990:36) pmiliga.wordpress.com/2010/10/. dimana karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang gerak jiwa pengambaran imajinasi pengarang terlukis dalam karyanya

  3.2. Sumber Data Dan Data Penelitian

  Sumber data dalam penelitian ini adalah Antologi De Poiticas disusun oleh Maria Emilia Irmler dan Danny Susanto penerbit Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2008.

  Data dalam penelitian kajian semiotik dalam Antologi De Poiticas adalah data deskriptif yang berupa uraian cerita, ungkapan, pernyataan, kata-kata tertulis dan peilaku yang diamati

  Data dalam penelitian ini berupa puisi bagian indonesia dalam antologi de poiticas pada pengkajian semiotik ikon, indeks dan simbol.

  3.3. Teknik Pengumplan Data

  Teknik pengumpulan data pada antologi de poiticas menggunakan metode kualitatif deskriptif berupa riset kepustakaan untuk mencari dan menelaah berbagai buku sebagai bahan pustaka yang dipergunakan untuk sumber tertulis, dan sumber primer dalam penelitian ini adalag antologi de poiticas, sedangkan data sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan langsung dengan teori sasatra serta pustaka lain yang menunjang penelitian ini.

  DAFTAR PUSTAKA Endraswara, suwardi.2003. Metodologi Penelitian Sastra.yogyakarta : CAPS Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada

  Unifersity Press Kutha Ratna, Nyoman . 2004. Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra.

  Denpasar : pustaka pelajar. Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta : Lkis. Priyatni Tri, Endah. 2010. Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis. Malang

  : Bumi Angkasa Irmiler, Maria. Susanto, Danny. 2008. Antologia De Poiticas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

  Masyhuri, zainuddin. 2008. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dan Aplikatif .Malang : Refika Aditama

  .

   aadesanjaya .blogspot.com/2011/03/. pmiliga.wordpress.com/2010/10/.