Pengendalian Nyeri (Pain Control) pada Pasien Kanker Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  1. Kanker

  1.1. Pengertian kanker Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama yang dapat menyebar ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tersebut sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (Diananda, 2009). Supriyanto (2010) kanker adalah sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terkendali, tidak terbatas, dan tidak normal. Pertumbuhan sel kanker tidak terkoordinasi dengan jaringan lain sehingga berbahaya bagi tubuh. Yayasan Kanker Indonesia (2009) menjelaskan bahwa kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Perkembangan sel kanker tersebut akan menyebar ke bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan kematian.

  Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah sebuah benjolan yang bersifat abnormal. Tumor dibagi menjadi 2 kategori, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas (Diananda, 2009).

  1.2. Penyebab kanker

  1.2.1 Riwayat keluarga Penyakit kanker dapat diturunkan oleh orangtua kepada anaknya.

  Resiko terkena kanker sangat besar jika salah satu anggota keluarga terkena penyakit tersebut (Supriyanto, 2010).

  7

  1.2.2 Kelainan kromosom Seseorang dengan syndrome down yang memiliki 3 buah kromosom 21, memiliki resiko 12-20 kali lebih tinggi untuk menderita

  leukimia akut (Diananda, 2009).

  1.2.3 Faktor lingkungan Beberapa faktor lingkungan dapat meningkatkan terjadinya kanker yaitu merokok, terkena sinar ultraviolet, radiasi ionisasi, dan faktor uranium. Merokok dapat menyebabkan resiko kanker paru-paru, mulut, laring (pita suara), dan kandung kemih. Berjemur di bawah sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker kulit. Radiasi ionisasi yang digunakan dalam sinar-X yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom yang mampu menjangkau jarak jauh sebagai contoh orang yang selamat dari ledakan bom Hiroshima dan Nagasaki resiko tinggi terkena penyakit leukimia. Faktor uranium pada pekerja tambang memiliki resiko tinggi terjadinya kanker paru

  —paru saat 10-20 tahun mendatang, resiko tersebut dapat semakin meningkat jika mereka memiliki riwayat merokok (Diananda, 2009).

  1.2.4 Makanan Seseorang yang sering mengkonsumsi makanan yang diasapkan dan diasamkan serta peminum alkohol memiliki resiko tinggi terkena kanker di area perut seperti kanker saluran pencernaan (Supriyanto, 2010). Seseorang yang mengkonsumsi makanan tinggi serat maka akan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kanker usus besar. Mengurangi lemak sampai 30% dari jumlah kalori total juga dapat mengurangi resiko terjadinya kanker usus besar, payudara, dan prostat (Diananda, 2009).

  1.2.5 Bahan kimia Banyak bahan kimia yang terdeteksi dapat menyebabkan kanker diantaranya pekerja yang terpapar asbes dapat terkena kanker paru-paru dan mesotelioma (kanker pleura) dan terjadi kanker kulit pada pekerja cat dan pekerja yang membersihkan cerobong asap karena adanya kandungan senyawa hidrokarbon (Diananda, 2009).

  1.2.6 Virus Beberapa virus dapat menyebabkan kanker pada manusia. Virus penyebab kanker disebut virus onkogenik. Sebagai contoh virus papilloma yang menyebabkan kutil genitalis, yang termasuk salah satu penyebab kanker leher rahim pada perempuan Virus hepatitis B dan hepatitis C yang bisa menyebabkan kanker hati (Supriyanto, 2010).

  1.2.7 Infeksi Infeksi oleh parasit schistosoma (bilharzia) bisa menyebabkan kanker kandung kemih karena terjadinya iritasi menahun pada kandung kemih (Supriyanto, 2010). Penyebab iritasi menahun lainnya tidak menyebabkan kanker. Infeksi oleh clonorchis yang banyak ditemukan di daerah timur, bisa menyebabkan kanker pankreas dan saluran empedu (Diananda, 2009).

  1.2.8 Hormon Hormon adalah zat yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh, yang berfungsi mengatur kegiatan alat-alat tubuh (Supriyanto, 2010). Hormon

  Dyethyl stilbestrol adalah suatu hormon seks buatan yang biasa digunakan

  untuk menggemukkan hewan ternak. Pada manusia hormon tersebut sebagai penyebab timbulnya kanker rahim, payudara, dan alat reproduksi lainnya. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menimbulkan kanker pada organ tubuh yang dipengaruhinya, misalnya payudara, rahim, indung telur, dan prostat (Diananda, 2009).

  1.3. Mekanisme kanker Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah mengalami kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang abnormal, cepat, dan tidak dapat terkendali. Sel-sel akan terus menerus membelah diri (Supriyanto, 2010). Kanker bisa terjadi di berbagai jaringan dalam berbagai organ seperti sel kulit, sel hati, sel darah, sel otak, sel lambung, sel usus, sel paru, sel saluran kemih, dan berbagai sel lainnya. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang masuk ke jaringan di dekatnya (invasif) dan bisa menyebar (metastasis) ke seluruh tubuh. Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi (Diananda, 2009). a.

  Tahap inisiasi Tahap ini terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang dapat memancing sel menjadi ganas. Perubahan yang terjadi pada bahan genetik sel tersebut disebabkan oleh suatu agen yang disebut dengan karsinogen, berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari (Diananda, 2009). Tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kejadian kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Gangguan fisik menahun bisa juga membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan (Junaidi, 2007).

  b.

  Tahap promosi Tahap ini, suatu sel yang mengalami tahap inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh tahap promosi. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan atau gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen (Junaidi, 2007).

  Pada saat sebuah sel menjadi ganas, sistem kekebalan tubuh dapat melawan atau merusak sel ganas tersebut sebelum sel tersebut berlipat ganda bahkan menjadi sebuah kanker (Diananda, 2009). Apabila sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik, maka tubuh memiliki risiko tinggi terkena kanker seperti yang terjadi pada penderita AIDS, orang yang menggunakan obat penekan kekebalan, dan pada penyakit autoimun tertentu. Sistem kekebalan tubuh pun terkadang tidak selalu efektif, sehingga kanker kadang kala dapat menembus perlindungan ini meskipun sistem kekebalan berfungsi secara normal (Diananda, 2009).

  1.4. Gejala kanker Kanker yang berada di dalam tubuh dapat diidentifikasi dengan mengenali tanda-tanda kanker sejak dini. Tanda-tanda kanker dibedakan menjadi dua, yaitu tanda-tanda kanker yang bersifat umum dan khusus (Supriyanto, 2010).

  Tanda kanker yang bersifat umum adalah penurunan berat badan, demam yang lebih sering dalam tahap-tahap lanjut, terutama apabila kanker mempengaruhi sistem kekebalan dan mengurangi pertahanan terhadap infeksi, rasa lelah yang berlebihan, rasa nyeri yang muncul di tempat tertentu, yang merupakan tahap lanjut penyakit kanker, perubahan warna kulit, sehingga warna kulit menguning, memerah, gatal-gatal, atau pertumbuhan rambut yang berlebihan.

  Tanda kanker yang bersifat khusus adalah adanya borok yang tak kunjung sembuh, sebuah benjolan di payudara atau bagian tubuh lain, pendarahan yang tidak seperti biasanya, perubahan dalam kebiasaan buang air besar dan kecil, kesulitan mencerna atau menelan makanan, batuk atau suara parau yang tidak kunjung hilang, masalah pendengaran.

  1.5. Jenis-jenis kanker Junaidi (2007) menjelaskan bahwa ada beberapa jenis kanker yang telah dikenal sampai saat ini.

  1.5.1 Karsinoma Karsinoma adalah jenis kanker yang berasal dari sel yang melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti kulit, testis, ovarium, kelenjar mucus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon, rectum, lambung, pankreas dan esofagus.

  1.5.2 Limfoma Jenis kanker yang berasal dari jaringan yang membentuk darah, misalnya jaringan limfe, lacteal, limfa, berbagai kelenjar limfe, timus, dan sumsum tulang. Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin atau kanker kelenjar limfe dan limfa.

  1.5.3 Leukemia Leukemia adalah jenis kanker yang tidak membentuk massa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal.

  1.5.4 Sarkoma Sarkoma adalah jenis kanker dimana jaringan penunjang yang berada di permukaan tubuh seperti jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot dan di tulang.

  1.5.5 Glioma Glioma adalah kanker susunan saraf, misalnya sel-sel glia (jaringan penunjang) di susunan saraf pusat.

  1.5.6 Karsinoma in situ Karsinoma in situ adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih dianggap lesi prainvasif atau kelainan/luka yang belum menyebar.

  2. Nyeri

  2.1 Pengertian nyeri Arthur C. Curton (1983) menjelaskan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri. Pernyataan tersebut dipertegas oleh International Association for the Study of

  

Pain, IASP (2011) mendefenisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan

  emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.

  2.2 Mekanisme nyeri Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses.

2.2.1 Transduksi

  Transduksi adalah proses dari stimulus nyeri diubah ke bentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata, 2007). Proses transduksi dimulai ketika nosiseptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan. Nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi, dan lain-lain (Prasetyo, 2010).

  2.2.2 Transmisi Transmisi adalah serangkaian kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta berdiameter besar (Davis, 2003 dalam Ardinata, 2007). Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral

  spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral (Ardinata, 2007).

  Pengendalian nyeri (pain control) dapat dilakukan selama proses kedua ini yaitu transmisi (Kozier, 2004).

  2.2.3 Modulasi Modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nosiseptor tersebut (Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata, 2007). Proses modulasi melibatkan sistem neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex.

  Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor (Ardinata, 2007).

2.2.4 Persepsi

  Persepsi adalah proses yang bersifat subjektif (Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata, 2007). Proses persepsi berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis, cognition (pengenalan), dan memory (mengingat) (Davis, 2003 dalam Ardinata, 2007). Faktor psikologis, emosional, dan perilaku muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri.

  2.3 Klasifikasi nyeri Nyeri dikelompokkan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut biasanya datang secara tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cedera spesifik.

  Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan (Smeltzer & Bare, 2002).

  Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri dapat timbul secara tiba-tiba atau lambat, intensitasnya dari ringan sampai berat secara konstan atau hilang timbul, tanpa prediksi waktu kesembuhan, dan lebih dari 6 bulan (NANDA, 2011).

  Prasetyo (2010) menyatakan bahwa selain klasifikasi nyeri akut dan kronik terdapat jenis nyeri lain yang spesifik diantaranya nyeri kutaneus/superficial (cutaneus pain), nyeri somatis dalam (deep somatic pain), nyeri visceral, reffered pain, nyeri psikogenik, dan nyeri phantom.

  2.4 Teori pengontrolan nyeri Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory) oleh Melzack dan

  Wall (1965 dalam Prasetyo 2010) menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.

  Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.

  Hal ini sejalan dengan pendapat Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel- sel inhibitori dalam kornu dorsalis medulla spinalis mengandung enkefalin, yang menghambat transmisi nyeri.

  2.5 Faktor yang mempengaruhi nyeri Mc Caffery dan Pasero (1999 dalam Prasetyo, 2010) menyatakan bahwa klien yang paling mengerti dan memahami tentang apa yang dirasakannya saat nyeri datang. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi masing-masing individu terhadap nyeri. Perawat harus menguasai dan memahami faktor-faktor tersebut agar dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam pengkajian dan perawatan terhadap klien yang mengalami masalah nyeri. Faktor-faktor tersebut adalah:

  2.5.1 Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Perbedaan kelompok umur mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).

  2.5.2 Jenis Kelamin Pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri. Beberapa budaya menganggap bahwa perempuan dalam merasakan nyeri tidak lebih berani dan memilih untuk menangis. Penelitian menyebutkan bahwa hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri sedangkan estrogen meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri. Pada manusia rasa nyeri lebih kompleks, dipengaruhi oleh personal, sosial, budaya, dan lain-lain. Namun, tergantung dari individu bagaimana menanggapi nyeri (Prasetyo, 2010).

  2.5.3 Kebudayaan Kebudayaan mempengaruhi bagaimana seseorang belajar untuk bereaksi dan mengekspresikan nyeri. Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang menginformasikan nyerinya kepada orang lain termasuk tenaga kesehatan. Perawat seringkali berasumsi bahwa cara berespon setiap individu dalam masalah nyeri adalah sama (Potter & Perry, 2006).

  2.5.4 Makna Nyeri Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seseorang akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan (Potter & Perry, 2006).

  2.5.5 Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada individu. Nyeri yang dirasakan terasa ringan, sedang, bahkan berat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi (Prasetyo, 2010).

  2.5.6 Perhatian Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan pasien yang melakukan upaya pengalihan dihubungkan dengan penurunan respon nyeri (Gill, 1990 dalam Potter & Perry, 2006).

  2.5.7 Ansietas (kecemasan) Hubungan nyeri dengan ansietas bersifat kompleks. Ansietas yang dirasakan pasien dapat meningkatkan persepsi nyeri, nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas. Contoh yang dapat dipaparkan adalah seseorang yang menderita kanker kronis dan merasa takut akan kondisi penyakitnya akan semakin meningkatkan persepsi nyerinya (Prasetyo, 2010).

  2.5.8 Keletihan Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping seseorang. Keletihan dapat menjadi masalah umum pada individu yang menderita penyakit kronik dalam jangka lama. Nyeri berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap (Potter & Perry, 2006).

  2.5.9 Pengalaman sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, bukan berarti dengan adanya pengalaman pasien lebih mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang akan datang. Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri (Prasetyo, 2010).

2.5.10 Dukungan keluarga dan sosial

  Individu yang mengalami nyeri sangat membutuhkan dukungan, perhatian, dan perlindungan dari keluarga atau teman terdekat. Nyeri memang masih dirasakan pasien namun kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Prasetyo, 2010).

  3. Pengendalian nyeri (pain control)

  3.1 Pengertian Pengendalian nyeri (pain control) adalah suatu cara atau metode yang dilakukan pasien itu sendiri dalam hal mengendalikan nyeri yang dirasakannya

  (National Cancer Institute, 2014).

  Pengendalian nyeri adalah salah satu tujuan paling penting dalam perawatan kanker yang dilakukan oleh individu (Cascinu, et al., 2003).

  3.2 Tindakan untuk mengendalikan nyeri Pengendalian nyeri yang dapat dilakukan pasien kanker sangat banyak rupanya, hanya berbeda- beda setiap individu. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pasien untuk mengendalikan nyeri adalah dengan mengubah posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun, menggosok), makan, meditasi, atau mengompres bagian nyeri dengan kompres hangat atau kompres dingin (Andarmoyo, 2013).

  3.3 Manfaat pengendalian nyeri Pengendalian nyeri dapat membuat perasaan seseorang lebih nyaman.

  Pengendalian nyeri yang baik harus sejalan dengan pikiran dan tubuh untuk fokus pada penyembuhan, penyembuhan yang cepat dapat membantu mencegah komplikasi. Intermountain Healthcare (2013) menjelaskan bahwa manfaat dari pengendalian nyeri adalah sebagai berikut:

  3.3.1 Merasa stres berkurang Rasa nyaman akan mengurangi perasaan stres yang datang dikarenakan rasa nyeri. Stres yang berkurang menandakan bahwa pikiran dan tubuhmu bekerja keras dalam penyembuhan.

  3.3.2 Mampu berpindah dengan mudah Pengendalian nyeri dapat mulai dilakukan seperti berjalan atau latihan bernafas, jika merasa nyeri ringan. Tindakan tersebut akan mengembalikan keadaan seperti semula dengan cepat.

  National Cancer Institute (2014) menjelaskan bahwa ketika nyeri kanker dapat dikendalikan maka individu akan tidur dengan lelap, menikmati kebersamaan dengan keluarga dan teman, meningkatkan nafsu makan, menikmati hubungan seksual secara intim, dan mencegah depresi.

  3.4 Kategori pengendalian nyeri Pengendalian nyeri terbagi atas dua kategori yaitu pengendalian nyeri dengan medikasi dan tanpa medikasi.

  3.4.1 Pengendalian nyeri dengan medikasi Farmakologi yang digunakan adalah nonopiod, opiod, dan pengobatan tipe lainnya. Non opiod adalah obat yang digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai sedang. Non opiod diberikan ketika skala nyeri berada pada skala 1 sampai 4 (National Cancer Institute, 2014).

  Opiod adalah obat yang digunakan untuk mengobati nyeri sedang sampai berat. Seseorang yang mengalami nyeri berat dan penyakit kanker yang semakin memburuk akan membutuhkan penambahan dosis opiod ini. Opiod sering disebut dengan obat narkotik maka harus perlu diperhatikan dalam peningkatan dosis (National Cancer Institute, 2014). Pengobatan jenis lainnya adalah anti depresan, anti kejang dan steroid. Antidepresan digunakan untuk mengobati depresi, dapat juga membantu mengendalikan perasaan terbakar saat nyeri. Anti kejang juga dapat membantu mengendalikan perasaan terbakar saat nyeri. Steroid digunakan untuk mengobati nyeri yang dikarenakan pembengkakan (National Cancer Institute, 2014).

  3.4.2 Pengendalian nyeri tanpa medikasi American Cancer Society (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa pengendalian nyeri tanpa medikasi yang dapat dilakukan pasien yaitu relaksasi, konsentrasi visual, bernafas ritmik, imajinasi terbimbing, mendengarkan musik, relaksasi progresif, distraksi, hipnosis, stimulasi kulit (massage, tekanan, getaran, panas/dingin), akupuntur, dan dukungan emosional & konseling.

  Intermountain Healthcare (2013) menyatakan bahwa cara lain untuk mengendalikan nyeri tanpa medikasi adalah relax atau santai, gunakan benda yang dingin, meninggikan tungkai, dan alihkan dirimu.

  

Relax atau santai adalah menemukan posisi yang aman di tempat yang

  tenang. Bernafas lambat dan dalam, cobalah untuk fokus dalam bernafas ritmik. Hal ini dilakukan selama 20 menit. Benda dingin digunakan ketika nyeri ringan, letakkan pada bagian kulit yang mengalami nyeri dengan cara dibungkus menggunakan handuk. Tindakan ini dapat dilakukan kapan saja jika dapat memberikan rasa nyaman. Meninggikan tungkai dilakukan jika mengalami nyeri pasca operasi, pada bagian tungkai atas maupun bawah. Alihkan dirimu dapat dilakukan dengan banyak cara seperti memikirkan tentang sesuatu, menonton televisi, mendengarkan musik, bermain, membaca, atau mengunjungi teman.

  3.5 Dimensi pengendalian nyeri Penderita kanker mempunyai kebutuhan yang spesifik, berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya yaitu suatu kebutuhan memandang manusia (penderita kanker) sebagai suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi yang dikenal dengan holistik.

  Bagian-bagian tersebut meliputi dimensi fisik, sosial, spiritual, dan psikologis (Kozier, 1995 dalam Salbiah, 2006).

  Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara pasien kanker menginterpretasikan dan merasakan nyeri (Potter & Perry, 2006).

  3.5.1 Dimensi fisik Dimensi ini menunjukkan kemampuan penderita kanker dalam mengendalikan nyeri yang dirasakannya dengan melakukan aktivitas sehari-hari (Kozier, 1995 dalam Salbiah, 2006). Andarmoyo (2013) menjelaskan bahwa tindakan yang dapat dilakukan saat nyeri datang adalah mengubah posisi, berjalan, menggosok bagian yang nyeri, makan, dan mengompres yang nyeri. Potter & Perry (2006) menyatakan bahwa individu memilih untuk tidur dalam mengendalikan nyeri. Pernyataan ini sejalan dengan Intermountain Healthcare (2013) menjelaskan bahwa yang dapat dilakukan adalah menonton televisi, mendengarkan musik, bermain, dan membaca. American Cancer Society (2014) menyatakan bahwa mengkonsumsi obat pereda nyeri dapat digunakan untuk mengontrol nyeri kanker. Prasetyo (2010) menjelaskan bahwa relaksasi dan distraksi menjadi tindakan non farmakologis yang dapat dilakukan ketika pasien kanker merasakan nyeri.

  3.5.2 Dimensi sosial Dimensi ini menunjukkan kemampuan penderita kanker mengendalikan nyeri yang dirasakannya melalui berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan (Kozier, 1995 dalam Salbiah 2006). Intermountain Healthcare (2013) menjelaskan bahwa salah satu cara pengendalian nyeri adalah mengunjungi teman dan mengikuti aktivitas sosial atau kegiatan di sekitar lingkungan rumah. Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa individu lebih suka menyendiri ketika merasakan nyeri. Smeltzer & Bare (2002) bahwa kunjungan keluarga dan teman- teman sangat efektif dalam meredakan nyeri.

  3.5.3 Dimensi spiritual Dimensi ini menunjukkan kemampuan penderita kanker mengendalikan nyeri yang dirasakannya melalui keyakinan dalam dirinya dengan berserah kepada Tuhan (Kozier, 1995 dalam Salbiah 2006). Andarmoyo (2013) menjelaskan bahwa salah satu cara mengendalikan nyeri dengan meditasi atau berdoa kepada Tuhan.

  3.5.4 Dimensi psikologis Dimensi ini menunjukkan kemampuan penderita kanker mengendalikan nyeri yang dirasakannya melalui pikiran dan perasaan

  (Kozier, 1995 dalam Salbiah 2006). Intermountain Healthcare (2013) menjelaskan bahwa salah satu yang dapat dilakukan dalam pengendalian nyeri adalah mendengarkan musik. DiMetteo (1991) menyatakan bahwa pikiran negatif tentang nyeri akan memfokuskan perhatian seseorang terhadap aspek yang tidak menyenangkan dan membuat nyeri yang dirasakan bertambah buruk. Junaidi (2008) bahwa bersikap biasa-biasa saja dan tidak memikirkan penyakit, hal tersebut akan membuat pasien dan keluarga merasa tenang. Potter & Perry (1993) menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang terdekat yaitu keluarga. Seseorang dalam keadaan nyeri sangat membutuhkan support, bantuan, bahkan perlindungan. Ketidakhadiran keluarga mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.

  3.6 Faktor yang mempengaruhi pengendalian nyeri Cascinu, et al (2003) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pengendalian nyeri adalah sebagai berikut:

  3.6.1 Usia

  Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Perbedaan kelompok umur mempengaruhi pengendalian nyeri yang dilakukan setiap individu saat merasakan nyeri (Prasetyo, 2010).

  3.6.2 Jenis kelamin Pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). Kebudayaan yang berbeda mempengaruhi jenis kelamin dalam mengendalikan nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).

  3.6.3 Lokasi nyeri Lokasi nyeri adalah lokasi dimana tempat sel kanker bermetastasis (Baradero, 2007). Lokasi tersebut adalah lokasi nyeri yang dirasakan pasien setiap harinya dan sudah menjadi suatu pengalaman yang menetap baginya. Individu yang memiliki pengalaman tersebut akan memiliki cara tersendiri dalam mengendalikan nyeri yang dirasakannya (Smeltzer & Bare, 2002).

  3.7 Pengukuran pengendalian nyeri Pengukuran pengendalian nyeri dilakukan menggunakan kuesioner pengendalian nyeri yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan referensi dan tinjauan pustaka terdiri dari 35 pernyataan, dimensi fisik = 16 pernyataan, dimensi sosial = 6 pernyataan, dimensi spiritual = 6 pernyataan, dan dimensi psikologis = 7 pernyataan dengan pilihan jawaban menggunakan skala Likert.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Sadari Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara Di Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Hkbp Nomensen Pematang Siantar Tahun 2013

0 1 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Suara - Penerapan Perintah Suara Berbahasa Indonesia untuk Mengoperasikan Perintah Dasar di Windows

0 1 11

Analisis Kepuasan Perawat Dalam Pelaksanaan Kolaborasi Perawat-Dokter Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

0 1 49

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi - Analisis Kepuasan Perawat Dalam Pelaksanaan Kolaborasi Perawat-Dokter Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

1 2 14

Analisis Kepuasan Perawat Dalam Pelaksanaan Kolaborasi Perawat-Dokter Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

0 0 13

Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Pengaruh Latihan Fleksibilitas Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Klinik Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 30

Penilaian Higiene dan Sanitasi Penjualan Makanan Pecel dan Pemeriksaan Salmonella di Kecamatan Medan Helvetia 2015

0 3 15

Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 36

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 1 13

Pengendalian Nyeri (Pain Control) pada Pasien Kanker Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 33