KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA TIMUR Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java

  

KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA

TIMUR

Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java

  

Titiek Setyawati

  Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No.5 PO Box 165; Telp. 0251-633234, 7520067;

  Fax 0251-638111 Bogor e-mail: titiek29@yahoo.com

  

ABSTRAK

Kajian etnobotani untuk mengumpulkan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan obat dilakukan di empat

lokasi desa di kawasan hutan alam yang ada di Jawa Timur. Pengumpulan data dan informasi ini diperoleh

melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara langsung dengan penduduk lokal serta melalui studi

pustaka. Keberadaan dan potensi jenis tumbuhan obat di lokasi penelitian cukup banyak. Namun demikian

masyarakat yang berada di sekitar lokasi penelitian memanfaatkan hanya sebagian jenis tumbuhan tersebut

sebagai obat. Sebagian besar masyarakat hutan memperoleh pengetahuan tentang ramuan obat tradisional

secara turun temurun dari generasi ke generasi. Namun hal ini tampaknya semakin menurun mengingat se-

makin kecilnya jumlah orang yang mengetahui tentang pemanfaatan tumbuhan atau pohon sebagai bahan

obat. Masyarakat setempat lebih menyukai obat modern (non-tradisional) yang mudah diperoleh dengan

harga murah di pasar lokal ketimbang obat tradisional. Lambat laun masyarakat akan meninggalkan pengo-

batan tradisional akibat kurangnya promosi serta semakin berkurangnya jenis-jenis tumbuhan obat akibat

terjadinya kerusakan hutan. Makalah ini akan menggali sampai sejauh mana masyarakat yang tinggal di dalam

dan sekitar hutan di pulau Jawa masih memanfaatkan tumbuhan obat yang ada untuk menjaga kesehatan dan

mencari kemungkinan atau peluang untuk melakukan komersialisasi terhadap beberapa jenis tumbuhan obat

yang masih digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif sumber pendapatan. Kata kunci: etnobotani, tumbuhan obat, tradisional, kesehatan.

  

ABSTRACT

An ethnobotanical study to collate information on the utilization of medicinal trees by local community living in

and surround the forest was conducted in four nature reserves areas located in East Java region. Data collection

was carried out using direct observation in the field, interview with local people and literature study. The exis-

tence and potency of medicinal trees recorded in the research sites are relatively high. However, local people only

utilize few of these species. Most knowledge of traditional medicine was passed from generation to generation

verbally and there was no written documentation made. Evidence from the field showed that this tradition was

no longer existed as only few people, mostly the old one, still kept the knowledge but rarely practice them. Local

people are currently more familiar with modern medicine available in traditional market compare to traditional

medicine due to easy access to the market and cheap price. People would gradually ignore these potential trees

as less attention are given to the promotion of traditional medicine as well as the declining of the species due to

forest degradation. This paper would explore how local forest community in Java utilize the potential medicinal

tree species from the nearby forest for health maintenance and whether there is an opportunity to commercialize

some of the most common medicinal plant species used by community for alternative income.

  Key words: Ethonobotanical, medicinal plant, traditional and healthy Volume 2, No. 2, Desember 2009

  Volume 2, No. 2, Desember 2009 KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA TIMUR Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java

  PENDAHULUAN

  Masa dimulainya pengetahuan tentang tumbuhan obat dan pemanfaatannya oleh masyarakat secara tradisional sudah dimulai sejak abad 16. Tokoh yang dianggap sebagai pelopor kimia farmasi atau kimia obat-obatan yaitu Paracelcus (Tjitrosoepomo, 2005), dan ajaran yang disebarkannya merupakan ajaran kuno yang sering dipraktekkan oleh penduduk suku asli di berbagai kawasan hutan di penjuru dunia, termasuk di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan kepercayaan masyarakat di Asia Tenggara, masyarakat pada umumnya mampu memberikan informasi atau menganjurkan bahwa dalam tumbuhan terdapat tanda yang mengindikasikan kegunaan dari tumbuhan tersebut jika digunakan sebagai bahan obat. Seperti misalnya, daun yang berwarna merah dipercaya dapat mengobati luka yang berdarah. Menurut Purwanto (1999), salah satu cakupan kegiatan etnobotani adalah mengungkapkan berbagai jenis tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat.

  Istilah etnobotani pertama kali digunakan pada tahun 1895 pada sebuah artikel kuno yang selanjutnya dalam sebuah konferensi diungkapkan dari etnobotani (Purwanto, 1999). Sedangkan di Asia, etnobotani mulai dikenal sejak tahun 1920 yang berawal dari India dan kemudian berkembang ke Cina, Vietnam dan Malaysia. Di Indonesia sendiri, istilah ini diperkenalkan oleh Rumphius pada abad ke 17 dalam bukunya yang berjudul “Herbarium Amboinense”, Dan sejumlah lebih dari 900 jenis tumbuhan Indonesia masuk dalam daftar jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat yang pertama kali diterbitkan oleh Hasskarl pada tahun 1845

  (Camang, 2003). Selanjutnya, dibentuk kelompok peneliti etnobotani dibawah Balitbang Botani- Puslitbang Biologi LIPI, Bogor yang pertama kali mengadakan seminar etnobotani pada tahun 1992 dan kemudian terbentuk Perhimpunan Masyarakat Etnobotani Indonesia pada tahun 1998. Secara sederhana, Cotton (1996) dan Purwanto (1999) membuat sedikit penjelasan mengenai cakupan dan istilah etnobotani yaitu bidang ilmu yang mengkaji hubungan timbal balik antara masyarakat lokal dan lingkungan sekitarnya yang meliputi pengetahuan tentang sumberdaya alam tumbuhan.

  Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia yang tinggal di dalam maupun sekitar kawasan hutan, terutama desa terpencil yang belum terjangkau oleh sarana kesehatan, untuk kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada sumberdaya hutan terutama tumbuhan. Dengan jumlah penduduk saat ini yang diperkirakan mencapai lebih dari 200 juta orang dan hampir 80% diantaranya tinggal di daerah pedesaan, maka akses terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama kesehatan tentunya harus menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Demikian pula dengan kultur dan budaya tradisional yang melekat akan mempengaruhi tata cara masyarakat dalam hal pengobatan, seperti misalnya pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang sangat melimpah di kawasan hutan alam di Indonesia sebagai bahan baku obat tradisional.

  Sampai saat ini informasi menyangkut jenis dan pemanfaatan tumbuhan obat sudah banyak didokumentasikan (Widjayakusuma, 2000; Tjitrosoepomo, 2005; Dalimartha, 2006; Titiek Setyawati

  keberadaan dan pemanfaatan jenis-jenis Widjayakusuma dkk., 1996; Hutton, 1997) namun demikian hampir seluruhnya membahas berkhasiat obat yang ada di kawasan hutan alam tumbuhan non-kayu terutama tumbuhan bawah, masih sangat minim. Tujuan dari dilakukannya seperti semak dan perdu. Penelitian menyangkut penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan jenis-jenis pohon berkhasiat obat telah dilakukan mengungkap informasi tentang keberadaan jenis, di beberapa kawasan hutan baik di Jawa maupun keanekaragaman jenis dan potensi di lapangan di luar Jawa (Jafarsidik dan Soetarto, 1980, serta pemanfaatan jenis-jenis pohon berkhasiat obat yang ada di hutan Indonesia, khususnya di Jafarsidik dan Sutomo, 1986) namun penelitian terbatas hanya pada inventarisasi dan deskripsi Jawa Timur. jenis dan pemanfaatannya berdasarkan informasi dari masyarakat yang menggunakannya dan

METODE PENELITIAN

  belum sampai pada taraf uji kandungan aktif Bahan yang dijadikan sebagai obyek kimianya. Salah satu penyebab minimnya penelitian adalah semua jenis pohon berkhasiat informasi secara lengkap tentang pohon obat yang merupakan tanaman asli setempat berkhasiat obat adalah keterbatasan biaya yang yang terdapat di kawasan hutan alam dan biasa diperlukan untuk melakukan kajian lengkap digunakan untuk ramuan obat tradisional untuk jenis-jenis pohon di hutan alam serta biaya oleh penduduk di sekitar hutan di Jawa Timur. untuk uji kandungan aktif yang umumnya sangat

  Adapun lokasi penelitian dilakukan di 4 (empat) mahal. lokasi cagar alam, masing-masing 2 (dua) cagar

  Pengetahuan tentang jenis-jenis pohon alam di Kabupaten Kediri dan Ponorogo. Lokasi berkhasiat obat di Indonesia saat ini dirasa penelitian tertera pada Gambar 1. perlu mengingat pentingnya tujuan peningkatan pengelolaan dan pemanfaatan hutan masa kini serta kaitannya dengan upaya mempertahankan fungsi hutan alam yang semakin rusak. Saat ini sedang diupayakan pemanfaatan dan pembinaan berbagai jenis tumbuhan diantaranya adalah jenis-jenis pohon berkhasiat obat yang terdapat di dalam kawasan hutan. Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan obat juga merupakan

  Gambar 1. Peta lokasi kegiatan kajian etnobotani di beberapa kawasan Cagar Alam di Kabu-

  warisan budaya bangsa yang diperoleh

  paten Kediri dan Ponorogo, Propinsi Jawa

  berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang

  Timur

  diwariskan secara turun temurun (Hadad dan Rostiana, 1991; Rumyati, 2006; Widjayakusuma, 2000; Anonim, 2005). Namun demikian, sangat disayangkan bahwa data menyangkut

  Volume 2, No. 2, Desember 2009

KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA TIMUR

  Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java

HASIL DAN PEMBAHASAN ramuan yang berasal dari pohon dari jenis

  tertentu. Ramuan ini biasanya merupakan Beberapa jenis pohon yang berpotensi sebagai bahan baku obat yang ditemukan campuran dari beberapa jenis tumbuhan. selama penelitian di dua kawasan cagar alam di Informasi yang dicantumkan disini Kabupaten Kediri tertera pada Tabel 1 di bawah merupakan data pengobatan empiris yang ini. Namun demikian dari sejumlah banyak berhasil dikumpulkan di lapangan melalui pohon berkhasiat obat yang tumbuh di kawasan wawancara dengan penduduk setempat dan juga hutan tersebut hanya beberapa jenis saja yang informasi sekunder dari tudi pustaka. Data empiris sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. merupakan data yang diperoleh berdasarkan

  Jenis-jenis yang disebutkan berikut ini pengalaman dan kebiasaan penduduk yang hanyalah jenis pohon yang dimanfaatkan oleh pernah menggunakannya ataupun berdasarkan penduduk yang tinggal di sekitar kawan cagar resep yang diturunkan dari para pendahulu alam di Kabupaten Kediri untuk digunakan mereka. Umumnya informasi ini tidak disimpan sebagai bahan ramuan obat-obatan. Meskipun dalam bentuk tulisan maupun dokumen resmi ada beberapa jenis yang tidak memiliki informasi namun hanya di wariskan dari mulut ke mulut lengkap namun menurut penduduk lokal, mereka saja. Jenis-jenis tersebut antara lain: merasakan manfaat setelah mengkonsumsi

  

Tabel 1. Tumbuhan obat yang umum dimanfaatkan oleh masyarakat local di Cagar Alam Manggis dan Besowo,

Kabupaten Kediri, Jawa Timur, termasuk informasi pemanfaatan dan proses pengolahannya No Nama Pemanfaatan oleh masyarakat local Nama Botani Bagian

  Lokal yang digu- nakan

1. Aleurites moluc- Kemiri Kulit kayu, Kulit kayu umumnya digunakan u ntuk

  cana Willd batang, mengonati sakit perut berat dan mencret- getah dan mencret (sakit perut disertain perdara- daun han). Resin kayu kemudian dicampur dengan santan kelapa untuk mengobati scrofula. Daun yang masih muda digu- nakan untuk mengobati sakit usus buntu.

  2. Alstonia scholaris Pule Kulit kayu, Kulit dari batang diparut halus dan di- daun dan oleskan pada kulit yang terkena eksim, R.Br akar kurap/borok atau penyakut kulit bersisik lainnya. Daun yang sudah dihancurkan direbus untuk diminum untuk mengobati sifilis dan malnutrisi. Akarnya dicampur dengan daun pinang (Arenga sp.) untuk mengobati sakit/linu tulang atau sakit di bagian dada. Ramuan dari kulit kayu digunakan untuk mengobati sakit perut, masalah lambung, deman, wanita sehabis melahirkan, kencing manis, cacingan, malaria, usus buntu, dan wasir.

  Volume 2, No. 2, Desember 2009 Titiek Setyawati

  

3. Antidesma bunius Wuni, tem- Daun dan Daun diremas dan digunakan untuk men-

Spreng puran buah gobati luka terbuka. Buah dikeringkan dan direbus untuk mengobati darah tinggi dan anemia/kurang darah.

  4. Artocarpus elasti- Daun Daun tua dikreingkan dan dihancurkan Bendo

cus Reinw. dan dicampur dengan bahan ramuan

lainnya kemudian direbus untuk mengo- bati batuk yang disertai lender dan darah (tuberkolosis)

  5. D ra co n to m el o n Rau Kulit kayu Kulit kayu dicampur dengan ramuan bahan-bahan tumbuhan dan direbus dao Merr kemudian di minum oleh wanita selama masa persalainan, terutama pada saat plasenta dikeluarkan.

  

Myristica tey- Poh gu- Kulit kayu Ramuan dari kulit kayu yang direbus

6. smannii Miq nung digunakan untuk menanggulangi penyakit kandung kemih

  7. Parkia roxburghii Kedawung Biji Biji kering digerus halus, dicampur dengan air mendidih dan diminum untuk G.Don mengobati sakit perut, kejang perut selama masa menstruasi, ekskresi yang disertai darah dan lender serta penyakti kolera

  8. Terminalia beleri- Joho Kulit dan Buah kering dan kulit kayunya digerus ca Roxb buah halus dan dicampur dengan air mendidih kemudian diminum untuk larutan keseha- tan atau tonikum (penghangat tubuh) , umumnya digunakan oleh wanita

  Kediri. Tampak ada sedikit perbedaan Gambar 2 menunjukkan persentase karakter dari sisi cara bagaimana masyarakat sebaran tingkat pendidikan dan sumber memperoleh pengetahuan tentang pengobatan pengetahuan yang diperoleh masyarakat tentang tradisional. Desa Puncu di Cagar Alam Manggis, pengobatan tradisional yang memanfaatkan dengan dominasi tingkat pendidikan lulusan tumbuhan, terutama pohon berpotensi obat yang ada di dalam dan di luar kawasan hutan

  Sekolah Dasar (45%) lebih banyak memperoleh pengetahuan tentang pengobatan tradisional cagar alam Manggis dan Besowo, Kabupaten

  Volume 2, No. 2, Desember 2009

  Volume 2, No. 2, Desember 2009 KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA TIMUR Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java

  melalui pengobat tradisional atau biasa dikenal dengan istilah “dukun”. Sedangkan masyarakat di desa Kepung, Cagar Alam Besowo, dengan proporsi tingkat pendidikan yang lulus SD sama dengan yang tidak lulus (35%), masyarakat lebih banyak mendapatkan pengetahuan tentang pengobatan tradisional melalui cerita yang diwariskan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya atau penerusnya.

  Beberapa informasi yang diperoleh merupakan data pengobatan empiris yang berhasil dikumpulkan di lapangan melalui wawancara dengan penduduk setempat. Data empiris merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan kebiasaan penduduk yang pernah menggunakannya ataupun berdasarkan resep yang diturunkan dari para pendahulu atau nenek moyang mereka. Meskipun ada beberapa jenis yang tidak memiliki informasi lengkap namun menurut penduduk lokal, mereka merasakan manfaat setelah mengkonsumsi ramuan yang berasal dari pohon dari jenis tertentu. Ramuan ini biasanya merupakan campuran dari beberapa jenis tumbuhan. Umumnya informasi ini tidak disimpan dalam bentuk tulisan maupun dokumen resmi namun hanya di wariskan dari mulut ke mulut saja.

  Gambar 3 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan responden serta bagaimana responden memperoleh pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang sampai saat ini masih dipraktekkan di lokasi studi. Tingkat pendidikan 40 orang responden yang diwawancarai, masing- masing 20 responden dari desa Gondowido (CA Gn. Picis) dan desa Pupus (CA Gn. Sigogor), memiliki persentase yang hampir sama untuk jenjang pendidikan tingkat Sekolah Dasar, baik tidak lulus maupun lulus SD (ketidak lulusan siswa mencapai 70% di desa Gondowido dan 80% di desa Pupus). Hanya sekitar 20% responden pernah duduk di tingkat SMP dan sebanyak 30% responden memiliki ijazah SMP.

  Jenis-jenis yang disebutkan pada Tabel 2 merupakan jenis pohon yang dimanfaatkan oleh penduduk di desa Gondowido (CA Gn. Picis) dan desa Pupus (CA Gn. Sigogor), Kabupaten Ponorogo untuk digunakan sebagai bahan ramuan obat-obatan.

  Desa Puncu, CA Manggis Desa Kepung, CA Besowo Volume 2, No. 2, Desember 2009 Titiek Setyawati

Gambar 2. Sebaran tingkat pendidikan dan sumber pengetahuan tentang tumbuhan obat dari responden yang

diwawancarai yang berasal dari desa Puncu, Cagar Alam Manggis dan desa Kepung, CA Besowo, Ka- bupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur

  

Gambar 3. Sebaran tingkat pendidikan dan sumber pengetahuan tentang tumbuhan obat dari responden yang

diwawancarai yang berasal dari desa Gondowido, Gn. Picis dan desa Pupus, Gn. Sigogor, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur

Tabel 2. Daftar jenis pohon hutan yang sering dimanfaatkan oleh penduduk di desa Pupus (CA Gn. Sigogor) dan

desa Gondowido (CA Gn. Picis), Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur untuk bahan pengobatan

  No Nama Botani Familia Bagian yang digunakan

1. Schima wallichii Korth. Theaceae Sering dimanfaatkan dengan diambil buahnya.

  Buah tua ditumbuk halus, lalu diseduh dengan air panas dan diminum untuk mengurangi di- are dan sakit perut.

  Volume 2, No. 2, Desember 2009 KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA TIMUR Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java 2.

  Engelhardtia spicata Bl. Juglandaceae Penduduk sering mengambil kulit batang yang kemudian ditumbuk halus lalu campur air. Campuran digunakan untuk mengobati gatal dengan cara digosokan di bagian kulit yang gatal

  3. Persea odoratissima Kosterm.

  Lauraceae Penduduik memanfaatkan daunnya untuk mengobati bisul. Daun ditumbuk halus dan campur sedikit air lalu ditempelkan pada bagian yang sakit/bisul atau bengkak beng- kak yang berisi nanah.

  4. Ganophyllum falcatum Bl.

  Sapindaceae Jenis ini sering digunakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan kulit batangnya seba- gai obat penyubur rambut. Kulit batang ditum- buk halus, campur air, dipakai untuk keramas rambut

  

5. Payena lerii Kurz. Sapotaceae Daun dimanfaatkan untuk mengobati diare

dan sakit perut. Daun dikeringkan dan ditum- buk halus, diseduh dengan air panas lalu dimi- num.

  Sumber (Sources ): Hasil wawancara dengan penduduk lokal di sekitar CA Gn. Sigogor dan CA Gn. Picis, Kabu- paten Ponorogo, Jawa Timur selama pengamatan pada bulan September 2006.

  Beberapa informasi yang dicantumkan pada jenis-jenis pohon berkhasiat obat yang ditemukan di Kabupaten Ponorogo berikut ini diperoleh melalui kajian pustaka dan hasil wawancara dengan penduduk. Pada kenyataanya, beberapa jenis yang berdasarkan survey diketahui memiliki manfaat obat namun tidak dimanfaatkan oleh penduduk karena berbagai macam alasan, antara lain adalah keterbatasan informasi dan aksesibilitas. Tidak hanya itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, generasi muda cenderung pergi ke kota besar untuk memperbaiki taraf hidupnya dengan harapan bisa bekerja di perusahaan besar dengan gaji yang tinggi. Desa lebih banyak dihuni oleh kaum yang lebih tua dan anak-anak karena sebagian besar kaum muda mengadu nasib di kota besar dan meninggalkan anak mereka dengan nenek atau kakeknya.

  Sebagian besar desa juga sudah memiliki Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskemas yang juga secara berkala dikunjungi oleh dokter.

  Puskemas juga menyediakan obat generik yang memperoleh subsidi pemerintah sehingga harganya terjangkau oleh penduduk yang kurang mampu. Namun demikian masih ada beberapa kelompok masyarakat yang pergi ke pengobat tradisional atau dukun, meskipun dengan alasan umum tidak memiliki uang untuk membeli obat. Pada umumnya dukun bisa menerima upah dalam bentuk fisik seperti pembayaran dengan hasil bumi panenan berupa singkong, padi atau bentuk lainnya.

  Berdasarkan pengamatan di lapangan, ada beberapa hal yang menjadi kendala penyebab lambannya kemajuan tentang pemanfaatan tumbuhan obat baik oleh masyarakat lokal yang ada di sekitar kawasan hutan cagar alam maupun Volume 2, No. 2, Desember 2009 Titiek Setyawati

  masyarakat perkotaan di Kabupaten Ponorogo pada umumnya. Demikian juga dengan hilangnya beberapa jenis pohon berpotensi obat akibat berbagai macam kegiatan manusia. Problem tersebut secara rinci antara lain:

  Kegiatan eksplorasi pohon berkhasiat obat 1. yang tumbuh di hutan alam tidak mudah karena kurangnya informasi tertulis yang ada di kedua lokasi pengamatan Eksplorasi menyangkut pohon-pohon 2. hutan yang berpotensi sebagai bahan baku obat-obatan masih sangat minim.

  Seperti contohnya, ada beberapa jenis yang ditemukan diketahui berpotensi untuk menyembuhkan penyakit namun demikian belum teruji kandungan bahan kimia aktifnya. Kalaupun ada informasi tentang pemanfaatan beberapa jenis tumbuhan obat beserta kajian kandungan bahan kimia aktifnya, informasi ini tidak sampai ke masyarakat Adanya perubahan kondisi kawasan hutan 3. akibat pembalakan liar dan perambahan hutan menyebabkan punahnya beberapa jenis tumbuhan langka yang masih belum di ekplorasi jenis dan kegunaannya Pada kawasan atau lokasi tertentu jumlah 4. jenis pohon berkhasiat obat akan sangat tinggi namun belum semuanya dikenal baik jenis dan pemanfaatannya. Sistem dokumentasi keanekaragaman hayati 5. yang dilakukan oleh instansi pemerintah setempat yang ada saat ini masih lemah. Pemanfaatan dan pengembangan jenis- 6. jenis yang ditemukan masih sangat minim mengingat beberapa jenis berpotensi sebagai bahan baku obat masih belum diketahui secara luas oleh masyarakat.

  Masyarakat di pedesaaan saat ini lebih 7. condong menggunakan obat-obatan yang dijual di toko obat maupun di warung- warung, terutama obat penyakit ringan seperti batuk, sakit kulit, deman, pilek dan lain sebagainya. Disamping harganya yang murah, untuk ,mendapatkannya juga tidak memerlukan upaya yang sulit seperti jika mereka harus meramu menggunakan bahan tumbuh-tumbuhan dari hutan. Generasi muda kurang tertarik mempelajari 8. ilmu pengetahuan tradisional yang diwariskan oleh leluhur mereka karena mereka lebih tertarik dengan hal-hal yang dianggap moderen demikian pula dengan pola kesehatan hidup yang sudah jauh berpaling dari tradisi atau kultur leluhur mereka.

  KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian dan estimasi 1. potensi jenis-jenis pohon berkhasiat obat di beberapa kawasan hutan di Kabupaten Ponorogo, terdapat sejumlah 12 jenis pohon. Dari 12 jenis yang ada di CA Gn. Sigogor dan Gn. Picis ini hanya 5 jenis saja yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk bahan obat yaitu: puspa (Schima wallichii Korth.), morosowo (

  Engelhardtia spicata Bl.), talesan

  (Persea odoratissima Kosterm.), mangir (Ganophyllum falcatum

  Bl.), dan kayu abang (Payena lerii Kurz.). Sedangkan dari hasil penelitian dan estimasi potensi jenis-jenis pohon berkhasiat obat di beberapa kawasan hutan di Jawa Timur diperoleh total 23 jenis

KAJIAN ETNOBOTANI DI BEBERAPA KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM, JAWA TIMUR

  Ethnobotanical study in some nature reserve area in East Java

  pohon yang ditemukan di Kabupaten Kediri. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Di CA Manggis, dari 19 jenis yang ada hanya

  FAHUTAN, IPB bekerja sama dengan Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa dimanfaatkan sebanyak 7 jenis dan dari 24 Indonesia (The Indonesian Wildlife Fund). jenis yang ada di CA Besowo, hanya 3 jenis saja Bogor. yang pergunakan untuk tujuan pengobatan.

  Jafarsidik, YS. dan Soetarto M. 1980. Jenis-jenis

  2. Sedikitnya jumlah jenis yang dimanfaatkan

  tumbuhan obat di beberapa hutan di Jawa

  oleh penduduk lokal menunjukkan masih

  Timur dan Bali serta pemanfaatan dan

  rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya

  pengembangannya . Laporan LPH No. 36.

  bahan baku obat yang berasal dari pohon- Lembaga Penelitian Hutan Bogor. Bogor. pohon yang tumbuh liar di hutan.

  Jafarsidik, YS. dan Sutomo S. 1986. Jenis-jenis

  3. Pengetahuan tentang pengobatan tradisional tumbuhan obat dan pengobatan tradisional dan manfaat tumbuh-tumbuhan hutan sebagai penduduk di daerah Tamito, Seram Selatan, ramuan obat yang dimiliki oleh masyarakat

  Maluku. Buletin Penelitian Hutan (Forest Research Bulletin). 485: 19-29. sekitar kawasan cagar alam di lokasi sampel

  Purwanto, Y. 1999. Peran dan Peluang Etnobotani tampak mulai mengalami degradasi.

  Masa Kini di Indonesia Dalam Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan

DAFTAR PUSTAKA Keanekaragaman Hayati, Prosiding.

  Anonim. 2005. http://www.pikiranrakyat.com/ Seminar Hasil-hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat cetak/2005/0805/04/cakrawala/lain02. htm IPB, Bogor.

  Cotton, CM. 1996. Ethnobotany Ptinciples Rumyati. 2006. Tumbuh-tumbuhan yang and Applications. John Wiley and Sons.

  dimanfaatkan sebagai obat pengendalian penyakit diabetes mellitus (DM). Dalam

  Chichester, New York, Brisbane, Toronyo, Singapura.

  Laporan Hasil-hasil Penelitian dan Camang, N. 2003. Tau Taa Wana Bulang: Bergerak Pengabdian Kepada Masyarakat. Univesitas untuk Berdaya. Yayasan Merah Putih Palu.

  Negeri Lampung. Palu. P. 108.

  Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi tumbuhan

  obat-obatan

  Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat . Gadjah Mada University Indonesia. Jilid 4. Trubus, Agrowidjaya. Press.

  Hutton, W. 1997. Tropical Herbs and Spices Widjayakusuma, Hembing H. 2000. Ensiklopedia

  of Indonesia. Periplus Edition (HK) Ltd. Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Singapore.

  Indonesia. Prestasi Insan Indonesia, Hadad, AH. Dan Rostiana O. 1991. Upaya Jakarta.

  Widjayakusuma H., Dalimartha S., dan Wirian pelestarian tumbuhan obat di Balittro.

  Proceeding. “Pelestarian Pemanfaatan

  AS. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di tumbuhan Obat dari Hutan Tropis

  Indonesia. Jilid IV. Pustaka Kartini. Jakarta Indonesia. Editor: Ervizal A.M. Zuhud.

  Volume 2, No. 2, Desember 2009

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA HAMBAT Staphylococcus epidermidis SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI - UMM Institutional Repository

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA HAMBAT Staphylococcus epidermidis SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI - UMM Institutional Repository

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Asam Jawa (Tamarindus indica) - EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA HAMBAT Staphylococcus epidermidis SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI - UMM Institutional Repository

0 0 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP DAYA HAMBAT Staphylococcus epidermidis SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI - UMM Institutional Repository

2 8 26

In this study that has been conducted in four villages, we found five species of Anopheles

0 0 5

Density and Biting Activity Vector of Malaria in Labuan and Sindue Subdistrict Donggala District Central Sulawesi

0 0 8

UPAYA PENCEGAHAN DBI} DI KELURAHAN TATI]RA UTARA KECAIUATAI\I PALU SELATAhI TAHUN 2OII

0 0 8

SITUASI PENYAKIT MALARIA DI KOTA PALU TAHUN 2007- 20tt

0 0 9

INFEKSI HUMAN PARAINFLUENZA VIRUS (HPIV) PADA BALITA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT BERAT DI RSU PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 Hartanti Dian Ikawati, Kartika Dewi Puspa, Vivi Setiawaty, Ni Ketut Susilarini Pusat Penelitian dan Pengembang

0 2 9

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAN MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP TOKSISITAS SEL LIMFOSIT MANUSIA SECARA IN VITRO Cytotoxic study of Pandanus conoideus Lam extract and oil on human lymphocytes in vitro

0 0 5