PENGARUH KURKUMIN TERHADAP SURVIVAL PADA MENCIT BalbC MODEL SEPSIS PAPARAN CECAL INOCULUM SKRIPSI

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 3 Juni 2010

Khusnia Fuadiyah NIM. G0006105

ABSTRAK

Khusnia Fuadiyah , G0006105, 2010, PENGARUH KURKUMIN TERHADAP SURVIVAL PADA MENCIT Balb/C MODEL SEPSIS PAPARAN CECAL INOCULUM , Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kurkumin terhadap survival pada mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculums

Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan post test only control group design . Hewan uji yang digunakan adalah 32 ekor mencit Balb/C jantan, dengan berat 15-30 gram dan berumur 4-6 minggu. Mencit Balb/C dibagi dalam 2 kelompok, yang masing-masing terdiri dari 16 ekor. Kelompok K1 adalah model sepsis, dan kelompok K2 adalah model sepsis dengan pemberian kurkumin sebesar 1,3 mg peroral. Pada model sepsis digunakan cecal inoculum dengan dosis 8 mg/mencit secara intraperitoneal. Pada hari ke-0 sampai hari ke-7. Kemudian dievaluasi efek kurkumin terhadap kondisi fisik secara keseluruhan dengan melakukan pengamatan serta pencatatan berat badan dan kematian mencit setiap hari selama 7 hari. Data dianalisis secara statistik dengan Uji Chi-Square menggunakan program SPSS for Windows Release 16.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan kelompok K1 memiliki tingkat kematian 62,5% dan kehilangan berat badan 3,8 g (12,13%) selama 7 hari. Tetapi kelompok K2 tingkat kematiannya sama dengan kelompok K1 (62,5%) dan kehilangan berat badan 4,53 g (14,45%) selama tujuh hari. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada survival antara kelompok K1 dan kelompok K2.

Simpulan : Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kurkumin tidak berpengaruh terhadap survival pada mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculum.

Kata kunci : kurkumin, sepsis, survival

ABSTRACT

Khusnia Fuadiyah, G0006105, 2010, EFFECT OF CURCUMIN ON SURVIVAL RATE IN Balb/C MICE INDUCED CECAL INOCULATION,

Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective : This research aims for finding out the effect of curcumin on survival

rate in Balb/C mice sepsis induced cecal inoculation.

Methods : The research is a laboratory experimental study using post test only control group design. The research object is a number of 32 male Balb/C mice, 15-30 grams of weight and aged between 4-6 weeks. They were divided into two treatment groups, each consisting of 16 mice. K1 group was a sepsis model, and K2 group was a sepsis model given 1,3 mg curcumin by oral. The mice model of sepsis induced by an intraperitoneally (i.p) injection 8 mg/mice of cecal inoculum at 0 to 7 days. We evaluated the effects of curcumin on the overall physical condition of an animal by determining the body weight and survival of mice each day for 7 days . Data was analyzed with Chi-Square test and performed with SPSS for Windows Release 16 .

Results : The result showed that group K1 had mortality rate of 62,5% and loss of body weight 3,8 g (12,13%) for 7 days. But group K2 had same mortality rate (62,5%) and loss of body weight 4,53 g (14,45) for 7 days. There was no significant difference among K1 group and K2 group.

Conclusion : This experiment concluded that curcumin can not improve survival rate in Balb/C mice model sepsis induced cecal inoculation.

Keywords : curcumin, sepsis, survival

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

Pengaruh Pemberian Kurkumin Terhadap Survival Pada Mencit Balb/C

Model Sepsis Paparan Cecal Inoculum” . Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. AA Subiyanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Wahjono, dr., Mkes., DAFK selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Diding Heri Prasetyo, dr., Msi selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya, bimbingan, saran, koreksi dan nasehat kepada penulis.

4. Sri Hartati, Dra., Apt., SU selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan saran, bimbingan, dan koreksi kepada penulis.

5. Sri Sutati, Dra., Apt., SU selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji sekaligus memberikan saran dan juga koreksi bagi penulis.

6. Sarsono, Drs., MSi. selaku Penguji Pendamping yang telah berkenan menguji dan memberikan saran dan juga koreksi yang berarti bagi penulisan skripsi ini.

7. Segenap staf skripsi, staf Laboratorium Kimia dan staf Laboratorium Histologi FK UNS. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kurkumin Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian Gambar 3.2 Skema Cara Kerja

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Persentase survival mencit pada hari ke-5 Tabel 4.2. Persentase survival mencit pada hari ke-7 Tabel 4.3. Persentase penurunan berat badan mencit

Tabel 4.4. Data ringkasan hasil perhitungan dengan uji Chi Square antar kelompok

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Klirens

Lampiran 2 Jadwal Penelitian Lampiran 3 Tabel Hasil Uji Analisis Chi Square Lampiran 4 Foto Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian Lampiran 5 Foto Mencit dan Kegiatan Penelitian Lampiran 6 Tabel Konversi Dosis Manusia dan Hewan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepsis merupakan penyebab kematian utama pada pasien di sejumlah Intensive Care Unit (ICU) di seluruh dunia (Hermawan, 2008) dengan tingkat mortalitas 30-50 % pada berbagai penelitian (Karlsson, 2006). Insidennya terus meningkat antara 1,5-8 % per tahun (Riedemann et al, 2003). Sedangkan di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan di bagian PICU/NICU Rumah Sakit Dr. Moewardi selama Desember 2004- Desember 2005 terdapat angka kematian akibat sepsis 33,5% (229 dari 683 kasus), dengan mortalitas sebesar 50,2% (115 kematian dari 229 sepsis) (Pudjiastuti, 2008).

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri gram positif, jamur, virus, dan parasit (Edwin et al, 2003; James et al, 2005). Patofisiologi sepsis sangat kompleks akibat dari interaksi antara proses infeksi kuman patogen, inflamasi dan jalur koagulasi yang dikarakteristikkan sebagai ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi dengan sitokin antiinflamasi (Russel, 2006; Kristine et al, 2007). Overproduksi sitokin proinflamasi sebagai hasil dari aktivasi nuclear factor-κB (NF-κB) akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi

perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis maupun nekrosis jaringan, multiple-organ faillure (MOF), syok septik serta kematian (Elena et al, 2006). Adanya proses apoptosis yang berlanjut pada terjadinya multiple- organ dysfun ction (MOD) dan MOF ini akan menurunkan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan penurunan berat badan. Peningkatan proses apoptosis yang disertai dengan kejadian MOD dan MOF akan menginduksi terjadinya syok septik yang berujung pada kematian (Diding & Subijanto, 2008).

Perkembangan terapi sepsis dengan obat-obatan akan berdampak secara mendasar pada morbiditas dan mortalitas sepsis. Konsep modulasi respon inflamasi sistemik menuju sepsis berat menyebabkan banyak obat- obatan antiinflamasi digunakan dalam uji coba klinis. Salah satu yang mempunyai

kurkumin. Kurkumin

(diferuloylmethane) adalah kurkuminoid terpenting pada kunyit (Curcuma longa L). Merupakan komponen berwarna kuning yang terdapat dalam tanaman kunyit (Curcuma longa L). Telah lama dikenal mempunyai efek antiinflamasi, dan selama dua dekade menunjukkan potensi sebagai agen imunomodulasi yang dapat memodulasi aktifitas T sel, B sel, makrofag, neutrofil, natural killer cells, dan sel dendrit. Kurkumin juga dapat menurunkan regulasi ekspresi beberapa sitokin proinflamasi meliputi TNF, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, dan khemokin, lewat inaktivasi transkripsi faktor NF-κB (Jagetia & Aggarwal, 2007).

Diharapkan pemberian kurkumin dapat menekan tingkat inflamasi melalui penghambatan NF-κB dan memperbaiki keadaan umum penderita sepsis, sehingga tingkat mortalitas menurun.

B. Perumusan Masalah

Adakah pengaruh kurkumin terhadap survival mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculum ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kurkumin terhadap survival mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculum.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan bahwa kurkumin berpengaruh terhadap survival mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculum.

2. Manfaat Praktis : Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sepsis

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologik karena adanya respon tubuh (imunitas) yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme, ditandai dengan takipnea (frekuensi respirasi lebih dari 20 kali/menit), takikardia (frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit), hipertermia atau

0 0 hipotermia (temperatur axilar tubuh lebih dari 101 0 F/38.3 C atau 96.1

0 3 F/35.6 3 C), leukositosis atau leukopenia (>12.000/mm atau <4000/mm ) dengan atau tanpa ditemukannya bakteri dalam darah (Hermawan, 2006).

Konsensus yang dihasilkan American College of Chest Physi cians and the Society of Critical Care Medicine, pada bulan Agustus 1991 disepakati standarisasi terminologi di bawah ini :

a. Systemic Inflammatory Response Syndrome (sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Disfun ction (MOD) dengan tanda klinis:

1) Temperatur <35,6 °C (96,1 °F) atau >38,3 °C (101 °F)

2) Denyut jantung >90 kali/menit

3) Frekuensi nafas >20 kali /menit atau PaCO 2 <32 mmHgr (< 4,3 kPa)

4) Hitung leukosit >12.000 sel / mm3 atau <4000 sel / mm3 (<4 ×

9 10 9 atau >12 × 10 sel/ L ) atau ditemukan >10% sel imatur

b. Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi

c. Sepsis berat (severe sepsis), sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan (Eny, 2004).

Penyebab sepsis didominasi oleh bakteri gram negatif. Namun pada dua dekade terakhir, infeksi karena bakteri gram positif meningkat bahkan setengah dari kasus sepsis disebabkan oleh bakteri ini (Bochud & Chalandra., 2003). Selain itu sepsis juga dapat disebabkan oleh virus, parasit, dan jamur (Edwin et al, 2003; James et al, 2005). Jamur terutama Candida hanya menyebabkan sekitar 5 % dari seluruh kasus sepsis berat (Bochud & Chalandra, 2003).

Patofisiologi sepsis sangat kompleks akibat dari interaksi antara proses infeksi mikroorganisme, inflamasi dan respon koagulasi (Russel, 2006; Kristine et al, 2007). Sepsis dikarakteristikkan sebagai ketidakseimbangan antara sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis

fa ctor-α (TNF-α), interleukin-1β (IL-1β), interleukin-6 (IL-6) dan Interferon -γ (IFNγ) dengan antiinflamasi (interleukin-1 reseptor fa ctor-α (TNF-α), interleukin-1β (IL-1β), interleukin-6 (IL-6) dan Interferon -γ (IFNγ) dengan antiinflamasi (interleukin-1 reseptor

Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah Lipopolisakarida (LPS) terutama kandungan lipid A. LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif (Kristine et al, 2007; Oscar et al , 2006; Pierre & Thierry, 2003; Edwin et al, 2003). LPS merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga terjadi peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi (Hermawan, 2006).

Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah membentuk LPSab ( lipopolysakarida antibodi). Dengan perantara reseptor CD14, LPSab yang berada dalam darah akan bereaksi dengan makrofag dan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Ikatan LPS-LBP (Lippolysaccaride Binding Protein) komplek menuju CD14 reseptor di permukaan seluler dan berinteraksi dengan toll-like receptor 4 (TLR4) untuk menginduksi nuclear factor-κB (NF-κB) sebagai sinyal dan transkripsi sitokin proinflamasi, khemokin, adhesion dan faktor koagulasi. Overproduksi sitokin proinflamasi sebagai hasil dari aktivasi NF-κB akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis maupun nekrosis Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah membentuk LPSab ( lipopolysakarida antibodi). Dengan perantara reseptor CD14, LPSab yang berada dalam darah akan bereaksi dengan makrofag dan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC). Ikatan LPS-LBP (Lippolysaccaride Binding Protein) komplek menuju CD14 reseptor di permukaan seluler dan berinteraksi dengan toll-like receptor 4 (TLR4) untuk menginduksi nuclear factor-κB (NF-κB) sebagai sinyal dan transkripsi sitokin proinflamasi, khemokin, adhesion dan faktor koagulasi. Overproduksi sitokin proinflamasi sebagai hasil dari aktivasi NF-κB akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis maupun nekrosis

Pengobatan sepsis gram negatif didasarkan pada pemberian antimikroba yang adekuat dan support disfungsi organ (Oscar et al, 2006). Pengobatan suportif standard untuk sepsis terdiri dari support ventilasi, Resusitasi volume darah yang adekuat dan aplikasi obat vasoaktif, dengan tujuan memelihara pengiriman oksigen yang adekuat keseluruh organ dan usus (Jürgen et al, 2006). Mulai pada abad ke-21, pengobatan penyakit sepsis muncul dari sistem imunitas innate terhadap infeksi. Pengobatan infeksi pada sepsis didasarkan tidak hanya mengeliminasi kuman patogen tetapi juga mendukung flora normal yang terdapat pada host (John, 2002).

2. Kurkumin

Kurkumin (diferuloylmethane) adalah kurkuminoid terpenting pada kunyit (Curcuma longa L) , salah satu tanaman suku temu-temuan (Zingiberaceae). Dua kurkuminoid yang lain adalah demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin (Joe et al, 2004)

Kurkumin merupakan komponen terbesar dari tiga kurkuminoid yang terdapat dalam kunyit yakni 77 %. Sedangkan demetoksikurkumin 17% dan bisdemetoksikurkumin 3%. Kandungan kurkumin dalam kunyit berkisar 3-4 % (Joe et al, 2004). Kurkumin tidak larut dalam air dan eter, tetapi larut dalam etanol, dimetilsulfoksida (DMSO) dan pelarut organik Kurkumin merupakan komponen terbesar dari tiga kurkuminoid yang terdapat dalam kunyit yakni 77 %. Sedangkan demetoksikurkumin 17% dan bisdemetoksikurkumin 3%. Kandungan kurkumin dalam kunyit berkisar 3-4 % (Joe et al, 2004). Kurkumin tidak larut dalam air dan eter, tetapi larut dalam etanol, dimetilsulfoksida (DMSO) dan pelarut organik

Gambar 2.1. Struktur Kimia Kurkumin (Chattopadhyay et al., 2004) Kunyit digunakan oleh orang Indian Ayurveda untuk mengobati berbagai penyakit. Untuk mengobati infeksi mata, menutup luka, luka bakar, gigitan, jerawat dan penyakit kulit lainnya. Di India Utara kunyit digunakan sebagai minuman bagi perempuan yang baru melahirkan untuk membantu menyembuhkan saluran lahir (Hatcher, 2008). Penelitian pada pertengahan abad 20, mengenali kurkumin sebagai komponen yang bertanggung jawab terhadap kebanyakan aktivitas biologi kunyit. Kurkumin mempunyai efek terapi dan pencegahan yang luas pada percobaan in vitro dan hewan coba (Aggarwal et al, 2003).

Pada percobaan hewan, kurkumin menunjukkan mempunyai efek sebagai kemopreventif pada kanker, antitumor, antiinflamasi (Ireson et al , 2002), antioksidan, antiartritis, antimieloid, antiiskhemik (Shukla et al , 2008). Kurkumin juga dapat digunakan sebagai terapi pada malaria, antibiotik, mencegah kanker leher rahim, dapat mengganggu replikasi virus HIV (Padma, 2005).

Kurkumin menunjukkan potensi sebagai agen imunomodulasi yang dapat memodulasi aktifitas T sel, B sel, makrofag, neutrofil, natural Kurkumin menunjukkan potensi sebagai agen imunomodulasi yang dapat memodulasi aktifitas T sel, B sel, makrofag, neutrofil, natural

12, dan khemokin, lewat inaktivasi faktor transkripsi NF-κB (Jagetia & Aggarwal, 2007). Efek antikanker berasal dari kemampuannya untuk mempengaruhi apoptosis sel kanker tanpa bersifat sitotoksik pada sel sehat (Aggarwal & Shishodia, 2004 ).

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100 mg/ hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari (Commandeur & Vermeulen, 1996).

Pada manusia, kurkumin dengan dosis tinggi ( 2-12 gram) menunjukkan sedikit efek samping berupa mual ringan atau diarrhea (Hsu, 2007). Baru-baru ini ditemukan bahwa kurkumin mampu mengubah metabolisme besi sehingga dapat menyebabkan kekurangan besi pada pasien yang peka (Jiao, 2009)

B. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Cecal Inoculum

APC

kurkumin

NF-κB

Sitokin Proinflamasi TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8

SIRS MOD/MOF

Sepsis Kematian

Keterangan

Memicu :

: Menghambat

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

2. Kerangka Berpikir Teoritis

Cecal inoculum merupakan hasil isolasi cecal pada mencit yang telah dikorbankan dan digunakan sebagai agen penginduksi model sepsis. Cecal inoculum akan masuk ke dalam tubuh mengaktivasi antigen presenting cell (APC). APC kemudian menginduksi suatu faktor transkripsi nu clear factor-κB (NF-κB). Lalu NF-κB mengaktifkan jalur inflamasi melalui ekspresi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis

fa ctor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-8 (IL-8). Inflamasi berlebihan yang timbul sebagai akibat dari pemaparan cecal inoculum ini akan menginduksi terjadinya SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) , yaitu suatu reaksi inflamasi masif yang dapat berkembang pada terjadinya apoptosis jaringan, Multiple Organ Dysfun ction (MOD) dan Multiple Organ Failure (MOF). Peningkatan proses apoptosis yang disertai dengan kejadian MOD dan MOF akan menginduksi terjadinya sepsis dan berujung pada kematian.

Pemberian kurkumin akan menghambat pembentukan sitokin proinflamasi melalui inhibisi NF-κB, sehingga dapat menghambat terjadinya MOD dan MOF dan menurunkan angka kematian pada mencit.

3. Hipotesis

Kurkumin meningkatkan survival pada mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculum.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only control group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa 32 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20-30 gram, dan berumur 2-3 bulan. Mencit Balb/C diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan makanan mencit digunakan pakan mencit BR I.

D. Teknik Sampling

Untuk pengambilan sampel digunakan teknik accidental sampling sederhana. Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer (Arkeman & David, 2006) :

(k-1) (n-1) > 15

Keterangan : k : jumlah kelompok n : jumlah sampel dalam tiap kelompok

Dalam penelitian ini, subjek dibagi menjadi 2 kelompok, sehingga berdasarkan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel pada masing-masing kelompok :

Jadi tiap kelompok dalam penelitian ini terdiri dari 16 ekor mencit Balb/C

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

: kurkumin

2. Variabel Terikat

: survival

3. Variabel luar

a. Dapat dikendalikan : genetik , berat badan, makanan , umur,

b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan mencit terhadap suatu zat

F. Skala Variabel

1. Kurkumin

: skala nominal

2. Survival

: skala nominal

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kurkumin Kurkumin yang digunakan adalah Biocurliv® 500 mg mengandung ekstrak Curcuma longa rhizome (Curcuminoid complex 95 % I Bio-

Curcumin TM) / BCM-95 150 mg, Sylimarin phytosome 35 mg, ekstrak

Schizandrae fructus 135 mg, Liquiritae radix 135 mg, Choline bitartate 150 mg dan vitamin B6 2 mg. Bio-Curcumin adalah ekstrak Curcuma longa yang mengandung kurkuminoid yang dikombinasi dengan volatile oil . Kandungan satu tablet Biocurliv® sebesar 500 mg. Dosis obat pada mencit 0,0026 kali dosis pada manusia (Suhardjono, 1995). Dosis kurkumin pada mencit = 500 x 0,0026

= 1,3 mg/20 gBB mencit

Volume Biocurliv® yang diberikan untuk tiap mencit sebesar 0,1 ml, sehingga Biocurliv® seberat 500 mg akan diencerkan dengan aquades sebanyak 38,5 ml.

2. Survival Dilakukan pengamatan dan penghitungan mencit yang hidup dan mati setiap hari serta pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan selama tujuh hari.

H. Pembuatan Mencit Model Sepsis

Untuk membuat model sepsis pada hewan coba digunakan injeksi cecal inoculum 8 mg/mencit secara intraperitoneal (i.p.) (Diding & Subijanto, 2008).

Cecal inoculum dibuat dengan mensuspensikan 200 mg material dari cecal yang masih baru pada 5 mL dextrose water 5% (D 5 W) steril. Material

cecal diperoleh dari mencit donor yang sehat yang dikorbankan dengan cervical dislocation. Cecal inoculum dibuat baru setiap hari dan diberikan cecal diperoleh dari mencit donor yang sehat yang dikorbankan dengan cervical dislocation. Cecal inoculum dibuat baru setiap hari dan diberikan

I. Rancangan Penelitian

SR

Uji S

Chi-Square K

SR

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian Keterangan :

S : Jumlah mencit yang digunakan K 1 : Kelompok sepsis K 2 : Kelompok sepsis + kurkumin 1,3 mg/20gBB/hari SR 1 : Survival K 1 SR 2 : Survival K 2

J. Instrumentasi Penelitian

1. Alat penelitian

a. Kandang hewan percobaan ukuran 20x30x15 cm

b. Timbangan Mettler Toledo

c. Spuit injeksi Terumo® 1 ml

d. Sonde

e. Pipet ukur

f. Labu takar

g. Beaker glass Pyrex® 100 ml

h. Minor set Tajimco®

2. Bahan penelitian

a. Mencit Balb/C 32 ekor

b. Tablet Biocurliv® b. Tablet Biocurliv®

d. Material cecal mencit Balb/C

e. Dextrose water 5 % (D5W) steril

f. Makanan hewan uji

g. Alkohol

K. Cara Kerja

1. Sebelum perlakuan

a. Hewan uji diadaptasi dengan kondisi laboratorium tempat penelitian dilakukan selama kurang lebih 1 minggu.

b. Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi 2 kelompok. Masing masing kelompok terdiri dari 16 ekor mencit.

2. Perlakuan Hewan coba dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok 16 ekor. Kelompok I (n=16) mencit model sepsis, dan kelompok II (n=16) adalah mencit model sepsis yang diberi kurkumin peroral 1,3 g/20gBB/mencit. Kemudian dievaluasi kondisi fisik secara keseluruhan dengan melakukan pengamatan serta pencatatan berat badan setiap dua hari sekali dan menghitung mencit yang hidup dan mati setiap hari selama tujuh hari.

Berikut adalah skema alur penelitian mulai dari penimbangan mencit, adaptasi mencit, pemberian perlakuan sampai tahap setelah perlakuan yaitu menganalisis hasil dengan menggunakan uji Chi-Square.

Alur penelitian secara umum : Mencit 32 ekor

Adaptasi 7 hari

Random sampling sederhana

HARI KE 1-7 Induksi sepsis Cecal

inoculum 8 mg/i.p./mencit

Kelompok 2 Mencit 16 ekor Mencit 16 ekor

Kelompok 1

HARI KE 1-7 + Kurkumin 1,3 mg /20gBB/hari

HARI KE 1-7

Dilakukan penghitungan mencit yang hidup dan mati setiap hari dan

pengukuran berat badan setiap dua hari sekali

Uji Chi-Square

Gambar 3.2. Skema Cara Kerja

L. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Chi-Square menggunakan program SPSS for Windows Release 16 dan p <0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya.

Uji Chi-Square merupakan uji hipotesis komparatif untuk variabel katagorik tidak berpasangan. Rumus uji Chi-Square :

Keterangan :

X 2 = Nilai Chi-Square ∑ = Jumlah total

E = Nilai expected, dihitung dengan :

E= Total Baris x Total Kolom

Total Sampel

O =Nilai observed atau nilai yang didapatkan pada subjek penelitian Uji Chi-Square digunakan jika memenuhi syarat. Syarat uji Chi- Square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20 % dari jumlah sel (Budiarto, 2001).

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian, pada hari kelima didapatkan mencit yang hidup berjumlah delapan ekor pada kelompok sepsis dan pada kelompok sepsis dengan kurkumin berjumlah sembilan ekor. Data survival masing- masing kelompok, pada hari kelima disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Persentase survival mencit pada hari ke-5

Survival pada

Mati hari ke-5

8 50 8 50 Sepsis+Kurkumin

Sepsis

7 43,75 Sumber : Data Primer, 2009

Sedangkan pada hari ketujuh pada kelompok sepsis dan pada kelompok sepsis dengan kurkumin sama-sama berjumlah enam ekor. Data survival masing-masing kelompok, pada hari ketujuh disajikan pada tabel 4.2

Tabel 4.2. Persentase survival mencit pada hari ke-7

Survival pada hari

Mati ke-7

10 62,50 Sepsis+Kurkumin

Sepsis

10 62,50 Sumber : Data Primer, 2009

Pada pengukuran berat badan mencit pada hari pertama didapatkan rata-rata berat badan mencit adalah 31,33 gram dan kelompok sepsis dengan pemberian kurkumin adalah 31.35 gram. Sedangkan pengukuran pada hari ketujuh didapatkan rata-rata 27,53 gram pada kelompok sepsis dan 26,82 Pada pengukuran berat badan mencit pada hari pertama didapatkan rata-rata berat badan mencit adalah 31,33 gram dan kelompok sepsis dengan pemberian kurkumin adalah 31.35 gram. Sedangkan pengukuran pada hari ketujuh didapatkan rata-rata 27,53 gram pada kelompok sepsis dan 26,82

Tabel 4.3. Persentase penurunan berat badan mencit

Rata-rata berat badan mencit model Hari ke-

Sepsis (gr)

Sepsis+Kurkumin (gr)

26,82 Penurunan berat badan (%)

14,45 Sumber : Data Primer, 2009

B. Analisis Hasil

Analisis statistik terhadap data survival mencit dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil analisis survival antara kelompok sepsis dengan kelompok sepsis yang diberikan kurkumin menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna dengan p >0.05. Baik pada early sepsis yakni pada hari kelima maupun pada late sepsis pada hari ketujuh. Data ringkasan hasil perhitungan dengan uji Chi-Square disajikan pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Data ringkasan hasil perhitungan dengan uji Chi Square antar

kelompok

Hari Ke-

Keterangan

5 (early sepsis)

Tidak bermakna

7 (late sepsis)

1 Tidak bermakna Sumber : Data Primer, 2009

Data selengkapnya mengenai perhitungan uji Chi Square dengan program SPSS For Windows Release 16 dapat dilihat pada lampiran 4.

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok sepsis dengan kelompok sepsis yang diberi kurkumin. Hasil ini membuktikan bahwa pemberian kurkumin pada sepsis tidak dapat meningkatkan survival pada mencit, baik pada tahap early sepsis maupun late sepsis.

Pemberian material cecal inoculum dapat menginduksi terjadinya inflamasi pada mukosa usus (Diding & Subijanto, 2008). Hal ini sesuai dengan teori bahwa untuk membuat model sepsis pada hewan coba digunakan injeksi cecal inoculum (Brahmbhatt et al, 2005).

Kejadian sepsis dibagi dalam dua fase utama yaitu fase dini dan fase lanjut. Tahap early sepsis pada mencit model sepsis yang diinduksi cecal terjadi pada lima hari pertama, sedangkan tahap late sepsis terjadi pada hari 6-7 (Xiao et al , 2006). Pada fase dini (24 jam pertama setelah induksi sepsis dengan pemberian cecal inoculum ) terjadi kenaikan sitokin proinflamasi antara lain TNF, IL-1, IL-6 dan Interferon yang mengiindikasikan stimulasi sistem imun dan menimbulkan keadaan inflamasi berlebih ( Chopra & Sharma, 2007). Sedang pada fase lanjut (≥ hari 3 setelah pemberian cecal inoculum) terjadi penurunan sistem imun terutama akibat apotosis limfosit.

Peningkatan apoptosis saluran pencernaan yang sering terjadi pada sepsis dan kematian sel mukosa yang berlebihan akan mendukung adanya atrofi, Peningkatan apoptosis saluran pencernaan yang sering terjadi pada sepsis dan kematian sel mukosa yang berlebihan akan mendukung adanya atrofi,

Apoptosis sel ini dapat diinduksi antara lain oleh sitokin (TNF-α, IL-1, dan IL-6), Fas ligand (FasL), radikal bebas oksigen, nitric oxide (NO). Mediator- mediator tersebut terutama akan menyebabkan apoptosis sel dendritic, Gut associated lymphoid tissue (GALT) dan limfosit. Apoptosis ini berlangsung melalui tiga jalur utama yaitu jalur reseptor kematian sel (caspase 8-dependent pathway ), jalur mitokondria (caspase 9-dependent pathway), dan melalui jalur yang diinduksi stress (endoplasmic reticulum pathway). Apoptosis limfosit ini akan menyebabkan supresi sistem imun yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan fungsi sistem organ hingga berujung pada kematian (Wesche et al, 2005)

Pada kelompok sepsis dan sepsis dengan pemberian kurkumin tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil ini berbeda dengan teori bahwa kurkumin dapat menurunkan regulasi ekspresi beberapa sitokin proinflamasi meliputi TNF-α, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, dan khemokin, lewat inaktivasi faktor transkripsi NF-κB (Jagetia & Aggarwal, 2007).

Dari hasil analisis data pada survival tidak diperoleh hasil yang signifikan. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian menjadi tidak signifikan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Kerentanan mencit Kerentanan mencit dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya kepadatan populasi dan kebersihan lingkungan, stress psikologis, dan makanan yang dikonsumsi. Beberapa makanan mencit seperti BR1 mengandung banyak lemak sehingga lipid dalam darah meningkat dan produksi sitokin inflamasi juga makin meningkat.

2. Proses imunosupresi pada peristiwa sepsis. Pada sepsis fase dini terjadi peningkatan terjadi kenaikan jumlah sitokin proinflamasi antara lain TNF, IL-1, IL-6 dan Interferon. Seiring dengan perkembangan sepsis menjadi fase lanjut terjadi penurunan sistem imun, terutama akibat apoptosis limfosit. Disregulasi apoptosis limfosit yang terjadi pada sepsis akan menyebabkan imunosupresi. Proses imunosupresi ini akan mempersulit terapi sepsis dan dapat menyebabkan kegagalan organ yang berujung pada kematian.

3. Waktu kurkumin mencapai kadar optimal dalam darah lebih lambat daripada

waktu terjadinya apoptosis Jacob et al (2007) menyebutkan pemberian kurkumin melalui oral hanya sekitar 60 % dari kurkumin yang diabsorbsi dan kurang dari 5 μ g/ml yang ditemukan pada darah. Konsentrasi kurkumin dalam darah sangat dipengaruhi oleh komposisi makanan yang dikonsumsi. Sedangkan menurut

Wesche et al. (2007) apoptosis limfosit terlihat setelah 12 jam dari mulainya peristiwa sepsis.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan. Di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Menurut World Health Organization (2003) penggunaan obat herbal terutama

ditujukan untuk penyakit kronis. Oleh karena itu, obat herbal biasanya diberikan dalam jangka waktu yang lama bahkan dapat mencapai hitungan bulan. Pada penelitian ini kurkumin hanya diberikan dalam jangka waktu satu minggu. Kemungkinan efek kurkumin terhadap sepsis belum terlihat pada mencit.

2. Dosis kurkumin yang diberikan pada tiap mencit hanya 1,3 mg/20gBB/hari.

Karena kurkumin tidak larut dalam air dan absorbsinya kurang baik, perlu dilakukan variasi dosis untuk mengetahui dosis paling efektif pada hewan coba.

3. Dalam penelitian ini kurkumin yang digunakan mengandung 5 % zat-zat lain

seperti Sylimarin phytosome, ekstrak Schizandrae fructus, Liquiritae radix, Choline bitartate serta vitamin B6 yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian.

4. Pemberian kurkumin hanya diberikan melalui jalur oral. Absorbsi kurkumin

melalui jalur oral membutuhkan waktu lama untuk mencapai kadar optimal dalam darah. Selain itu, kurkumin yang diserap hanya 60 % jika melalui jalur oral. Jadi perlu dilakukan variasi pemberian kurkumin melalui jalur lain misalnya melalui jalur intravena.

5. Dalam penelitian ini pengaruh kurkumin pada sepsis tidak diukur menggunakan parameter lain. Misalnya C-reactive protein (CRP) sebagai marker infeksi, Procalcitonin (PCT) dan Lipo Binding Protein (LBP) merupakan marker yang sensitif dan spesifik pada sepsis (Shahin et al, 2006).

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kurkumin dosis 1,3 mg per oral tidak dapat meningkatkan survival mencit Balb/C model sepsis paparan cecal inoculum.

B. Saran

1. Dilakukan penelitian serupa dengan jangka waktu yang lebih lama.

2. Menggunakan kurkumin yang tidak mengandung zat-zat lain

3. Dilakukan variasi dosis kurkumin untuk mengetahui dosis yang paling efektif pada hewan coba.

4. Dilakukan variasi jalur pemberian kurkumin pada hewan coba.

5. Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kurkumin pada sepsis menggunakan parameter lain misalnya biomarker sepsis, sitokin- sitokin proinflamasi dan antiinflamasi, serta marker-marker apoptosis lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal BB, Kumar A, and Bharti AC. 2003. Anticancer Potential of Kurkumin : Preclinical and Clinical Studies. Anticancer Resear ch. 23:363-398

Aggarwal BB and Shishodia S. 2004. Suppression of the Nuclear Factor- kappa B Activation Pathway by Spice-Derived Phytochemicals: Reasoning for Seasoning. Ann N Y Acad Sci. Dec;1030:434-41.

Arbiser JL, N Klauber, R Rohan, R Van Leewen, MT Huang, C Fisher, E Flynn, and HR Byers. 1998. Curcumin is an in vivo inhibitor of angiogenesis. Mol Med. June; 4(6): 376–383

Arkeman H dan David. 2006. Efek Vitamin C dan E Terhadap Sel Goblet Saluran Napas pada Tikus Akibat Pajanan Asap Rokok. Universa. Vol. 25, No. 2

Bochud PY and Chalandra T. 2003. Pathogenesis of Sepsis : New Concept and Implications for Future Treatment. BMJ. 326:262-6

Budiarto E. 2001. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat . EGC. Jakarta

Brahmbhatt S, Gupta A, and Sharma AC. 2005. Bigendothelin-1 (1-21) fragment during Early Sepsis Modulates tau, p38-MAPK phosphorylation and Nitric Oxide Synthase Activation. Molecular and Cellular Biochemistry . 271:225–237

Chattopadhyay I, Kaushik B, Uday B, and Ranajit K.B. 2004. Turmeric and curcumin: Biological actions and medicinal applications. Current Science, July; 87:1-10

Chopra M and Sharma AC. 2007. Distinct cardiodynamic and molecular characteristics during early and late stages of sepsis-induced myocardial dysfunction. Life Sci. July; 81(4): 306–316

Commandeur JN and Vermeulen NP. 1996. Cytotoxicity and Cytoprotective Activities of Natural Compounds. The Case of Curcumin. Xenobiotica 26 : 667 - 680.

Diding HP dan Subijanto AA. 2008. Efek Probiotik Terhadap Kelangsungan Hidup dan Hitung Limfosit pada Mencit Model Sepsis. Jurnal Kedokteran Medicina. Mei; 39(2):149-152

Edwin SVA, Theo JCVB, and Johan K. 2003. Receptors, Mediators, and Mechanisms Involved in Bacterial Sepsis and Septic Shock. Clin Mi crobiol Rev. July; 16(3): 379–414.

Elena GR, Alejo C, Gema R, and Mario D. 2006. Cortistatin, a New Antiinflammatory Peptide with Therapeutic Effect on Lethal Endotoxemia. J Exp Med. March; 203(3): 563–571.

Eny DW. 2004. Sepsis di Ruang Rawat Inap Tipe Kelas dan Paviliun Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2002 . Skripsi FK-UNS. Surakarta

Hermawan GA. 2006. Penyakit Tropik dan Infeksi: Sepsis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Hal:1840-1843.

Hermawan GA. 2008. SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan). Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Hatcher H, Planalp R, Cho, Torti FM, and Torti SV. 2008. Kurkumin : From Ancient Medicine To Current Clinical Trials. Cell. Mol. Life S ci. 65:1631-1652

Hsu CH and Cheng AL. 2007. "Clinical studies with kurkumin". Adv. Exp. Med. Biol. 595: 471-80

Ireson CR, Jones DJL, Orr S, Coughtrie MWH, Boocock DJ, Williams ML et al. 2002. Metabolism of the Cancer Chemopreventive Agent Curcumin in Human and Rat Intestine. Cancer Epidemiology Biomarkers & Prevention. January . 11:105-111

Jacob A, Rongqian Wu, Mian Zhou, and Ping Wang. 2007. Mechanism of the Anti-inflammatory Effect of Curcumin: PPAR-γ Activation. Hindawi Publishing Corporation PPAR Research . Volume 2007.

Jagetia G and Aggarwal BB. 2007. “Spicing Up” of the Immune System by Kurkumin. Journal of Clinical Immunology. January; 27: 1.

James MJ, Naeem AA, and Edward A. 2005. Year in review in Critical Care, 2004: Sepsis and Multi-Organ Failure. Crit Care. 9(4): 409–413.

Jiao Y, Wilkinson J, and Di X. 2009. "Kurkumin, a Cancer Chemopreventive and Chemotherapeutic Agent, is a Biologically Active Iron Chelator". Blood 113 (2): 462-9.

Joe B, M Vijaykumar, and BR Lokesh. 2004. Biological Properties of Curcumin - Cellular and Molecular Mechanisms of Action. Critical Review in Food Science and Nutrition. 44 (2) : 97-112.

John CM. 2002. The International Sepsis Forum’s controversies in sepsis: how will sepsis be treated in 2051?. Critical Care , 6:465-467

Jones DO. 2007. Crash course pathology.2thed. St Louis: C.V.Mosby Co.,p:17.

Jürgen B, Edda K, Claudia DS, Björn L, Patrick S, Ortrud V et al. 2006. Effects of dopexamine on the intestinal microvascular blood flow and leucocyte activation in a sepsis model in rats. Crit Care.10(4): R117.

Karlsson S, Varpula M, Ruokonen E, Petila V, Parviainen I, Ala-kokko T.

I, Kolho E, and Rintala EM. 2007. Incidence, treatment, and outcome of severe sepsis in ICU-treated adults in Finland: the Finnsepsis study. Intensive Care Med. 33:435-443.

Kristine MJ, Sarah BL, Anncatrine LP, Jesper EO, and Thomas B. 2007. Common TNF-α, IL-1β, PAI-1, uPA, CD14 and TLR4 polymorphisms are not associated with disease severity or outcome from Gram negative sepsis. BMC Infect Dis. 7: 108.

Oscar C, Andrea G, Roberto G, Cristina B, Fiorenza O, Carmela S et al. 2006. LL-37 Protects Rats against Lethal Sepsis Caused by Gram- Negative Bacteria. Antimicrob Agents Chemother. May; 50(5): 1672–1679.

Padma, TV. 2005. " Turmeri c Can Combat Malaria, Cancer Virus and HIV ".S ciDev.net. http://www.scidev.net/News/index.cfm?fuseaction=readNews&it emid=1987&language=1 . (7 September 2009).

Pudjiastuti. 2008. Imunoglobulin Intravena pada Anak dan Bayi dengan Sepsis. Kumpulan Makalah. National Symposium: the 2 nd

Indonesian Sepsis Forum. Surakarta, March 7 th –9 ; pp:100

th

Pierre YB and Thierry C. 2003. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ ;326:262–6.

Riedemann NC, Guo RF, and Ward PA. 2003. The Enigma of Sepsis. J. Clin. Invest. August 15 th ;112(4): 460-467

Russel JA. 2006. Management of Sepsis. N Engl J Med. October 19 th ; 355:1699-1713

Shahin G, Ole GK, Court P, and Svend SP. 2006. Procalcitonin, lipopolysaccharide-binding protein,interleukin-6 and C-reactive protein in community-acquired infectios and sepsis: a prospective study. Critical care, 10:R53

Shukla PK, Khanna VK, Ali MM, Khan MY and Srimal RC. 2008. Anti- ischemic effect of kurkumin in rat brain, Neurochem Res. Epub. Jun;33(6):1036-43.

Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal: 207.

Wesche DE, Joanne LLN, Perl M, Chung CS and Ayala A. 2005. Leukocyte Apoptosis And Its Significance In Sepsis And Shock. Journal of Leukocyte Biology. 78:325-337

World Health Organization. 2003. Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs134/en/ ( 03 juni 2010)

Xiao H, Siddiqui J, and Remick DG. 2006. Mechanisms of Mortality in Early and Late Sepsis. J Infection And Immunity, Sept;74(9):5227–5235