PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA SPANDUK DAN BALIHO KAMPANYE CALON LEGISLATIF 2009 DI SURAKARTA

PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA SPANDUK DAN BALIHO KAMPANYE CALON LEGISLATIF 2009 DI SURAKARTA

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Oleh:

Hananto Bangun Laksono NIM C0104011 JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA SPANDUK DAN BALIHO KAMPANYE CALON LEGISLATIF 2009 DI SURAKARTA

Disusun oleh:

HANANTO BANGUN LAKSONO

NIM C0104011

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sri Mulyati, M.Hum. Dr. Sumarlam, M.S. NIP 195610211981032001 NIP 196203091987031001

Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum.

PENGGUNAAN BAHASA JAWA PADA SPANDUK DAN BALIHO KAMPANYE CALON LEGISLATIF 2009 DI SURAKARTA

Disusun oleh:

HANANTO BANGUN LAKSONO

NIM C 0104011

Telah Disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal:

Jabatan

Nama

Tanda Tangan

Ketua

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum.

Drs. Y. Suwanto, M.Hum.

NIP 196110121987031002

Penguji I

Dra. Sri Mulyati, M.Hum.

NIP 195610211981032001

Penguji II

Dr. Sumarlam, M.S.

NIP 196203091987031001

Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.

Ø Harap dan takut ini merupakan dua sayap, yang merupakan sarana pendakian orang-orang yang berupaya mendekatkan

diri kepada Allah menuju setiap peringkat yang terpuji. Juga, merupakan dua pisau, yang dengan keduanya, orang membedah titian jalan akhirat memotong setiap tebing yang sulit didaki

(Al Ghazali, 2007, 257). Ø Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. (QS, Al-kahfi, 18:39).

Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang terkasih:

Ibu, pemberi spirit yang tiada putus, bapak yang memberi semangat tiada henti, dari keluarga besarku, mbak dan mas, adik-adik, keponakanku, serta seseorang yang tak pernah lepas dari benakku.

Nama : Hananto bangun Laksono NIM : C0104011

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul penggunaan bahasa Jawa pada spanduk dan baliho kampanye calon legislatif 2009 di Surakarta adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal- hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 12 Januari 2010 Yang membuat pernyataan

Hananto Bangun Laksono

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirobbil’alamin , puji syukur ke hadirat Allah swt. atas segala limpahan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak tidak bisa mewujudkan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret beserta staf yang telah memberi izin dan kesempatan, serta motivasi yang bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan arahan, nasihat dan mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. Y. Suwanto, M.Hum. selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dan juga selaku pemberi dorongan yang telah menyelesaikan penulis serta memberi nasihat dan motivasi yang berguna kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

menjadi pembimbig pertama yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi kepada penulis di masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini.

5. Dr. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah membimbing penulis secara optimal dengan segenap perhatian, kearifan, dan kesabaran. Sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaaat bagi penulis.

7. Kepala dan staf Perpustakaan Pusat dan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan pelayanan-pelayanan dan referensi yang bermanfaat kepada penulis sehingga membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu dan kakak-kakakku terima kasih atas semangat yang diberikan.

9. Mas-mas dan adik-adik tercinta, yang selalu memberi motivasi dan membantu penulis dalam mengumpulkan dan mencari data, serta menjadi pendengar yang baik semua keluh kesah penulis.

10. Semua teman-teman angkatan 2004, terima kasih selalu memberi dukungan dan selalu membuat penulis tertawa saat penat itu datang.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam kesempatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis merasa bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran, kritik dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun para pembaca dan pihak-pihak lainnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 12 Januari 2010

Penulis

A. Daftar Singkatan BUL

: Bagi Unsur Langsung. Swt.

: Subhanahu wa Ta’ala. Wr. Wb.

: Warohmattullahi wabarrokatuh.

B. Daftar Tanda (…….)

: Tanda kurung sebagai pengapit keterangan. ‘…….’

: Glos sebagai pengapit terjemahan. --

: Garis dua sebagai pemisah keterangan. {........}

: Kurung kurawal sebagai keterangan.

kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta Kedua, Wujud penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta. Di antaranya; (1) Bentuk Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 Kota di Surakarta yang berupa Kalimat Tunggal, (2) Bentuk Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta yang berupa Kalimat Jamak. Ketiga, Fungsi penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia hidup dan berkembang dalam masyarakat yang saling berhubungan dan berkomunikasi. Komunikasi tersebut berupa bahasa, karena bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusia yang membedakannya dari makluk-makluk lain. Dalam hal ini bahasa memenuhi fungsinya sebagai alat komunikasi antar manusia, serta tanpa disadari bahasa menyertai kegiatan berpikir. Berbicara mengenai bahasa tidak akan terlepas dari pengetahuan yang lain, karena dengan mempelajari bahasa semua ilmu pengetahuan akan dipelajari, dikembangkan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, penggunaan bahasa hendaknya taat pada aturan-aturan dan gramatika bahasa tersebut. Bahasa yang dipakai oleh seorang penulis atau pemakai bahasa untuk mengekspresikan perasaan, emosi, serta reaksi-reaksi yang mendalam, dibuat sesuai dengan aturan yang ada untuk menghindari kesalahan Manusia hidup dan berkembang dalam masyarakat yang saling berhubungan dan berkomunikasi. Komunikasi tersebut berupa bahasa, karena bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusia yang membedakannya dari makluk-makluk lain. Dalam hal ini bahasa memenuhi fungsinya sebagai alat komunikasi antar manusia, serta tanpa disadari bahasa menyertai kegiatan berpikir. Berbicara mengenai bahasa tidak akan terlepas dari pengetahuan yang lain, karena dengan mempelajari bahasa semua ilmu pengetahuan akan dipelajari, dikembangkan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, penggunaan bahasa hendaknya taat pada aturan-aturan dan gramatika bahasa tersebut. Bahasa yang dipakai oleh seorang penulis atau pemakai bahasa untuk mengekspresikan perasaan, emosi, serta reaksi-reaksi yang mendalam, dibuat sesuai dengan aturan yang ada untuk menghindari kesalahan

Studi tentang wacana merangkum berbagai masalah, seperti konteks wacana unsur-unsur wacana, kohesi koherensi, keterbacaan, implikatur, praanggapan dan lain sebagainya. Samsuri dalam Kridalaksana menerangkan bahwa wacana iklan adalah satuan bahasa terlengkap dalam herarki gramatikal merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar (1990, h: 55). Berdasarkan penjelasan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dalam hieraki gramatikal, yang didalamnya terdapat rentetan kalimat yang saling berkaitan satu sama lain, dengan koherensi dan kohesi, sehingga membentuk satu karangan yang utuh. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa koherensi menekankan pada pertautan makna, dengan maksud pengertian yang satu menyambung pengertian yang lain secara berturut-turut dan serasi. Sedangkan kohesi merujuk pada perpaduan bentuk, artinya kalimat yang dipakai tersebut berkaitan secara padu.

Salah satu bentuk wacana adalah wacana iklan. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk iklan bahasa Jawa yang utuh berupa baliho, spanduk, pamflet dan sebagainya, serta dalam bentuk kalimat atau kata yang membawa amanat terlengkap. Dijelaskan pula bahwa pemahaman wacana dalam hal ini lebih Salah satu bentuk wacana adalah wacana iklan. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk iklan bahasa Jawa yang utuh berupa baliho, spanduk, pamflet dan sebagainya, serta dalam bentuk kalimat atau kata yang membawa amanat terlengkap. Dijelaskan pula bahwa pemahaman wacana dalam hal ini lebih

Dalam berkomunikasi, orang dapat mempergunakan bahasa lisan. Berkomunikasi dengan bahasa lisan, interaksi dapat disampaikan dengan sejelas- jelasnya dan dengan mudah dapat diterima oleh pendengar (penerima). Kemungkinan salah paham dapat dihindari, karena dalam bentuk bahasa lisan, kecuali menggunakan unsur – unsur bahasa yang berupa suprasegmental yaitu intonasi. Unsur suprasegmental ini akan memperjelas amanat pembicara yang akan disampaikan kepada pendengar (penerima). Selain bahasa lisan dan bahasa tulis, masih ada komunikasi yang lain yaitu bahasa isyarat. Tetapi untuk bahasa tulis dan bahasa isyarat tidak akan dibicarakan disini.

Dalam penelitian ini akan dianalisis Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta, yang didalamnya terkandung keinginan pemakai bahasa untuk mengadakan interaksi dengan jelas untuk menyampaikan amanatnya. Bentuk bahasa yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini ialah bentuk bahasa Jawa yang dipakai dalam

kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta. Pilihan kata dalam Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 yang menggunakan bahasa Jawa tersebut, berbeda dengan pemakaian dalam khotbah, sedang bahasa khotbah akan berbeda dengan bahasa doa, bahasa lawak, bahasa pidato, dan sebagainya. Masing-masing akan mempergunakan bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan sifat-sifat khas kebutuhan pemakainya. Karena bahasa iklan merupakan salah satu wadah pemakaian bahasa secara khusus, bentuk bahasa Jawa dalam Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta ini dituntut dapat mencerminkan sikap dan maksud pemakai bahasa. Melalui bahasa iklan, penikmat akan dapat dengan mudah serta jelas dalam memahami maksud dari penyampai iklan.

Menurut M. Manullang, reklame (iklan) adalah setiap perbuatan yang berusaha memberitahukan sesuatu hal atau barang, dengan maksud untuk menarik dan menimbulkan perhatian orang terhadap hal atau barang tersebut. Sedangkan Tams Djajakusumah juga mengemukakan pendapatnya bahwa iklan merupakan suatu usaha manusia dalam memberikan informasi tentang suatu barang produksi atau produksi jasa kepada manusia lainnya.

Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, tujuan pokok bentuk bahasa iklan adalah memperkenalkan, memberitahukan dan menarik perhatian kepada masyarakat tentang sesuatu. Dengan demikian pemakaian bahasa, khususnya bahasa Jawa pada pemakaian bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho

maksudnya dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Dari runtutan-runtutan di atas, maka bahasa jawa yang dipergunakan dalam iklan sering mengalami penyimpangan dari kaidah – kaidah bahasa Jawa baku. Hal itu bisa kita temukan baik dari kosa kata maupun dari struktur kalimatnya. Penyimpangan – penyimpangan ini sangat tergantung kepada pemakai bahasanya. Dengan demikian bahasa tersebut akan melibatkan pihak produsen atau pembuat iklan yaitu penyampai pesan (amanat) maupun pihak calon konsumen yaitu penerima pesan (amanat). Dengan keterlibatan pihak – pihak itu, maka untuk pemecahannya diperlukan suatu bidang ilmu yang khusus yaitu bidang ilmu Sosiolinguistik. Menurut P.W.J. Nababan, “ Sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek – aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan – perbedaan (variasi) yang terdapat didalam bahasa yang berkaitan dengan faktor – faktor kemasyarakatan (sosial)”. Melalui bidang sosiolinguistik akan diketahui faktor – faktor yang melatar belakangi pemakaian bahasa jawa dalam iklan sehingga menyimpang dari kaidah – kaidah bahasa baku.

Penelitian bahasa Jawa sudah sering dilakukan oleh para ahli, misal K.M. Unlenbeck (1982) telah membahas struktur mofem, kelas kata, pembentukan kata, struktur verba, nomina, numeralia, dan pronominal bahasa jawa dalam bukunya Kajian Morfologi Bahasa Jawa (terjemahan). Adanya laporan – laporan penelitian yang diterbitkan oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, yang dikerjakan antara lain: oleh Wedhawati, yaitu Wacana Bahasa Jawa (1979), Gloria Poedjosoedarmo tentang berbagai masalah Sintaksis Bahasa

Tingkat Tutur Masyarakat Jawa (1979). Hal tersebut di atas difokuskan pada struktur kebahasaan yang dianalisa secara deskriptif dan wacana.

Bahasa Jawa merupakan alat untuk berkomunikasi bagi masyarakat kususnya orang Jawa. Fungsi bahasa untuk berkomunikasi yang dilakukan secara lisan. Komunikasi lisan antara lain dilakukan dalam percakapan antara anggota keluarga, kemudian dengan teman akrab. Bahasa Jawa selain sebagai alat komunikasi juga dapat digunakan sebagai media untuk berkreativitas dari ide gagasan seseorang. Pikiran ide yang muncul pada tiap-tiap orang itu pada mulanya bersifat subjektif, karena yang merasakan dan mengetahui hanya pada diri seorang saja. Selanjutnya dari pikiran-pikiran itu dapat menimbulkan suatu gagasan atau tanggapan terhadap suatu masalah diluar dirinya. Suatu gagasan bila diwujudkan dalam bahasa akan bersifat objektif. Namun apabila gagasan itu diwujudkan bahasa komunikasi yang bersifat iklan akan dapat disebar luaskan melalui media cetak Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Berbahasa Jawa pada Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

Media komunikasi yang berbentuk iklan berbahasa Jawa itu terdapat dalam lingkup masyarakat. Sebagai masyarakat Jawa hendaknya juga menguasai bahasa nasionalnya yaitu bahasa Indonesia. Dengan demikian, wajar kalau bahasa yang digunakan dalam penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho yang berbahasa Jawa pada Kampanye Calon Legislatif 2009 itu menyerap unsur-unsur dari bahasa Indonesia. Hal yang melatar belakangi penulisan penelitian ini yaitu struktur bahasa Jawa, jenis-jenis iklan berbahasa Jawa serta pemakaian gaya Media komunikasi yang berbentuk iklan berbahasa Jawa itu terdapat dalam lingkup masyarakat. Sebagai masyarakat Jawa hendaknya juga menguasai bahasa nasionalnya yaitu bahasa Indonesia. Dengan demikian, wajar kalau bahasa yang digunakan dalam penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho yang berbahasa Jawa pada Kampanye Calon Legislatif 2009 itu menyerap unsur-unsur dari bahasa Indonesia. Hal yang melatar belakangi penulisan penelitian ini yaitu struktur bahasa Jawa, jenis-jenis iklan berbahasa Jawa serta pemakaian gaya

Iklan merupakan hasil suatu produk dan juga alat untuk menginformasikan sesuatu. Untuk membuat iklan seseorang memerlukan unsur seni, agar hasilnya dapat diterima oleh masyarakat luas. Untuk mengiklankan hasil produksi agar benar benar meyakinkan pada masyarakat, maka iklan memakai bahasa singkat dan jelas, menggunakan bahasa yang menarik bagi masyarakat luas dan barang yang ditawarkan dalam keadaan yang sebenarnya. Dilihat dari segi fungsinya, seni adalah sarana untuk mengobjektifkan pengalaman batin, sehingga dapat dipahami maknanya. Kondisi yang menggambarkan fungsi lain bagi seni yaitu sebagai media komunikasi. Seni dapat diartikan sebagai media berkomunikasi untuk berekspresi dan berkreasi, serta memberi tanggapan manusia terhadap rangsangan luar. Karya seni yang memerlukan sentuhan seni yaitu iklan, bentuk iklan yang menonjolkan gaya bahasa berdasar pilihan kata yang kadang-kadang sulit dipahami oleh masyarakat luas. Untuk memahami bahasa iklan, diperlukan waktu yang lama untuk memahami maksud iklan tersebut.

Bahasa Jawa sebagai bahasa jurnalistik memiliki ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam lingkup yang sangat luas dengan masyarakat pembacanya yang sangat bermancam-macam. Media cetak tidak hanya menyampaikan berita dan informasi-informasi aktual kepada pembaca tetapi media cetak pun memiliki Bahasa Jawa sebagai bahasa jurnalistik memiliki ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam lingkup yang sangat luas dengan masyarakat pembacanya yang sangat bermancam-macam. Media cetak tidak hanya menyampaikan berita dan informasi-informasi aktual kepada pembaca tetapi media cetak pun memiliki

B. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan agar tidak melebar, maka penulis membatasi analisisnya adalah Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta yang terpampang disepanjang jalan di Kodya Surakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Bagaimanakah Klasifikasi Baliho dan Spanduk dalam ejaan kalimat Partai yang benar Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta?

b. Bagaimanakah Wujud Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta?

Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sejauh mana pemakaian bahasa Jawa dalam iklan, sedang tujuan khususnya ialah :

1) Mendeskripsikan Klasifikasi Baliho dan Spanduk dalam ejaan kalimat Partai yang benar kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

2) Mendeskripsikan Wujud Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

3) Mendeskripsikan Fungsi Penggunaan Bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitan ini diharapkan dapat berguna dalam dua hal, yaitu:

1. Manfaat teoretis. Penelitan ini diharapkan memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi perkembangan bahasa Jawa khususnya mengenai teori wacana, serta bermanfaat bagi perkembangan teori bahasa Jawa.

wacana pemakaian bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta pada papan Baliho yang berbahasa Jawa adalah sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami isi wacana Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta pada papan baliho.

b. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait, seperti pembaca atau penyimak penelita ini.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pembuat baliho dan spanduk kampanye berbahasa Jawa.

d. Penelitian ini diharapkan sebagai bahan acuan untuk peneliti berikutnya dan dapat menambah wawasan linguistik.

F. Sistematika Penulisan

Penulis dalam penelitian ini dikelompokkan dari bab pertama hingga bab terakhir akan membicarakan masalah-masalah yang berbeda, tetapi masih dalam satu kaitan permasalahan.

Bab pertama merupakan pendahuluan dari penulisan ini, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, hipotesis, metode penelitian, sampel dan populasi serta dikemukakan mengenai sitematika penulisan.

yang meliputi tentang wacana, jenis wacana dan konsep iklan. Bab ketiga merupakan inti dari penulisan ini, dikemukakan asal data diperoleh, bagaimana mencarinya, cara mengklasifikasi data serta cara pengolahan data, sehingga pengolahan hasil data dapat diketahui.

bab keempat analisis data , berisi tentang analisis penggunaan bahasa jawa pada spanduk dan baliho hasil penelitian dan pembahasan klasifikasi, wujud dan fungsi penggunaan bahasa jawa pada spanduk dan baliho kampanye Calon Legislatif Tahun 2009 di Surakarta

Bab kelima Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran sesuai dengan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Wacana

Di dalam Kamus Linguistik diberikan definisi wacana sebagai berikut : wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap, dalam hierarki kebahasaan merupakan kesatuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Realisasi dari wacana ini berupa karangan yang utuh, paragraf, ataupun kata yang membawa amanat yang lengkap (Harimurti Kridalaksana, 1993:231). Selanjutnya pengertian wacana dijelaskan dalam buku yang berjudul Pengajaran Wacana sebagai berikut. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, tertinggi, dan terbesar diatas kalimat Di dalam Kamus Linguistik diberikan definisi wacana sebagai berikut : wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap, dalam hierarki kebahasaan merupakan kesatuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Realisasi dari wacana ini berupa karangan yang utuh, paragraf, ataupun kata yang membawa amanat yang lengkap (Harimurti Kridalaksana, 1993:231). Selanjutnya pengertian wacana dijelaskan dalam buku yang berjudul Pengajaran Wacana sebagai berikut. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, tertinggi, dan terbesar diatas kalimat

Secara terminologis wacana ini diartikan sebagai suatu rentetan suatu kalimat yang menghubungkan proposisi yang lain dan membentuk suatu kesatuan (Anton M Moelino, 1987:334). Kesatuan yang dimaksud ini adalah kesatuan makna, artinya rentetan kalimat ini membentuk kepaduan makna secara utuh.

Disisi lain dalam buku yang berjudul Sosiolinguistik dan Psikolinguistik (suatu pengantar) diberikan penjelasan sebagai berikut wacana adalah rekaman yang utuh tentang peristiwa komunikasi lisan atau tertulis. Wacana ini mungkin bersifat transaksional dan mungkin bersifat interaksional (Azhar dan Napitulu, 1994:27). Wacana yang transaksional dapat berupa pidato, ceramah, deklamasi, dan sebagainya. Sedangkan wacana lisan yang interaksional berupa percakapan, perdebatan, tanya jawab, dan sebagainya.

Berbeda dengan wacana tulis yang tersaji pada buku atau majalah. Dikatakan transaksional apabila wacana tersebut sejenis dengan intruksi, iklan tertulis, surat kabar, dan thesis. Sedangkan wacana tulis yang interaksional berupa naskah drama, naskah dialog, polemik, dan sebagainya.

Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita mengenai wacana dan pemahaman wacana yaitu : (1) keseluruhan; (2) perkataan, ucapan atau tutur yang merupakan satu kesatuan (Adiwinarno, 1983). Halliday dan Hasan beranggapan bahwa suatu wacana yang paling baik dianggap sebagai satu unit semantik, bukan merupakan unit bentuk, tetapi unit arti (1976:2). Dari pernyataan Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita mengenai wacana dan pemahaman wacana yaitu : (1) keseluruhan; (2) perkataan, ucapan atau tutur yang merupakan satu kesatuan (Adiwinarno, 1983). Halliday dan Hasan beranggapan bahwa suatu wacana yang paling baik dianggap sebagai satu unit semantik, bukan merupakan unit bentuk, tetapi unit arti (1976:2). Dari pernyataan

Dalam pengertian yang lain wacana adalah seperangkat kalimat tersebut diterima oleh pemakai bahasa sebagai suatu keseluruhan yang relatif lengkap (Dendy Sugono, 1995:191). Wacana yang baik mengandung kepaduan atau kohesi. Di samping itu harus terdapat keberaturan penyusun, sehingga lebih mudah dipahami orang lain. Agar terjadi kekohesifan dalam wacana, maka dapat digunakan aneka sarana kohesi.

B. Pengertian Wacana Bahasa Jawa

Wacana bahasa Jawa merupakan satuan bahasa yang terlengkap yang berupa rentetan kalimat kohesi dan koherensinya tinggi, yang berkesinambungan membemtuk suatu kesatuan makna yang utuh dan lengkap, baik secara lisan maupun tulisan, yang diungkapkan kedalam bahasa Jawa.

C. Jenis Wacana

Pengklasifikasian wacana dapat didasarkan menurut beberapa segi pandang, yaitu jenis wacana dilihat dari bahasa pengungkapannya, media yang Pengklasifikasian wacana dapat didasarkan menurut beberapa segi pandang, yaitu jenis wacana dilihat dari bahasa pengungkapannya, media yang

1. Berdasarkan bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan, wacana dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Wacana bahasa Jawa

b. Wacana bahasa Indonesia

c. Wacana bahasa Inggris

d. Wacana bahasa Belanda

e. Wacana yang diungkapkan dengan bahasa lain Wacana bahasa Jawa yaitu wacana yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Jawa. Demikian juga dengan bahasa-bahasa yang lain.

2. Berdasarkan media yang digunakan maka wacana dapat dibedakan atas :

a. Wacana tulis, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis.

b. Wacana lisan, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau melalui media lisan.

3. Berdasarkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa, maka Baliho dan Spanduk yang digunakan adalah berupa wacana tulis berbahasa Jawa.

4. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparanya pada umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu : 4. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparanya pada umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu :

b. Wacana deskripsi, yaitu wacana yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan atau memberikan sesuatu menurut apa adanya.

c. Wacana eksposisi atau wacana pembeberan, yaitu wacana yang tidak mementingkan urutan waktu atau penutur. Wacana ini berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat secara logis.

d. Wacana argumentasi, yaitu wacana berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, yang bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasan.

e. Wacana persuasi, yaitu wacana atau tuturan yang isinya berupa ajakan atau nasehat, biasanya ringkas dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat kepada pembaca atau pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut (Sumarlam,1996, h. 17-21).

Dalam wacana bahasa Jawa sendiri dilihat dari ragam bahasa yang digunakan dapat berupa wacana bahasa Jawa ragam ngoko, ragam krama, maupun ragam acampuran, yang disebabkan karena adanya faktor-faktor tertentu, seperti umur, status sosial dan pendidikan.

segi ekstensi atau realitasnya, media komunikasinya, cara pemaparannya, dan dari jenis pemakaiannya.

1. Berdasarkan realitasnya, wacana ada dua, yaitu berupa :wacana verbal dan non verbal, wacana verbal yaitu rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan non bahasa (yakni rangkaian isyarat) (Fatimah Djajasudarma, 1994, h: 6).

2. Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi :wacana lisan, wujudnya berupa sebuah percakapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya sedangkan wacana nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir dan satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, yang bisa memuat : situasi, maksud, rangkaian pengguna bahasa) dan wacana tulisan, yang berwujud sebuah teks atau bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alenia, dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi dan situasi yang utuh dan wacana yang dapat dibentuk oleh kalimat majemuk dengan subordinasi dan kordinasi (Fatimah Djajasudarma, 1994, h. 7 – 8).

3. Berdasar paparannya, merupakan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya, yang meliputi :

a. Wacana Naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan perilaku.

sesuatu atau melukiskan sesuatu, berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.

c. Wacana Procedural yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu cara berurutan dan secara kronologis.

d. Wacana Ekspositori yaitu tuturan yang bersifat menjelaskan sesuatu, berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan, Wacana Hartatori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasihat.

e. Wacana Dramatik yaitu menyangkut beberapa orang penutur dan sedikit bagian naratif.

f. Wacana Epistolari yaitu dalam surat – surat, dengan system dan bentuk tertentu.

g. Wacana seremonial yaitu wacana yang berhubungan dengan upacara adat yang berlaku, dimasyarakat bahasa, berupa nasehat atau pidato pada upacara perkawinan, kematian, syukuran dan sebagainya. (Fatimah Djajasudarma, 1994, h. 8 – 13)

Wacana pada Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta termasuk kajian wacana bentuk Ekspositori karena berisi tentang ajakan menjelaskan pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.

4. Berdasarkan jenis pemakaiannya diklasifikasikan menjadi : wacana monolog (satu orang penutur) yaitu wacana yang tudak melibatkan bentuk 4. Berdasarkan jenis pemakaiannya diklasifikasikan menjadi : wacana monolog (satu orang penutur) yaitu wacana yang tudak melibatkan bentuk

Sunaryati Sutanto (19936, h 79) membedakan wacana atas sudut pandang, (a) penyajian, (b) tipe kalimat yang digunakan, (c) isi. Dari sudut pandang penyajian, wacana dibedakan atas wacana lisan dan wacana tulis, sementara dari sudut pandang tipe kalimat, wacana dibedakan atas wacana langsung dan wacana tidak langsung, sedangkan dari segi isinya, wacana dibedakan menjadi wacana narasi, procedural, ekspositori, hortatory, epistolary, ceremonial.

Berdasar tujuannya, karangan yang utuh atau wacana dapat dibedakan atas :

1. Eksposisi : dari sudut penulis untuk memenuhi keinginan memberi informasi kepada orang lain, atau dari sudut pembaca keinginan untyuk memperoleh informasi dari orang lain mengenai suatu hal.

2. Argumentasi : dari sudut penulis keinginan untuk meyakinkan pendengar natau pembaca mengenai suatu kebenaran dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Dari pihak pembaca dan pendengar, mereka ingin mendapat kepastian tentang kebenaran itu.

3. Persuasi : wacana persuasive sebenarnya merupakan sebuah varian dari argumentasi. Wacana ini lebih condong untuk mempengaruhi manusianya dari pada mempertahankan kebenaran mengenai suatu objek tertentu. Banyak wacana ini masih termasuk dalam wacana ilmiah, bukan wacana fiksi.

atau menceritakan bagaimana bentuk serta wujud suatu barang atau objek serta mendeskripsikan cita rasa suatu benda, hal atau bunyi.

5. Narasi : penulis atau pembicara ingin menceritakan pada orang lain kejadian – kejadian atau peristiwa yang terjadi, baik yang dialami sendiri atau yang didengarnya dari orang lain (Gorys Keraf, 1995, h. 6 – 7)

Sementara Holiday dan Hasan (1976, h. 10) tidak membuat klasifikasi wacana secara terperinci. Keduanya hanya menyebut adanya susunan yang ketat (high texture) dan susunan longgar (loose texture). Wacana dengan susunan ketat terjadi bila dalam suatu wacana terdapat banyak penanda hubungan, sedangkan dengan susunan bebas dan longgat bila dalam suatu wacana hanya terdapatsedikit pananda hubungan. Dari pemaparan tentang iklan tersebut diatas penulis mengambil kesimpulan tentang wacana yaitu bentuk lingual yang dalam hierarki kebahasaan menempati tataran yang tertinggi dan terlengkap.

D. Konsep Iklan

Pembahasan tentang konsep Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta dimaksudkan untuk

Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

1. Pengertian Iklan

Untuk mengetahui pengertian iklan, berikut ini dipaparkan beberapa definisi iklan yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu Tams Djayakusukma memberi definisi tentang iklan ”Salah satu bentuk spesialisasi publistik yang mempunyai tujuan untuk mempertemukan sesuatu dengan pihak yang menawarkan sesuatu barang atau jasa dengan pihak lain yang membutuhkannya” (Tams Djajakusuma, 1982, h.9). Haryo Kusumo memberikan pengertian tentang iklan sebagai berikut ”Reklame itu berasal dari kata re yang berarti berulang-ulang dan clamo berarti berseru”.

Jadi definisi iklan yang dikemukakan oleh Haryo Kusumo yaitu berseru berulang-ulang atau berteriak berulang-ulang tentang sesuatu. S. Rekso Susilo CM membuat definisi tentang iklan berbeda dengan hasil definisi yang dikemukakan oleh Haryo Kusumo dan Tams Djayakusuma, karena cenderung kearah bisnis. Definisi yang dikemukakan ”Pemasangan sesuatu berita pada suatu media masa, dengan cara memberikan sesuatu bayaran agar berita disebar luaskan.

Direktorat Bina Press dan Departemen Penerangan Republik Indonesia mendefinisikan tentang pengertian tentang iklan adalah mirip dengan definisi yang dikemukakan oleh S. Rekso Susilo CM dan definisinya ”segala bentuk- bentuk pesan tentang sesuatu hasil produk yang disampaikan melalui media surat Direktorat Bina Press dan Departemen Penerangan Republik Indonesia mendefinisikan tentang pengertian tentang iklan adalah mirip dengan definisi yang dikemukakan oleh S. Rekso Susilo CM dan definisinya ”segala bentuk- bentuk pesan tentang sesuatu hasil produk yang disampaikan melalui media surat

Iklan merupakan komunikasi satu arah yang bersifat persuasif. Upaya paling besar yang sering dilakukan pembuat iklan yaitu, membuat sebaik dan semenarik mungkin agar pesan-pesan yang disampaikan dapat menarik dan diperhatikan oleh khalayak luas. Selanjutnya masyarakat tertarik akan barang yang telah ditawarkan dalam bentuk pesan iklan di media massa tersebut (Henry seputra, 1986, h.30).

Pada dasarnya definisi-definisi diatas hampir ada kesamaanya, definisi iklan yaitu salah satu cara yang dipergunakan oleh sebuah perusahaan atau perseorangan untuk memberitahukan atau menawarkan tentang sesuatu barang atau jasa (penawaran barang, permintaan atau pengumuman) kepada masyarakat yang jumlahnya tidak dapat ditentukan dengan pasti dan bertempat tinggal berpencar-pencar. Oleh sebab itu, fungsi iklan yaitu alat untuk mempromosikan atau menawarkan sesuatu barang atau layanan jasa kepada masyarakat luas. Iklan juga dibuat oleh suatu badan usaha yang mengadakan perjualan barang atau jasa.

2. Ciri-ciri Iklan

Ciri – ciri iklan yang dikemukakan oleh Tams Djayakusuma (1980, h.8) Membagi ciri iklan atau tulis atau berbahasa Jawa dalam Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta secara umum yaitu :

a) Menarik perhatian, maksudnya iklan harus mampu menarik perhatian masyarakat terhadap barang atau jasa yang telah ditawarkan oleh perusahaan lewat biro iklan dalam media cetak atau media dengar (radio) serta media visual (televisi)

b) Aktual, Maksudnya iklan dibuat sesuai dengan selera masyarakat pada waktu iklan dibuat dan disiarkan dalam suatu media massa.

c) Mudah dan bisa dimengerti oleh masyarakat luas, Maksudnya iklan dapat menimbulkan kesan dalam hati masyarakat yang mengetahui barang atau jasa yang ditawarkan oleh pihak produsen melalui media massa atau lewat biro periklanan.

d) Keterangan atas barang dan jasa yang ditawarkan itu dapat dipertanggung jawabkan keasliannya dan mutunya sesuai dengan apa yang telah ada dalam iklan atau promosinya dan juga tidak membohongi para pemakai barang atau jasa yang telah ditawarkan.

e) Agar lebih menarik biasanya iklan disertai lagu pengiring atau iringan musik yang dimaksudkan agar lebih menarik, Kemudian diselipkan kata- e) Agar lebih menarik biasanya iklan disertai lagu pengiring atau iringan musik yang dimaksudkan agar lebih menarik, Kemudian diselipkan kata-

f) Disesuaikan untuk mengalahkan pihak lain yang mengadakan persaingan.

g) Dilakukan berulang-ulang untuk menimbulkan kesan kepada penikmat atau pemakai barak supaya tidak berpihak kelain produk.

3. Golongan Iklan

Berdasarkan penggolongannya iklan dapat dibedakan menjadi tiga golongan. Baik dalam media cetak atau tulis (Koran, majalah, brosur), media visual, media dengan atau radio, mempunyai bentuk yang mirip dalam penggolongannya, (Haryo kusumo, 1990,h.9) yaitu:

1. Iklan yang bersifat pengumuman, diberitahukan untuk memberitahukan sesuatu hal kepada masyarakat luas.

2. Iklan yang sifatnya penawaran atau permintaan, bisa menawarkan atau minta tantang barang atau jasa.

3. Iklan yang sifatnya reklame, artinya iklan seperti ini isinya berupa pujian atau sanjungan terhadap sesatu barang atau jasa agar masyarakat tertarik untuk memiliki atau memakainya. Berdasarkaan penggolongannya iklan tersebut diatas, maka penelitian ini

mengarah pada golongan kedua yaitu golongan iklan yang sifatnya menawarkan barang atau jasa kepada masyarakat.

Dalam penulisan penelitian ini diteliti adalah penawaran atau jenis Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif Dalam penulisan penelitian ini diteliti adalah penawaran atau jenis Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif

4. Syarat-syarat Menulis Iklan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun dan menulis iklan menurut Rhenald Kasali, (1995, h.35-36) adalah :

1) Memilih kata-kata yang tepat, menarik, singkat, sopan dan logis.

2) Disusun secara singkat dan menonjol pada bagian-bagian yang dipentingkan.

3) Isinya sesuai dengan barang dan jasa yang ditawarkan.

4) Dapat membangkitkan keinginan masyarakat luas tentang sesuatu barang dan jasa yang ditawarkan.

5) Isi bahasa yang dipakai dalam iklan tidak merusak dan merugikan masyarakat. Hal-hal tersebut diatas merupakan syarat-syarat utama yang harus diperhatikan dalam membuat iklan. Syarat tersebut harus ada dalam setiap iklan agar nantinya setiap dalam penayangannya tidak ada masyarakat yang merugikan atau pihak pemroduksi barang tidak merasa rugi dengan bentuk iklan yang dibuat oleh biro iklan yang ditunjuknya, kemudian yang lebih penting dalam pembuatan atau penulisan iklan adalah tidak merugikan produk-produk lain yang satu jenis produksinya.

Haryo Kusumo membedakan lagi menjadi tujuh bagian yaitu :

1) Iklan langsung, yaitu: iklan ditujukan kepada masyarakat luas dengan maksud agar dapat mengenai sasaran yaitu calon pembeli atau calon konsumen barang atau jasa telah diiklankan.

2) Iklan tidak langsung, adalah: iklan yang mencapai tujuannya dengan

jalan berputar berdasarkan atas keinginan atau sifat konsumen.

3) Iklan sugestif, yaitu: iklan yang mencapai tujuan dan sasarannya dengan menarik public secara sugestif. Misalnya memberikan promosi ditempat yang ramai dengan memakai gambar-gambar atau poster-poster.

4) Iklan daktis, adalah: iklan yang ditujukan kepada pikiran atau pengertian seseorang.

5) Iklan perkenalan, adalah: iklan yang diadakan dengan maksud perkenalan barang-barang baru atau produk-produk baru.

6) Iklan persaingan, adalah: iklan yang menitikberatkan pada sifat-sifat barang yang mempunyai nilai lebih dari barang perusahaan lain dan memberi keuntungan yang lebih besar kepada pembeli atau pemakai produk. Misalnya menjual barang dengan disertai hadiah-hadiah serta pelayanan yang baik dan diberi garansi atas kwalitas barang-barang yang dijualnya.

7) Iklan kolektif, adalah: iklan yang dibuat bersama-sama dan direncanakan oleh beberapa pihak denga tujuan memperkenalkan hasil-hasil produksinya serta memperkecil ongkos pembuatan iklan.

Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta beraneka ragam. Dari keanekaragaman bentuk iklan itu ada beberapa iklan yang menarik, iklan yang mempunyai tingkat tutur jawa pada iklan berbahasa Jawa dalam Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta, serta iklan ditinjau dari struktur bahasa Jawanya. Hal tersebut merupakan pokok peneliti dalam penulisan tentang pemakaian bahasa Jawa dalam Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta.

Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta yang bisa dikategorikan sebagai iklan yang menarik yaitu iklan yang mampu membuat penikmat Penggunaan bahasa Jawa pada Spanduk dan Baliho Kampanye Calon Legislatif 2009 di Surakarta dibuat tertarik pada iklan yang baru saja dilihatnya. Kemudian adanya struktur bahasa dalam iklan berbahasa Jawa ini, merupakan klasifikasi iklan yang ditujukan kepada masyarakat konsumen produk yang ditawarkannya, sedang tingkat tutur dalam wacana iklan bertujuan agar iklan yang akan ditayangkan bisa mencapai sasaran yang tepat terhadap konsumen.

iklan adalah ramuan mujarab untuk segala penyakit yang berhubungan dengan citra dan popularitas, memang sudah bukan barang baru. Yang terpenting dalam proses menggarap iklan itu sesungguhnya adalah menjalankan strategi untuk mengunci komunikasi lawan. Iklan kampanye adalah penyampaian pesan- pesan oleh kampanye kepada masyarakat melalui media massa secara berulang- iklan adalah ramuan mujarab untuk segala penyakit yang berhubungan dengan citra dan popularitas, memang sudah bukan barang baru. Yang terpenting dalam proses menggarap iklan itu sesungguhnya adalah menjalankan strategi untuk mengunci komunikasi lawan. Iklan kampanye adalah penyampaian pesan- pesan oleh kampanye kepada masyarakat melalui media massa secara berulang-

E. Sintaksis

Telah banyak ahli mengemukakan penjelasan atau batasan sintaksis. Antara lain ada yang mengatakan bahwa “syntax is the study of the patterns by which word are combined to make sentences ” (Stryker, 1969:21); atau “the analysis of construction that involve only free forms is called syntax ” (Bloch and Trager, 1942:71); ataupun “Sintaksis adalah bahagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frasa dan kalimat” (Ramlan, 1976:57).

Sintaksis adalah salah satu cabang dari tata bahasa yang membicarakan struktur-struktur kalimat, klausa dan frase.

F. Pengertian Semantik

Semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata Semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkat pertama, tata

Makna, sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti, dalam keseluruhannyamemiliki tiga tingkatan keberadaan. Pada tingkat pertama, maka menjadi isi abstraksi dalam kegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan proposisiyang benar. Tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan. Pada tingkat ketiga, maka menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.

Sejalan dengan keberadaan tiga tingkatan makna diatas, Profesor Samsuri (1985) mengungkapkan terdapatnya garis hubungan: ‘makna’--- ungkapan ---- ‘makna’. Apabila makna pada tingkatan pertama dan kedua berhubungan dengan penutur, maka pada tingkatan ketiga adalah makna yang hadir dalam komunikasi sesuai dengan butir informasi yang diperoleh penanggap.

Menyadari bahwa bahasa selain menyertai kegiatan berpikir, juga menjadi kode dalam penyampaian dan pemahaman pesan, kajian makna dalam totalitasnya, akhirnya harus merambah ketiga tingkatan diatas. Mengkaji makna tingkat pertama, membuahkan pemahaman tentang cara mengolah pesan secara Menyadari bahwa bahasa selain menyertai kegiatan berpikir, juga menjadi kode dalam penyampaian dan pemahaman pesan, kajian makna dalam totalitasnya, akhirnya harus merambah ketiga tingkatan diatas. Mengkaji makna tingkat pertama, membuahkan pemahaman tentang cara mengolah pesan secara

Dalam pemakaian sehari-hari, kata makna digunakan dalam berbagai bidang maupun konteks pemakaian. Apakah pengertian khusus kata makna tersebut serta perbedaanya dengan ide, misalnya, tidak begitu diperhatikan. Sebab itu, sudah sewajarnya bila makna juga disejajarkan pengertiannya dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan, informasi, maksud, filsafat, isi, dan pikiran. Berbagai pengertian itu begitu saja disejajarkan dengan kata makna karena keberadaannya memang tidak pernah dikenal secara cermat dan dipilahkan secara tepat.

G. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. (Cook, 1971:39- 40; Elson and Pickett. 1969:82).

Kalimat dipandang dari segi jumlah dan jenis klausa yang terdapat pada dasar.

a. Kalimat tunggal, kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat. (Cook, 1971:38; Elson and Pickett, 1969:123).

b. Kalimat bersusun, kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan sekurang-kurangnya satu klausa terikat. (Cook, 1971:38).

Kalimat dipandang dari segi struktur internal klausa utama.

a. Kalimat sempurna, kalimat yang dasarnya terdiri dari sebuah klausa bebas. (Cook, 1971:47). Oleh karena yang mendasari sesuatu kalimat sempurna adalah suatu klausa bebas, maka kalimat sempurna ini mencakup kalimat tunggal, kalimat bersusun dan kalimat majemuk.

b. Kalimat tak sempurna, kalimat yang dasarnya hanya terdiri dari sebuah klausa terikat, atau sama sekali tidak mengandung struktur klausa (Cook, 1971:47).

Kalimat dipandang dari segi responsi yang diharapkan.

a. Kalimat pernyataan, kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan responsi tertentu. (Cook, 1971:38;49).

b. Kalimat pertanyaan, kalimat yang dibentuk untuk memancing response yang berupa jawaban. (Cook, 1971:38;49).

c. Kalimat perintah, kalimat yang dibentuk untuk memancing response yang berupa tindakan. (Cook, 1971:38;49).

Kalimat dipandang dari segi sifat hubungan aktor-aksi.

a. Kalimat aktif, kalimat yang subyeknya berperanan sebagai pelaku atau aktor. (Cook, 1971:49).

b. Kalimat pasif, kalimat yang subyeknya berperan sebagai penderita. (Cook, 1971:49).

maupun sebagai penderita. (Cook, 1971:49).

d. Kalimat resiprokal, kalimat yang subyek dan obyeknya melakukan sesuatu perbuatan yang berbalas-balasan. (Cook, 1971:49).

Kalimat dipandang dari segi ada atau tidaknya unsur negatif pada frase verba utama.