TINDAK TUTUR MENGELUH DALAM RUBRIK

TINDAK TUTUR MENGELUH DALAM RUBRIK ASPIRASI, KRIIING SOLOPOS, DAN RAKYAT BICARA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh INAS ADILA

C0208026

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

MOTTO

 Perlahan tapi pasti, sederhana tapi nyata.  Dia yang mengeluh adalah dia yang tak pernah bisa bersyukur, padahal

tanpa ia sadari, karunia Tuhan telah ia nikmati setiap hari.  Berhenti bertanya bagaimana cara mendapatkan apa yang kamu inginkan,

karena jawaban yang kamu temukan hanyalah berusaha.  Gunakan syukurmu, dan buang keluhmu, karena cobaan adalah proses pemuliaan.  Tuhan tidak pernah terlambat, Dia juga tidak tergesa-gesa, Dia selalu tepat waktu.

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini penulis persembahkan kepada:  Kedua orang tuaku, Ayah Abdul Kadir dan Ibu Saidah yang senantiasa memotivasi dan mendoakanku.  Kedua adikku, Lalla Malika dan Nu’man Adabi.  Almamater UNS.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur Mengeluh dalam Rubrik Aspirasi, Kriiing Solopos, dan Rakyat Bicara. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung demi tersusunnya skripsi ini. Untuk itu, dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. Selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi izin dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum. selaku pembimbing akademis selama masa kuliah.

4. Miftah Nugroho, S.S, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang penuh kesabaran, keuletan, dan motivasi dalam memberikan bimbingan dan petunjuk pada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

5. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. selaku dosen penelaah skripsi penulis yang telah bersedia memberi pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis terima.

7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah membantu dan memberikan kemudahan pada penulis dalam mendapatkan buku-buku referensi untuk penyusunan skripsi ini.

8. Ayah dan Ibu yang sangat penulis sayangi, terimakasih atas doa tulus,

dukungan sepenuh hati, dan motivasi yang luar biasa selama ini.

9. Adik-adik tercinta, Lalla dan Nono terimakasih atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi terutama klasifikasi data dan lampiran.

10. Ali Marwa Alfarizi yang selalu memberikan dukungan dan semangat tiada henti untuk menyelesaikan skripsi.

11. Teman-teman SMA (Wima, Halimah, Naomi, Fatma) yang selalu meluangkan waktu dan memberikan keceriaan selama pertemanan kita.

12. Teman-teman dekat penulis (Siti, Hana, Angga, Kusnul, Riana) terimakasih atas kebersamaan selama kuliah. Semoga pertemanan ini akan tetap terjalin selamanya.

13. Semua teman Sastra Indonesia angkatan 2008. Pengalaman, pelajaran, dan keceriaan kita adalah cerita indah dalam perjalanan hidupku.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan segala bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Surakarta,

Juli 2012 Penulis,

Inas Adila

2. Aspek-Aspek Situasi Tutur .............................................

3. Tindak Tutur ...................................................................

4. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung ................

5. Tindak Tutur Literal dan Tidak Literal ...........................

6. Tindak Tutur Mengeluh ................................................... 21

7. Rubrik ..............................................................................

C. Kerangka Pikir ........................................................................ 26

BAB III METODE PENELITIAN .........................................................

A. Jenis Penelitian .......................................................................

B. Sumber Data dan Data ...........................................................

C. Metode Pengumpulan Data ....................................................

D. Klasifikasi Data ......................................................................

E. Metode Analisis Data .............................................................

F. Metode Penyajian Data ........................................................... 31

BAB IV ANALISIS DATA ....................................................................

A. Strategi Tindak Tutur Mengeluh ............................................

1. Petunjuk (Hints) ..............................................................

2. Ekspresi kekesalan (Annoyance)......................................

3. Konsekuensi yang menyakitkan (Ill Consequences) ......

4. Tuduhan tidak langsung (Indirect) ..................................

5. Tuduhan langsung (Direct) .............................................. 45

6. Menyalahkan yang disamarkan (Modified blame) ..........

7. Menyalahkan secara eksplisit (sikap) (Explicit blame

8. Menyalahkan secara eksplisit (orang) (Explicit blame (Person))...........................................................................

54

B. Perspektif Tindak Tutur Mengeluh ......................................... 57

1. Perspektif penutur saya (I) ............................................... 57

2. Perspektif penutur kita (We) ............................................ 59

3. Perspektif mitra tutur kamu (You) ...................................

62

4. Perspektif mitra tutur keadaan (It) ................................... 65

BAB V PENUTUP ..................................................................................

72

A. Simpulan.................................................................................. 72

B. Saran........................................................................................

73

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

74

DAFTAR SINGKATAN

RA : Rubrik Aspirasi RKS : Rubrik Kriiing Solopos RRB : Rubrik Rakyat Bicara

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Tabel Strategi Tindak Tutur Mengeluh......................... 68 Lampiran 2 Tabel Perspektif Tindak Tutur Mengeluh..................... 70 Lampiran 3 Data Penelitian.............................................................. 76

Inas Adila¹ Miftah Nugroho, S.S., M.Hum.²

ABSTRAK

2012. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana strategi tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB? (2) Bagaimana perspektif tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan strategi tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB. (2) Mendeskripsikan perspektif tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB. Metode penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah Rubrik Aspirasi, Kriiing Solopos, dan Rakyat Bicara. Data dalam penelitian ini adalah tuturan dalam rubrik yang mengandung tindak tutur mengeluh dalam rubrik suara pembaca yang ada di tiga surat kabar, yaitu Radar Solo, Solopos dan Joglosemar pada bulan Januari 2012. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, dan teknik simak dan catat. Teknik analisis yang digunakan adalah kontekstual dan means-end. Penelitian ini menyimpulkan 2 hal: Pertama, dalam rubrik Kriiing Solopos, Aspirasi, dan Rakyat Bicara ditemukan 8 strategi tindak tutur mengeluh, yaitu: strategi petunjuk (hints), ekspresi kekesalan (annoyance), konsekuensi yang menyakitkan (ill consequences), tuduhan tidak langsung (indirect), tuduhan langsung (direct), menyalahkan yang disamarkan (modified blame), menyalahkan secara eksplisit (sikap) (explicit blame (behaviour)), dan menyalahkan secara eksplisit (orang) (explicit blame (person)).

¹Mahasiswa, Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0208026 ²Dosen Pembimbing ¹Mahasiswa, Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0208026 ²Dosen Pembimbing

mengeluh, yaitu (a) perspektif penutur saya “i”, (b) perspektif penutur kami/kita “we”, (c) perspektif mitra tutur kamu “you”, (d) perspektif mitra tutur keadaan “it”. Berdasarkan hasil analisis data

menunjukkan bahwa perspektif tindak tutur mengeluh yang paling banyak digunakan oleh pengeluh adalah perspektif mitra tutur ‘kamu (you)’.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peran sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak terlepas dari keharusan manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi tersebut seseorang mengutarakan pendapat dan pandangannya dalam suatu bahasa yang saling dimengerti. Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila sekarang ini bahasa mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan, tidak saja dari para ahli bahasa tetapi juga ahli-ahli di bidang bahasa lainnya. Dengan bahasa, segala ide, gagasan, perasaan, keinginan, dan pengalaman dapat tertuang (Samsuri, 1982:4). Jadi perlu disadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa.

Menurut Harimurti Kridalaksana (2008:24) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesama untuk memenuhi keinginannya sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan untuk menyatakan pikiran dan pendapat, baik yang dilakukan secara tertulis maupun lisan. Komunikasi dapat terjadi jika dalam proses itu terjadi pergantian peran antara penutur dan petutur. Proses komunikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh peristiwa atau konteks tertentu. Artinya, makna yang terdapat di balik tuturan penutur tidak dapat dipisahkan dari situasi tuturnya.

cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kebahasaan dipakai dalam komunikasi. Jadi, makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks. Konteks ini sangat penting dalam kajian pragmatik yang kemudian didefinisikan oleh Geoffrey Leech (dalam F. X. Nadar, 2009:6) sebagai background knowledge assumed to be shared by s and h

which contributes to h’s interpretation of what s means by a given utterance (“Latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud

oleh penutur pada waktu membuat tuturan”) (s berarti speaker “penutur”; h berarti

hearer “lawan tutur”). Jadi dalam hal ini jelas bahwa pragmatik memerlukan sebuah konteks untuk dapat menafsirkan tuturan yang diujarkan dan dapat membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan.

Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam pemakaian bahasa yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pemakaian bahasa dalam aktivitas sehari-hari dapat dijumpai dalam dunia pers dan media cetak. Media cetak yang memuat berbagai macam informasi secara tertulis salah satunya adalah surat kabar. Surat kabar dalam menyampaikan informasi dapat berbentuk head line, reportase, artikel, opini, rubrik, kolom, tajuk rencana, suara pembaca, tulisan pojok, kartun dan sebagainya. Berbagai rubrik tersebut tidak terlepas dari bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi.

Pemakaian bahasa di media cetak khususnya dalam suara pembaca merupakan pemakaian bahasa ragam lisan yang dituliskan. Ragam bahasa ini memiliki gaya tuturan yang khas dan maksud-maksud tertentu yang sesuai konteks tuturan serta memerlukan konteks situasi untuk memahaminya. Pragmatik Pemakaian bahasa di media cetak khususnya dalam suara pembaca merupakan pemakaian bahasa ragam lisan yang dituliskan. Ragam bahasa ini memiliki gaya tuturan yang khas dan maksud-maksud tertentu yang sesuai konteks tuturan serta memerlukan konteks situasi untuk memahaminya. Pragmatik

Bahasa di media cetak terutama dalam rubrik suara pembaca memliki kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut yakni berupa tuturan lisan yang dituliskan. Tuturan ini memuat apresiasi masyarakat yang berupa gagasan dan pendapat dalam bentuk keluhan, laporan, gagasan, ucapan terimakasih dan sebagainya. Selain itu rubrik ini sebagai jembatan penghubung antara pembaca dengan masyarakat dan instansi-instansi tertentu.

Dalam penelitian ini, penulis memilih tiga surat kabar di salah satu kota yang ada di Jawa Tengah sebagai bahan penelitian. Kota Surakarta dipilih penulis sebagai lokasi penelitian karena di kota ini ditemukan adanya penggunaan bahasa yang bervariasi. Penggunaan bahasa yang bervariasi di Kota Surakarta ini dapat dilihat dari adanya warna lokal daerah yang kental dan memiliki budaya yang beragam. Budaya adalah salah satu aspek yang dikaji dalam pragmatik sehingga cocok dipakai untuk bahan kajian. Ketiga surat kabar tersebut adalah Solopos dengan suara pembaca bernama Kriiing Solopos, Radar Solo dengan suara pembaca Aspirasi, dan Joglosemar dengan suara pembaca Rakyat Bicara.

Solopos merupakan salah satu surat kabar yang wilayah pembacanya berada di Surakarta, Wonogiri, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Karanganyar, dan Sragen. Solopos menempatkan diri sebagai surat kabar daerah yang terbit di Solopos merupakan salah satu surat kabar yang wilayah pembacanya berada di Surakarta, Wonogiri, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Karanganyar, dan Sragen. Solopos menempatkan diri sebagai surat kabar daerah yang terbit di

yang lebih luas

(http://www.anneahira.com/jawa-pos-415.htm). Joglosemar secara resmi hadir di tengah-tengah masyarakat, ikut berkiprah dan meramaikan jagat persuratkabaran di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejak awal, Harian Joglosemar berupaya menjadi media pencerahan, kontrol sosial, motor penggerak sekaligus menjadi agen perubahan (agent of change) bagi masyarakat ke arah kemajuan (http://www.harianjoglosemar.com/tentang-joglosemar- 192.html) .

Rubrik Kriiing Solopos, Aspirasi dan Rakyat Bicara yang selanjutnya disingkat RA, RKS, dan RRB ini muncul setiap hari. Di RA, RKS, dan RRB masyarakat bebas mengungkapkan gagasannya melalui tuturan-tuturan mereka yang dimuat dalam SMS. Pesan SMS tersebut berisikan macam-macam ungkapan. Salah satu ungkapan tersebut yaitu ejekan, kritikan dan keluhan kepada seseorang atau lembaga tertentu.

Sebagian besar ungkapan yang dimuat dalam RA, RKS, dan RRB merupakan keluhan. Keluhan-keluhan tersebut banyak dialamatkan pada pemerintah dan operator telepon seluler sehingga hal tersebut menarik untuk dikaji. Contoh ungkapan yang berupa keluhan dalam RKS adalah sebagai berikut.

Kepada Indosat, kok kemarin saya beli pulsa Rp 10.000 tidak dapat bonus free talk , tapi kok malah dapat bonus bicara 10 menit doang, bikin pelangganmu kecewa. (Avy, Mojosongo, 085642339xxx).

SMS tersebut berisi ungkapan kekecewaan kepada operator telepon seluler Indosat mengenai bonus freetalk yang tidak ia dapat. Ungkapan tersebut termasuk jenis tindak tutur ekspresif mengeluh karena terdapat penanda kecewa dalam ungkapan tersebut.

Tindak tutur mengeluh sendiri merupakan tindak tutur yang bernuansa kecaman atau celaan sehingga secara sosial sulit diterima. Ketika keluhan disampaikan secara langsung, yaitu ketika penutur membuat pertuturan mengeluh berkenaan dengan seseorang atau sesuatu yang hadir pada saat pertuturan, tindak tutur mengeluh mengancam wajah mitra tutur. Bukan hanya wajah mitra tutur yang menjadi cedera, hubungan di antara pelaksana tutur pun bisa jadi rusak. (R. Dian D. Muniroh 2011:247).

Berbagai permasalahan yang ada dalam komunikasi sangat dipengaruhi oleh peristiwa dan situasi tertentu. Begitu pula penelitian dalam RA, RKS, dan RRB ini. RA, RKS, dan RRB merupakan salah satu jenis tindak tutur lisan yang dituliskan. Hal yang melatarbelakangi tuturan yang disampaikan dalam RA, RKS, dan RRB patut dijadikan sebagai bahan kajian. Apalagi sebagian tuturan tersebut mengandung maksud dan tujuan tertentu. Tujuan dan maksud dari tuturan dapat diketahui melalui analisis tindak tutur yang disertai konteks dari tuturan-tuturan tersebut.

Penelitian ini difokuskan pada masalah pemakaian bahasa dalam RA, RKS, dan RRB yang terbatas pada masalah tindak tutur ekspresif mengeluh. Dalam menganalisis fenomena tindak tutur ekspresif mengeluh dalam RA, RKS, Penelitian ini difokuskan pada masalah pemakaian bahasa dalam RA, RKS, dan RRB yang terbatas pada masalah tindak tutur ekspresif mengeluh. Dalam menganalisis fenomena tindak tutur ekspresif mengeluh dalam RA, RKS,

Rubrik “Aspirasi, Kriiing Solopos, dan Rakyat Bicara”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan dalam rangka mempermudah pembahasan masalah dan menghindari agar penelitian ini tidak terlepas dari sasarannya. Adanya pembatasan masalah diharapkan tidak mengurangi arti penting dari sebuah penelitian. Pembatasan masalah juga diperlukan untuk menghindari penguraian yang terlalu luas dan permasalahan yang dikaji dalam masalah ini tidak melebar, sehingga penelitian ini tidak terbawa oleh masalah lain di luar objek penelitian.

Adapun yang menjadi lingkup permasalahan penelitian ini adalah pemakaian bahasa dalam RA, RKS, dan RRB yang terbatas pada masalah tindak tutur ekspresif mengeluh. Penulis memilih permasalahan ini dengan tinjauan ilmu pragmatik. Dalam menganalisis fenomena tindak tutur ekspresif mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB juga mempertimbangkan aspek-aspek peristiwa tutur yang melatarbelakanginya. Dengan demikian, penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan strategi dan perspektif tindak tutur ekspresif mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana strategi tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB?

2. Bagaimana perspektif tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang bersifat keilmuan berkaitan erat dengan perumusan masalah yang merupakan pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang ingin dicapai dari hasil penelititan (D. Edi Subroto, 2007:98). Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai dua tujuan yang hendak dicapai yaitu.

1. Mendeskripsikan strategi tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB.

2. Mendeskripsikan bentuk perspektif tindak tutur mengeluh dalam RA, RKS, dan RRB.

E. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang dilakukan haruslah memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu dan dalam hal ini kebahasaan (linguistik). Hasil penelitian ini a. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu dan dalam hal ini kebahasaan (linguistik). Hasil penelitian ini

b. Manfaat Praktis Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain di dalam usahanya untuk memperkaya wawasan ilmu pragmatik dan mengetahui hal-hal yang terungkap dalam tindak tutur, khususnya ekspresif mengeluh dalam Rubrik Aspirasi, Kriiing Solopos, dan Rakyat Bicara.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada hakikatnya akan mempermudah dan mengarahkan hasil penelitian agar tidak menyimpang dari pembahasan yang akan diteliti. Sistematika menjadikan penulisan hasil penelitian menjadi lebih terarah, jelas, mendetail, dan sistematis. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

Bab pertama merupakan pendahuluan. Bab ini mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah tinjauan pustaka dan landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan pustaka merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini, sedangkan landasan teori, berisi teori yang secara langsung berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti dan dikaji sebagai landasan atau acuan dalam penelitian yakni melalui pendekatan pragmatik. Kerangka pikir Bab kedua adalah tinjauan pustaka dan landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan pustaka merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini, sedangkan landasan teori, berisi teori yang secara langsung berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti dan dikaji sebagai landasan atau acuan dalam penelitian yakni melalui pendekatan pragmatik. Kerangka pikir

Bab ketiga adalah metode penelitian. Bab ini terdiri atas jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, klasifikasi data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab keempat adalah analisis data. Bab ini menjabarkan analisis terhadap data-data yang menjadi objek penelitian berdasarkan data yang tersedia. Dari analisis ini akan didapatkan hasil penelitian yang akan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam bab pertama.

Bab kelima penutup. Bab ini berisi simpulan hasil penelitian dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh penulis sebelumnya yang sejenis dan relevan dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam upaya menyusun skripsi adalah sebagai berikut.

Skripsi Devi Andriyani (2009) dengan judul “Tindak Tutur Ekspresif dalam Reality Show John Pantau ” Berdasarkan analisisnya, ditemukan 20 tindak tutur ekspresif. Pengelompokan 20 jenis tindak tutur ekspresif tersebut, yaitu tindak tutur berterima kasih, memuji, menolak, menyalahkan, mencurigai, menuduh,

mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa kaget atau terkejut, mengungkapkan rasa jengkel, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa bangga, mengungkapkan rasa malu, mengungkapkan rasa takut, mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa kecewa. Selain itu, juga dijelaskan mengenai

23 tuturan yang mengandung efek perlokusi. Dari 23 tuturan tersebut terbagi menjadi 9 efek perlokusi, yaitu menyenangkan mitra tutur, melegakan, membujuk, menjengkelkan mitra tutur, mendorong, membuat mitra tutur tahu bahwa, membuat mitra tutur berpikir tentang, membuat mitra tutur melakukan sesuatu, dan mempermalukan mitra tutur.

Skripsi Dian Purnamasari A. Dalam skripsinya yang berjudul “Tindak tutur direktif dan ekspresif dalam acara drama relity show termehek- mehek” Dari

terdapat dalam acara DRST di Trans Tv meliputi tindak tutur: mengajak yang berarti meminta (menyilakan, menyuruh, dsb) mempersilakan, mengajak, mengundang dengan hormat, meminta, memohon, menyuruh, menyarankan, melarang, dan mendesak. Adapun tindak tutur direktif „menyuruh‟ paling banyak ditemukan dalam acara DRST ini. (2) bentuk tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam acara DRST di Trans Tv meliputi tindak tutur: mengucapkan terima kasih, meminta maaf, mengungkapkan rasa takut, menyalahkan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa kaget, mengungkapkan rasa marah, dan mengungkapkan rasa kecewa. Adapun tindak tutur ekspresif yang paling banyak ditemukan dalam acara DRST di Trans Tv ini adalah tindak tutur mengucapkan terima kasih dan tindak tutur meminta maaf. (3) implikatur yang terdapat dalam acara DRST di Trans Tv meliputi implikatur menyatakan menolak, kerahasiaan, meminta, menenangkan, kritikan, larangan, mengancam, tawaran, kekhawatiran, memaksa, dan mengajak.

Skripsi Jamilatun (2010) dengan judul “Tindak tutur direktif dan ekspresif pada rubrik kriiing Solopos ” Berdasarkan analisis data, dalam RKS ditemukan 12 jenis tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif itu meliputi tindak tutur mengajak, mengingatkan, melarang, menasihati, meminta, memohon, menyarankan, menyuruh, mengharap, mengusulkan, memperingatkan, dan mempertanyakan. Wujud tindak tutur direktif yang paling banyak ditemui adalah tindak tutur meminta dan memohon. Dalam RKS ditemukan 43 jenis tindak tutur ekspresif. Tindak tutur ekspresif itu meliputi tindak tutur memprotes, mengkritik, mendukung, menyetujui, menyindir, menyayangkan, berterima kasih, mengeluh, membenarkan, memuji, mencurigai, meminta maaf, mengklarifikasi,

mengungkapkan rasa iba, mengungkapkan rasa bangga, mengungkapkan rasa salut, mengungkapkan rasa malu, mengungkapkan rasa kecewa, mengungkapkan rasa jengkel, mengungkapkan rasa prihatin, mengungkapkan ketidaksetujuan, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa khawatir, mengungkapkan rasa ketidakpedulian, mengungkapkan rasa yakin, mengungkapkan rasa bingung, mengungkapkan rasa sakit hati, mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa muak, mengungkapkan rasa resah, mengungkapkan rasa ngeri, mengungkapkan rasa sedih, mengungkapkan rasa syukur, mengucapkan selamat, mengejek, menghina, menyesal, menolak, mengevaluasi, mengungkapkan rasa berduka cita, dan mengumpat. Wujud tindak tutur ekspresif yang paling banyak ditemui adalah tindak tutur berterima kasih dan mengkritik.

Penelitian Dian D. Muniroh (2011) dengan judul “Agresifitas Tuturan Penutur Bahasa Indonesia dalam Mengungkapkan Ketidakpuasan. (Studi Kasus Pada Rubrik Surat Pembaca di Laman www.kompas.com )”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam mengungkapkan ketidakpuasannya, penutur bahasa Indonesia cenderung agresif. Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan strategi secara langsung terutama dalam kategori blame; tingginya prosentase penggunaan perspektif penutur dibandingkan mitra tutur yang direalisasikan dalam pronomina

“saya” untuk mengacu pada diri penutur dan nomina diri untuk mengacu pada mitra tutur.

Penelitian Dian D. Muniroh dan E. Aminudin Aziz (2012) dengan judul “Dari Genre ke Tindak Tutur: Menyibak Strategi Mengeluh dalam Wacana Tulis”.

Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa terdapat lima strategi yang merentang Dari analisis ini dapat disimpulkan bahwa terdapat lima strategi yang merentang

Penjelasan di atas merupakan kajian studi pendahulu atau studi yang pernah ada mengenai kajian analisis pragmatik. Keempat penelitian tersebut membahas mengenai tindak tutur direktif dan ekspresif sedangkan, penelitian yang kelima dan keenam memfokuskan pembahasan pada salah satu sub tindak tutur dalam tindak tutur ekspresif yaitu tindak tutur mengeluh. Untuk itu, dengan menggunakan analisis yang sama yaitu kajian pragmatik, penulis mencoba meneliti dari segi yang berbeda. Jika dalam penelitian keempat membahas strategi dan perspektif tindak tutur mengeluh dalam laman website, dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada strategi dan perspektif tindak tutur mengeluh dalam suara pembaca di tiga surat kabar yang ada di Surakarta, yaitu Aspirasi, Kriiing Solopos, dan Rakyat Bicara.

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah pragmatik secara berbeda- beda. Levinson (1985) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya.

Dalam buku Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan oleh M.D.D. Oka), Leech mengatakan “pragmatik adalah studi tentang makna ujaran di dalam Dalam buku Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan oleh M.D.D. Oka), Leech mengatakan “pragmatik adalah studi tentang makna ujaran di dalam

Jenny Thomas (1995) dalam bukunya yang berjudul Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics juga memberikan batasan dalam ilmu pragmatik. Menurut Thomas (1995:22) pragmatik adalah bidang ilmu yang mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interaction. Pengertian tersebut dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.

George Yule (1996: 3) mengartikan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. menurutnya pula (1996:4) ilmu pragmatik mempunyai empat batasan:

1. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang maksud penutur.

2. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual.

3. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih 3. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih

4. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak hubungan. Menurut Asim Gunarwan (1994:83-84), pragmatik adalah bidang

linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan. Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force) ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa suatu ujaran itu dibuat atau diujarkan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat ditegaskan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik menyelidiki makna yang terikat pada konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Jadi dapat dikatakan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam memahami pragmatik.

2. Aspek-Aspek Situasi Tutur

Menurut Leech (1993:19-20), situasi tutur mencakupi lima komponen, yaitu penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.

a. Penyapa dan Pesapa Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial-ekonomi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban.

b. Konteks sebuah tuturan

Leech mengartikan konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan. Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur.

c. Tujuan sebuah tuturan Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Di dalam peristiwa tutur, bermacam-macam tuturan dapat diekspresikan untuk menyatakan suatu tuturan, dan bermacam-macam tujuan dapat dinyatakan dengan tujuan yang sama.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Tata bahasa berurusan dengan wujud-wujud statis yang abstrak (abstract static entities), seperti kalimat dalam (dalam sintaksis), dan proposisi (dalam semantik), sedangkan pragmatik berurusan dengan tindak- tindak verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu. Dengan demikian pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa.

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam e. Tuturan sebagai produk tindak verbal Selain sebagai tindak ujar atau tindak verbal itu sendiri, dalam

3. Tindak Tutur

Seorang ahli bahasa yang bernama J.L. Austin menelusuri hakikat tindak tutur. Austin mengemukakan konsep mengenai Act of Utterance (tindak ujar). Pidato kuliah Austin dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul How to Do Things with Words (1968). Melalui buku itu, Austin mengemukakan pandangan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi untuk mengatakan sesuatu.

Berkaitan dengan tindak tutur, Austin (dalam Leech, 1993: 280) mengemukakan dua terminologi, yaitu tuturan konstatif (constative) dan tuturan performatif (performative). Tuturan konstatif dapat dievaluasi dari segi benar dan salah yang tradisional. Sedangkan tuturan performatif dapat dievaluasi sebagai tepat atau tidak tepat.

Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (dalam Leech, 1993: 316) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung yaitu, tindak tutur lokusi „locutionary act‟ yaitu tindak tutur menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi „illocutionary act‟ adalah melakukan tindakan dalam menyatakan sesuatu. Ketiga adalah tindak perlokusi „perlocutionary act‟ yaitu melakukan tindakan dengan menyatakan sesuatu.

Menurut Searle, inti dari tindak tutur adalah tindak ilokusi. Menurutnya, dalam tindak ilokusi, penutur dalam mengatakan sesuatu juga melakukan sesuatu. Sehubungan dengan itu, Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima jenis tindak tutur tersebut yaitu tindak tutur assertif, tindak tutur direktif, tindak tutur Menurut Searle, inti dari tindak tutur adalah tindak ilokusi. Menurutnya, dalam tindak ilokusi, penutur dalam mengatakan sesuatu juga melakukan sesuatu. Sehubungan dengan itu, Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima jenis tindak tutur tersebut yaitu tindak tutur assertif, tindak tutur direktif, tindak tutur

a) Asertif (Assertives) Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Termasuk dalam jenis tindak tutur ini misalnya seperti tuturan menyatakan, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan menyebutkan.

b) Tindak Tutur Direktif (Directives) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu, misalnya menuntut, menuyurh, meminta, dan menantang .

c) Tindak Tutur Komisif (Commisives) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya pada suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Termasuk dalam tindak tutur ini adalah berjanji, bersumpah, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan mengancam.

d) Tindak Tutur Ekspresif (Ekspresives) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan yang termasuk dalam tindak tutur ekspresif d) Tindak Tutur Ekspresif (Ekspresives) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tuturan yang termasuk dalam tindak tutur ekspresif

e) Tindak Tutur Deklarasi (Declaration) Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru. Misalnya tuturan yang memutuskan, membatalkan, melarang, dan mengizinkan .

4. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung

Dewa Putu Wijana (1996: 30) menyatakan bahwa secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklarasi), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan.

Apabila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon dsb., tindak tutur terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act) .

Contoh:  Ratna memiliki dua ekor kelinci

 Ambilkan buku saya Disamping itu untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan

dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Apabila hal ini terjadi, terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech act). Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung, tetapi harus dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Apabila hal ini terjadi, terbentuk tindak tutur tidak langsung (indirect speech act). Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung, tetapi harus

5. Tindak Tutur Literal dan Tidak Literal

Dewa Putu Wijana (1996: 32) mengatakan bahwa tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata- kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

1) Tindak Tutur Langsung Literal Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraanya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.

2) Tindak Tutur Tidak Langsung Literal Tindak Tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan denghan kalimat berita atau kalimat tanya.

3) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan 3) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan

4) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.

6. Tindak Tutur Mengeluh

Tindak tutur mengeluh, dalam taksonomi yang diajukan Searle, termasuk ke dalam kategori tuturan ekspresif karena memiliki daya ilokusi berupa pengungkapan keadaan psikologis penutur terhadap mitra tutur. Oleh karena itu, berdasarkan daya ilokusinya, tindak tutur mengeluh didefinisikan oleh Trosborg (1995:312) sebagai tindak ilokusi yang memuat ungkapan pendapat/perasaan negatif penutur terhadap sesuatu yang termuat dalam proposisi (hal yang dikeluhkan) dan oleh karenanya mitra tutur harus bertanggung jawab baik secara langsung atau tidak langsung. Dalam tindak tutur mengeluh, pendapat atau perasaan negatif berupa ketidakpuasan atau kekecewaan penutur tersebut timbul sebagai reaksi terhadap aksi atau tindakan yang sudah atau sedang diterima (Olshtain & Weinbach, 1987 dalam Dian D. Muniroh 2012:62)

Terkait tindak tutur mengeluh, Trosborg (1995:315) mengklasifikasikan tuturan mengeluh ke dalam empat kategori yang direalisasikan ke dalam delapan strategi, mulai dari yang paling tak langsung sampai yang paling langsung.

Nama Kategori

Nama Strategi

Penjelasan

No explicit

1. hints

Penutur menggunakan isyarat, hal yang Penutur menggunakan isyarat, hal yang

(Petunjuk)

dikeluhkan tidak dijelaskan dalam tuturan sehingga kemungkinan mitra tutur tidak menyadari bahwa keluhan itu dialamatkan padanya.

Expression of disapproval (ekspresi mencela)

2. Annoyance (Ekspresi kekesalan)

Penutur mengekspresikan keluhan dengan menyampaikan kejengkelan/ kekecewaannya dengan menunjuk langsung suatu hal/benda yang menurutnya tidak sesuai/jelek, tanpa menyebutkan bahwa mitra tutur adalah orang harus yang bertanggung jawab atas hal yang dikeluhkan.

3. Ill consequences (Konsekuensi yang menyakitkan)

Penutur menyebutkan dampak dari perilaku mitra tutur yang tidak mengenakkan baginya.

Accusation (tuduhan)

4. Indirect (Tuduhan tidak langsung)

Untuk menuduh mitra, penutur menggunakan kalimat tanya mengenai situasi yang dekat dengan hal yang dikeluhkan.

5. Direct (Tuduhan

Penutur secara langsung menuduh mitra tutur atas perilakunya yang telah Penutur secara langsung menuduh mitra tutur atas perilakunya yang telah

merugikan penutur.

Blame (menyalahkan)

6. Modified blame (Menyalahkan yang disamarkan)

Mitra tutur adalah orang yang harus bertanggung jawab atas yang dikeluhkan penutur. Untuk kenyamanannya, penutur mengungkapkan alternatif tindakan yang seharusnya dilakukan mitra.

7. Explicit blame (behavior) Menyalahkan secara eksplisit (sikap)

Tanpa basa-basi, penutur langsung menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan mitra tutur tidak sesuai/ jelek.

8. Explicit blame (person) Menyalahkan secara eksplisit (orang)

Penutur menyatakan secara eksplisit bahwa mitra sebagai tertuduh ialah seorang yang tak bertanggung jawab.

Selain dapat diidentifikasi dari pemilihan-pemilihan strategi yang dikemukakan dalam tabel di atas, pemilihan penggunaan perspektif pun bisa menentukan kelangsungan tuturan mengeluh. Trosborg dengan mengadopsi pendapat Haverkate (dalam Dian D. Muniroh 2011: 250) membedakan perspektif mengeluh ke dalam perspektif penutur (terbuka dan tersembunyi) dan mitra tutur (terbuka dan tersembunyi).

1) Perspektif penutur “I” – terbuka Penutur mengidentifikasi dirinya secara terbuka dengan menggunakan

pronomina persona orang pertama “saya” atau menggunakan nomina umum dan nomina nama diri seperti “paman Sam”.

2) Perspektif penutur “We” – tersembunyi Penutur menyembunyikan identitas dan mengidentifikasi dirinya

sebagai “kami/kita”. Hal ini dilakukan penutur untuk meminimalkan perannya sebagai pengeluh dan menghindari menyerang langsung mitra tutur secara personal.

3) Perspektif mitra tutur “You” – terbuka Penutur secara eksplisit menyatakan mitranya sebagai agen

penanggungjawab keluhan. Selain menggunakan pronomina persona dua “kamu/anda”, perspektif ini bisa juga direalisasikan dalam nomina umum seperti Susan/my daughter”.

4) Perspektif mitra tutur “It” – tersembunyi Penutur memilih menggunakan perspektif ini untuk mengalihkan

fokus atau menyembunyikan agen penanggung jawab keluhan dan lebih mengangkat keadaan atau sesuatu yang dikeluhkan.

7. Rubrik

Rubrik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah media cetak yang berupa surat kabar, tabloid atau majalah. Menurut Onong Uchjana Effendi dalam Kamus Komunikasi, rubrik adalah istilah bahasa Belanda yang berarti Rubrik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah media cetak yang berupa surat kabar, tabloid atau majalah. Menurut Onong Uchjana Effendi dalam Kamus Komunikasi, rubrik adalah istilah bahasa Belanda yang berarti

Pengertian rubrik dalam Himpunan Istilah Komunikasi (Djonaesih S. Sunarjo, 1983: 112) adalah sebuah kepala karangan atau ruangan di dalam surat kabar atau majalah yang digunakan sebagai tempat opini, berita, atau semua bentuk tulisan khususnya di dalam media cetak.

Ada beberapa jenis rubrik menurut Dja‟far H. Assegaff dalam buku Jurnalistik Masa Kini, yaitu :

a. Rubrik Informatif : Rubrik ini mencakup perihal keluarga, kesejahteraan karyawan, pengumuman pimpinan perusahaan, peraturan, surat keputusan, dan pertemuan.

b. Rubrik Edukatif : Rubrik ini meliputi tajuk rencana, artikel-artikel dan kutipan pendapat para tokoh.

c. Rubrik Kreatif : Rubrik ini mencakup berita pendek atau bersambung,

anekdot, kisah minat insani dan pojok atau sentilan (1983:38).

RA, RKS, dan RRB merupakan salah satu rubrik yang terdapat dalam surat kabar Solopos, Radar Solo dan Joglosemar. RA, RKS, dan RRB termasuk dalam jenis rubrik kreatif. Di RA, RKS, dan RRB masyarakat bebas mengekspresikan gagasannya melalui berbagai ungkapan kebahagiaan, kekecewaan, gagasan, keluhan, terimakasih, dan kritikan yang disampaikan lewat

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka pikir yang terkait dengan penelitian ini secara garis besar dapat dilukiskan pada bagan di bawah ini.

Sumber data dalam penelitian ini adalah suara pembaca dalam RA, RKS, dan RRB. Tuturan disampaikan oleh para pengirim pesan yang selanjutnya disebut pengeluh dalam RA, RKS, dan RRB . Pengeluh mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kegiatan yang sudah atau sedang diterimanya. Ketidakpuasan tersebut masuk dalam kategori tindak tutur ekspresif mengeluh. Dari tuturan mengeluh tersebut dapat diidentifikasi menurut strategi dan perspektif tindak tutur mengeluh.

Rubrik Suara Pembaca

Pengeluh

Ketidakpuasan

Tindak Tutur

Mengeluh

Perspektif Tindak Tutur Mengeluh

Strategi Tindak Tutur Mengeluh

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Suatu penelitian tertentu, berdasarkan teknik pendekatannya dapat dikaji melalui 2 cara yakni melalui metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Edi Subroto, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang tidak di desain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (2007:5)

Dokumen yang terkait

ANALISIS DAN PERANCANGAN TELECOMMUNICATION CABLING INFRASTRUCTURE DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF TELECOMMUNICATION CABLIN

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN SECURITY SYSTEM DALAM RANCANGAN BERDASARKAN STANDAR EN506002-5 DENGAN METODE PPDIOO LIFE- CYCLE APPROACH STUDI KASUS : DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG ANALYSIS AND DESIGN OF SECURITY SYSTEM IN DESIGN BASED ON EN506002-5 ST

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN POWER DISTRIBUTION DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFOKABUPATEN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODOLOGI PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH

1 1 10

ANALISIS DAN PERANCANGAN ENVIRONMENTAL CONTROL DATA CENTER DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFO KABUPATEN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODOLOGI PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ENVIRONMENTAL CONTROL DATA CENTER ANALYSIS AND DESIGN

0 0 9

USULAN KEBIJAKAN PERSEDIAAN JAMU DALAM KEMASAN MENGGUNAKAN VENDOR MANAGEMENT INVENTORY DENGAN MODEL CONSIGNMENT STOCK PADA KASUS SINGLE VENDOR MULTI RETAILER UNTUK MENGURANGI OVERSTOCK DI RITEL YANG MENJADI MITRA DARI PT XYZ INVENTORY POLICY FOR JAMU USIN

0 0 8

PERAN LEMBAGA JOGLO TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI PADI ORGANIK SKRIPSI

0 3 94

POTENSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) BUDIDAYA SECARA ORGANIK DALAM SISTEM AGROFORESTRI Agus Priyanto H0708067 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

0 0 45

LAPORAN TUGAS AKHIR TUGAS ASISTEN PRODUSER DALAM PEMBUATAN NASKAH PROGRAM ACARA BONITA SHOW DI PT TELEVISI SEMARANG INDONESIA ( TV BOROBUDUR )

0 2 76

EKSISTENSI WAYANG BEBER DALAM PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA DI PACITAN

1 2 67

SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)

1 1 121