Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp) Hasil Deposisi Spin Coating

KAJIAN FENOMENA TRANSPORT LAPISAN TIPIS KLOROFIL (SPIRULINA SP) HASIL DEPOSISI SPIN COATING

Disusun Oleh : RACHMAN HAKIM ADITYA

M 0207052

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Juni, 2012

commit to user ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp ) Hasil Deposisi Spin Coating

Yang ditulis oleh : Nama : Rachman Hakim Aditya NIM : M 0207052

Telah diuji dan dinyatakan lulus oleh dewan penguji pada Hari : Senin Tanggal : 18 Juni 2012

Dewan Penguji :

1. Drs. Usman Santosa M. S.

NIP. 19510407 197503 1 003

2. Viska Inda Variani, S. Si., M. Si. NIP. 19720617 199702 2 001

3. Dr. Eng. Budi Purnama, M.Si

..

NIP. 19731109 200003 1 001

4. Utari, S.Si, M.Si.

NIP. 19701206 200003 2 001

Disahkan oleh Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ahmad Marzuki., S.Si., Ph.D NIP. 19680508 199702 1 001

commit to user

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi saya yang berjudul

Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp) Hasil

Deposisi Spin Coating adalah hasil kerja saya atas arahan pembimbing dan sepengetahuan saya hingga saat ini, isi skripsi tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau materi yang telah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di Universitas Sebelas Maret atau di Perguruan Tinggi lainnya, jika ada maka telah dituliskan di daftar pustaka skripsi ini dan segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian ucapan terimakasih. Isi skripsi ini boleh dirujuk atau difotokopi secara bebas tanpa harus memberitahu penulis.

Surakarta, 5 Juni 2012

Rachman Hakim A.

commit to user

iv

KAJIAN FENOMENA TRANSPORT LAPISAN TIPIS KLOROFIL (SPIRULINA SP) HASIL DEPOSISI SPIN COATING

RACHMAN HAKIM ADITYA M0207052 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

Telah dilakukan pengukuran celah energi Eg pada bahan semikonduktor organik spirulina sp yang ditumbuhkan di atas subtrat PCB dengan spin coating. Pengukuran energi gap berdasarkan karakterikstik I-V pada suhu 276 K-298 K dengan metode pengukuran four-point probe yang sudah dimodifikasi. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar deposisi terhadap gap energi suatu bahan semikonduktor organik. Diperoleh hasil bahwa energi gap

Eg meningkat dengan bertambahnya kecepatan putar dan kemudian menunjukkan tren konstan pada Eg

Eg ini

disinyalir akibat perubahan struktur lapisan tipis yang terbentuk. Ketika kecepatan

apisan

tipis berubah menjadi diskrit dengan kenaikan kecepatan putar deposisi.

Kata Kunci : energi gap, spin coating, four-point probe, bahan semikonduktor

organik, spirulina sp

commit to user

STUDY OF TRANSPORT PHENOMENA ON THIN FILM CHLOROPHYLL (SPIRULINA SP) DEPOSITED BY SPIN COATING

RACHMAN HAKIM ADITYA M0207052 Physics Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Sebelas Maret University (UNS)

ABSTRACT

In this research, has been measured energy gap of organic semiconductor Spirulina sp fabricated above PCB substrate by spin coating. Four point probe modification is performed to measure an energy gap through I-V dependence of temperature at range 276 K-298 K. It aims to know a rotational speed dependence of the energy gap on organic semiconductor materials. The results show that the energy gap Eg increases with the increased of rotational speed and then it tend a constant in at Eg

4000 rpm. Eg change is presumably

due to changes in the structure of a thin layer is formed. When the rotational speed is low, a thin continuous layer is formed. Meanwhile, the structure transformed into discrete thin layers with increasing rotational speed.

Keywords: energy gap; spin coating; four-point probe; semiconduktor organics

commit to user

vi

MOTTO

Diwajibkan atas kamu berperang padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS.Al Baqarah:216)

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga. (HR. Muslim)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Dengan rahmat Allah SWT, karya ini kupersembahkan kepada:

bapakku, yang selalu memberi semangat dan arahan. Ibuku tercinta yang sudah berada disurga Keluarga besarku, aku yang malas selalu tercambuk oleh kesuksesan kalian, bukan iri tapi usaha untuk sama suksesnya.

Tika adiwena sang pemberi semangat Teman seperjuanganku, aku tidak pernah berhenti berharap karena dukungan dan motivasi kalian.

Almamater yang kubanggakan, khususnya Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret.

commit to user viii

KATA PENGANTAR

-Nya

berupa ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Kajian Fenomena Transport Lapisan Tipis Klorofil (Spirulina Sp) Hasil Deposisi Spin Coating

Laporan penelitian ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta dan pembimbing Akademik yang telah memberi lecutan semangat kepada penulis.

2. Dr. Eng. Budi Purnama, M.Si selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, saran, serta persahabatan yang berarti banyak bagi penulis selama penyusunan skripsi.

3. Utari, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan, saran, serta dukungan yang berarti banyak bagi penulis selama penyusunan skripsi.

4. Segenap staff jurusan dan laborat atas bantuan yang diberikan, semoga Allah membalas kebaikan kalian.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuannya mendapat berkah dari Allah S.W.T. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan skrip siini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amin.

Surakarta, 5 Juni 2012

Rachman Hakim A.

commit to user xi

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan

Satuan

R esitivitas

O hm. Meter

Kecepatan putar sudut R adian P er Menit Konduktivitas

(Ohm- Centimeter) -1 Mobilitas listrik

Meter/V olt D etik R apat Arus

Ampere/Centimeter 2 Konstanta Boltzman

Joule/Kelvin

n Jumlah muatan (elektron atau hole) Eg Energi gap

elektron V olt

t Tebal

Meter

h Tebal

Meter

A Luas penampang

Meter 2

m Massa

Gram

V ikositas Kilogram/D etik Meter

V V olume

Meter 3

Massa jenis Gram/Mililiter T

Suhu

Kelvin

H ambatan

O hm

commit to user

xiii

Gambar 4.4. (a) Grafik serapan larutan klorofil untuk 3 fraksi warna hasil

kromatografi dan (b). Perbandingan grafik serapan fase larutan dan lapisan tipis klorofil spirulina Sp hasil spin coating dengan substrat kaca ......................................................................................................... 40

Gambar 4.5. Grafik hubungan arus I sebagai fungsi suhu T pengukuran lapisan

tipis spirulina sp hasil deposisi spin coating .......................................... 42 Gambar

4.6. Grafik hubungan ln R terhadap 1/T, dengan variasi kecepatan putar ........ 43

Gambar 4.7.Nilai E g sebagai fungsi kecepatan putar

untuk lapisan tipis spirulina sp dengan 7 lapis ................................................................... 44

Gambar 4.8. Modifikasi morfologi permukaan lapisan tipis klorofil spirulina sp

hasil STM dengan 5 lapis untuk jangkauan scan 450 nm × 450 nm untuk kecepatan putar (a) 3000 rpm, (b) 3500 rpm, (c) 4000 rpm, serta (d) 5000 rpm. ............................................................................... 45

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Simulasi Perhitungan Ketebalan LapisanTipis Metode Spin Coating Lampiran 2 : Perhitungan Ketebalan LapisanTipis Klorofil Lampiran 3 : Perhitungan Nilai Energi Gap

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, bahan semikonduktor organik menjadi objek penelitian sangat menarik setelah diketahui luasnya aplikasi devais pada bidang optik dan elektronik, antara lain seperti Field Effect Transistor (FET), Organics Light Emitting Diodes (OLED), dan Sel Surya (Agus dkk, 2007). Salah satu bahan semikonduktor organik adalah warna hijau daun atau dye dari berbagai macam daun ataupun buah-buahan. Ketersediaan bahan tersebut di Indonesia melimpah dan karakteristik mengingat letak geografi berada pada daerah tropis.

Pengkajian pemanfaatan dye sebagai bahan dasar devais diawali dengan penemuan Grätzel mengenai dye-sensitized solar cell (DSSC) (Halme, 2002). Kunci teknologi dari hasil penemuan tersebut adalah adanya struktur sambungan (junction) seperti/like p-n pada dye. Semenjak itu, para peneliti mengkaji secara lebih mendetail mekanisme transfer energi foton menjadi energi listrik pada bahan semikonduktor organik. Meskipun demikian fenomena transport dari bahan organik semikonduktor masih belum dipahami secara detail, sehingga dipandang perlu untuk melakukan kajian pada masalah tersebut.

Mekanisme pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia pada bahan semikonduktor organik adalah eksitasi pembawa muatan klorofil dari aras bawah menuju aras atas. Kedua level energi tersebut dikenal sebagai HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital ) untuk level energi teratas dan LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital ) untuk level energi terbawah. Selisih energi HOMO- LUMO dikenal sebagai lebar celah energi atau energi gap (Triyana dkk, 2004). Dye /klorofil yang tereksitasi kemudian mengalir menjadi muatan dalam satu rangkaian tertutup. Sehingga bahan semikonduktor organik dengan energi gap kecil

commit to user

menarik untuk diteliti selain klarifikasi mekanisme melalui reaksi redoks yang mengakibatkan dye tereksitasi (Zahn et.al, 2006; Koeppea et.al, 2007;Lin et.al, 2011; Operamolla et.al, 2011)

Pada penelitian ini, fenomena transport eksitasi pembawa muatan (dye) lapisan tipis Spirulina Sp hasil deposisi spin coating akibat pengaruh suhu akan dikaji. Lebar celah energi yang dilampaui akan dievaluasi ketergantungannya terhadap kecepatan putar deposisi.

1.2. Perumusan Masalah

Pada penelitian ini, akan mencari keterkaitan energi gap dengan kecepatan putar deposisi lapisan tipis semikonduktor organik Spirulina Sp hasil deposisi spin

coating di atas subtrat PCB (Printed Circuit Board) dari pengamatan fenomena trasport pembawa muatan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menumbuhkan lapisan tipis klorofil Spirulina sp di atas PCB (Printed Circuit Board ) dan kaca preparat dengan menggunakan metode spin coating.

2. Mengetahui pengaruh kecepatan putar terhadap nilai energi gap klorofil Spirulina sp .

3. Mengetahui karakteristik morfologi permukaan lapisan klorofil terhadap perubahan kecepatan putar.

1.4. Batasan Masalah

Penelitian ini diberi batasan sebagai berikut:

1. Penumbuhan lapisan tipis klorofil Spirulina sp dilakukan dengan menggunakan metode spin coating.

commit to user

2. Pengukuran hanya dibatasi pada suhu di bawah suhu kamar (276 K) hingga mendekati suhu kamar (298 K).

3. Metode uji I-V dengan metode four point probe yang sudah dimodifikasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fenomena transport dan dapat mengkaji lebih lanjut untuk penelitian selanjutnya tentang fenomena transport dari bahan organik semikonduktor.

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material Semikonduktor

Berdasarkan sifat daya hantar listriknya, material zat padat dikelompokkan ke dalam tiga bagian yaitu isolator, semikonduktor, dan konduktor. Material semikonduktor merupakan material yang mempunyai celah energi relatif kecil. Semikonduktor memiliki sifat antara konduktor dan isolator, dimana pada temperatur yang sangat rendah dia akan bersifat isolator dan ketika suhu dinaikkan maka dapat bersifat konduktor. Daya hantar semikonduktor ini berkaitan erat dengan keadaan elektron pada pita valensi dan pita konduksi (Omar, 1974).

Semikonduktor mempunyai energi gap (Eg) relatif kecil (~ 1eV) dan terdapat pita valensi dan konduksi. Pita valensi yang penuh dengan elektron dan pita konduksi yang kosong, sehingga bahan ini akan bersifat isolator pada temperatur rendah. Akan tetapi bila temperatur dinaikan, sebagian dari elektron valensi akan mendapat energi termal yang lebih besar dari Eg, sehingga elektron akan bergerak menuju pita konduksi. Elektron-elektron akan bebas dan mudah bergerak walaupun hanya dipengaruhi oleh medan yang kecil, sehingga mudah untuk menghantarkan listrik. Kekosongan elektron dalam pita valensi disebut hole (Sanyoto dkk, 2010).

2.2. Pita Energi Semikonduktor

Berdasarkan struktur pita energi, zat padat diklasifikasikan sebagai isolator, semikonduktor dan konduktor menurut populasi elektron dalam pita-pita energi tersebut.

commit to user

Gambar 2.1. (a) Isolator, (b) Semikonduktor, dan (c) Konduktor

Pada gambar 2.1a. terlihat bahwa pita valensi terisi penuh dan pita konduksi keadaan kosong namun memiliki celah energi yang cukup lebar untuk elektron tereksitasi ke pita konduksi. Perpindahan ini hampir tidak mungkin kecuali ditambahkan energi yang cukup besar misalnya dengan pemanasan. Material yang memiliki diagram pita energi seperti ini tidak mudah menghantarkan arus listrik, sehingga termasuk dalam kelompok material isolator.

Pada gambar 2.1b. memiliki celah energi sempit, maka jika temperatur naik sebagian elektron di pita valensi naik ke pita konduksi dengan mudah dan meninggalkan tempat kosong (hole) di pita valensi. Baik elektron yang telah berada di pita konduksi maupun hole di pita valensi akan bertindak sebagai pembawa muatan untuk terjadinya arus listrik. Konduktivitas listrik naik dengan cepat dengan naiknya temperatur.

Pada 0 K elektron terdistribusi dalam pita valensi sampai tingkat tertinggi yang disebut tingkat Fermi. Pada temperatur kamar elektron di sekitar tingkat energi Fermi mendapat tambahan energi dan mampu naik ke orbital di atasnya yang masih kosong. Elektron yang naik ini relatif bebas sehingga medan listrik

commit to user

dari luar akan menyebabkan elektron bergerak dan terjadilah arus listrik. Oleh karena itu material dengan struktur pita energi seperti ini, di mana pita energi yang tertinggi tidak terisi penuh, merupakan konduktor yang baik (juga disebut metal) seperti pada gambar 2.1c (Sudaryatno dkk, 2006)

2.3. Material semikonduktor organik

Material semikonduktor organik adalah material organik yang memiliki karakteristik semikonduktor dan memiliki struktur utama yaitu atom karbon. Pada semikonduktor organik, masing-masing atom karbon bergabung membentuk suatu rantai utama. Ikatan yang terjadi antara atom-atom karbon pada semikonduktor organik menentukan sifat elektronik semikonduktor organik tersebut. Semikonduktor organik dapat digolongkan menjadi dua yaitu semikonduktor organik jenuh yang mana keempat elektron valensi pada tiap atom karbon digunakan untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom lain, sedangkan semikonduktor organik tidak jenuh masih mempunyai elektron bebas pada atom- atom karbonnya, yang tidak terikat yang pada akhirnya menimbulkan sifat konduktif bahan. Keberadaan orbital molekular yang tumpang tindih antara setiap elektron valensi yang terikat pada rantai atom karbon merupakan penyebab utama munculnya sifat semikonduktor pada bahan organik.

Molekul-molekul dalam bahan organik berinteraksi melalui interaksi Van der Waals yang lemah, sehingga mengakibatkan pita valensi dan pita konduksi terbentuk pada setiap molekul (Ishii dkk., 1999). Bagian teratas dari keadaan yang ditempati oleh elektron pada pita valensi disebut Highest Occupied Molecular Orbital (HOMO), sedangkan bagian terbawah dari keadaan yang tidak ditempati elektron pada pita disebut dengan Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO), atau dapat juga dikatakan bahwa HOMO merupakan analog bagi pita valensi dalam kajian semikonduktor berbasis bahan anorganik, sedangkan LUMO merupakan analog bagi pita konduksi (Triyana dkk, 2004).

Struktur elektronik bahan yang digunakan pada piranti fotovoltaik organik dapat digambarkan pada Gambar 2.2. Level vakum (Vacuum Level) selanjutnya

commit to user

ditulis VL, yaitu suatu level energi sedemikian rupa sehingga tidak ada muatan bebas pada level itu. Energi ionisasi (I) merupakan celah energi yang memisahkan HOMO dengan VL. Afinitas elektron (A) merupakan energi yang memisahkan LUMO dengan VL. Fungsi kerja ( ) merupakan energi yang memisahkan antara VL dengan lefel fermi. Celah energi (Eg) merupakan lebar celah energi antara HOMO (pita valensi) dan LUMO (pita konduksi).

Gambar 2.2. Struktur elektronik material semikonduktor organik (Ishii et.al, 1999)

2.4. Klorofil

Klorofil merupakan pigmen utama yang berperan dalam reaksi fotokimia pada pusat reaksi fotosintesis. Fungsi utama klorofil di dalam perangkat fotosintesis diantaranya sebagai penyerap cahaya, pentransfer energi eksitasi ke

pusat reaksi dan pemisah muatan pada membran fotosintetik (Budiyanto dan Ma

Chung, 2008). Dalam proses fotosintesis, radiasi yang terbesar adalah cahaya tampak. Proses penyerapan cahaya dalam fotosintesis yang berperan adalah molekul pigmen yang terdapat di dalam kloroplas yang dikenal sebagai klorofil (Sanyoto dkk, 2010).

Klorofil memiliki struktur molekuler seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Klorofil mengandung satu inti porfirin dengan satu atom Mg yang terikat kuat ditengah, dan satu rantai dihidrokarbon panjang tergabung melalui gugus asam karboksilat.

commit to user

Gambar 2.3. Struktur klorofil (Rothemund, 1956)

Klorofil dibedakan menjadi yaitu klorofil a dan klorofil b. Tetapi klorofil a dan klorofil b mempunyai komposisi yang hampir sama. Klorofil a dan klorofil b mempunyai sifat serapan pada spektrum yang sama. Semua klorofil memiliki sifat dapat berfluorescense, yakni apabila mendapat penyinaran dengan spektrum cahaya tertentu (excitation spectrum), maka cahaya yang diteruskan (emission spectrum ) adalah cahaya pada spektrum yang berlainan. Klorofil a banyak menyerap cahaya biru violet dan merah. Klorofil b banyak menyerap cahaya biru dan orange dan memantulkan cahaya kuning hijau. Grafik absorbansi klorofil a dan b ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Spektrum absorbsi klorofil a dan klorofil b (Solomon et.al, 1993).

commit to user

Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nm) dan merah (650-700) dibandingkan pada warna hijau (500-600) tumbuhan dapat memperoleh seluruh kebutuhan energi mereka dari spektrum merah dan biru didalam wilayah cahaya tampak, warna hijau pada daun disebabkan karena klorofil menyerap cahaya merah dan biru serta meneruskan dan mementulkan cahaya hijau.

2.5. Spirulina sp

Spirulina sp merupakan salah satu jenis dari Mikro Alga yang banyak hidup di danau- danau atau perairan dengan kadar garam yang tinggi. Karena memilki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Spirulina sp adalah sianobakteria yang berbentuk filamen yang menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang bernilai tinggi antara lain karotenoida (Tri dan Suharyanto dkk, 2001). Spirulina sp mempunyai pigmen fotosintesis, pigmen fotosintesis yang mendominasi Spirulina sp adalah klorofil a, klorofil b dan beta karoten. Spirulina sp memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan pigmen lainnya yang dimiliki Spirulina sp.

2.6. Fenomena Transport

Beberapa proses fenomena transport pada perangkat semikonduktor mencakup current drift, diffusion current, rekombinasi, generasi, emisi termionik, dan ionisasi dampak. Fenomena transport merupakan suatu proses kejadian yang menyebabkan bergeraknya pembawa muatan dalam bahan semikonduktor dari pita valensi ke pita konduksi. Bergeraknya pembawa muatan pada bahan antara lain pengaruh medan listrik dan gradien konsentrasi pembawa. Sifat pembawa muatan bergantung pada jenis penghantarnya, pada semikonduktor pembawanya elektron dan hole. Selain pengaruh medan listrik pembawa muatan juga dipengaruhi proses bergeraknya muatan yaitu kecepatan termal, kecepatan hanyut, tumbukan, hamburan, mobilitas dan konduktivitas.

commit to user

2.6.1. Kecepatan Termal

Pada semikonduktor tipe-n dalam kesetimbangan termal, elektron dalam pita konduksi semikonduktor merupakan partikel bebas. Gerakan elektron dan hole dalam semikonduktor yang menerima energi termal yaitu energi yang disebabkan oleh pengaruh suhu elektron dan hole tersebut yang bergerak secara acak atau random sering disebut juga kecepatan random. Oleh karena itu, persamaan energi kinetik dari elektron yaitu :

2 (2.1) dengan

merupakan massa efektif konduksi pada elektron bebas,

merupakan kecepatan termal, k adalah konstanta Boltzman, dan T adalah suhu dalam derajat Kelvin (Sze, 1985).

2.6.2. Kecepatan Hanyut

Kecepatan hanyut terjadi Jika pada semikonduktor diberikan medan listrik

E, elektron akan mendapatkan gaya -q dari medan listrik yang dipercepat sepanjang arah medan (elektron berlawanan arah terhadap medan listrik). kecepatannya akan terus meningkat selama belum bertumbukan dengan ion.

Namun jika elektron menumbuk ion, elektron akan kehilangan energinya, dan masuk ke dalam kondisi steady state dan mendapatkan kecepatan tertentu yang disebut kecepatan hanyut, yang arahnya berlawanan dengan arah medan listrik. Sehingga kecepatan hanyut dapat dirumuskan sebagai berikut (Sze, 1985)

(2.2)

(2.3) dengan v n merupakan kecepatan hanyut, q adalah muatan listrik,

adalah waktu antara bertumbukan,

adalah massa elektron, adalah medan listrik. Tanda negatif menunjukan muatan negatif elektron.

commit to user

2.6.3. Mobilitas dan Konduktivitas

Dari persamaan kecepatan hanyut diatas dapat ditentukan mobilitas elektron. Mobilitas elektron merupakan perbandingan antara kecepatan hanyut terhadap medan listrik atau kecepatan per satuan medan, sehingga persamaan mobilitas menjadi

mobilitas µ merupakan salah satu parameter dalam gerakan pembawa muatan, karena mobilitas menunjukkan gerakan elektron dalam medan listrik. µ adalah mobilitas listrik dengan satuan (SI) meter/volt detik, jika dihubungkan dengan rapat arus listrik dengan arah arus searah dengan medan listrik. Satuan

kerapatan arus dalam A/cm 2 . = =µ

(2.6)

Konduktifitas didefinisikan sebagai aliran muatan listrik melalui sebuah benda karena pengaruh medan listrik. Perpindahan panas terjadi karena perpindahan elektron-elektron yang bergerak cepat diikuti oleh tumbukan antara elektron- elektron tersebut, satuan konduktifitas dalam (ohm-cm) -1 . Ekivalen sebelumnya, rapat arus hole dirumuskan

(2.7) Sehingga rapat hanyut total

= +=(µ+µ)

(2.8) Serta konduktivitas total adalah

=(µ+µ)

(2.9)

Kontribusi elektron dan hole untuk konduktivitas dihubungkan dengan resistivitas dari semikonduktor, yaitu kebalikan dari , yaitu:

(µ+µ) (2.10)

commit to user

2.7. Konduktivitas Semikonduktor sebagai Fungsi Suhu

Konduktivitas semikonduktor meningkat seiring dengan naiknya suhu. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jumlah pembawa muatan n bertambah sebanding dengan jumlah elektron yang dapat melompat dari pita terlarang. Pada suhu 0 K tidak ada elektron yang mempunyai cukup energi untuk melompat, akan tetapi dengan naiknya suhu, energi elektron bertambah. Pada suhu di atas 0 K sejumlah elektron valensi dalam silikon, germanium, dan timah tereksitasi dan menyeberangi celah energi. Hal yang sama terjadi pada semikonduktor senyawa. Distribusi elektron yang mendapat energi termal adalah

dengan n merupakan jumlah elektron / m 3 pada pita konduksi (atau jumlah lubang /m 3 dalam pita valensi). Pada pita terlarang bahan semikonduktor intrinsik, energi rata rata E terdapat di tengah tengah celah, Eg/2. Oleh karena itu

0 2 (2.12)

2 (2.13)

T merupakan suhu absolut (K) dan k merupakan konstanta Boltzman. Konduktivitas berbanding lurus dengan jumlah pembawa muatan n, oleh karena itu

= 0 2 (2.14)

Dengan 0 konstanta pembanding yang mencakup faktor faktor q dan (Omar, 1974).

2.8. Spin Coating

Metode spin coating merupakan metode penumbuhan film tipis pada substrat dengan cara meneteskan cairan ke pusat substrat yang diputar. Material coating dideposisi atau diletakkan dibagian tengah substrat baik dengan cara

commit to user

manual ataupun dengan bantuan robot. Material tersebut dituangkan atau disemprotkan di atas substrat. Prinsip fisika dari spin coating adalah keseimbangan antara gaya viskositas pelarut dengan gaya sentrifugal dikontrol oleh kecepatan spin. Variabel parameter proses yang termasuk dalam spin coating adalah viskositas atau kekentalan larutan, kandungan material, kecepatan anguler dan waktu putar (Faozi, 2011).

Bahwa ketebalan maupun keseragaman lapisan tipis bergantung pada proses spin coater dengan variasi kecepatan serta viskositas yang berbeda pula. Secara umum jika viskositas berkurang dan kecepatan spin coater tinggi maka akan diperolah lapisan film yang seragam. Perhitungan ketebalan lapisan tipis pada waktu tertentu dituliskan sesuai persamaan (2.15)

= 0 1+ 4 2 3 0

2 (Huang dan Ken, 2003)

(2.15) dimana

h(t) : Ketebalan pada waktu (cm) t : Waktu putar (waktu) : Kecepatan putar (rpm)

: Massa jenis bahan (gr/cm 2 )

0 : Ketebalan awal (cm) : Viskositas (kg/s.cm)

Gambar 2.5. Proses Spin Coating (Luurtsema, 1997)

Pada Gambar 2.5. menunjukkan beberapa tahapan dalam proses spin coating , antara lain:

a. Tahap penetesan cairan (Dispense)

commit to user

Pada bagian cairan ini dideposisisikan di atas permukaan substrat, kemudian diputar dengan kecepatan tinggi. Kemudian lapisan yang telah dibuat akan dikeringkan sampai pelarut pada lapisan tersebut benar-benar sudah menguap. Proses dispense tersebut dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Static dispense, proses disposisi sederhana yang dilakukan pada larutan di atas pusat substrat. Pada proses ini menggunakan kecepatan 1 sampai 10

cc, bergantung pada kekentalan cairan dan ukuran substrat yang digunakan. Adanya kecepatan yang sangat tinggi dan ukuran substrat yang lebih besar dapat memastikan cairan tersebut benar-benar telah tersebar rata di atas substrat.

2) Dynamic dispense, proses deposisi dengan kecepatan putar yang kecil kira- kira 500 rpm. Pada proses ini cairan yang tersebar di atas substrat akan sedikit terbuang dan substrat menjadi lebih basah, sehingga lapisan yang terbentuk akan lebih tebal.

b. Tahap percepatan dan penyebaran (spreading) Setelah tahap penetesan cairan, larutan dipercepat dengan kecepatan yang relatif tinggi. Kecepatan yang digunakan substrat ini akan mengakibatkan terjadinya gaya sentrifugal dan turbulensi cairan sehingga larutan tersebar merata di atas substrat. Kecepatan yang digunakan antara 1500-6000 rpm dan tergantung sifat cairan terhadap substrat yang digunakan. Waktu yang digunakan kira-kira 10 menit.

c. Tahap pengeringan (drying) Pada tahap ini tebentuk lapisan tipis murni dengan suatu ketebalan tertentu. Tingkat ketebalan lapisan yang terbentuk tergantung pada tingkat kelembaban tingkat substrat. Adanya kelembaban yang kecil menyebabkan ketebalan lapisan murni yang terbentuk akan menjadi semakin besar.

2.9. Piknometer

Piknometer merupakan metode pengukuran massa jenis yang lebih teliti daripada metode yang lain, karena faktor pengaruh udara dan suhu sangat berpengaruh terhadap pengukuran piknometer. Piknometer digunakan untuk

commit to user

menentukan kerapatan benda padat homogen yang tidak larut dalam cairan. Piknometer juga dapat mengukur benda padat berbutir seperti pasir, tepung, bubuk, dan sebagainya. Pertama, mengukur berat piknometer bersama dengan obyek, dari pengukuran berat piknometer dan obyek maka dapat mencari volume dari obyek dengan persamaan (Gallova, 1999):

= 3 0 2 1 (2.16)

Keterangan :

2 = massa pikno + larutan

0 = massa pikno

1 = massa pikno + obyek

3 = massa pikno + larutan + obyek Massa jenis atau kerapatan zat merupakan karakteristik mendasar yang

dimiliki zat. Massa jenis suatu zat merupakan perbandingan massa dan volume zat, sehingga nilai massa jenis dapat diukur melalui pengukuran massa dan volumenya, besar massa jenis obyek ditentukan dengan rumus (Gallova, 1999):

(2.17)

2.10. Scanning Tunneling Microscopy (STM)

Prinsip kerja sistem STM (Scanning Tunneling Microscopy) adalah menggunakan prinsip arus tunel yang ditimbulkan oleh dua buah elektroda yang saling berdekatan, dalam hal ini adalah permukaan sampel terukur dan ujung jarum pengukur yang bergerak diatas permukaan sampel selama pengukuran, seperti terlihat pada gambar 2.6. Bila ada dua buah bahan konduktor yang didekatkan satu sama lain pada orde angstrom, maka awan elektron dari kedua bahan konduktor tersebut akan saling bergabung dan bila kedua konduktor ke konduktor lain, arus yang ditimbulkan tersebut merupakan arus tunel. Arus tunel yang timbul diantara permukaan sampel dan jarum ukur, dikarenakan oleh terjadinya proses emisi medan listrik. Dengan tegangan bias sebesar 10 volt

commit to user

proses emisi medan listrik dapat terjadi, jika jarak antara permukaan sampel dan jarum ukur sangat dekat sekitar 100 A 0 .

Gambar 2.6. Skema komponen penyusun STM (Muller, 2010)

Pengaturan jarum ukur menggunakan elektrik yang berupa tegangan bias yang berfungsi untuk merubah posisi piezoelektrik yang merupakan dudukan bagi jarum ukur STM. Pengaturan posisi jarum ukur STM dengan elektrik dibagi dalam dua tahap yaitu pertama jarum ukur akan bergerak cepat mendekati permukaan sampel sampai jarak tertentu, tahap kedua jarum ukur akan bergerak secara perlahan-lahan sampai jarum ukur pada posisi sistem STM sudah dapat untuk mengukur permukaan sampel. Dengan demikian piezeoelektrik akan bergerak dengan perubahan yang dapat diatur sesuai dengan kondisi yang diinginkan (Arjadi, 2000).

commit to user

17

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Jurusan Fisika dan Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Maret Surakarta. Penelitian dimulai dari bulan September 2011 sampai April 2012.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Isolasi Dye Klorofil Spirulina sp

a. Ekstraksi

- Tabung erlenmeyer PYREX 250 ml berfungsi

menampung sampel hasil ekstraksi

1 buah. - Neraca digital merk METTLER TOLEDO,

digunakan untuk menimbang

bahan-bahan yang akan diekstrak 1 buah. - Vortex stirrer, digunakan

1 buah.

untuk mengaduk larutan dalam gelas bekker - Gelas ukur 10 ml

1 buah. - Gelas ukur 50 ml

1 buah. - Corong untuk mempermudah menuangkan

1 buah

larutan pada wadah - Pipet plastik untuk mengambil larutan

3 buah.

17

commit to user

18

b. Kromatografi

- Set kolom kromatografi, digunakan untuk

memisahkan klorofil Spirulina sp dari pigmen fotosintesis yang ikut larut pada proses ekstraksi

1 set.

- Botol kaca 2 ml, digunakan untuk menampung larutan

hasil kromatografi pemisahan fraksi

12 buah. - Gelas Beker untuk menampung sisa larutan

1 buah

2. Alat Pembuatan Lapisan Tipis Klorofil

a. Spin coater merk CHEMAT TECHNOLOGY

Spin coater KW-4A, sebagai alat penumbuhan lapisan tipis 1 buah.

b. Kaca preparat, sebagai substrat

1 buah.

c. Pipet tetes plastik untuk meneteskan larutan diatas substrat

3 buah.

d. Hot Plate merk IKA (R) C.MAG, sebagai alat untuk

melakukan hidrolisis 1 buah.

3. Morfologi dan Ketebalan Lapisan Tipis

a. Scaning Tunneling Microscopy (STM) merk Easy Scan

Nano Surf Microscopy , sebagai uji morfologi permukaan

1 buah

b. Piknometer 10 ml, untuk mencari massa jenis suatu bahan

1 buah

c. Neraca digital merk METTLER TOLEDO, untuk menimbang bubuk spirulina

1 buah

4. Fenomena Current Drift

a. Set alat ELKAHFI I-V meter, berfungsi untuk mengukur arus yang melalui lapisan tipis klorofil pada saat pengukuran konduktivitas.

b. Printed Circuit Board (PCB) sebagai substrat ber-elektroda Cu tempat menumbuhkan lapisan tipis klorofil. Dimensi panjang dan lebar satu

sampel keseluruhan adalah 15,00×10 3 m dan 10,00×10 3 m, jarak antar

commit to user

19

celahnya 0,25×10 3 m dengan tebal PCB 0,08×10 3 m dan tebal elektrodanya 35 m, seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Substrat PCB (Printed Circuit Board ) dengan konfigurasi jarak

antar elektroda 250 m.

c. Termometer digital merk Key® HI 98517 sebagai alat untuk mengukur

suhu, dengan range (jangkauan) dari suhu -40 o

C sampai suhu 550 o C, dengan resolusi 1 o C.

d. Set tabung tempat sampel. Tabung rancangan sendiri ini terdiri dari wadah tempat air es, gelas beker sebagai tempat ruang sampel, dan busa gabus

sebagai penutup, seperti pada Gambar 3.2.

e. Kabel penghubung secukupnya.

Gambar 3.2. Skema pengukuran I-V meter terhadap perubahan suhu.

commit to user

20

3.2.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Isolasi Dye Klorofil Spirulina sp

- Bubuk Spirulina sp, sebagai bahan ekstrak 100 gr. - Aseton, sebagai pelarut pigmen klorofil

1 liter. - Kertas saring Whatman no.42

untuk menyaring larutan ekstrak

secukupnya. - Alumunium foil, untuk melindungi larutan

dan lapisan tipis dari kontak langsung dengan cahaya matahari

secukupnya. - Tissue, sebagai bahan pembersih

secukupnya. - N-Heksan,

sebagai pelarut pada proses kromatografi

Secukupnya. - Silica gel untuk proses kromatografi

30 gr.

b. Penumbuhan Lapisan Tipis

- Larutan hasil kromatografi, sebagai bahan

yang akan diteteskan di atas substrat

secukupnya - Kaca preparat dan PCB, sebagai substrat

dalam pembuatan lapisan tipis

secukupnya

c. Morfologi dan Ketebalan Lapisan Tipis

- Subtrat PCB yang terlapisi klorofil secukupnya - Bubuk spirulina

secukupnya - Larutan klorofil

secukupnya

commit to user

21

3.3. Tahapan Prosedur Penelitian

Secara umum bagan prosedur penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Bagan prosedur penelitian

3.3.1. Persiapan Alat dan Bahan

Tahap persiapan secara umum meliputi persiapan dan pembersihan semua alat dan bahan yang nantinya akan digunakan untuk melakukan ekstraksi klorofil, kromatografi, uji absorbansi, deposisi lapisan tipis dan kajian fenomena current drift . Alat dan bahan tersebut dibersihkan dengan menggunakan aseton dan ultrasonic cleaner .

commit to user

22

Proses persiapan selanjutnya meliput kegiatan pengadaan alat dan bahan yang dibutuhkan. Bubuk Spirulina sp pesan di BBPBAP Jepara. Pengadaan PCB dilakukan dengan memesan ke Spectra Bandung, sedangkan pembuatan desain PCB dengan cara mendesain skema elektroda menggunakan software Corel Draw X3 Portable . Peralatan lain yang tidak disebutkan sudah tersedia di Lab. Material Jurusan Fisika FMIPA UNS dan Lab Kimia jurusan Kimia FMIPA UNS.

3.3.2. Isolasi Dye Klorofil

3.3.2.1. Ekstrakasi

Tahap awal penelitian yang dilakukan yaitu proses ekstrasi bubuk sprirulina. Bubuk spirulina terlebih dahulu ditimbang seberat 50 gr, kemudian melarutkan bubuk spirulina sp yang sudah ditimbang dengan aseton ke dalam tabung erlenmeyer dengan perbandingan 5 ml aseton : 1 gr bubuk spirulina sp. Setelah dicampur, larutan ekstrak diaduk dengan menggunakan vortex stirrer pada kecepatan 200 rpm selama

30 menit hingga semua bubuk spirulina sp larut. Larutan ekstrak yang sudah terlarut siap disaring dengan kertas saring whatman agar sisa bubuk spirulina sp tertinggal. Menyimpan hasil ekstraksi klorofil spirulina sp dalam botol yang tertutup rapat dan dilapisi aluminium foil agar tidak terjadi kontak dengan cahaya matahari dan disimpan ditempat yang tertutup.

3.3.2.2. Kromatografi

Setelah melakukan ekstrasi bubuk spirulina sp tahap selanjutnya yaitu kromatografi, seperti pada Gambar 3.4.

commit to user

23

Gambar 3.4. Proses kromatografi larutan klorofil hasil ekstraksi

Sebelum proses kromatografi, larutan ekstrasi klorofil terlebih dahulu dievaporasi dengan tujuan untuk menguapkan larutan aseton dari campuran larutan klorofil. Beberapa persiapan kromotografi, antara lain yaitu memasang kolom kromotografi dengan statif dan pastikan keadaan kolom dengan statif tegak lurus agar larutan mengalir dengan lancar. Silica gel dituangkan ke dalam kolom kromatografi, kemudian diikuti dengan memasukan N-Heksan berulang-ulang hingga campuran silica gel dan N-Heksan terlihat rapat. Larutan klorofil beserta N- Heksan kemudian dituangkan ke dalam kolom kromatografi hingga setinggi tiga perempat tinggi kolom dan terlihat pemisahan warna saat melewati silica gel. Kemudian menutup kolom dan menyambungkan tutup kolom dengan selang pompa udara untuk memperlancar larutan mengalir hingga menetes. Dari proses kromatografi akan dihasilkan 3 fraksi warna yang berbeda. Sehingga masing- masing fraksi warna ditampung dalam wadah yang nantinya ditandai dengan kode yang berbeda untuk mengetahui perbedaan hasil isolasi dye klorofil spirullina sp.

commit to user

24

3.3.3. Karakteristik Absorbansi Klorofil Larutan Spirulina Sp

Klorofil hasil kromatografi dalam bentuk larutan kemudian diuji absorbansinya dengan menggunakan UV-Visible Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25. Dalam uji absorbansi ada 2 pengujian yaitu pengujian untuk fraksi larutan klorofil hasil kromatografi dan uji absorbansi lapisan tipis hasil dari penumbuhan spin coating pada subtrat kaca preparat, hal ini untuk membandingkan nilai absorbansi larutan klorofil dengan lapisan klorofil pada panjang gelombang yang sama.

Sebelum pengujian absorbansi terlebih dahulu melakukan baseline bertujuan untuk kalibrasi, baseline untuk uji absorbansi larutan menggunakan sampel pembanding yaitu N-Heksan dan untuk uji absorbansi lapisan klorofil dengan subtrat kaca preparat. Pengaturan panjang gelombang diatur pada panjang gelombang 350 nm-800 nm. Dari uji absorbansi larutan klorofil dan lapisan tipis klorofil nantinya akan diperoleh data berupa grafik hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang.

Gambar 3.5. Set UV-Visible Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25

Langkah langkah dalam melakukan uji absorbansi menggunakan UV- Visible Spectrophotometer Perkin Elmer Lambda 25 (seperti pada Gambar 3.5) adalah sebagai berikut :

1. Menyalakan CPU.

commit to user

25

2. Menyalakan layar monitor.

3. Menyalakan UV-Vis spectrophotometer UV-Vis spectrophotometer ). Kemudian menunggu sampai ± 15 menit, tujuannya adalah untuk pemanasan alat.

4. UV lambda 25

5.

a. - Start wavelenght : 800 nm ( max cahaya tampak) - End wavelenght : 350 nm - Data interval : 1 nm - - - - Method info : ketik nama metode

b. - Ordinate mode : A - Scan speed : 240 nm - -

c.

- - Number of sample : 5 (tergantung jumlah sampel yang akan diuji)

6. ai berwarna hijau, dan kemudian

7.

8.

commit to user

26

9. Ambil terlebih dahulu pelarut pada cuvet 2, kemudian masukkan sampel 1

10. Masukkan sampel sampai 5 kali (tergantung jumlah sampel yang akan diuji).

11.

3.3.4. Simulasi Data Lapisan Tipis

Ketebalan lapisan tipis selama waktu deposisi t pada proses spin coating, diekspresikan dengan menggunakan persamaan 2.15. Dari persamaan 2.15, ketebalan lapisan tipis dapat dievaluasi terkait dengan variabel-variabel deposisi spin coating seperti massa jenis, kecepatan putar, waktu putar dan lama waktu putar. Berikut beberapa hasil simulasi ketergantungan ketebalan lapisan tipis klorofil pepaya (Rozak, 2008) terhadap beberapa variabel beb gr/ml, = 66,76 kg/s.m, saat penumbuhan lapisan dengan spin coating menggunakan waktu putar 20 s, ketebalan awal 16,7 µm dan banyak tetes sebanyak 2 tetes.

Gambar 3.6. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan perubahan massa jenis.

massa jenis 1,692 gr/ml massa jenis 0,846 gr/ml massa jenis 0,423 gr/ml

commit to user

27

Teramati dengan jelas pada Gambar 3.6. dari grafik simulasi ketebalan menunjukan bahwa ketebalan menurun secara eksponensial dengan kenaikan pada kecepatan putar 1.000 rpm sampai 3.000 rpm, pada kecepatan putar 3.000 rpm sampai 5.000 rpm ketebalannya cenderung konstans. Grafik ini juga menegaskan bahwa ketebalan sensitif terhadap perubahan massa jenis bahan yang dideposisikan. Artinya perubahan massa jenis sangat menentukan perbedaan ketebalan akhir lapisan tipis yang diperoleh. Semakin besar massa jenis larutan yang akan dideposisi maka ketebalan lapisan tipis akan lebih tipis.

Gambar 3.7. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan variasi luas penampang.

Perhitungan dilakukan dengan waktu putar t sebesar 20 detik, jumlah tetesan larutan sebanyak 2 tetes, massa jenis 0,846 gr/ml dan vikositas 66,76 kg/s.m. Simulasi ketebalan lapisan dengan evaluasi perubahan luas penampang, dimana pada luas penampang subtrat bertujuan untuk mencari nilai ketebalan awal saat ditetesi larutan, penetuan ketebalan awal dengan persamaan,

A (1x1) cm A (2x2)cm

A(3x3)cm

commit to user

28

dengan ketentuan diasumsikan bahwa larutan menyebar merata di atas permukaan subtrat dan tidak keluar. Teramati dengan jelas pada Gambar 3.7. bahwa luas permukaan tidak berpengaruh terhadap ketebalan lapisan tipis yang diperoleh. Artinya luasan permukaan substrat tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai ketebalan suatu lapisan tipis hasil deposisi spin coating.

Gambar 3.8. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan perubahan jumlah tetes

Simulasi ketebalan terhadap perubahan jumlah tetes, seperti halnya hasil simulasi ketebalan dengan perubahan luas penampang. Perubahan jumlah tetes juga bertujuan untuk mencari ketebalan awal saat ditumbuhkan dengan larutan klorofil Gambar 3.8 memperlihatkan grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan variasi jumlah tetes. Nilai ketebalan dengan jumlah tetes hampir tidak ada perubahan nilai ketebalan, sehingga jumlah tetesan larutan tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai ketebalan suatu lapisan tipis dengan metode spin coating.

commit to user

29

Gambar 3.9. Grafik hubungan ketebalan terhadap kecepatan putar dengan perubahan vikositas.

Gambar 3.9. memperlihatkan ketebalan lapisan tipis sebagai fungsi kecepatan putar dengan modifikasi viskositas. Simulasi numerik ini dilakukan pada luas penampang 1 cm × 2 cm, jumlah tetes 2 tetes, massa jenis 0,846 gr/ml dan lama waktu deposisi 20 detik. Hasil ini menegaskan viskositas merupakan salah satu variabel yang sangat mempengaruhi ketebalan lapisan tipis hasil deposisi spin coating . Hasil simulasi numerik yang diperoleh ini menjadi dasar guna penumbuhan lapisan tipis spirulina sp pada tahapan eksperimen berikutnya.

3.3.5. Penumbuhan Lapisan Tipis

Pada proses deposisi lapisan tipis larutan klorofil menggunakan metode spin coating pada subtrat PCB dengan menggunakan alat spin coater merk Chemat

Technology KW-4A (seperti pada gambar 3.10).

vikositas 267.04 vikositas 133.52 vikositas 66,76 vikositas 33.38

kg/s.m kg/s.m kg/s.m kg/s.m

commit to user

30

Gambar 3.10. Spin coater Chemat Technology KW-4A

Tujuan penumbuhan lapisan tipis klorofil dalam penelitian ini ada 3 yaitu untuk mencari ketebalan lapisan tipis klorofil spirulina sp, untuk pengamatan fenomena transport, dan untuk uji morfologi permukaan lapisan klorofil.

Langkah langkah dalam penumbuhan lapisan tipis dengan metode spin coating terlihat seperti Gambar 3.11. Langkah pertama menyalakan vacuum dan spinner dengan cara menghubungkan kabel kontak dengan sumber tegangan dan menekan tombol On. Sebelum melakukan spin pada subtar PCB sebaiknya mengatur kecepatan dan lama waktu putar pada panel spin coater, kecepatan putar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2.500 rpm sampai 5.000 rpm melanjutkan penelitian sebelumnya. Waktu putar yang digunakan yaitu 20 detik dari hasil optimasi percobaan. Meletakkan subtrat PCB di atas piringan (holder) spin coater, kemudian meneteskan larutan klorofil diatas PCB sebanyak 2 tetes. Setelah diteteskan, kemudian memutar spin coater dengan menekan tombol "vakum" lalu

spin kemudian PCB yang terdeposisi tersebut dipanaskan pada pemanas (hot plate) sebesar 50 0 C selama 1 menit dan kemudian setelah dipanaskan PCB didinginkan. Melakukan spin kembali sampai 7 lapis, dan

commit to user

31

melakukan penumbuhan lapisan tipis dengan variasi kecepatan putar 2.500 rpm, 3.000 rpm, 3.500 rpm, 4.000 rpm, 4.500 rpm, dan 5.000 rpm

Gambar 3.11. Proses penumbuhan lapisan tipis dengan metode spin coating

3.3.6. Ketebalan Lapisan Tipis Klorofil

Dalam Pengambilan data ada 2 tahap yaitu penentuan massa jenis klorofil dan penentuan massa lapisan klorofil. Penentuan massa jenis klorofil menggunakan alat pikno meter dan neraca digital. Penentuan massa lapisan klorofil menggunakan alat spin coater dan neraca digital, massa yang ditentukan dari 1 lapis sampai 8 lapis. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mencari ketebalan lapisan klorofil yang terbentuk pada permukaan substrat PCB.

Proses penentuan massa lapisan terlebih dahulu substrat PCB tanpa lapisan ditimbang. Kemudian menumbuhan larutan klorofil diatas subtrat PCB dengan alat spin coater , setelah terjadi proses pelapisan dengan menggunakan spin coater,

commit to user

32

substrat PCB ditimbang kembali sehingga diketahui massa substrat PCB sesudah proses pelapisan. Setelah diketahui massa dari lapisan klorofil, kemudian menghitung nilai massa jenis dari klorofil dengan menggunakan piknometer (seperti pada Gambar 3.12).

Gambar. 3.12. Piknometer

Dalam pengukuran massa jenis klorofil spirulina sp dengan menggunakan piknometer dilakukan 4 tahap pengukuran, yaitu :

1. Mengukur massa pikno kosong ( 0 )

2. Mengukur massa pikno + aseton ( 3 )

3. Mengukur massa pikno + sampel bubuk spirulina ( 1 )

4. Mengukur massa pikno + sampel bubuk spirulina + aseton ( 2 ) Menghitung nilai massa jenis klorofil dengan menggunakan persamaan

= 3 0 2 1 (3.1) Keterangan :

3 = massa pikno + aseton

0 = massa pikno

1 = massa pikno + sampel

2 = massa pikno + aseton + sampel = 0,7899 gr/ml (Handayani, 2006)

(3.2)

commit to user

34

Menghitung nilai ketebalan dengan menggunakan persamaan 3.3 dengan massa jenis adalah 1,85 gr/ml. Sehingga untuk menghitung ketebalan lapisan tipis klorofil yang terbentuk dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut (Lowenheim,1978) :

= (3.3) Dimana, = tebal lapisan yang terbentuk (cm)

A = luas penampang sampel (m 2 ) = massa jenis lapisan tipis (gr/cm 2 )

= massa lapisan yang terbentuk (gr)

3.3.7. Pengamatan Fenomena Transport

Setelah tahapan penumbuhan lapisan tipis, dilakukan pengamatan fenomena transport pembawa muatan untuk pengukuran energi gap dengan menggunakan alat Elkahfi I-V meter, skema pengamatan fenomena transport seperti pada Gambar 3.13. Pengukuran energi gap berdasarkan karakteristik I-V dengan metode empat titik atau four point probe yang sudah dimodifikasi. Pengukuran karakteristik I-V dilakukan pada suhu dibawah suhu kamar (276 K) hingga mendekati suhu kamar (298 K) dan mengatur tegangan sebesar 0,8 volt. Pengukuran karakteristik I-V tiap kenaikan suhu

1 0 kemudian mengamati nilai arus pada tegangan 0,8 volt. Dari pengamatan fenomena transport akan diperoleh grafik hubungan arus terhadap suhu.

commit to user

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Definisi Hasil Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media

0 1 12

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tegalsari Semester 1 Ta

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Ne

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 01 Tegalsari Semester 1 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 106

Kajian Dampak Letak Biji Dan Pemberian Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma

0 0 14

Geguritan Karya Nur Indah Dalam Pagupon 2 (Suatu Kajian Stilistika)

0 4 128

Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Kajian Kualitas Permukiman Di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Tahun 2009

0 0 48

Pengaruh Pelindian Terhadap Ketersediaan Kalsium (Ca) Dan Magnesium (Mg) Pada Material Vulkanik Hasil Erupsi Gunung Merapi

0 0 39

Kajian Pengaruh Unsur Iklim Terhadap Fekunditas, Fertilitas, Dan Luas Serangan Wereng Batang Coklat

1 1 37

Kajian pengelolaan lahan tegalan dan kualitas tanah di kecamatan ngargoyoso kabupaten karanganyar

0 1 66