Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Hasil Belajar

  2.1.1 Belajar

  Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2009) dijelaskan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Nana Sudjana (2009) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang dilandasi dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain- lain aspek yang ada pada individu.

  Skiner (dalam Dimyati, 2009) menyatakan belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.

  Winkel (dalam Purwanto, 2009), belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.

  Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan dan usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamnya melalui interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan pada sebelum belajar.

  2.1.2 Hasil Belajar

  Menurut Purwanto (2009) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Setiap proses belajar mengajar diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan. Perubahan perilaku merupakan hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

  Suprijono (2009) mengemukakan hasil belajar adalah perubahan perubahan perilaku keseluruhan bukan hanya satu aspek potensi kemanusiaan saja. Sedangkan Bloom (dalam Suprijono, 2009) berpendapat bahwa hasil belajar mencakup kemampuan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

  Sudjana (2011) menjelakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku atau hasil yang dicapai oleh seseorang dari proses belajar.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

   Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto

  (2010) digolongkan menjadi dua yaitu: 1.

  Faktor Internal Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor Internal antara lain: (1) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh). (2)

  Faktor psikologis (Intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan kematangan). (3) Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).

2. Faktor Eksternal

  Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah: (1)

  Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan). (2)

  Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah).

  (3) Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, masa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

  Dari kedua faktor yang sudah dijelaskan tersebut memberikan pengaruh yang banyak bagi siswa dalam hasil belajar. Maka dari itu untuk dapat memperoleh hasil belajar yang baik atau memuaskan maka siswa harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diatas agar terjadi kebiasaan belajar yang baik akan terwujud.

2.2 Pembelajaran IPA

2.2.1 Pengertian IPA

   Pembelajaran merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia

  sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh insting, sedangkan manusia belajar merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses budaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan yang menentukan bagi perkembangan manusia karena Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, maupun konsep-konsep saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Nurhaelah, 2011).

  Wahyana (dalam Trianto, 2014) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

  Ismet dan Adeng Slamet (2008) mengemukakan bahwa “Ilmu Pengetahuan

  Alam (IPA) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena- fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khusus, yaitu penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan dan seterusnya”.

  Menurut BNSP (2006) Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan cara penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan

  IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya pada menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahamannya yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasi dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.

2.2.2 Pengertian Pembelajaran IPA

   Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan dan juga proses.

  Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (KTSP, 2006).

  IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan pada penekanan pembelajaran salingtemas (sanis, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

  Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran

2.2.3 Tujuan Pembelajaran IPA

   Mata pelajaran IPA (BNSP, 2006) di SD/MI bertujuan agar peserta didik

  memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.2.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

   Berdasarkan pengertian IPA dapat dilihat pentingnya IPA dipelajari di SD,

  maka pembelajaran IPA dapat dicapai tujuannya melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Kurikulum yang digunakan kelas V semester II pada tahun ajaran 2014/2015 adalah KTSP. Sejalan dengan kurikulum yang berlaku, peneliti memfokuskan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA kelas V semester II di SD Negeri 3 Nambuhan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA kelas V Semester II

  

SD Negeri 3 Nambuhan Tahun Ajaran 2014/2015

  Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  V 1.

  1.1 Memahami hubungan Mendiskripsikan hubungan antara antara gaya, gerak, dan gaya, gerak, dan energi melalui energi serta fungsinya percobaan (gaya gravitasi, gaya gerak, gaya magnet)

  1.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

  Sumber: Kurikulum 2006

2.3 Model Pembelajaran Make A Match

  Menurut Suprijono (2011) hal-hal yang perlu disiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu terdiri dari kartu pertanyaan dan kartu-kartu yang lainnya berisi jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut.

  Model pembelajaran Make A Match ini pertama kali dikembangkan oleh Lorna (dalam Miftahul Huda, 2014). Model pembelajaran Make A Match saat ini menjadi salah satu model yang penting dalam ruang kelas. Tujuan dari model ini antara lain: (1) pendalaman materi; (2) penggalian materi; dan (3) edutainment. Dengan menggunakan model Make A Match dalam prosesnya menuntut siswa lebih aktif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Suasana di dalam kelas akan lebih kondusif dan hidup, karena masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Dari aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada hasil belajar anak.

  Adapun persiapan yang harus dilakukan guru dalam menerapkan model a.

  Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan b.

  Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna.

  c.

  Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (disini, guru dapat membuat aturan ini bersama-sama dengan siswa).

  d.

  Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil sekaligus untuk penskoran presentasi.

  Model pembelajaran Make A Match dapat dilihat dari langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut (Lorna dalam Miftahul, 2014) yaitu: 1)

  Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi sebelumnya.

2) Siswa dibagi kedalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B.

  Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan. 3)

  Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. 4)

  Guru menyampaikan kepada siswa bahwa siswa harus mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan kepada siswa. 5)

  Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika siswa sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta siswa melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat siswa pada kertas yang sudah disiapkan. 6)

  Jika waktu yang ditentukan sudah habis, siswa harus diberi tahu, dan siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri. 7)

  Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak. 8)

  Terakhir guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi dan seterusnya sampai semua pasangan melakukan presentasi. 9) Guru mengambil kesimpulan dari pembelajaran.

  Pada penerapan model pembelajaran Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa dalam model pembelajaran ini dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang didapat, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Adapun kelebihan dan kelemahan yang dikemukakan Lorna Curran (1994) adalah sebagai berikut:

  1) Kelebihan model pembelajaran Make A Match adalah: a.

  Mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

  b.

  Karena ada unsur permainan, materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa dan lebih menyenangkan.

  c.

  Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

  d.

  Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

  e.

  Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu.

  2) Kelemahan model pembelajaran Make A Match adalah :

  Jika kelas terlalu gemuk (diatas 30 siswa) akan muncul suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai permainan. Disamping ada kelebihan dari manfaat yang dirasakan oleh siswa, model pembelajaran Make A Match yaitu: a.

  Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang. b.

  Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan saat presentasi pasangan.

  c.

  Jika kelas terlalu gemuk (diatas 30 siswa) akan muncul suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Hal ini dapat diatasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa, sebelum dimulai permainan. Berdasarkan pada kegiatan belajar mengajar dengan penggunaan model pembelajaran Make A Match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat didalam kartu yang ditemukannya dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.

2.3.1 Pembelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Make A Match

   Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata

  pelajaran yang kurang diminati oleh siswa, dalam pembelajaran yang terkesan mononton suasana didalam kelas belum terjadi komunikasi yang baik antara siswa dan guru. Saat kegiatan belajar mengajar siswa hanya sebagai pendengar dan hanya terjadi komunikasi satu arah, sehingga pembelajaran terkesan membosankan dan siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru. Melalui model pembelajaran Make A Match ini dalam pembelajaran IPA, maka pembelajaran akan lebih terasa menyenangkan dan suasananya lebih kondusif dan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung karena dalam model pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match siswa dapat belajar sambil bermain. Model pembelajaran Make A Match ini merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, dimana dalam pembelajarannya siswa diminta untuk mencari pasangannya dan siswa akan lebih aktif serta memberikan kesempatan kepada siswa lainnya untuk berdiskusi dan berinteraksi dengan teman.

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Lilis Setianingsih (2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Model Pembelajaran Make A Match Siswa Kelas IV di SD Negeri Kaliwungu 04 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil dari peningkatan rata-rata kelas dari 63,33 sebelum tindakan, meningkat menjadi 71,67 pada siklus I dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 84. Dengan demikian hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Kaliwungu 04 Semester II tahun pelajaran 2011/2012 melalui model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki (2010) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di SDN 2 Sengonwetan Semester 2 Tahun Pelajaran 2009/2010”. Hasil dari penelitian ini dilihat dari kondisi awal hasil belajar IPA rata-rata hanya mencapai 66. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 78, dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 88. Dengan demikian hasil belajar IPA siswa kelas V SDN 2 Sengonwetan dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan.

  Hasil penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Edi Sukrisno (2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Materi Sistem Pemerintahan Pusat Melalui Teknik Make A Match Bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan tingkat pusat dengan teknik Make A Match prestasi belajar siswa sebelum dilakukan tindakan nilai rata-ratanya hanya 54,5. Pada siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 dan pada siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86. Dengan demikian prestasi belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri 1 Kradenan dengan menggunakan teknik Make A

  Match mengalami peningkatan.

  Dari berbagai penjabaran hasil penelitian yang relevan diatas dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match mengalami peningkatan dilihat dari nilai persentase siklus I ke siklus II, peneliti menggunakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) kolaborasi, yaitu kerjasama antara peneliti dengan guru kelas, ide berasal dari peneliti dan yang melakukan tindakan adalah guru kelas. Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran Make A Match.

2.5 Kerangka Pikir

  Dalam pembelajaran menggunakan model konvensional yaitu dengan ceramah di depan kelas, siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran, karena hanya duduk diam, mendengarkan apa yang disampaikan guru, mencatat materi yang disampaikan guru, dan mengerjakan soal apa yang disuruh oleh guru, maka suasana di dalam kelas akan terasa membosankan dan hasil belajar siswa rendah. Agar pembelajaran berhasil guru harus membimbing siswa sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan struktur pengetahuan bidang studi yang dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan itu, guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran. Melalui pendekatan yang inovatif yang dapat diterapkan untuk guru sehingga dapat meningkatkan penguasaan materi IPA dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, perlu diadakan tindakan, yaitu menggunakan model pembelajaran Make A Match dalam pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match diharapkan pembelajaran lebih menyenangkan, siswa lebih aktif, suasana kondisi di dalam kelas terasa aktif dan hidup, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Berdasarkan uraian diatas, maka secara sistematis dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:

  Guru masih menggunakan Hasil belajar IPA rendah Kondisi Awal pembelajaran konvensional atau ceramah

  Siklus I menggunakan model pembelajaran Menggunakan model

  Tindak- Make A Match dalam pembelajaran Make A Match an pembelajaran IPA Melalui penggunaan model

  Siklus II dirancang pembelajaran Make A Match Kondisi untuk menyempurnakan dapat meningkatkan hasil

  Akhir Siklus I apabila belum belajar IPA kelas V SD berhasil. Negeri 3 Nambuhan Kec.

  Purwodadi, Kab. Grobogan Gambar 2.1 Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match.

2.6 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Melalui model pembelajaran Make

  A Match

  pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V di SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester II tahun ajaran 2014/2015”.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Intimacy pada Pasangan Jarak Jauh

0 0 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Informatif tentang Hipertensi Berbasis Motion Graphic

0 0 22

3.1. Perancangan Mekanik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Hidroponik Skala Rumah Tangga dengan Metode Bertingkat untuk Tanaman Selada

0 0 14

4.1. Contoh Perhitungan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Kinematika Balik pada Prototype Modul Praktikum Robot Manipulator 4 DOF

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Kinematika Balik pada Prototype Modul Praktikum Robot Manipulator 4 DOF

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD N 2 Jatisari Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD N 2 Jatisari Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD N 2 Jatisari Tahun Pelajaran 2014/2015

1 2 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD N 2 Jatisari Tahun Pelajaran 2014/2015

1 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD N 2 Jatisari Tahun Pelajaran 2014/2015

0 1 74