Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD N 2 Jatisari Tahun Pelajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

  Sebelum menuju tentang definisi hasil belajar, terlebih dahulu membahas mengenai pengertian belajar, menurut Sudjana (1989:28) berpendapat belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sedangkan menurut pendapat Ernest R. Hilgard dalam Sumadi Suryabrata, (1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaan berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Hampir sama dengan pendapat diatas, menurut Ahmad Susanto (2013:4) bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadi perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Sedangkan pengertian belajar menurut Purwanto (2013:43) merupakan proses untuk membuat perubahan dalam diri mahasiswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar dalam arti luas adalah semua persentuhan pribadi dengan lingkungan yang menimbulkan perubahan perilaku. Pengajaran adalah usaha yang memberi kesempatan agar proses belajar terjadi dalam diri siswa. Oleh karena belajar dapat terjadi dimana saja dan ketika seseorang berada di dalam lingkungan. Walaupun belajar dapat dimana saja, namun satu-satunya pembelajaran yang efektif dan sistematis adalah di sekolah.

  Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan pengertian belajar adalah suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan tingkah laku seseorang, dari yang tidak tau menjadi tau, dari yang salah menjadi benar, sehingga adanya siswa tidak hanya belajar dalam lingkungan formal saja tetapi juga bisa belajar dalam lingkungan non formal, yaitu dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga.

  Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran dalam mencapai tujuan pendidikan. Untuk mengukur hasil belajar, biasanya guru menggunakan penilaian baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan pengertian belajar yang telah penulis simpulkan diatas, terdapat pengertian hasil belajar menurut Arikunto (2002) adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melaksanakan kegiatan belajar dan merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana bahan pelajaran/ materi yang dianjurkan sudah diterima siswa. Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menjadi hasil belajar. Menurut pendapat Purwanto (2013) hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan.

  Menurut Howard Kingsley dalam Indra (2009) menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Dengan hasil belajar yang baik, siswa mendapatkan prestasi yang memuaskan pula. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan dan dikerjakan. Apabila dikaitkan dari prestasi, hasil belajar dapat disimpulkan suatu pemahaman seseorang tentang suatu materi ajar dan semakin berkembangnya pengetahuan seseorang. Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2012) mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar. Kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan.

  Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menyimpulkan hasil belajar adalah sesuatu perubahan yang berawal dari tidak tau menjadi tau serta berkembangnya pengetahuan siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapainya. Hasil belajar tidak akan pernah hilang, dan akan tersimpan dalam memori seseorang.

  Menurut pendapat Purwanto (2013:47) tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengejar. Hasil belajar merupajan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapaianya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya. Hasil belajar perlu dievaluasi, evaluasi yang dimaksud sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil belajar.

2.1.2 Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

  Ilmu pengetahuan alam dikenal juga dengan istilah sains merupakan salah satu mata pelajaran yang pokok dalam kurikulum di Indonesia. Berdasarkan Wikipedia Sains berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Dalam bahasa Inggris kata sains berasal dari kata science yang berarti pengetahuan. Namun sebagian besar orang menyebutnya dengan istilah IPA. Menurut Rahman (2011) IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa, dan gejala- gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.

  Belajar sains merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa menurut Piaget dalam RW Dahar (1996), sehingga peran guru disini berubah dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Pembelajaran IPA mengandung empat kegiatan inti yaitu (1) berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge); (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience); (3) memperlihatkan interaksi sosial (social interaction); dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).

  Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006) dimasudkan untuk:

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

  3. Mengembangan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP Dari tujuan tersebut, penulis berpendapat bahwa tujuan pembelajaran IPA terkhusus untuk siswa SD yaitu untuk mengembangkan rasa ingin tahu/pengetahuan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan alam sehingga dalam kehidupan sehari- hari siswa dapat menyadari tentang pentingnya IPA dengan cara menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

  Pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenarannya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. IPA juga memberikan pemahaman kepada kita bagaimana caranya agar kita dapat hidup dengan cara menyesuaikan diri terhadap hal-hal tersebut. Sebaiknya pembelajaran IPA di SD menggunakan perasaan keingintahuan siswa sebagai titik awal dalam melaksanakan untuk menemukan dan menanamkan pemahaman konsep-konsep baru dan mengaplikasikannya untuk memecahkan masalah-masalah yang ditemui oleh siswa SD dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu mata pelajaran IPA sangat penting bagi siswa SD yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dengan adanya mata pelajaran IPA siswa dapat memahami hal-hal baru yang ada di lingkungannya.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

  Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang membutuhkan orang lain yang tidak dapat hidup sendiri. Karena manusia satu dengan manusia yang lainnya memiliki sifat yang berbeda, maka untuk melengkapinya manusia membutuhkan orang lain. Karena sifatnya makhluk sosial tersebut, maka sifat sosial manusia dapat dikembangkangkan dengan melalui pembelajaran, yaitu melalui cooperative learning. Slavin (2005:4) berpendapat bahwa cooperative learning merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini bertujuan untuk belajar aktif, perilaku kerjasama dan menghargai perbedaan setiap individu. Anita Lie (2003:12) menyatakan bahwa cooperative learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa lainnya dalam tugas-tugas terstruktur. Jadi, menurut dua pendapat tersebut, bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran dimana siswa dituntut untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas maupun memecahkan suatu permasalahan.

  Cooperative learning dikembangkan bukan hanya untuk mencapai hasil belajar akademik, tetapi efektif juga untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa, karena dengan adanya kerja kelompok tersebut. Dalam cooperative learning semua siswa harus terlibat aktif, sehingga dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai fasilitator. Di pembelajaran ini, setiap siswa dalam suatu kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri, jadi tidak ada siswa yang menggantung dalam keterlibatan setiap anggota dalam pembelajaran. Menurut pendapat Slavin (2005:4-5) mengatakan bahwa tujuan cooperative learning adalah untuk meningkatkan prestasi siswa dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, serta untuk meningkatkan rasa harga diri. Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (2012) tujuan adalah : a. Meningkatkan partisipasi peserta didik; b. Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok; c. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya.

  Berdasarkan dua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari cooperative learning selain untuk meningkatkan prestasi juga melatih setiap individu untuk memperbaiki hubungan sosial dengan teman dalam suatu perbedan. Tentu juga melatih untuk kerja sama dalam kelompok dan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih.

2.1.4 Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)

  Cooperative learning tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin merupakan model pembelajaran yang paling sederhana. Menurut Slavin (2005) STAD adalah, siswa ditempatkan dalam tim belajar yang anggotanya terdiri dari 4-5 orang, yang anggotanya heterogen menurut kinerja siswa, jenis kelamin, suku dan lain sebagainya, serta materi pembelajarn dirancang untuk belajar klompok. Dalam model cooperative learning tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam memahami suatu materi sehingga siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Kunandar (2009:364) STAD adalah para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 orang. Tiap kelompok menggunakan lembar kerja akdemik, kemudian saling membantu kelompok. Tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Siswa lebih menekankan keberhasilan kelompok yang hanya bisa dicapai jika semua anggota kelompok juga mempelajari materi yang sedang diajarkan. Sehingga dalam kelompok tugas siswa bukanlah melakukan sesuatu namun mempelajari sesuatu sebagai sebuah kelompok dilakukan sampai semua anggota kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari itu. Dalam STAD memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran, mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik (Shlomo Sharan 2014:4) .

  Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa STAD merupakan pembelajaran cooperative yang terdiri dari 4-5 orang, yang menekankan pada keberhasilan kelompok, setiap anggota saling membantu temannya untuk mencapai keberhasilan dalam kelompoknya. Menurut Slavin (2005:143-146) STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu:

  a. Presentasi Kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas, ini merupakan pengajaran langsung.

  b. Tim Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungi dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik, karena tim merupakan fitur yang paling penting dalam STAD.

  c. Kuis Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan individual. Setiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

  d. Skor Kemajuan Individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini. Tiap siswa diberi skor awal yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.

  e. Rekognisi Tim Tim akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

  Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD menurut Slavin (2009) adalah:

  1. Tahap Penyajian Materi Pada tahap ini, guru mulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus serta memotivasi rasa keingintahuan peserta didik mengenai topik/materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi yang bertujuan mengingatkan peserta didik terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari agar peserta didik dapat menghubungkan meteri yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki. Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan dengan cara klasikal ataupun melalui diskusi. Mengenai lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung kepada kekompleksan materi yang akan dibahas.

  2. Tahap kerja Kelompok Pada tahap ini peserta didik diberikan lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok ini, peserta didik saling berbagi tugas dan saling membantu penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami kelompok, dilanjutkan pembahasan hasil diskusi. Pada tahap ini guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.

  3. Tahap Tes Individual/ Kuis Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang akan dicapai diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas, tes individual biasanya dilakukan setiap selesai pembelajaran setiap kali pertemuan, agar peserta didik dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini dikumpulkan dan diarsipkan untuk digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.

  4. Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu Perhitungan skor perkembangan individu dimaksudkan agar peserta didik terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.

  5. Tahap Penghargaan Kelompok Pada tahap ini perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing skor perkembangan individu kemudian dibagi sesuai jumlah anggota kelompoknya. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan rata-rata, penghargaan dikategorikan kepada kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. . Sebagai pedoman dalam menentukan kelompok dapat diikuti petunjuk berikut (Maidiyah, 1998:7-8):

  a) Merangking siswa Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas.

  Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes.

  b) Menentukan jumlah kelompok Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa. Untuk menentukan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42 siswa, berarti ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan dua kelompok yang beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh kelompok yang akan dibentuk.

  c) Membagi siswa dalam kelompok Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok-kelompok yang dibentuk yang terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil belajarnya tinggi sesuai dengan rangking. Dengan demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua kelompok dalam kelas kurang lebih sama.

  d) Mengisi lembar rangkuman kelompok Isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman kelompok (format perhitungan hasil kelompok untuk cooperative learning tipe STAD).

  Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan langkah –langkah STAD yaitu:

  1. Guru mengajar dan menyampaikan materi merupakan langkah awal dalam tipe ini

  2. Guru membagi kelompok secara heterogen baik secara ras, agama, kemampuan, jenis kelamin dll. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang.

  Pembagian kelompok tidak teralu sedikit dan banyak agar seluruh anggota kelompok bekerja sesuai tugas yang diberikan dan tidak ada siswa yang menggantungkan dengan teman yang lain. Siswa yang lebih pandai membimbing siswa dalam kelompoknya yang belum mampu. Setelah siswa menyelesaikan tugas dari guru, perwakilan kelompok mempresentasikannya.

  3. Guru melakukan kuis untuk setiap individu, yang berfungsi untuk mengukur kemampuan individu dan kelompok

  4. Penilaian hasil kuis dan diperoleh rata-rata nilai setiap kelompok

  5. Guru memberi reward bagi kelompok yang berhasil mendapatkan skor Kelebihan dan Kekurangan Cooperative learning tipe STAD Menurut Slavin (2005) cooperative learning mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

  Kelebihan:

  a. Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik hasil tes yang dibuat guru maupun tes baku.

  b. Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk keberhasilan akademisnya.

  c. Strategi kooperatif memberikan perkembangkan yang berkesan pada hubungan interpersonal di antara anggota kelompok yang berbeda etnis.

  Sedangkan kelebihan STAD menurut pendapat Davidson (2012) adalah:

  a. Meningkatkan kecakapan individu

  b. Meningkatkan kecakapan kelompok

  c. Meningkatkan komitmen

  d. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya

  e. Tidak bersifat kompetitif

  f. Tidak memiliki rasa dendam Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan kelebihan dari STAD adalah

  a. Dapat mengembangkan rasa percaya diri siswa,

  b. Mengembangkan rasa kebersamaan dan keakraban antar siswa

  c. Mengembangkan hasil belajar siswa, baik siswa yang sudah pandai maupun siswa yang belum pandai

  Menurut Slavin (2005) cooperative learning mempunyai kekurangan sebagai berikut: a. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet.

  b. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.

  c. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.

  Selain di atas, kelemahan-kelemahan lain yang mungkin terjadi menurut Soewarso (1998:23) adalah bahwa cooperative learning bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil, adanya suatu ketergantungan, menyebabkan siswa yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar mandiri dan juga cooperative learning memerlukan waktu yang lama sehingga target mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas, disimpulkan bahwa kelemahan dari STAD adalah dalam satu kelompok minimal terdapat 4 siswa, jika tidak adanya sebuah diskusi maka pembelajaran tidak akan berjalan; jika ketua kelompok belum paham dengan materi, teman-teman yang lain juga akan semakin tidak paham, padahal belum tentu dalam satu kelas ada siswa yang pandai dan pintar memimpin teman.

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

  Dalam penelitian ini peneliti mengkaji tiga laporan penelitian sebagai bahan pertimbangan. Laporan penelitan dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD Bagi Siswa Kelas 4 SD Kertomulyo 02” oleh Seno mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran

  IPA yang menggunakan model pembelajaran STAD. PTK yang digunakan yaitu dengan model Kurt Lewin.

  Selain itu peneliti juga mengkaji laporan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Penggunaan Alat Peraga Melalui Model STAD Bagi Siswa Kelas V Semester I SD Negeri Keputon 02 Kecamatan Blado Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014” oleh Slamet Handoko mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam penelitian tersebut juga diperlukan alat peraga untuk meningkatkan hasil belajar IPA, selain itu model pembelajaran STAD dapat dijadikan alternatif pilihan dalam pembelajaran IPA.

  Penelitian yang ketiga dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model STAD (Student Teams Achievement Division) pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Tunggulsari Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014” oleh Aria Wijayanti mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam penelitian ini dikatakan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan materi struktur dan fungsi bagian tumbuhan,dengan harapan pada setiap guru, agar model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) digunakan dalam pembelajaran tentang materi yang bersifat prosedural. Siswa hendaknya juga lebih mengembangkan kreativitasnya guna meningkatkan pemahaman terhadap materi pembelajaran IPA.

  Setelah melihat hasil positif yang dicapai, peneliti merasa perlu mencoba mengadakan penelitian sejenis pada model pembelajaran dan mata pelajaran yang sama namun dengan materi ajar yang berbeda. Jika hasil serupa terbukti muncul, penelitian ini akan sangat membantu atau paling tidak menjadi bahan pertimbangan rekan guru lain dalam memberikan alternativ metode penyampaian materi.

  2.3 Kerangka Berpikir Guru masih Hasil belajar IPA

  KONDISI menggunakan rendah, terdapat AWAL metode ceramah siswa yang nilai dalam mata pelajaran IPA pembelajaran dibawah KKM

  IPA Penerapan model

  SIKLUS 1: cooperative TINDAKAN

  Menerapkan model learning tipe cooperative learning

  STAD dalam tipe STAD dalam pembelajaran pembelajaran IPA

  IPA Dengan SIKLUS 2: menggunakan model Menerapkan model

  KONDISI cooperative learning cooperative AKHIR tipe STAD dapat learning tipe STAD menigkatkan hasil dalam belajar IPA sbagi pembelajaran IPA siswa kelas IV SD N

  2 Jatisari tahun

  pelajaran 2014/2014

  2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas diduga : Dengan menggunakan model pembelajaran STAD ada peningkatan pada siswa kelas 4 SD N 2

  Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri tahun pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 02 Lajer dengan SDN 01 Bologarang Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dan Model Ekspositori Ta

0 0 14

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 02 Lajer dengan SDN 01 Bologarang Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dan Model Ekspositor

0 0 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 02 Lajer dengan SDN 01 Bologarang Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dan Mod

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 02 Lajer dengan SDN 01 Bologarang Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dan Model Ekspositori Tahun 2014/2015

1 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 02 Lajer dengan SDN 01 Bologarang Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dan Model Ekspositori Tahun 2014/2015

0 0 52

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Intimacy pada Pasangan Jarak Jauh

0 0 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Informatif tentang Hipertensi Berbasis Motion Graphic

0 0 22

3.1. Perancangan Mekanik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Hidroponik Skala Rumah Tangga dengan Metode Bertingkat untuk Tanaman Selada

0 0 14

4.1. Contoh Perhitungan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Kinematika Balik pada Prototype Modul Praktikum Robot Manipulator 4 DOF

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Kinematika Balik pada Prototype Modul Praktikum Robot Manipulator 4 DOF

0 0 13