A. Pendahuluan - PROBLEMATIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH-IBADAH DI SMA DAN SMK MUHAMMADIYAH PONTIANAK

PROBLEMATIKA PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH-IBADAH DI SMA DAN
SMK MUHAMMADIYAH PONTIANAK
Oleh
Heriansyah
Dosen Fakultas Agama Islam

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui problematika pembelajaran Aqidah-Ibadah
melalui pemanfaatan TIK di SMA dan SMK Muhammadiyah kota Pontianak. AqidahIbadah adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dalam kurikulum Al Islam
Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab (Ismuba) di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Populasi dan sampel penelitian ini adalah seluruh guru dan siswa pada SMA
Muhammadiyah 1, SMA Muhammadiyah 2 dan SMK Muhammadiyah 1 dan SMK
Muhammmadiyah 2 di Pontianak yang diambil secara purposive sampling. Data yang
diperoleh dianalisis secara mendalam dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian dismpulkan bahwa Pembelajaran Aqidah-Ibadah melalui TIK di SMA dan
SMK Muhammadiyah Pontianak memiliki kelebihan: terdapat rumusan pembelajaran
melalui ICT dalam silabus dan RPP, menarik perhatian, memotivasi dan memudahkan
siswa memahami materi, didukung kemampuan beberapa guru dalam mengoperasikan
media TIK, telah dilengkapi dengan jaringan internet, mendorong guru menggunakan
media online, fasilitas TIK yang tersedia, dan terbukti meningkatkan hasil belajar.

Adapun kekurangan-kekurangan yang dimiliki: Tidak semua materi dapat dijelaskan
melalui TIK, kemampuan SDM TIK masih terbatas dan kecepatan jaringan internet
yang masih lambat.
Kata Kunci: Problematika, TIK, Aqidah-Ibadah,

A. Pendahuluan
Proses Pembelajaran dewasa ini
terkesan disampaikan secara monoton
dengan menggunakan metode ceramah
semata. Keadaan tersebut tentu sangat
memprihatinkan mengingat peran seluruh
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
sangat
penting
dalam
membentuk
kepribadian siswa agar dapat memiliki jiwa
dan raga yang kuat, serta siap memasuki
masa depan. Kurikulum yang berlaku di
sekolahsekolah Muhammadiyah berfungsi

untuk menyiapkan siswa mengenal,
memahami,
menghayati,
hingga
mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia

dalam mengamalkan ajaran agama Islam
dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dari sumber utamanya, yaitu
Al-Quran
dan
Al-Hadits
melalui
bimbingan, pengajaran, latihan serta
penggunaan pengalaman.
Melalui proses pembelajaran dengan
memanfaatkan
teknologi
informasi
komunikasi atau disebut Information

Comunication
and
Technology
(selanjutnya
disingkat
TIK)
pada
kurikulum Pendidikan Agama Islam, siswa
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
hasil
belajarnya
serta
mampu
mengembangkan tingkah laku yang baik

24

untuk kehidupan pribadinya maupun
kehidupan di masyarakat, sehingga dapat
mengangkat derajat kemanusiaannya.

Pemanfaatan ICT dalam proses
pembelajaran secara tepat akan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran, yang
pada gilirannya akan meningkatkan
kulaitas hasil belajar peserta didik dalam
hal ini adalah para siswa. Agar dapat
memanfaatkan
ICT
dalam
proses
pembelajaran
secara
tepat
guna,
keterampilan pemakai dalam hal ini para
pendidik baik guru ataupun dosen sudah
menjadi persyaratan utama, selain dari
ketersediaan perangkat keras, lunak, dan
infrastruktur, serta kebersediaan institusi
penyelenggara program pendidikan dalam

hal ini sekolah-sekolah Muhammadiyah di
Pontianak, untuk mengadakan inovasi
dalam pemanfaatan ICT untuk kebutuhan
pembelajaran
Al
Islam
Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab
(Ismuba). Sejauh ini masih ada para guru
Ismuba yang berstatus gagap teknologi,
karena belum pernah bersentuhan dengan
ICT dalam perspektif apapun, untuk
keperluan
pribadi
maupun
untuk
kebutuhan pembelajaran.
Menghadapi
kenyataan
yang
demikian, seharusnya para guru mampu

menciptakan
kondisi
belajar
dan
memanfaatkan berbagai macam hal yang
telah
dipersiapkannya.
Pentingnya
menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam pembelajaran
munurut Supriadi (No. 4/XIX: 16) antara
lain: (1) mempermudah akses iptek terkini
secara global kekinian; (2) meningkatkan
kinerja dan kualitas pembelajaran dan
dukungan multi ICT interaktif; (3)
memperluas jangkauan dan khalayak
pembelajaran melalui internet dan jaringan
multi ICT; (3) mendorong peran aktif si
pembelajar untuk kreatif dan inovatif; (4)
meningkatkan efisiensi dan produktivitas

pengelolaan lembaga pembelajaran; (5)

memungkinkan riset yang kompleks
dilaksanakan melalui modeling/simulasi
dengan jaringan global; (6) mempermudah
sinergi, integrasi, dan jenjang antar ilmu
dan lembaga.
Dari analisis konseptual dan empiris
menyangkut pentingnya pembelajaran
melalui ICT sebagaimana yang diuraikan
di atas, maka guru hendaknya mampu
memilih dan menggunakan model serta
strategi pembelajaran yang sesuai dengan
minat dan harapan siswanya. Berdasarkan
kajian dan uraian di atas, maka fokus
permasalahan yang akan dipecahkan dalam
tulisan ini adalah: ”Problematika apa saja
yang dihadapi guru dan siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran Aqidah-Ibadah
melaui ICT di Sekolah Menenah Atas atau

Kejuruan (SMA/K) Muhammadiyah di
Pontianak”?

B. Tinjauan Pustaka
1. ICT dan Manfaatnya dalam
Pembelajaran
ICT adalah istilah umum yang
mengacu pada teknologi yang digunakan
untuk
mengumpulkan,
mengedit,
mendapatkan informasi dalam berbagai
bentuk (SER, 1977). Personal computer
adalah contoh pengguna ICT di bidang
pendidikan, tapi istilah multimedia juga
sering digunakan. Multimedia dapat
diinterprestasikan sebagai kombinasi datadata yang dibawanya, missal video, CDrom, floppy disk, internet dan software
yang
memungkinkan
mengadakan

pendekatan interaktif (Smeets, 1996).
Secara umum,penggunaan ICT dalam
pendidikan dideskripsikan sebagai berikut:
(1) ICT sebagai obyek pembelajaran; (2)
ICT adalah alat; (3) ICT sebagai medium.
ICT memiliki manfaat yang sangat
besar bagi dunia pendidikan. Pendidikan
relatif menjadi murah karena biaya untuk

25

mendapatkan informasi yang luas dapat
dikurangi secara signifikan, dapat melayani
banyak orang secara individual, materi
dapat dikaji berulang-ulang dan selalu
dapat dimutakhirkan. Untuk mencapai
manfaat
tersebut,
maka
dalam

pengembangannya perlu memperhatikan
materi yang akan ditampilkan dan harus
menunjang penyampaian informasi yang
benar, tidak hanya mengutamakan sisi
keindahan saja.
Tung (2000: 18-19) mengemukakan
bahwa
metode
pencapaian
tujuan
pendidikan melalui teknologi informasi
merupakan usaha posmodernis dalam
dunia pendidikan, karena di dalamnya
terkandung nilai-nilai:
1. Striving
for
diversity,
tetap
membimbing tanpa mengubah nilai
yang ada, mengembangkan sikap afektif

dalam menuju kehidupan sub kultur
dengan komunitas berbeda yang lebih
baik.
2. Equality, dalam ideologi postmodern,
persamaan
hak
mendapatkan
pendidikan dalam bentuk power of
relationship.
3. Tolerance and freedom, toleransi
mengandung arti secara garis besar,
tidak berapriori negative, mengkritik
kelompok tertentu, dan tidak menekan.
Kebebasan
dalam
budaya
dan
komunitas dalam mengekspresikan
kelompoknya.
4. The importance of creativity, wawasan
dan kreativitas dalam era posmodernis
akan menekankan pada konstruksi dari
pengetahuan
dan
keragaman.
Rangsangan dan pernyataan kreativitas
siswa sangat penting dalam membentuk
paradigma baru pengetahuan dan
pengukuran suatu nilai.
5. The importance of emotions, aliran
emosi
mengikuti
kurva
belajar
keberadaannya dengan lingkungan
disertai self esteem pada unsure internal

pribadi siswa. Mereka percaya pada
setiap waktu emosi dari siswa
ditantang, seperti cemburu dan iri.
Kreativitas ini akan hilang jika guru
bersikap kaku, otoriter dan benar-benar
mematikan keberadaan kreativitas pada
siswanya.
6. The importance of intuition, intuisi
menjadi lebih penting karena pemikiran
rasional akan hilang otoritasnya jika
sering berbenturan dengan ide-ide.
Kaum modernis berupaya untuk
mengembangkan intuisi dan perasaan,
jika kita mau melegitimasi dan
kemungkinan jauh lebih penting dari
rasional dan merupakan pemikiran
konseptual yang linear.
Pannen (2005: 4) menyatakan, secara
umum pemanfaatan teknologi komunikasi
dan informasi yang intensif dapat
menyajikan pengalaman belajar yang
bermakna karena mampu untuk:
1. Memfasilitasi komunikasi dan interaksi
antara peserta didik dengan pendidik
dan nara sumber ahli. Komunikasi
antara tenaga pengajar dan nara sumber
ahli dengan peserta didik merupakan
faktor
penting
dalam
proses
pembelajaran.
Komunikasi tersebut
mencerminkan proses interaksi dan
negosiasi makna bagi peserta didik
untuk
mencapai
makna
dalam
pembelajaran.
2. Meningkatkan kolaborasi antarpeserta
didik untuk membentuk komunitas
belajar. Kolaborasi antarpeserta didik
dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh
pembelajaran
yang
bermakna, dari pada jika peserta didik
belajar sendirian. Kolaborasi juga
menciptakan
keterhubungan
antarpeserta didik untuk saling berbagi
dan
saling
membantu
dalam
memecahkan masalah.
3. Mendorong peserta didik untuk secara
mandiri mencari sumber belajar dan

26

mencapai
makna.
Siswa
akan
termotivasi untuk secara mandiri
mencari berbagai sumber belajar dan
mencapai kebermaknaan dari proses
pencariannya. Peserta didik tidak
tergantung lagi pada instruksi dan atau
keberadaan tenaga pengajar.
4. Memberikan umpan balik lintas ruang
dan waktu. Dalam sistem e-learning,
peserta didik dapat setiap saat menguji
dirinya sendiri untuk mengetahui
kemajuannya,
kesalahannya,
dan
perbaikan yang perlu dilakukannya.
5. Memberikan akses kepada beragam
sumber
belajar.
e-learning
memungkinkan peserta didik dan tenaga
pengajar untuk mengakses beragam
sumber belajar yang tersedia di internet,
berupa situs, artikel ilmiah, gambar atau
foto,
video,
audio,
paket-paket
pembelajaran, nara sumber ahli, dan
lain-lain.
Menurut Munir (2005: 13-14) ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan
agar tercapai keberhasilan menjalankan
proses pengajaran dan pembelajaran
berbasis
teknologi
informasi
dan
komunikasi: (1) Teknik Pemantauan; (2)
Penyimpanan Rekod (Record Keeping); (3)
Perangkat lunak dan Bahan Pengajaran; (4)
Teknik Pengelolaan pengajaran kelompok
dan individu; dan (5) Lokasi penempatan
teknologi
informasi
di
sekolah:
laboratorium komputer, kelas atau di pusat
ICT.
Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan kelas yang
teratur sangat penting dalam memastikan
suasana pembelajaran yang menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi
menjadi suasana pembelajaran yang
menyenangkan.
B. Kompetensi Mengelola Pembelajaran
Mengelola pembelajaran adalah

aktifitas
yang
terintegrasi
antara
pengetahuan dan keterampilan mengajar.
Menurut Albrect dalam Jamaris (2005:
182) bahwa guru dalam melakukan tugas
mengelola pembelajaran membutuhkan
kemampuan berupa pengetahuan dan
keterampilan untuk mengatur berbagai
variasi perubahan dan sinergi yang terjadi
dalam kelas karena peserta didik secara
terus menerus berkembang dan berubah
dalam proses pembelajaran.
Senada dengan di atas, Little,
Hoopers dan Garner (1994: 45)
menjelaskan kompetensi guru dalam
mengelola proses belajar mengajar yaitu:
a) Merencanakan dan mengelola waktu; b).
Mengenal dan memahami tujuan; c)
Kemampuan melayani peserta didik
lamban dan berbakat; d) Merangsang
umpan balik antarpeserta didik; e) Menilai
hasil belajar peserta didik baik harian
bahkan dari waktu ke waktu; f) Mengelola
proses belajar mengajar; g) Menciptakan
lingkungan pengalaman langsung sebagai
sumber belajar; h) Menggunakan teknik
bertanya yang mengarahkan peserta didik
pada pendekatan belajar aktif.
Dari beragam kompetensi dan atau
keterampilan
dalam
mengelola
pembelajaran di atas, maka dalam
penelitian ini dapat dirangkum bahwa
kompetensi dalam mengelola pembelajaran
meliputi
kemampuan
mengelola
pembelajaran
secara
umum
dan
kompetensi dalam mengelola pembelajaran
khusus.
Kemampuan
mengelola
pembelajaran
secara
umum
tetap
berlandaskan pada kebutuhan siswa.
Berikut beberapa kemampuan baik yang
bersifat umum maupun khusus yang harus
dikuasai seorang guru: (1) Kemampuan
merencanakan dan mendesain materi; (2)
Kemampuan membuka dan menutup
materi; (3) Kemampuan menjelaskan; (4)
Kemampuan bertanya; (5) Kemampuan
memotivasi dan memberi penguatan; (6)

27

Kemampuan mengelola (manajemen)
kelas; (7) Kemampuan mengadakan
variasi; dan (8) Kemampuan mengevaluasi

selanjutnya adalah menetapkan sampel dari
jumlah populasi dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 10 orang
guru Ismuba, sedangkan siswa yang
dijadikan sampel diambil dari sebanyak 44
orang siswa.

C. Metode Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif analisis.
Data-data yang
D. Hasil Penelitian
diperoleh dari sumbernya dianalisis secara
1. Deskripsi Data
Hasil penelitian diperoleh data
mendalam sehingga diperoleh gambaran
problematika pembelajaran baik yang
tentang problematika pembelajaran Aqidah
diperoleh dari siswa maupun guru. Data
Ibadah
melalui
ICT
di
SMA/K
tersebut dihitung dan dianalisis secara
Muhammadiyah
Pontianak.
Populasi
deskriptif untuk mengetahui rerata (mean),
dalam penelitian ini adalah seluruh guru
median, standar deviasi, varian, skor
dan siswa pada SMA/K Muhammadiyah
maksimum, skor minimum, rentang
yaitu SMA Muhammadiyah 1, SMA
(range), dan jumlah skor. Berikut adalah
Muhammadiyah
2
dan
SMK
tabel rekapitulasi yang dimaksud:
Muhammadiyah
1
dan
SMK
Muhammmadiyah 2 di Pontianak. Langkah
Tabel 1. Hasil Perhitungan Statistik Deksriptif Data Penelitian
Statistik
Jumlah Butir

Pernyataan
Siswa
29

Guru
33

Mean

112,8

17

Median

112,0

14

Modus

94,0

13

SD

22,1

6

Variansi

486,7

36,5

Min

85,0

11,0

Max

163,0

31,0

Range

78,0

20,0

Jumlah

3270,0

560,0

Berdasarkan hasil penelitian dan
pengukuran terhadap problematika siswa
SMA/SMK Muhammadiyah Pontianak
dalam
pembelajaran
Aqidah-Ibadah
melalui ICT secara teoritik memiliki
rentang skor 44 - 220, artinya skor

minimum yang dapat diperoleh dari
masing pernyataan adalah 44 dan skor
maksimum adalah 220. Secara empirik
skor
minimum
data
problematika
pembelajaran melalui ICT yang diperoleh
dari siswa adalah 85 dan skor maksimum

28

adalah 163 dengan rerata 112,759 dan
variansi 486,7. Rerata skor (112,8) yang
lebih tinggi dari nilai median (112)
menunjukkan bahwa sebagian besar
pernyataan memiliki skor di bawah rerata.
Adapaun hasil pengukuran terhadap
problematika pembelajaran ICT menurut
guru Ismuba secara teoritik memiliki
rentang skor 8 - 40, artinya skor minimum
yang dapat diperoleh dari masing
pernyataan adalah 25 dan skor maksimum
adalah 125. Secara empirik skor minimum
data problematika pembelajaran melalui
ICT yang diperoleh dari guru adalah 11
dan skor maksimum adalah 31 dengan
rerata 17 dan variansi 36,5. Rerata skor
yang lebih tinggi dari nilai median (14)
menunjukkan bahwa sebagian besar
pernyataan memiliki skor di bawah rerata.

B. Kategorisasi Problematika
Data problematika pembelajaran
berbasis ICT akan dikelompokkan menjadi
5 kategori. Pengkategorian berdasarkan
skor teoritik dari masing-masing variabel.
Kategorisasi ini menjadi penting, selain
pengelompokkan atas beberapa pernyataan
yang
menyangkut
problematika
pembelajaran baik dari siswa maupun
guru, juga menjadi dasar melakukan
analisis dan interpretasi dalam memilih dan
memilah pernyataan mana yang dianggap
sebagai problematika utama dibandingkan
problematika lain dari sekian pernyataan.
Berdasarkan skor empiris data hasil
penelitian
dan
kategorisasi
yang
dirumuskan, maka setiap pernyataan (butir)
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Analisis Angket Siswa
Pernyataan

Skor

Kategori

Pernyataan

Skor

Kategori

1.

85

Rendah

16.

141

Cukup

2.

108

Rendah

17.

160

Tinggi

3.

91

Rendah

18.

118

Cukup

4.

112

Rendah

19.

105

Rendah

5.

94

Rendah

20.

118

Cukup

6.

155

Tinggi

21.

125

Cukup

7.

113

Rendah

22.

123

Cukup

8.

89

Rendah

23.

130

Cukup

9.

117

Cukup

24.

94

Rendah

10.

85

Rendah

25.

163

Tinggi

11.

116

Cukup

26.

108

Rendah

12.

119

Cukup

27.

102

Rendah

13.

89

Rendah

28.

94

Rendah

14.

88

Rendah

29.

97

Rendah

15.

131

Cukup

29

Berbeda dengan guru, skor empiris
Dari tabel di atas, dapat diketahui
yang diperoleh dari hasil penelitian
bahwa menurut siswa terdapat 3
menunjukkan justru hanya terdapat dua
pernyataan yang merupakan problematika
problematika utama yang dialami oleh
kategori tinggi, 10 pernyataan yang
guru dan selebihnya dalam kategori rendah
dikategorikan problematika cukup dan 16
dan sangat rendah. Untuk memudahkan
pernyataan masuk dalam kategori sangat
memahaminya dapat dilihat pada tabel
rendah. Oleh karena itu, dapat dikatakan
berikut:
bahwa tidak semua dari 29 problematika
pembelajaran Aqidah-Ibadah berbasis ICT
merupakan problematika utama.
Tabel 3. Analisis Angket Guru
Pernyataan

Skor

Kategori

Pernyataan

Skor

Kategori

1.

13

Sangat Rendah

17.

22

Sedang

2.

12

Sangat Rendah

18.

13

Sangat Rendah

3.

13

Sangat Rendah

19.

13

Sangat Rendah

4.

16

Rendah

20.

11

Sangat Rendah

5.

17

Rendah

21.

13

Sangat Rendah

6.

11

Sangat Rendah

22.

21

Rendah

7.

31

Tinggi

23.

15

Sangat Rendah

8.

13

Sangat Rendah

24.

29

Tinggi

9.

13

Sangat Rendah

25.

16

Rendah

10.

13

Sangat Rendah

26.

25

Sedang

11.

11

Sangat Rendah

27.

31

Tinggi

12.

12

Sangat Rendah

28.

26

Sedang

13.

13

Sangat Rendah

29.

24

Sedang

14.

15

Sangat Rendah

30.

13

Sangat Rendah

15.

17

Rendah

31.

22

Sedang

16.

20

Rendah

32.

12

Sangat Rendah

33.

14

Sangat Rendah

2.
Pembahasan
a. Pelaksanaan Pembelajaran melalui
ICT
Tujuan pembelajaran melalui ICT
pada pembelajaran Aqidah-Ibadah tidak
jauh berbeda dengan tujuan pembelajaran
melalui ICT pada umumnya. Tujuan ini
didukung oleh pernyataan responden baik
guru maupun siswa yang menyatakan
kesetujuan atas kemanfataan ICT dalam

pembelajaran yang dilaksanakan. Walapun
masih terdapat beberapa kendala dan
problematika yang dihadapi, pembelajaran
melalui
ICT
di
SMA/SMK
Muhammadiyah Pontianak telah menjadi
sumber, sarana sekaligus sarana belajar
dalam proses belajar-mengajar. Tidak
heran kemudian, model pembelaaran ini
telah diterapkan oleh hampir semua guru

30

dalam meningktkan kualitas dan efektifitas
pembelajaran yang diselenggarakan.
Pelaksanaan pembelajaran melalui
ICT meliputi proses pembelajaran, Sumber
daya Manusia (SDM) yang dimiliki, sarana
prasarana dan evaluasi. Dari keempat
aspek
yang
terkait
pelaksanaan
pembelajaran, dapat dijelaskan bahwa
pelaksanaan pembelajaran melalui ICT
secara garis besar telah efektif. Hal ini
dapat dilihat data deskriptif di atas
menujukkan bahwa sebagain besar skor
dari setiap pernyataan di bawah rata-rata.
Artinya, sebagian besar problematika
pembelajaran
melalui
ICT
bukan
merupakan problematika yang utama
(tinggi).
Pada aspek proses, diketahui bahwa
terdapat satu problematika utama dalam
proses pembelajaran berbasis ICT yakni
tidak semua materi dalam pelajaran
Aqidah-Ibadah dapat dijelaskan melalui
ICT. Hal ini terjadi dapat disebabkan
beberapa hal antara lain misalnya terdapat
materi yang sulit untuk dijelaskan melalui
TIK, materi yang lebih menitikbertan pada
persoalan dogma (keyakinan) dan lain-lain.
Apalagi sebagian besar kurikulum AqidahIbadah adalah internalisasi nilai-nilai
keislaman. Seringkali guru mengalami
kesulitan dalam menjelaskan masalahmaslah yang bersifat abstrak misalnya
masalah keimanan dan hal-hal ghaib
melalui ICT.
Menurut siswa problematika utama
lain dalam pembelajaan berbasis ICT
adalah guru seringkali menunggu operator
(petugas) untuk mengoperasikan alat-alat
TIK berupa laptop dan infokus. Masalah
ini sering terjadi karena sampai saat ini
baik SMA maupun SMK Muhammadiyah
belum memiliki operator ICT secara
mandiri dan tetap. Pelayanan ICT sampai
saat ini dipegang oleh staff adminisrasi
yang bertugas pada unit kerja lain atau
dirankap oleh guru lain sehingga setiapkali

pembelajaran akan dimulai, guru Ismuba
terlebih dahulu harus memangil atau
mencari staf atau guru yang bersangkutan
untuk membantu dalam mengoperasian
media ICT tersebut.
Siswa juga memandang bahwa
problematika lain adalah masalah jaringan.
ICT yang baik adalah ICT yang terkoneksi
dengan internet. Akan tetapi seringkal
dalam pemanfataan teknologi tesebut siswa
menganggap kecepatan (speed) internet
belum memadai. Jaringan yang lambat
disebabkan oleh kapasisas jaringan yang
dimiliki oleh sekolah tidak memadai atau
dengan kata lain tidak sebanding dengan
jumlah siswa atau guru yang menggunakan
sehingga berpengaruh terhadap kecepatan
akases jaringan. Waktu akses yang lama
dapat berakibat kepada keengganan
siswwa untuk memanfaatkan internet
sebagai sarana dan sumber belajar.
Walaupun
terdapat
beberapa
pernyataan yang menunjukkan adanya
masalah dalam pembelajaran melalui ICT
sebagaimana disebutkan di atas, tetapi
jumlah problematika utama tersebut tidak
dominan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan pembelajaran melalui
ICT dalam pembelajaran Aqidah-Ibdah
tetap efektif.
2.
Kelebihan
dan
Kekurangan
Pembelajaran melalui ICT
Sebagaimana
deskripsi
dan
kategorisasi serta interpretasi di atas, maka
pelaksanaan pembelajaran Aqidah-Ibadah
melalui ICT memiliki kelebihan sekaligus
kelemahan.
Kelebihan
pelaksanaan
pembelajaran melalui ICT di SMA dan
SMK Muhammadiyah adalah terdapat
pada
pernyataan-pernyatan
yang
dikategorkan rendah atau sangat rendah,
sedangkan
kekurangan
pembelajaran
melalaui ICT terdapat pada pernyataanpernyataan yang dikategorikan tinggi.
Berikut
kelebihan-kelebihan
pembelajaran melalui ICT yang merupakan

31

rangkuman dari jawaban responden atas
pernyataan
yang
diajukan:
(1)
Pembelajaran
melalui
ICT
telah
dirumuskan dalam silabus dan RPP setiap
pembelajaran oleh guru. (2) Pembelajaran
melalui ICT dapat menarik perhatian,
memotivasi dan memudahkan siswa untuk
memahami materi sehingga proses belajar
menjadi lebih efektif. (3) Pembelajaran
melalui ICT didukung oleh kemampuan
beberapa guru dalam mengoperasikan
media ICT misalnya laptop dan infokus
sehingga dapat memperlancar proses
pencapaian
tujuan
ICT
dalam
pembelajaran. (4) Pembelajaran melalui
ICT telah dilengkapi dengan jaringan
internet sehingga dapat memudahkan guru
dan siswa dalam mengakses pengetahuan
baru secara cepat. (5) Pembelajaran
melalui ICT berbasis internet mendorong
guru untuk menggunakan electronic mail
(email), blogspot, wordpress dan face book
sebagai
media
belajar
sekaligus
komunikasi interaktif antara guru dan
siswa tanpa dibatasi oleh waktu dan ruang.
(6) Fasilitas ICT yang tersedia di beberapa
kelas memudahkan guru dan siswa untuk
memanfaatkan fasilitas tersebut secara
maksimal setiap kali pembelajaran yang
diselenggarakan dan (7) Pemanfaatan ICT
dalam pembelajaran telah terbukti dapat
meningkatkan
hasil
belajar
siswa.
Pembelajaran melalui ICT dapat merubah
proses pembelajaran dari yang bersifat
pasif dan monolog (ceramah) menjadi
pembelajaran yang aktif dan efektif
sehingga berdampak pada peningkatan
hasil belajar.
Adapaun kekurangan-kekurangan
yang
dimiliki
dalam
pelaksanaan
pembelajaran Aqidah-Ibadah melalui ICT
yaitu: (1) Tidak semua materi pelajaran
Aqidah-Ibadah dapat dijelaskan melalui
ICT
termasuk
materi-materi
yang
menyangkut persoalan metafisik (ghaib)
dan hal-hal lain; (2) Kemampuan sumber

daya manusia (guru Ismuba) dalam
mengoperasikan pemanfaatan ICT masih
terbatas. Tidak semua guru mampu
mengopreasikan pemanfaatan ICT dalam
setiap KBM, sehingga membutuhkan
tenaga profesioanal lain (operator); dan (3)
Kecepatan jaringan internet
dalam
pemanfaatan TIK masih terbatas. TIK yang
berbasis jaringan internet membutuhkan
kemampuan kecepatan yang memadai
(besar) sesuai dengan jumlah user
(pengguna). Pengguna dari jaringan
internet ini adalah seluruh siswa dan guru
SMA dan SMK Muhammadiyah. Jaringan
yang lambat menyebabkan pengguna
terganggu dan akses dokumen seringkali
terputus. Hal ini tentu menjadi kendala
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
efektif.
3. Upaya mengatasi problematika
pembelajaran melalui ICT
Dalam aspek bahwa tidak semua
materi pelajaran dapat dijelaskan melalui
TIK sebenarnya, dapat dihindarkan apabila
guru benar-benar menguasai materi
sekaligus
memiliki
kemampuan
mengembangkan
materi
sesuai
perkembangan TIK dalam pembelajaran
agama. Perkembangan TIK yang luar biasa
tidak lagi membatasi seseorang untuk
memanfaatkannya
dalam
kehidupan
termasuk proses belajar mengajar agama.
Guru
yang
memiliki
kemampuan
pengusaan materi agama yang baik
misalnya tetap dapat membuat materi
ketauhidan tanpa harus melanggar batasbatas norma agama. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pendidikan dan pelatihan yang
efektif dalam mengembangkan materi
dengan pemanfaatan ICT sehingga dapat
mengakomodasi seluruh materi yang
terdapat pada pelajaran Aqidah-Ibadah
untuk menggunakan ICT.
Adapun kelemahan pada aspek
sumber daya manusia yakni guru seringkali

32

menunggu operator (petugas) untuk
mengoperasikan alat-alat TIK berupa
laptop dan infokus dapat di atasi melalui
pengangkatan seorang operator TIK
profesional yang bekerja secara tetap pada
unit tersebut. Operator tersebut harus
bekerja secara full time selama jam-jam
kantor. Selain itu, setiap guru juga dituntut
untuk memiliki kemampuan dasar dalam
mengoperasikan media TIK sehingga
pembelajaran melalui ICT tidak sematamata bergantung kepada keberadaan
petugas/operator yang ditunjukkan. Guru
Ismuba
secara
mandiri
dapat
mengoperasikan
media
tersebut
berdasarkan standar operasional prosedur
yang ditetapkan sebelumnya.
Terkait masalah jaringan internet
yang lambat biasanya disebabkan oleh
kapasitas jaringan yang tidak sebanding
dengan jumlah pengguna. Oleh karena itu,
pengelola jaringan yakni Kepala SMA dan
SMK
Muhammadiyah
selaku
penanggungjawab
harus
menambah
besaran kecepatan jaringan yang dimiliki
saat ini. Perkembangan TIK saat ini
memungkinkan penambahan kemampuan
kecepatan jaringan secara tepat.

siswa memahami materi, didukung
kemampuan beberapa guru dalam
mengoperasikan media TIK, telah
dilengkapi dengan jaringan internet,
mendorong guru menggunakan media
online, fasilitas TIK yang tersedia, dan
terbukti meningkatkan hasil belajar.
Adapun kekurangan-kekurangan yang
dimiliki: Tidak semua materi dapat
dijelaskan melalui TIK, kemampuan
SDM TIK masih terbatas dan kecepatan
jaringan internet yang masih lambat.
3. Upaya yang dapat dilakukan dalam
mengatasi
problematika
dalam
pembelajaran Aqidah-Ibadah melalui
TIK adalah: perlu dilakukan pendidikan
dan pelatihan yang efektif terhadap guru
dalam mengembangkan semua materi
pelajaran pemanfaatan TIK, perlunya
keberadaan seorang operator TIK
profesional, guru dituntut untuk
memiliki kemampuan dasar dalam
mengoperasikan media TIK dan
penambahan besaran kecepatan jaringan
internet yang dimiliki saat ini.

E. Kesimpulan
Sesuai dengan pembahasan di
atas, diperoleh beberapa temuan yang
dapat disimpulkan yaitu:
1. Tujuan dari pembelajaran AqidahIbadah melalui TIK di SMA dan SMK
Muhammadiyah
Pontianak
adalah
sebagai sumber sekaligus media belajar,
sarana interaksi dan kolaborasi pendidik
dengan peserta didik.
2. Pembelajaran Aqidah-Ibadah melalui
TIK di SMA dan SMK Muhammadiyah
Pontianak memiliki kelebihan: terdapat
rumusan pembelajaran melalui ICT
dalam silabus dan RPP, menarik
perhatian, memotivasi dan memudahkan

33

DAFTAR PUSTAKA
Abdulhak,
I.
(2001).
Komunikasi
Pembelajaran:
Pendekatan
Konvergensi dalam Peningkatan
Kualitas
dan
Efektivitas
Pembelajaran. Pidato Pengukuhan
Guru Besar. UPI Bandung. 18
Oktober.
Ahmad, Muhammad Abdul Qodir.
(1984/1985).
Metodologi
Pengajaran
Agama
Islam.
Terjemahan dari Thuruqut Ta’limi
Al-Tarbiyah Al-Islamiyah. Proyek
Pembinaan Prasarana dan Sarana
Perguruan Tinggi Agama/IAIN.
Barbara dan Terry Fiel (1994). Teacher as
Mentors,
Practical
Guide.
Hongkong: The Falmer Press,
1994.
Diaz, Carloz F., Carol Marra Pelleiter dan
Eugene F. Provenzo Jr. (2006)
Touch the Future Teach! Boston:
Pearson Education Inc.
Gagne, Robert M. (1975). Essentials of
Lerning for Instruction Florida:
Deiden Press.
Little, Angela, Wim Hoopers dan Roy
Garner, Beyond Jontioen. (1994).
Implementing Primary Education
for All. London: Basing Strok
Macmillan Pres Ltd.
Mattoo, B.K. (1995). New Teaching
Technology for Elementary School
Teachers. New Delhi: Paramount
Press.
Munir. (2002). “Metode Pengembangan
Multi ICT dalam Pendidikan (Studi
Kasus terhadap Proyek: Multi ICT
in Education for Literacy (MEL),
University Kebangsaan Malaysia”.
Mimbar Pendidikan. No.2/XXI. 1828.
Munir. (2001). “Aplikasi Teknologi Multi
ICT
dalam
Proses
Belajar

Mengajar”. Mimbar Pendidikan.
No.3/XX, 9-17.
Siregar, Masaruddin. (1998). Pengelolaan
Pengajaran
(Suatu
Dinamika
Profesi Keguruan) dalam PBM-PAI
di Sekolah Eksistensi dan Proses
Belajar Mengajar Pendidikan
Agama Islam. Cet I. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Soekartawi. (2003). “Prinsip Dasar e
Learning: Teori dan Aplikasinya di
Indonesia”. Jurnal Teknodik. No.
12/VII/Oktober 2003. 5-27. Jakarta:
Pusat Teknologi Komunikasi dan
Informasi Pendidikan.
Supriadi, D (1999). “Pengawasan dalam
Kerangka
Sistem
Pendidikan
Nasional”. Mimbar Pendidikan.
No. 2/XVIII, 18-22.
Syah,
Muhibbin
(2008).
Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan
Baru.
Bandung:
Remaja
Rosdakarya.
Vargas, Julie S. (197). Behavioral
Psychology for Teachers. New
York: Harper and Row Publishers.
Warsihna,
Jaka.
(2005).
“Dilema
Pemanfaatan
Teknologi
Komunikasi dan Informasi (ICT)
untuk
Meningkatkan
Mutu
Pendidikan” Jurnal Teknodik. No.
16/IX/Oktober 2005. 60. Jakarta:
Pusat Teknologi Komunikasi dan
Informasi Pendidikan.

34