PENERAPAN TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHE

MAKALAH KELOMPOK
PENGANTAR SOSIOLOGI PEDESAAN
“PENERAPAN TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM PADA MASYARAKAT DI
WILAYAH MENDAWAI”

ANGGOTA KELOMPOK :
1. TRISNA VIOLANITA

NIM : GAA 112 037

2. ARLINDA SINTIYA A.

NIM : GAA 112 043

3. ELVI

NIM : GAA 112 045

4. AGUSTINE CAROLINA

NIM : GAA 112 063


5. BAHTIAR EDY FAISAL

NIM : GAA 112 082

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
TA. 2014/2015

Page | 1

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmatNya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Sosiologi Pedesaan
mengenai “Penerapan Teori Solidaritas Emile Durkheim Pada Masyarakat di Wilayah
Mendawai” dengan baik dan tepat waktu.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak mungkin dapat terselesaikan dengan sempurna
tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Pengantar Sosiologi Pedesaan pak Dedy Ilham Perdana, MA yang telah

banyak memberikan masukan dan pembelajaran kepada penulis. Selain itu penulis mengucapkan
terima kasih juga kepada semua warga serta pimpinan di wilayah Mendawai I RT. 03, RW. IV,
Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya atas bantuan dan partisipasinya dalam kegiatan observasi yang
dilaksanakan oleh penulis.
Penulis berharap kepada pembaca yang intelektual untuk memberikan kritikan dan saran
demi kesempurnaan makalah mengenai “Penerapan Teori Solidaritas Emile Durkheim Pada
Masyarakat di Wilayah Mendawai” ini. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun pihak lain yang membacanya.

Palangka Raya, Oktober 2014

Penulis

Page | 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i


DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Manfaat Penulisan

1
2
2
2


BAB II LANDASAN TEORI
A.
B.
C.
D.

Definisi Solidaritas Menurut Emile Durkheim
Definisi Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Ciri-ciri Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Perbedaan Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik

4
4
4
6

BAB III ANALISA
A. Hasil Analisa


8

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan

12

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Dokumentasi Foto
2. Dokumentasi Kuesioner

15
17

Page | 3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Emile Durkheim pernah mengatakan bahwa di dalam masyarakat terdapat dua jenis
solidaritas yang dapat membedakan masyarakat ke dalam dua wilayah tempat tinggal yaitu
perkotaan atau pedesaan, dan jenis-jenis solidaritas yang dimaksudkan oleh Emile Durkheim
tersebut antara lain solidaritas organik dan solidaritas mekanik. Emile Durkheim mengemukakan
bahwa semua masyarakat yang tinggal di perkotaan kecenderungannya menganut solidaritas
organik yang mana hubungan masyarakatnya lebih terasa individualistis dan dilandaskan kepada
asas untung dan rugi ketimbang menganut solidaritas mekanik dimana hubungan masyarakatnya
terjalin akrab dan kekeluargaan serta masih menerapkan sistem gotong-royong yang umumnya
hanya terdapat pada masyarakat di wilayah pedesaan saja. Kota Palangka Raya termasuk ke
dalam wilayah perkotaan yang pembangunannya mulai menuju ke arah yang modern, dan sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Emile Durkheim bahwa di kota ini pun masyarakatnya ratarata menganut sistem solidaritas organik. Namun pernyataan tersebut berbeda bila kita melihat
fakta bahwa ternyata di ruang lingkup perkotaan Palangka Raya ini masih terdapat wilayahwilayah tertentu yang menerapkan solidaritas mekanik dalam kehidupan bermasyarakatnya.
Salah satu contoh wilayah yang masih menerapkan solidaritas mekanik di lingkungan
masyarakatnya adalah di wilayah Mendawai.
Wilayah Mendawai terletak di Jl. Tjilik Riwut dekat Pasar Modern Kahayan Market.
Wilayah Mendawai ini terbagi atas 10 wilayah dengan 15 Rukun Tetangga yang tersebar di
masing-masing wilayah tersebut. Adapun dari keseluruhan wilayah di Mendawai tersebut penulis
mengambil lokus observasi di wilayah Mendawai I RT. 03, RW. IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan
Raya. Pada tahun 2013/2014 wilayah ini memiliki jumlah KK sebanyak 160 KK yang mana
idealnya dalam satu rumah tersebut dihuni oleh 1 – 4 KK dengan rata-rata jumlah anak yang

dimiliki oleh 1 (satu) KK tersebut sebanyak 6 (enam) orang anak. Penduduk di wilayah ini terdiri
atas 3 (tiga) suku yaitu Dayak, Banjar, dan Jawa dengan persentase 40% suku Dayak, 40% suku
Banjar dan 20% suku Jawa. Dengan melihat komposisi penduduk yang terdiri atas 3 (tiga) suku
yang berbeda dari segi adat istiadat, kebudayaan serta agama tersebut dan letak daerahnya yang
berada dekat dengan wilayah pusat kota, tentu seharusnya solidaritas organiklah yang lebih
Page | 4

diterapkan oleh masyarakat di wilayah ini namun ternyata warga masyarakat disini cenderung
menggunakan solidaritas mekanik dalam kehidupan bermasyarakatnya, hal inilah yang membuat
kami tertarik untuk menyoroti jenis solidaritas yang diterapkan oleh para warga di wilayah
tersebut sebagai bahan observasi penulis untuk membuat makalah pengantar sosiologi pedesaan.
Dengan tema makalah yaitu penerapan teori-teori sosiologi pedesaan di wilayah Mendawai,
berdasarkan hasil observasi pada wilayah tersebut penulis lebih mengkhususkan untuk
membahas tentang penerapan Teori Solidaritas Emile Durkheim pada masyarakat di wilayah
Mendawai khususnya wilayah Mendawai I RT. 03, RW. IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan solidaritas menurut Emile Durkheim dalam The Division of
Labour in Society?

2. Dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society ke dalam berapa jenis
kah Emile Durkheim membagi solidaritas tersebut?
3. Jenis solidaritas manakah yang diterapkan oleh masyarakat di Mendawai I RT. 03, RW.
IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari solidaritas menurut Emile Durkheim
2. Mengetahui dan memahami jenis-jenis dari solidaritas menurut Emile Durkheim.
3. Mengetahui dan menganalisa jenis solidaritas yang diterapkan di Mendawai I RT.03,
RW. IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Manfaat teoritis: Agar penulis serta kalangan akademisi lainnya dapat memahami
pengertian solidaritas menurut Emile Durkheim dan mampu menganalisa jenis solidaritas

Page | 5

yang diterapkan di daerah Mendawai serta dapat memberikan sumbangsih ilmu
pengetahuan kepada kolega-kolega sejawat dalam bidang sosiologi pedesaan.
2. Manfaat praktis: Agar dapat memberikan contoh bagi masyarakat dalam memahami

jenis-jenis solidaritas yang ada dalam masyarakat.

Page | 6

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Solidaritas Menurut Emile Durkheim
Emile Durkheim (1859 – 1917) mengatakan bahwa solidaritas menunjuk pada suatu keadaan
hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial", dalam hal ini
dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat
dalam ikatan kolektif.
Dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society dikatakan bahwa masyarakat
modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama,
akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar
tergantung satu sama lain. Kemudian Emile Durkheim membagi solidaritas tersebut ke dalam 2
(dua) kategori yaitu Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik.
B. Definisi Solidaritas Mekanik dan Organik
a. Solidaritas Mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih

sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif yang sama dan kuat serta belum mengenal
adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok karena itu individualitas tidak
berkembang karena dilumpuhkan dengan tekanan besar untuk menerima konformitas dan
umumnya solidaritas seperti ini sering dijumpai pada wilayah masyarakat pedesaan.
b. Solidaritas Organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks
dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling
ketergantungan antar anggota, solidaritas seperti ini sering dijumpai pada wilayah
masyarakat perkotaan.
C. Ciri-ciri Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik.
Solidaritas Mekanik:
Pembagian kerja rendah
Kesadaran kolektif kuat
Hukum represif dominan
Page | 7

Individualitas rendah
Konsensus terhadap pola normatif penting
Adanya keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
Secara relatif sifat ketergantungan rendah
Bersifat primitif atau pedesaan.

Merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan dan adat
bersama.
Disebut mekanik, karena orang yang hidup dalam kelompok tersebut relatif dapat berdiri
sendiri dan juga memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung pada kelompok lain.
Solidaritas Organik:
Menguraikan tatanan sosial berdasarkan perbedaan individual diantara rakyat.
Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya kota .
Bersandar pada pembagian kerja (division of labour) yang rumit dan didalamnya orang
terspesialisasi dalam pekerjaan yang berbeda-beda.
Seperti dalam organ tubuh, orang lebih banyak saling bergantung untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
Dalam Division of labour yang rumit ini, Durkheim melihat adanya kebebasan yang lebih
besar untuk semua masyarakat yaitu kemampuan untuk melakukan lebih banyak pilihan
dalam kehidupan mereka. Meskipun Durkheim mengakui bahwa kota-kota dapat
menciptakan impersonality (sifat tidak mengenal orang lain), alienasi, disagreement dan
konflik, ia mengatakan bahwa solidaritas organik lebih baik dari pada solidaritas
mekanik. Beban yang diberikan dalam masyarakat modern lebih ringan daripada
masyarakat pedesaan dan memberikan lebih banyak ruang kepada anggota masyarakat
untuk bergerak bebas.
Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada
suatu tingkatan homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentiment, dsb. Homogenitas
serupa itu hanya mungkin kalau pembagian kerja bersifat sangat minim. Sedangkan solidaritas
organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas itu didasarkan pada tingkat
saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari
Page | 8

bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang memungkinkan juga memunculkan
bertambahnya perbedaan di kalangan individu.
D. Perbedaan Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Solidaritas Mekanik
Relatif berdiri sendiri (tidak bergantung pada orang lain) dalam keefisienan kerja
Terjadi di Masyarakat Sederhana
Ciri dari Masyarakat Tradisional (Pedesaan)
Kerja tidak terorganisir
Beban lebih berat
Tidak bergantung dengan orang lain
Solidaritas Organik
Saling Keterkaitan dan mempengaruhi dalam keefisienan kerja
Dilangsungkan oleh Masyarakat yang kompleks
Ciri dari Masyarakat Modern (Perkotaan)
Kerja terorganisir dengan baik
Beban ringan
Banyak saling bergantungan dengan yang lain
Analisis terhadap struktur masyarakat secara keseluruhan dapat dibedakan sebagai berikut
:
Solidaritas Mekanik
1. Solidaritas mekanik didasarkan pada
kesadaran kolektif (collective

Solidaritas Organik
1. Solidaritas Organik disebabkan
karena pembagian kerja

consciousness) menunjuk pada :
- Totalitas kepercayaan
- Sentiment-sentimen bersama yang
rata-rata ada pada warga masyarakat
2. Solidaritas ini tergantung dari individu –

2. Saling ketergantungan menjadi
semakin besar sebagai akibat
spesifikasi dalam pembagian
pekerjaan.

individu yang memiliki sifat dan
menganut pada kepercayaan normatif
Page | 9

yang sama. Individualitas tidak

3. Solidaritas organik hukum yang ada

berkembang, yang ada konformitas

bersifat restutif (berusaha

(kepentingan bersama)

memulihkan keadaan menjadi seperti

3. Hukum yang ada bersifat Represif

semula)

(menekan) mengancam bagi pelanggar
kesadaran kolektif.

Page | 10

BAB III
ANALISA
A. Hasil Analisa
Berdasarkan hasil observasi kelompok terhadap masyarakat di wilayah Mendawai khususnya
di wilayah Mendawai I RT 03, RW IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya, kami menganalisis
bahwa masyarakat di wilayah ini cenderung memiliki rasa solidaritas mekanik yang kuat padahal
seharusnya masyarakat disini menerapkan solidaritas organik mengingat bahwa letak wilayah ini
sangat berdekatan dengan pusat kota serta keberagaman suku dan agama yang dianut dari
masyarakat yang tinggal di wilayah ini. Hal itu dibuktikan dengan hasil jawaban kuesioner yang
mana dari 20 orang responden, hampir keseluruhan responden menjawab bahwa mereka masih
melakukan gotong-royong bahkan ketika ada salah satu warga yang mengalami musibah seperti
kebakaran atau ada warganya yang meninggal dunia maka seluruh warga di daerah tersebut akan
secara kolektif mengumpulkan sumbangan baik berupa uang, barang-barang seperti pakaian,
kebutuhan pokok ataupun bantuan tenaga secara sukarela untuk membangun rumah warga yang
terkena musibah kebakaran tersebut atau untuk menyiapkan acara seperti tiwah (Hindu
Kaharingan), kebaktian penghiburan (Kristen), atau tahlil‟an (Islam) bagi warga yang meninggal
tersebut tanpa memandang suku, ras, atau agama.
Dari hasil observasi tersebut terlihat juga bahwa masyarakat pendatang diluar masyarakat
lokal (Suku Dayak) seperti Suku Banjar dan Suku Jawa ternyata mampu beradaptasi dengan baik
terhadap semua adat-istiadat yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Karena kemampuan
beradaptasi tersebut lah yang membuat rasa kekeluargaan antara masyarakat lokal dengan
masyarakat pendatang terjalin yang akhirnya memunculkan rasa solidaritas dan gotong-royong
yang kuat karena masyarakat pendatang juga menganggap bahwa mereka termasuk kedalam
bagian Oloh Itah.
Dalam melakukan kegiatan sosial, masyarakat wilayah ini masih memegang teguh rasa
solidaritas dan gotong royong. Sehingga, apabila ada kematian, kelahiran dan orang sakit,
tetangga-tetangga di desa akan antusias mendatangi yang bersangkutan tersebut sebagai rasa
solidaritasnya, atau adanya iuran duka dan bencana apabila ada warga yang mengalami kejadian
menyedihkan. Maka secara otomatis dengan dikoordinasi oleh ketua RT (Rukun Tetangga)
Page | 11

mereka akan memberi sumbangan seikhlasnya, serta adanya ikut campur masyarakat sekitar
apabila ada warganya yang akan membangun rumah, begitupun dengan kegiatan pembangunan
suatu instansi atau sarana umum sebagai fasilitas di wilayah tersebut dari pemerintah daerah
maupun dalam kegiatan pembersihan lingkungan.
Semua yang dilakukan itu didasari oleh perasaan solidaritas dan gotong royong, masyarakat
memainkan peranannya sesuai dengan apa yang telah ada di wilayah tersebut, karena ternyata
ada berbagai macam bentuk sanksi apabila ada anggota masyarakat yang tidak melakukan hal
tersebut. Biasanya ini berlaku pada tetangga yang jaraknya dekat. Jika tidak ikut berkontribusi,
maka anggota masyarakat tersebut akan digunjingkan oleh anggota masyarakat yang lain,
dianggap „sok‟ sibuk, angkuh maupun egois, dan dikemudian hari jikalau orang yang demikian
ini menemui kesulitan, dan membutuhkan bantuan semacam itu dari tetangga-tetangganya, maka
mereka akan memiliki seribu alasan untuk menolak membantunya, yang tentunya secara halus
dan berbasa-basi ala orang desa, seperti mengaku tidak enak badan, ada acara lain maupun
mencari-cari alasan lain yang sebenarnya tidak perlu ada.
Ini mengidentifikasikan bahwa dalam masyarakat di wilayah ini memiliki rasa timbal balik
yang ditunjukkan melalui tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk sesama anggota
masyarakatnya, maka menurut masyarakat tersebut tidaklah salah jika ada suatu „pembalasan‟
yang sepadan yang akan diberikan masyarakat di wilayah ini kepada anggota masyarakat yang
tidak suka membantu anggota masyarakat yang lain dalam kasus solidaritas dan gotong royong
khas masyarakat desa. Hal ini menyebabkan rasa individualitas antara anggota masyarakat
menjadi sangat rendah karena anggota masyarakatnya memiliki rasa akan konformitas
(kepentingan bersama) yang tinggi dan membuat kesadaran kolektif diantara anggota masyarakat
menjadi sangat kuat.
Selain itu, masyarakat di wilayah ini juga memiliki rasa toleransi antar umat beragama yang
cukup tinggi. Sebagai contoh, ketika ada anggota masyarakatnya yang beragama Islam
menyelenggarakan acara syukuran maka tetangganya yang beragama Kristen dan Hindu
Kaharingan akan membantu untuk menyiapkan acara tersebut mulai dari dekorasi tempat seperti
penyusunan kursi sampai kepada urusan memasak makanan untuk acara tersebut begitu juga
sebaliknya jika yang Kristen maupun yang Hindu Kaharingan mengadakan acara maka anggota

Page | 12

masyarakat yang beragama Islam pun akan ikut membantu dalam menyiapkan acara tersebut.
Dan hal itu pun dilakukan secara sukarela dan haroyong oleh para anggota masyarakat tersebut.
Hasil observasi di lapangan juga menunjukkan penerapan teori solidaritas mekanik Emile
Durkheim ini sangat terlihat dari cara para anggota masyarakatnya ketika melakukan atau
mengadakan sebuah kegiatan atau acara di wilayah ini. Semua anggota masyarakatnya sangat
berpartisipasi dalam mendukung kegiatan atau acara tersebut agar dapat terlaksana dengan baik
dan lancar. Partisipasi ditunjukkan oleh para anggota masyarakatnya dengan berbagai cara,
seperti bersedia menjadi petugas keamanan yang menjamin keamanan pada saat acara atau
kegiatan tersebut dilaksanakan, ada pula anggota masyarakatnya yang menyumbangkan uang
atau benda-benda yang diperlukan untuk acara atau kegiatan tersebut, serta ada juga anggota
masyarakatnya yang bersedia „menyumbangkan‟ tenaganya untuk mempersiapkan acara atau
kegiatan tersebut dengan cara membantu menata dekorasi ataupun membantu mempersiapkan
makanan untuk acara atau kegiatan tersebut.
Selain itu terlihat pula bahwa masyarakat di wilayah ini memegang teguh prinsip konformitas
sehingga mereka akan menerapkan sanksi sosial bagi anggota masyarakatnya yang tidak ikut
berpartisipasi dalam melaksanakan ataupun mendukung acara atau kegiatan tersebut. Biasanya
sanksi sosial yang diterapkan bisa berupa penggunjingan oleh anggota masyarakat yang lain
sebagai sanksi sosial yang ringan bahkan sanksi sosial yang terberat adalah ketika anggota
masyarakat tersebut mengalami musibah dan memerlukan bantuan namun anggota masyarakat
yang lain enggan untuk menolong.
Meskipun para anggota masyarakat disini sangat menerima kehadiran para masyarakat
pendatang yang ingin bermukim di wilayah tersebut, namun karena adanya kesadaran kolektif
yang kuat diantara para anggota masyarakatnya berupa sentimen terhadap hal-hal yang dianggap
dapat memecah rasa persatuan dan solidaritas mekanik mereka selama ini, membuat para
anggota masyarakat ini sangat berhati-hati terhadap orang-orang non anggota masyarakat yang
masuk ke dalam wilayah mereka. Mereka akan sangat mencurigai maksud kedatangan orangorang yang hanya datang sebentar ke wilayah tersebut tanpa bermaksud untuk bermukim lama di
wilayah ini.

Page | 13

Pada awalnya mereka akan mulai mengamati cara berpakaian orang-orang baru tersebut,
kemudian mereka akan menayakan maksud kedatangan orang-orang tersebut ke wilayah ini. Jika
mereka melihat bahwa maksud dan tujuan yang dibawa oleh orang-orang tersebut baik, maka
mereka akan mulai menyambut dengan ramah tetapi apabila mereka melihat bahwa ada maksud
tersembunyi dari orang-orang tersebut yang sifatnya dapat membawa pengaruh yang buruk bagi
lingkungan masyarakat sekitar (meskipun orang-orang baru tersebut „berlagak‟ baik dan
melakukan pendekatan secara personal kepada pimpinan wilayah setempat) maka para anggota
masyarakat melalui ketua RT (Rukun Tetangga) akan dengan tegas menolak kehadiran orangorang tersebut demi menjaga kondusifitas lingkungan masyarakatnya.

Page | 14

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja sebagai
“perekat sosial”, yang dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang
dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif. Di dalam masyarakat perkotaan
seperti di Kota Palangka Raya ini yang rata-rata masyarakatnya menerapkan solidaritas organik
dalam hubungan antar anggota masyarakatnya, ternyata masih terdapat wilayah-wilayah yang
sampai saat ini masih menerapkan solidaritas mekanik dan salah satu contohnya adalah wilayah
Mendawai khususnya wilayah Mendawai I RT 03, RW IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya,
Kota Palangka Raya, yang mana para warganya masih menerapkan sistem gotong-royong dan
memiliki rasa solidaritas yang cukup tinggi kepada anggota-anggota warganya yang mengalami
musibah seperti kebakaran ataupun yang meninggal dunia meskipun wilayah tempat tinggal
mereka terletak di dekat pusat kota dan masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut terdiri
atas berbagai suku dan agama.
Rasa solidaritas dan gotong-royong yang tinggi tersebut disebabkan karena masyarakat
pendatang mampu beradaptasi dengan masyarakat lokal (Suku Dayak) serta menganggap diri
mereka sendiri sebagai Oloh Itah. Selain itu, jika ada anggota masyarakat di wilayah ini yang
tidak ikut ambil bagian dalam melaksanakan kegiatan seperti bersih-bersih lingkungan atau
membantu tetangganya dalam menyiapkan acara-acara seperti pernikahan maupun dukacita,
maka anggota masyarakat itu akan diberikan sanksi sosial berupa penggunjingan atau ketika
anggota tersebut mengalami kesusahan maka anggota masyarakat yang lainnya enggan untuk
menolong sebagai balasan atas tindakan anggota itu. Ini mengidentifikasikan bahwa dalam
masyarakat di wilayah ini terdapat rasa timbal balik yang ditunjukkan melalui tindakan-tindakan
yang mereka lakukan untuk sesama anggota masyarakat, maka menurut masyarakat tersebut
tidaklah salah jika ada suatu „pembalasan‟ yang dianggap sepadan kepada anggota
masyarakatnya yang tidak suka membantu anggota masyarakat yang lain dalam kasus solidaritas
dan gotong royong khas masyarakat desa.

Page | 15

Selain itu, tingkat toleransi antar umat beragama masyarakat di wilayah ini cukup tinggi, yang
mana ketika ada anggota masyarakat yang mengadakan suatu acara atau kegiatan keagamaannya
di wilayah tersebut, maka para anggota masyarakat yang beragama lain pun juga ikut membantu
mempersiapkan acara tersebut secara sukarela dan haroyong. Meskipun masyarakat di wilayah
ini sangat menerima akan kehadiran para anggota masyarakat pendatang yang ingin bermukim di
wilayah tersebut, namun karena mereka memiliki kesadaran kolektif yang sangat kuat maka
masyarakat di wilayah ini pun juga sangat gampang curiga kepada kehadiran orang-orang baru
yang datang tetapi tidak mempunyai maksud untuk bermukim disitu. Masyarakat tersebut akan
berusaha untuk menyelidiki serta mencari tahu maksud dan tujuan kedatangan orang-orang baru
itu ke wilayah mereka. Jika maksud dan tujuan orang-orang tersebut baik, maka masyarakat di
wilayah ini akan menerima kehadiran mereka serta mulai menyambut dengan ramah. Namun,
apabila masyarakat tersebut menemukkan maksud dan tujuan tersembunyi dari orang-orang baru
itu yang sifatnya bisa memecah rasa persatuan dan solidaritas mekanik yang ada pada mereka
selama ini maka masyarakat wilayah ini melalui ketua RT (Rukun Tetangga) akan dengan tegas
menolak kehadiran orang-orang tersebut demi menjaga kondusifitas lingkungan masyarakatnya.

Page | 16

DAFTAR PUSTAKA
Baswori M.Si. 2005. Pengantar Sosiologi. Depok: Ghalia Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2011. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: Rajawali Press
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press

Page | 17

LAMPIRAN
A. Dokumentasi Foto

(Gbr. 1.1. Wilayah Mendawai I RT 03, RW IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya)

(Gbr. 1.2. Wilayah Mendawai I RT 03, RW IV, Kel. Palangka, Kec. Jekan Raya)

Page | 18

(Gbr.1.3, Foto Bersama Pak Hardy, Ketua RT 03, RW IV)

(Gbr.1.4, Foto Bersama Warga Setempat)

Page | 19

(Gbr.1.5, Warga Setempat yang Sedang Diwawancarai)

(Gbr.1.6, Warga Setempat yang Sedang Diwawancarai)

Page | 20