Asuhan Keperawatan Meningitis Enchepalit doc

MAKALAH NEUROBEHAVIOUR 2
“Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Meningitis, Ensefalitis,
dan Abses Otak”

Dosen Pembimbing:
Ilya Krisnana, S.Kep. Ns., M.Kep

Oleh Kelompok 1
Mardhatillah Syauqina Putri

131411131022

Rahendra Wahyu Ananda

131411131046

Retty Merdianti

131411131064

Ainun Sa’ananiyah


131411131097

Bella Nabila Wijaya Krisnawan

131411133020

Kelas A1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah senantiasa melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Penyusun juga memanjatkan kehadiran
ALLAH SWT, karena hanya dengan kerido’an-NYA makalah Neurobehaviour 2
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Aanak dengan Meningitis,

Ensefalitis, dan Abses Otak” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikanperbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi yang membutuhkan.

Surabaya, 10 Maret 2016

(Penulis)

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1


Latar Belakang..........................................................................................1

1.2

Tujuan........................................................................................................1

1.3

Manfaat......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1

ANATOMI DAN FISIOLOGI..................................................................3

2.2

MENINGITIS............................................................................................7


2.3

ENSEPHALITIS.....................................................................................19

2.4

ABSES OTAK.........................................................................................30

BAB III TUMBUH KEMBANG DAN PERAN ORANG TUA DENGAN ANAK
MENINGITIS, ENSEPHALITIS, DAN ABSES OTAK.......................................46
BAB IV PENUTUP...............................................................................................47
4.1

Kesimpulan..............................................................................................47

4.2

Saran........................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................48


iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arakhnoid, dan piamater.
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum
tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jarijari di dalam lapisan subarachnoid.
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama di negara- negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit
infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit ke
dalam tubuh seseorang. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, maupun
jamur yang dapat terjadi di masyarakat maupun di rumah sakit. Pasien yang
sedang dalam perawatan di rumah sakit memiliki resiko lebih besar untuk tertular
infeksi daripada di luar rumah sakit.
Dalam makalah ini kami membahas tiga penyakit infeksi pada anak yaitu
meningitis, ensephalitis, dan abses otak. Meningitis adalah peradangan pada
meningeal otak dan sumsum tulang belakang. Ensephalitis adalah peradangan

pada jaringan otak. Sedangkan abses otak adalah kumpulan nanah yang
menempati ruang-dalam otak.

1.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi meningitis,
ensephalitis, dan abses otak.
b) Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
1) Menjelaskan definisi dari meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
2) Menyebutkan etiologi terjadinya meningitis, ensephalitis, dan abses
otak.
3) Menyebutkan manifestasi klinis dari meningitis, ensephalitis, dan
abses otak.
4) Menjelaskan patofisiologi dari meningitis, ensephalitis, dan abses
otak.
5) Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari meningitis, ensephalitis,
dan abses otak.
6) Menjelaskan penatalaksanaan dari meningitis, ensephalitis, dan abses

otak.
1

7) Menjelaskan prognosis dari meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
8) Menjelaskan WOC meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
9) Memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan infeksi
meningitis, ensephalitis, dan abses otak.
10) Menjelaskan tumbuh kembang anak dengan infeksi meningitis,
encephalitis, dan abses otak.
11) Menjelaskan peran orang tua dalam merawat anak dengan infeksi
meningitis, encephalitis, dan abses otak.

1.3 Manfaat
Makalah ini hendaknya dapat menjadi bahan sebagai pengembangan
pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya memahami penyakit infeksi pada
anak yaitu meningitis, ensephalitis, dan abses otak.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1.1 Meninges
Menurut Roger Watson (2002), meninges ialah membran protektif yang
melapisi sistem saraf pusat. Ada tiga lapisan meninges, yaitu:

1) Duramater
Lapisan luar, yang disebut duramater, merupakan membran fibrosa kuat
yang mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar yang melapisi permukaan
dalam tengkorak dan membentuk periosteum. Pada foramen magnum,
lapisan ini berlanjut sebagai periosteum pada permukaan luar tengkorak.
Lapisan dalam dura menonjol ke dalam di titik-titik tertentu untuk
membentuk suatu lapisan ganda yang memisahkan bagian-bagian otak dan
membantu mempertahankan bagian-bagian tersebut di tempat. Falk serebri
merupakan salah satu lapisan di antara dua hemifere cerebral. Lipatan yang
lain ialah tentorium serebelum, yang terletak di antara serebrum dan
serebelum. Dua lapisan ini saling berhubungan, tetapi terpisah ketika ada
penutupan venosa sinus. Lapisan bagian dalam duramater juga menutupi
medula spinalis sampai sakrum.
Ruang sub-dural adalah ruang yang potensial, bukan aktual, yang

terdapat di antara bagian-bagian otak.
2) Araknoid-mater

Lapisan tengah, araknoid-mater adalah membran halus langsung di
bawah dura dan masuk di antara bagian-bagian otak.
Ruang sub-dural terletak di antara araknoid dan piamater dan di sini
terdapat cairan serebrospinal. Antara serebelum dan medula oblongata,
terdapat rongga yang cukup besar, yang disebut sisterna magna. Tempat ini
3

digunakan untuk mengambil contoh cairan serebrospinal pada anak kecil.
Araknoid bersama dura berfungsi sebagai pembungkus sampai ke medula
spinalis dan membentang sampai sakrum.
Cairan serebrospinal bersih, tidak bau, dan terdapat di ruang subaraknoid dan ventrikel otak. Cairan ini disekresi oleh koroid pleksus di
dalam ventrikel dan melewati dua ventrikel lateral, yang kemudian manyatu
dengan yang lain dengan ventrikel ketiga melalui foramen interventrikel,
kemudian ke ventrikel ketiga dan kemudian melalui sebuah saluran sempit,
yang disebut aqueduk, ke dalam ventrikel ke empat. Ada tiga lubang di atap
ventrikel keempat yang dilalui cairan serebrospinalis yang masuk ke dalam
ruang subaraknoid. Di sini cairan tersebut bersirkulasi mengelilingi bagian

luar otak dan medula spinalis. Akhirnya, cairan diabsorpsi melalui
granulasi araknoid, yang merupakan penonjolan kecil araknoid meter, ke
dalam sinus venosa.
Komposisi cairan serebrospinal sama dengan plasma darah, walaupun
cairan serebrospinal hanya mengandung sedikit protein. Jumlah totalnya
kira-kira 120 ml, dengan tekanan 60-150 mmH 2O, mengandung 200-300
mg protein/l dan sekitar 2,8-4,4 mmol glukosa/l. jumlah ini dapat berubah
jika terjadi penyakit.
Fungsi utama cairan serebrospinal ialah melindungi otak dan medula
spinalis dengan membentuk bantalan air di antara jaringan saraf yang halus
dan dinding kavum tulang yang ditempati jaringan dan dinding tersebut.
Cairan serebrospinal juga mempertahankan tekanan di dalam tengkorak
konstan dan membuang sampah dan substansi baracun.
3) Piamater
Lapisan dalam, piamater adalah membran vaskuler dan berhubungan
dengan permukaan luar otak dan medula spinalis.
2.1.2 Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer semua alat tubuh, bagian dari semua saraf sentral yang terletak
di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang

kuat. Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1)

Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian
terbesar
dari
otak
manusia
yang
juga
4

disebut dengan nama cerebral cortex, forebrain atau otak depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa,
logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian
ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing
adalah :
a) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol
perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b) Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c) Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
d) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.
Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.
Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan
otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan
berpikir rasional.

5

2) Cerebellum (Otak Kecil)
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat
menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan
pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak
terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan
makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia
termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri
dari empat bagian, yaitu:
a) Diensepalon adalah bagian batang otak paling atas, terdapat diantara
serebellum dengan mesensepalon.
b) Mesensepalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah
bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan
otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon
penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur
gerakan tubuh dan pendengaran.
c) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
d) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan
apakah kita terjaga atau tertidur.
4)

Limbic System (Sistem Limbik)

6

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan
perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus,
rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga
memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari sistem limbik adalah hipotalamus yang salah
satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat
perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak
informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut
sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran.
Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau
ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti
menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan
sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat
bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.

2.2 MENINGITIS
2.2.1 Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan
oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis virus dapat mengikuti infeksi virus lainnya, seperti gondok,
herpes simplex atau zoster, enterovirus, dan campak. Viral meningitis sering
penyakit self-limiting. (DiGiulio, 2007)
2.2.2 ETIOLOGI
1) Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran
pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial
adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang
sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien
yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle
7

sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur
tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis .
Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt:
AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan
berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di
ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan
ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan
jaringan otak akan mengalami infark.
2) Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan
bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian
menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak,
mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga
mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan
disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3) Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya
sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1) Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri
atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
a) Otitis media
b) Pneumonia
c) Sinusitis
d) Sickle cell anemia
e) Fraktur cranial, trauma otak
f) Operasi spinal
g) Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan
system kekebalan tubuh seperti AIDS.
8

2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui
othorrhea dan rhinorrhea.
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran
telinga tengah, operasi cranium
A) Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah
sebagai berikut :
a) Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi
meninges → pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari
intravaskuler ke interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial →
edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe
↑ TIK
b) Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi
sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila
ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
B) Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai
berikut :Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid (vili) →
gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak →
hodrosefalus
C) Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami
Meningo-ensefalitis.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari meningitis antara lain. (Sholeh S. Naga, 2012)
1) Aktivitas / istirahat
Malaise, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan,
hipotonia.
2) Sirkulasi
TD meningkat, nadi menurun (hipotensi), takikardi dan disritmia.
3) Nyeri/ kenyamanan
Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan involunter,nyeri
tenggorokan, mengeluh/ mengaduh, gelisah.
4) Eliminasi
Adanya inkontinensia urin atau retensi urin, konstipasi atau diare.
5) Makanan atau cairan
Mual, muntah, kesulitan menelan, nafsu makan berkurang, minum
sangat kurang, tugor kuliot jelek, mukosa kering.
6) Higeine
Tidak mampu merawat diri.
9

7) Integumen
Adanya ruam merupakan ciri mencolok pada meningitis
meningokokal
8) Neurosensori
Sakit kepala hebat, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang,
gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi
penciuman, kehilangan memori, afasia, hemiparase, hemiplegia,
tanda Brudzinski positif, refleks Babinski positif, kaku kuduk, nyeri
gerakan okuler, fotosentitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, refleks
abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki.
Adanya perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi letargi, tidak
beresponsif, dan koma.
9) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikemia, yaitu: demam
tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, shock, dan
tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
10) Pernapasan
Gangguan pernafasan bagian atas seperti infeksi sinus, nafas
meningkat.
2.2.4 Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara
hematogen/langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia,
bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di
peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis
media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman
(meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan
sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran selsel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan
terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit,
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga
terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan
intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma
penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek
patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak,
eksudasi.

10

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai
ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang
fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (N. III, IV, VI, VII, &
VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran
dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Lab darah lengkap: HB, HT, LED, Erytrosit, Lekosit
Laju endap darah meninggi. Jumlah sel berkisar antara 200-500/mm3,
mula-mula sel PMN dan limfosit dalam proporsi sama atau kadang-kadang sel
PMN lebih banyak, selanjutnya limfosit yang lebih banyak. Kadang-kadang
jumlah sel pada fase akut dapat mencapai kurang lebih 1000/mm3. Kadar
protein meninggi dan glukosa menurun.
b) Kultur darah
c) CT-Scan, X-Ray
Cairan serebrospinal berwarna jernih atau xantokrom, bila dibiarkan
mengendap akan membentuk batang-batang, kadang-kadang dapat ditemukan
mikroorganisme didalamnya. Foto dada biasanya normal, bisa terdapat
gambaran milier dan kalsifikasi.
d) Lumbal fungsi
Lumbal fungsi penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan
laboratorium lainnya. Likuor serebrospinalis berwarna jernih, opelesen atau
kekuning-kuningan (xantokrom). Tekanan dan jumlah sel meninggi namun
umumnya jarang melebihi 1500/3mm dan terdiri dari limfosit terutama. Kadar
protein meninggi sedangkan kadar glukosa dan klorida total menurun. Bila
cairan otak didiamkan akan timbul fibrinous web (pelikel), tempat yang sering
ditemukannya basil tuberkulosis. Dugaan bahwa seorang pasien menderita
meningitis tuberkulosa dengan melihat hasil pungsi lumbal berupa cairan
serebrospinalis yang jernih. Juga adanya kelainan radiologis serta adanya
sumber di dalam keluarga.
e) Uji tuberkulin
Uji tuberkulin pada meningitis bakteri dianggap kurang bermakna
karena sering negatif disebabkan adanya anergi 36%. Untuk memberikan
pengobatan yang tepat diperlukan menemukan kuman tuberkulosis yang dapat
ditemukan dengan melakukan biakan dari cairan serebrospinalis.
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis pada meningitis dapat dilakukan dengan
cara diberikan:
11

a) Koreksi gangguan asam basa elektrolit, apabilla terdapat
ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit dapat diberikan cairan
intravena MARTOS-10. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam. Mengandung 400
kcal/L.
b) Atasi kejang dapat diatasi dengan, Kortikosteroid golongan
deksametason 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari, 15-20 menit sebelum
pemberian antibiotik.
c) Antibiotik. Terdiri 2 fase yaitu empirik dan setelah hasil biakan dan uji
resistensi. Pengobatan empirik pada neonates adalah kombinasi
ampisilin dan aminoglikosida atau ampisilin dan sefotaksin. Pada umur
3 bulan – 10 tahun kombinsasi ampisilin dan kloramfenikol atau
sefuroksim/sefotaksim/sefriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun
digunakan penislin. Pada neonatus pengobatan selama 21 hari, pada
bayi dan anak 10 – 14 hari.
d) Streptomisin, PAS dan INH. Dapat diberikan diberikan dengan dosis
30-50 mg/kg BB/ hari selama 3 bulan atau jika perlu diteruskan 2 kali
seminggu selama 2-3 bulan lagi, sampai likuor serebrospinalis menjadi
normal. PAS dan INH diteruskan paling sedikit samapi 2 tahun. Umtuk
mengatasi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau
muntah.
2.2.7 Prognosis
Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya terapi yang adekuat
penting dalam prognosis meningitis bakteri. Mortalitas meningitis neonates
kira-kira 50 % meskipun gejala yang timbulterlambat, sedangkan meningitis
streptococcus B hemolitikus menimbulkan 15-20% kasus fatal. Bila
penyebabnya hemofilus influensya dan meningitis meningkokus, angka
mortalitas 5-10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anakanak kira-kira 20%.
Gejala sisa meningitis bakteri paling sering terjadi padaanak usia 2 tahun
pertama dan sangat sedikit pada anak-anak dengan meningitis meningkokus.
Gejala sisa pada bayi terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan
efek-efek yang lebih besar berupa cerebritis pada otak yang belum matang.
Pada anak-anak yang lebih besar gejala sisa dihubungkan dengan proses
peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh darah)
yang menyertai penyakit ini.
Selain itu penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
mental atau meninggal tergantung pada :
a) Umur penderita.
b) Jenis kuman penyebab
c) Berat ringan infeksi
d) Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
12

e) Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
f) Adanya dan penanganan penyakit.
2.2.8 WOC
Faktor-faktor predisposisi: infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis, prosedur bedah
saraf baru, trauma kepala, dan

- Meningitis
bakteri/purulenta
- Meningitis serosa/
tuberculosa
- Meningitis virus

Invasi kuman ke jaringan serebral via saluran
vena nasofaring posterior, telinga bagian
tengah, dan mastoid.
Reaksi peradangan jaringan serebral.

Eksudat
meningen

Hipoperfusi

Gangguan metabolis
serebral
Trombus darah korteks dan
aliran darah serebral
Kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi, kerusakan endotel,
dan nekrosis pembuluh darah.
Infeksi/septicimia
jaringan otak

Gangguan
perfusi jaringan
serebral

Iritasi
meningen
Sakit kepala
dan demam

Hiperter
mi

Penurunan
kapasitas
adaptif
intrakranial

Perubahan fisiologis
intrakranial

Edema serebral dan
PTIK (>10 mmHg)

Peningkatan
permeabilitas darah

13

Penekan
an area
fokal
kortikal
Rigiditas
nukal
tanda
kernig
(+),

Adesi

Perubahan
tingkat
kedasaran.

Kelumpu
h-an
saraf

Perubahan
tingkah
laku
disorientas
i

Ganggu
an
perkembangan
anak

Perubah
an GI

Mual
dan
muntah
Risiko
defisit
cairan

Perubahan
sistem
pernapasa
n cheyne
stoke

1. Ketidakefekt
if-an pola
pernapasan
2. Ketidakefekt
if-an
bersihan

Bradikar
di
1. Perubah
an
perfusi
jaringan
otak
2. Risiko
ganggua
n perfusi
perifer

Kejan
g
Risiko
injuri

Prosedur
invasif,
lumbal fungsi

Kelemah
an fisik

↑ permeabilitas
kapiler dan
retensi cairan

Ganggua
n ADL

Risiko
berlebihnya
volume cairan

Askep lihat BAB 3
2.3 ENSEPHALITIS
2.3.1 Definisi
Ensephalitis adalah peradangan pada jaringan otak, paling sering
disebabkan oleh virus, meskipun juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
atau protozoa. Dalam kasus ensephalitis virus, pasien biasanya akan memiliki
gejala virus sebelum penyakit saat ini. Virus memasuki sistem saraf pusat
melalui aliran darah dan mulai berkembang biak. Peradangan di daerah
berikut, menyebabkan kerusakan pada neuron. Demielinasi dari serabut saraf
di daerah yang terkena dan perdarahan, edema, dan nekrosis terjadi, yang
membuat rongga kecil di dalam jaringan otak. Herpes simplex virus 1,
cytomegalovirus, echovirus, virus Coxsackie, dan herpes zoster semua dapat
menyebabkan ensephalitis. Beberapa bentuk ensephalitis dapat ditularkan oleh
serangga (seperti nyamuk atau kutu) bagi manusia, seperti virus West Nile, St.
Louis ensephalitis, atau ensephalitis kuda. (DiGiulio, 2007)
14

2.3.2 Etiologi
Etiologi dari ensefalitis menurut Markam.S (2008) sebagai berikut :
a) Ensefalitis bacterial
Streptokok, stafilokok, meningikok, salmonella typhi, Escherichia coli,
proteus, basillus pyocyaneus di dalam jaringan otak dapat menyebabkan
radang yang membentuk abces. Mycobacterium tuberculosa membentuk
tuberculoma.
b) Sistiserkosis (cacing)
Larva taenia solium dapat menyangkut di dalam otak dan tumbuh
sementara waktu, kemudian mati dan kistanya mengalami klasifikasi.
c) Ensefalitis yang disebabkan protozoa :
1) Malaria.
Plasmodium falciparum menyebabkan eritrosit yang terinfeksi
lengket. Sel-sel darah merah yang lengket satu dengan yang lain
dapat menyumbat kapiler-kapiler di dalam otak, akibatnya timbul
daerah mikroinfak .
2) Toksoplasmosis.
Pada toksoplasmosis konganital pada bayi, radang terjadi pada
piaarachnoid yang menyebab di dalam jaringan otak.
3) Entamoeba histolytica.
Yang dapat menyebabkan ensefalitis akut adalah naegleria dan
achanthamoeba.
4) Ensefalitis yang disebabkan kapang
Cryptococcus neofarmans menimbulkan radang dalam korteks dan
meningens.
d) Ricketsiosis
Ricketsiosis dapat menyebabkan radang dinding pembuluh darah diikuti
trobosis.
e) Ensefalitis virus
Virus dapat menyebabkan meningitis aseptic atau ensefalitis. Virus yang
dapat menimbulkan ensefalitis akut adalah dengue, rabies, poliomyelitis,
herpes simpleks, herpes zoster, parotitis, morbili, influenza, hepatitis.
Sedangkan virus yang menimbulkan radang kronis disebut virus lambat.
Penyakit yang ditimbulkannya kuru, penyakit Jacob-creutzfeld,
panensefalitis sklerosa subakuta.
2.3.3 Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensephalitis lebih kurang
sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara
umum gejala berupa ensephalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun.
15

Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu
yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar,
menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor,
letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan
kadang-kadang kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensephalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala
yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu
makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan
kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon
meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan
perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang
biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi
aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Pada ensephalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam,
gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari
kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig
positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul
bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun
sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan
koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan
mental.
Temuan-temuan klinis pada ensephalitis ditentukan oleh:
a) Berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat.
b) Patogenesitas agen yang menyerang.
c) Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.
2.3.4 Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang
biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan
white matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga mengakibatkan
perdarahan , edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan
tekanan intracranial. Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan
peningkatan tekanan intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007)
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara :
a) Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan
atau organ tertentu.
b) Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
16

c) Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.
Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu
badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang
disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak
gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah,
rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang
disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia,
ataksia, dan paralisis saraf otak.

17

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak
begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan
dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan
glukosa masih dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat
bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran
EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan.
Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus
temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
2.3.5 Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensephalitis harus dirawat inap
sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan
adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap
terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata
laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
1) Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensephalitis
biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.
2) Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3) Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh
anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi
dalam 3 dosis.
4) Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol
diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit.
Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol,
melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian
18

sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk
waktu lama.
2.3.6 Prognosis
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, juga
perlu dipertimbangkan pula kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama
perawatan. Pada ensefalitis HSV yang diterapi dengan asiclovir, 81% pasien
bertahan hidup. Gejala sisa neurologic berlangsung ringan atau tidak terjadi
sama sekali pada 46%. Gejala sisa neurologic berlangsung sedang pada 12%
dan berat 42%. (Harrison, 2013)

2.3.7 WOC

19

2.3.8 Asuhan Keperawatan
A) Pengkajian
Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua
membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kejang disertai penurunan tingkat kesadaran
Riwayat penyakit Saat Ini
Pada pengkajian klien ensefalitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi peningkat TIK. Keluhan
gejala awal yang sering adalah sakit kepala dan demam. Sakit kepala
disebabkan ensefalitis yang berat dan sebagai akibat iritasi selaput
otak. Demam umunya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
20

Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia.
Pemeriksaan Fisik
TTV: Suhu > 39-41C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proses inflamasi dan supurasi di jaringan otak yang sudah
mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila
disertai frekuensi napas sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi dari sitem pernapasan sebelum
mengalami ensefalitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat
karena tanda-tanda peningkatan TIK.
B1 (breathing): Palpasi taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien ensefalitis
berhubungan dengan akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
B2 (Blood): Pengkajian sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
B3 (Brain): Tingkat kesadaran biasanya berkisar antara letargi, stupor,
dan semikomantosa. Perubahan status mental. Pemeriksaan saraf
kranial. Kekuatan otot menurun.
B4 (bladder): Berkurangnya volume urine berhubungan dengan
penurunan perfusi dan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel): Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien menurun
karena anoreksia dan kejang.
B6 (Bone): Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran
menurunkan mobilitas klien secara umum. Klien lebih banyak dibantu
orang lain.
B) Diagnosa Keperawatan
1) Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan
dengan akumulasi cairan serebrospinal.
2) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus
oksipitalis karena meningkatnya TIK
21

3) Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di
derita oleh anaknya
4) Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk
5) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran
kepala
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
7) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan
iritabilitas.
C) Intervensi Keperawatan
Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan
dengan akumulasi cairan serebrospinal.
a) Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK
b) Kriteria Hasil:
1) Kesadaran Komposmetis
2) Tidak terjadi nyeri kepala
3) TTV norma
4) Tampak rileks, tidak meringis kesakitan
c) Intervensi :
1) Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala,
muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas,
ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur
10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
strabismus, Perubahan pupil).
2) Pantau terus tingkat kesadaran anak
3) Pantau terus adanya perubahan TTV
4) Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan,
untuk mengurangi peningkatan
5) Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area
yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri
0-5
(0=tidak
nyeri,
5=nyeri
sekali)
Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian
kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri
telah ditangani dengan baik.
d) Rasional :
1) Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
2) Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3) Untuk mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke
otak

22

4) Dengan dilakukan pembedahan, diharapkan cairan cerebrospinal
berkurang, sehingga TIK menurun, tidak terjadi penekanan pada
lobus oksipitalis dan tidak terjadi pembesaran pada kepala
5) Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
6) Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak
untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha
menangani nyerinya dengan baik.
1) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus
oksipitalis karena meningkatnya TIK
Tujuan : Tidak terjadi disorientasi pada anak
Kriteria Hasil :
a) Penurunan visus tidak bertambah lebih parah
b) Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya
Intervensi :
a) Mempertahankan visus agar tidak terjadi penurunan visus yang
lebih parah
b) Membantu ADL pasien
c) Membantu orientasi tempat
d) Berikan tempat yang nyaman dan aman ( pencahayaan terang,
bed plang dll dipasang agar tidak cedera )
e) Membantu pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi
penglihatan yang terganggu
Rasional :
a) Ketidakmampuan dalam penglihatan tidak bertambah parah,
klien tidak mengalami disorientasi tempat, Klien merasa
nyaman dan aman
b) Klien tidak banyak bergantung pada orang lain
2) Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang

di derita oleh anaknya
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit
yang diderita anaknya
Kriteria hasil :
a) Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat
berkurang
b) Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan
Intervensi :
a) Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan
kesedihannya

23

b) Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai kondisi
anaknya
c) Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan
prognosanya.
d) Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila
keluarga belum mengerti
Rasional :
a) Keluarga dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan
orang tua dapat lebih lega
b) Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di
derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat
berkurang
c) Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan
keluarga dalam merawat klien post operasi
d) Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak
menimbulkan salah persepsi
3) Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan

penurunan refleks batuk
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif
Kriteria hasil :
a) Anak tidak sesak napas
b) Tidak terdapat ronchi
c) Tidak retraksi otot bantu pernapasan
d) Pernapasan teratur, RR dalam batas normal
Intervensi :
a) Posisikan klien posisi semifowler
b) Pemberian oksigen
c) Observasi pola dan frekuensi napas
d) Auskultasi suara napas
Rasional :
a) Klien merasa nyaman dan tidak merasa sesak napas
b) Suplai oksigen klien dapat tercukupi sehingga klien tidak
mengalami hipoksia
c) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas
d) Untuk mengetahui adanya kelainan suara
4) Gangguan

pertumbuhan

dan

perkembangan

berhubungan

pembesaran kepala
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan

24

Kriteria hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak
mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi :
a) Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan (asuh)
b) Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan
kepada anak (asah)
c) Memberikan kasih sayang (asih)
Rasional :
a) Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
b) Agar perkembangan klien tetap optimal
c) Memenuhi kebutuhan psikologis
5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
Tujuan : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria hasil :
a) TD dalam batas normal
b) Tidak terdapat perdarahan
c) Tidak terdapat kemerahan
Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda infeksi (letargi, nafsu makan menurun,
ketidakstabilan, perubahan warna kulit)
b) Lakukan rawat luka
c) Pantau asupan nutrisi
d) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Rasional :
a) Mengetahui penyebab terjadinya infeksi
b) Mencegah timbulnya ifeksi
c) Asupan nutrisi dapat membantu menyembuhkan luka
d) Antibiotik dapat mencegah timbulnya infeksi
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah sekunder akibat kompresi serebral dan
iritabilitas.
Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
Kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10%
dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.
Intervensi :
a) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah
mengunyah makanan.
b) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi
perasaan tegang pada lambung
25

c) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang
disajikan pada saat individu ingin makan
d) Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.
e) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori
harian yang realistis dan adekuat.
Rasional :
a) Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
meninbulkan mual
b) Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban
saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami
gangguan akibat hidrocefalus
c) Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat
d) Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih
untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan
nutrient
e) Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai
indikasi dan kebutuhan kalorinya.

2.4 ABSES OTAK
````2.4.1 Definisi
Abses otak adalah kumpulan nanah yang menempati ruang-dalam
otak. Infeksi dapat menjadi situs utama dalam otak atau mungkin telah
masuk dari situs terdekat seperti telinga atau sinus melalui erosi tulang.
Hal ini juga dapat masuk ke otak melalui sirkulasi sistemik dari situs
manapun yang terinfeksi di dalam tubuh, seperti paru-paru di
brochiectasis. Organisme ini menyebabkan reaksi inflamasi lokal; ada
nanah dan pencairan dari jaringan yang terkena. Edema serebral dari
jaringan sekitarnya terjadi. Edema tersebut terjadi dalam 10 sampai 14
hari dari awal infeksi.
````

26

2.4.2 Etiologi
Etiologi dari ensefalitis adalah streptokokus, stafilokokus,
anaerob, atau infeksi organisme campuran. Pasien
immunocompromised mungkin terdapat jamur atau ragi di dalam abses.
Sampai dengan 20 persen dari pasien mungkin memiliki lebih dari satu
abses.
2.4.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri
kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk,
kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan
intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses.
(Corwin, Elizabeth .J, 2009).
Lokasi
Lobus
frontalis

Tanda dan Gejala
a. Kulit kepala lunak/lembut

Sumber Infeksi
Sinus paranasal

b. Nyeri kepala yang terlokalisir di
frontal
c. Letargi, apatis, disorientasi
d. Hemiparesis /paralisis
e. Kontralateral
f. Demam tinggi
b. 7. Kejang

Lobus
temporal

a. Dispagia
b. Gangguan lapang pandang
c. Distonia
d. Paralisis saraf III dan IV
e. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum

a. Ataxia ipsilateral
b. Nystagmus

Infeksi pada telinga
tengah

c. Dystonia
d. Kaku kuduk positif
e. Nyeri kepala pada suboccipital
f. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

27

2.4.4 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang
jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi
kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada
setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba
dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada
daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan
kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan.
Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan
pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.
Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan
dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4
stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear
leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi,
yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Selsel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan
mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini
disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah
pusat nekrosis membesar

oleh karena peningkatan acellular

debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari
sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang,
28