BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori - Strategi Pengembangan Usaha Kuliner Khas Kota Medan (Studi Pada Bikaambonzulaikha Jalan Mojopahit)

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Landasan Teori

  Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan teori – teori sebagai pedoman yang disebut kerangka teori untuk menggambarkan sudut masalah yang disorot peneliti.

2.1.1 Bisnis

  Bisnis dalam arti luas adalah suatu istilah umum yang menggambarkan sebuah aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam bentuk kehidupan sehari – hari. Bisnis itu sendiri dapat dipandang sebagai suatu sistem menyeluruh yang menggabungkan sub sistem yang lebih kecil yang disebut industri. Artinya, setiap industri dibentuk dari banyak perusahaan yang terdiri dari berbagai ukuran perusahaan dengan berbagai produk yang dihasilkannya, termasuk kegiatan pemasaran, pengembangan SDM, pengaturan keuangan dan sistem manajemen.

  Huat, T Chwee, et. Al (1990) mendefenisikan bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat kita (business is then simply a system that produces goods and

  ). Dengan mengambil defenisi

  service to satisfy the needs of our society

  sistem tersebut, kita dapat mengharapkan suatu hubungan yang saling mengisi antara bisnis dan pilihan kebutuhan dalam masyarakat kita.

  Pendapat lain dikemukakan oleh Griffin dan Ebbert (1996) bahwa bisnis itu merupakan suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

  Dalam atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan iness, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

  Dalam kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengayang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum atau serikat pekerja.

2.1.2 Bentuk – Bentuk Organisasi Bisnis

  Terdapat tiga bentuk utama dari organisasi bisnis, yaitu: a.

   Perusahaan Perseorangan

  Perusahaan Perseorangan adalah bentuk bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh hanya satu orang. Orang ini bertanggung jawab atas keseluruhan harta kekayaan perusahaan tersebut dan mempunyai hak atas keseluruhan keuntungan hasil dari usaha. Namun, orang tersebut juga mempunyai kewajiban tidak terbatas akan hutang yang ditanggung oleh perusahaan apabila mengalami kerugian. Hal ini karena seluruh harta kekayaan pribadi berada dalam status jaminan bagi usaha yang akan dijalankan.

b. Perusahaan Persekutuan (Firma)

  Persekutuan (Firma dan Komanditer) merupakan bentuk organisasi bisnis dimana dua orang atau lebih bertindak sebagai pemilik dari perusahaan sehingga tanggung jawab dan hak yang ada akan ditanggung oleh mereka. Firma adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dibawah satu nama bersama dimana peserta – pesertanya langsung dan sendiri – sendiri bertanggung jawab sepenuhnya kepada pihak ketiga. Sedangkan persekutuan komanditer (CV) adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk oleh satu orang atau lebih sebagai pihak yang bertanggung jawab renteng (solider) dan satu orang atau lebih sebagai pihak lain yang mempercayakan uangnya (Lupiyoadi R. dan Wacik J, 1998).

  c. Perseroan Terbatas (PT)

  Perseroan Terbatas secara hukum dianggap sebagai suatu badan hukum, terpisah dari individu – individu yang memilikinya. Dalam pengertiannya, perseroan terbatas (PT) merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – Undang serta peraturan pelaksanaannya.

  d. Koperasi

  Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan politik yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1 yang menyebutkan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekuasaan”. Dalam penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.

2.1.3 Klasifikasi Bisnis

  Klasifikasi Bisnis menurut (KLUI) 1997, yaitu: 1.

   Usaha Pertanian

  Adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan yang menghasilkan produksi pertanian (tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan) dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual atau ditukar atau menunjang kehidupan.

  2. Usaha Pertambangan dan Penggalian

  Adalah usaha yang melakukan kegiatan persiapan dan pengambilan unsur – unsur kimia, mineral, bijih – bijihan dan segala macam batuan termasuk batu – batu mulia yang merupakan endapan alam, baik berupa padat, cair, maupun gas untuk tujuan komersial.

  3. Usaha Industri Pengolahan

  Adalah usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar atau bahan mentah menjadi barang jadi. Atau barang setengah jadi (work in ) dan/atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang

  process

  lebih tinggi nilainya sehingga lebih dekat kepada pemakaian akhir untuk tujuan komersil.

  4. Usaha Listrik, Gas dan Air

  a) Usaha Listrik adalah usaha yang melakukan kegiatan pembangkitan tenaga listrik serta pengoperasian jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik kepada rumah tangga, instansi dan konsumen lainnya untuk tujuan komersil. Contoh PLN.

  b) Usaha Gas adalah usaha yang melakukan kegiatan menyediakan gas serta pengoperasian jaringan transmisi dan distribusi gas kota kepada rumah tangga, instansi, industri dan konsumen lainnya untuk tujuan komersil. Contoh Perusahaan Gas Negara.

  c) Usaha Air Bersih adalah usaha yang melakukan kegiatan penjernihan, penyediaan dan penyaluran air melalui terminal air, mobil tangki ke rumah tangga, instansi, industri dan konsumen lainnya dengan tujuan komersil. Contoh PAM.

  5. Usaha Konstruksi

  Usaha Konstruksi adalah usaha yang mempunyai kegiatan dengan hasil akhir berupa bangunan atau konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya dengan tujuan komersil.

  6. Usaha Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Lapangan usaha ini meliputi:

  a) Perdagangan Besar (grosir/wholeseller) adalah perdagangan barang baru maupun bekas yang pada umumnya dalam partai besar kepada para pemakai selain konsumen rumah tangga, seperti pedagang eceran, perusahaan industri, kantor, rumah sakit, rumah makan dan jasa akomodasi.

  b) Perdagangan eceran (retailer) adalah perdagangan yang melakukan penjualan kembali (tanpa perubahan teknis) barang – barang baru maupun bekas kepada konsumen rumah tangga.

  c) Restaurant, Rumah Makan, Bar dan Jasa Boga 7.

   Usaha Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi

  a) Usaha Angkutan adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan untuk mengangkut penumpang dan barang/ternak dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan bermotor baik melalui darat, air maupun udara dengan mendapatkan balas jasa. b) Perusahaan Pergudangan adalah suatu usaha yang melakukan kegiatan untuk menyimpan sementara barang – barang milik orang lain sebelum barang tersebut dikirim ke tujuan akhir dengan menerima balas jasa c)

  Komunikasi adalah transformasi informasi dari seorang ke orang lain dengan menggunakan bahasa, suara, gambar, kode atau tanda komersil lainnya.

8. Usaha Lembaga Keuangan

  Usaha Lembaga Keuangan mencakup:

  a) Usaha Perbankan

  b) Usaha Lembaga Pembiayaan

  c) Usaha Lembaga – Lembaga di Pasar Modal

  d) Usaha Asuransi

  e) Usaha Lain – Lain

2.1.4 Strategi Bisnis

  Strategi bisnis (business strategy) merupakan strategi yang dibuat pada level unit bisnis dan strateginya lebih ditekankan untuk meningkatkan posisi bersaing produk atau jasa perusahaan didalam suatu industri atau segmen pasar tertentu (Solihin 2012:196).

  Strategi bisnis adalah strategi yang menekankan pada peningkatan dari posisi kompetitif terhadap produk atau jasa perusahaan dalam industri yang spesifik atau segmen pasar yang dilayani oleh unit bisnis tersebut (Wheelen dan Hunger, 2011:13).

  Strategi bisnis melibatkan pengambilan keputusan pada tingkat unit bisnis. Di dalam strategi tingkat ini yang ditujukan adalah bagaimana cara bersaingnya. Pendekatan yang berguna di dalam merumuskan strategi bisnis sebaiknya didasarkan atas analisis persaingan yang dicetuskan oleh Michael Porter.

  Pendekatan Porter didasarkan atas analisis 5 kekuatan persaingan. Tekanan persaingan mencakup:

  1. Ancaman Pendatang Baru, perusahaan yang memasuki industri yang membawa kapasitas baru dan ingin memperoleh pangsa pasar yang baik dan laba, akan tetapi semua itu sangat tergantung kepada rintangan atau kendala yang mengitarinya.

  2. Daya Tawar Menawar Pemasok, pemasok dapat juga menjadi ancaman dalam suatu industri sebab pemasok dapat menaikkan harga produk yang dijual atau mengurangi kualitas produk. Jika harga produk pemasok naik, maka harga pokok perusahaan juga naik sehingga akan menaikkan harga jual produk. Jika harga jual produk naik, maka sesuai dengan hukum permintaan, permintaan produk akan menurun. Begitu pula jika pemasok menurunkan kualitas produk, maka kualitas produk penghasil juga akan turun, sehingga akan mengurangi kepuasan konsumen.

  3. Daya Tawar Menawar Pembeli, pembeli akan selalu berusaha mendapat produk dengan kualitas baik dan dengan harga yang murah. Sikap pembeli semacam ini berlaku universal dan memainkan peran yang cukup menentukan bagi perusahaan. Jika suatu produk dinilai harganya jauh lebih tinggi dari kualitas (harganya tidak mencerminkan yang sepantasnya) maka pembeli (konsumen) tidak akan membeli produk perusahaan.

  4. Daya Tawar Produk Pengganti, produk pengganti secara fungsional mempunyai manfaat yang serupa dengan produk utama (asli), namun memiliki kualitas produk dan harga yang lebih rendah. Umumnya, produk pengganti disenangi oleh orang yang berpenghasilan rendah akan tetapi ingin tampil dengan status lebih tinggi dari keadaan sebenarnya.

  5. Persaingan Antar Pesaing, persaingan konvensional selalu berusaha sekeras mungkin untuk merebut pangsa pasar perusahaan lain.

  Konsumen merupakan objek persaingan dari perusahaan yang sejenis yang bermain di pasar. Siapa yang dapat memikat hati konsumen maka perusahaan akan dapat memenangkan persaingan. Untuk dapat memikat konsumen maka berbagai cara dilakukan mulai dari memberikan fasilitas khusus, pemberian kredit dengan syarat ringan, harga murah atau diskon.

  Strategi bisnis sering juga disebut strategi bisnis secara fungsional karena strategi ini berorientasi pada fungsi – fungsi kegiatan manajemen, seperti : Strategi Pemasaran, Strategi Produksi atau Operasional, Strategi Distribusi, Strategi Organisasi, Strategi Penetapan Harga dan Strategi – strategi yang berhubungan dengan Keuangan. Berikut akan dijelaskan beberapa strategi bisnis yang diterapkan berdasarkan pembatasan masalah pada penelitian ini :

2.1.4.1 Strategi Pemasaran Definisi Strategi Pemasaran

  Tull dan Kahle (1990), strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusaahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

  Corey (dalam Dolan, 1991), strategi pemasaran terdiri atas lima elemen yang saling berkaitan, kelima elemen tersebut adalah:

  1. Pemilihan Pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani. Keputusan didasarkan pada faktor – faktor (Jain, 1990): a.

  Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi.

  b.

  Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit.

  c.

  Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial – and – error di dalam menanggapi peluang dan tantangan.

  d.

  Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap sumber daya langka atau pasar yang terproteksi.

  Pemilihan pasar dimulai dengan melakukan segmentasi pasar dan kemudian memilih pasar sasaran yang paling memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan.

  2. Perencanaan Produk, meliputi produk spesifik yang dijual, pembentukan lini produk dan desain penawaran individual pada masing – masing lini. Produk itu sendiri menawarkan manfaat total yang dapat diperoleh pelanggan dengan melakukan pembelian.

  Manfaat tersebut meliputi produk itu sendiri, nama merek produk, ketersediaan produk, jaminan atau garansi, jasa reparasi dan bantuan teknis disediakan penjual, serta hubungan personal yang mungkin terbentuk di antara pembeli dan penjual.

  3. Penetapan Harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan.

  4. Sistem Distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran yang dilalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan menggunakannya.

  5. Komunikasi Pemasaran (Promosi), yang meliputi periklanan,

  , promosi penjualan, direct marketing dan public

  personal selling relation.

2.1.4.1.1 STP (Segmentation, Targeting dan Positioning)

a. Segmentasi (Segmentation) adalah upaya memetakan atau

  pasar dengan memilah – milahkan konsumen sesuai persamaan di antara mereka. Pemilahan ini bisa berdasarkan usia, tempat tinggal, penghasilan, gaya hidup atau bagaimana cara mereka mengkonsumsi produk.

   Dasar Segmentasi (Segmentation) , dibagi beberapa bagian yaitu : 1.

   Segmentasi Geografis Pada segmentasi geografis, pasar dibagi menurut tempat.

  2. Segmentasi Demografis

  Karakteristik demografis yang paling sering digunakan adalah usia, gender, status perkawinan, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dll.

  3. Segmentasi Psikologis

  Karakteristik psikologis merujuk ke sifat – sifat diri atau hakiki konsumen perorangan.

  4. Segmentasi Psikografis

  Bentuk riset konsumen terapan ini biasa disebut analisis gaya hidup.

  5. Segmentasi Sosial Budaya

  Berbagai variabel sosiologis (kelompok) dan antropologis (budaya) yaitu variabel sosial budaya.

  6. Segmentasi Terkait Pemakaian

  Bentuk segmentasi ini menggolongkan konsumen menurut karakteristik produk, jasa atau pemakaian merek, seperti tingkat pemakaian.

  7. Segmentasi Situasi Pemakaian

  Para pemasar memfokuskan pada situasi pemakaian 8.

   Segmentasi Manfaat

  Berubahnya gaya hidup memainkan peran utama dalam menentukan manfaat produk yang penting bagi konsumen.

9. Segmentasi Gabungan

  Dua pendekatan segmentasi gabungan (hybrid segmentation approach) adalah:

  a. Profil Psikografis – Demografis

  Profil psikografis dan demografis merupakan pendekatan yang saling melengkapi yang akan memberikan hasil maksimal jika digunakan bersama.

  b. Segmentasi Geodemografis

  Jenis segmentasi gabungan ini didasarkan pada pendapat bahwa orang yang hidup dekat dengan satu sama lain mungkin mempunyai keuangan, selera, pilihan, gaya hidup dan kebiasaan konsumsi yang sama.

  b. Targetting

  Setelah perusahaan memilih segmen pasar yang akan dimasuki, strategi selanjutnya adalah menentukan target pasar atau pasar sasaran. Definisi umum dari targetting adalah proses memilih target market yang tepat bagi produk dan jasa perusahaan.Langkah yaitu dengan menganalisa permintaan konsumen,

  Targetting penentuan sasaran pasar dan mengembangkan strategi pemasaran.

  c. Positioning Positioning adalah tindakan perusahaan untuk merancang suatu

  produk dan bauran pemasaran agar dapat tercipta kesan atau ciri khas tertentu diingatan konsumen. yang dapat dilakukan pemasar dalam

  Product positioning

  memasarkan produk kepada konsumen yang dituju, antara lain:

  1. Penentuan posisi berdasarkan nilai

  2. Penentuan posisi berdasarkan atribut

  3. Penentuan posisi berdasarkan kategori produk

  4. Penentuan posisi berdasarkan manfaat a.

  Positioning Berdasarkan Nilai Penentuan posisi menurut nilai adalah memposisikan produk sebagai pemimpin dalam menawarkan nilai terbaik. Nilai dipengaruhi oleh kualitas dan harga.

  b. Positioning Berdasarkan Atribut Penentuan posisi (positioning) berdasarkan atribut adalah memposisikan produk berdasarkan atribut atau sifat, misalnya simbol, lambang, ukuran, warna, keberadaan, kedudukan dan sebagainya.

  c. Positioning Berdasarkan Kategori

  Positioning (penentuan posisi) menurut kategori produk

  adalah memposisikan produk sebagai pemimpin dalam kategori produk. Kategori produk dapat kita kelompokkan dalam kategori minuman dan makanan, kategori, produk rumah tangga, kategori obat – obatan.

  d. Positioning Berdasarkan Manfaat Penentuan posisi (positioning) menurut manfaat adalah memposisikan produk sebagai pemimpin dalam suatu manfaat tertentu. Manfaat mencakup manfat simbolis, manfaat fungsional dan manfaat berdasarkan pengalaman.

2.1.3.4 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

  Pemasar menggunakan alat untuk mendapat tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran, alat–alat itu selanjutnya membentuk suatu bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan untuk terus–menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Sunarto, 2006:9). Istilah bauran pemasaran dipakai untuk menjelaskan kombinasi empat besar pembentuk inti sistem pemasaran sebuah organisasi yaitu produk (product), harga (price), promosi (promotion), tempat (place).

  Keempat unsur dalam bauran pemasaran berkaitan satu sama lain dalam suatu konsep sistem. Namun keempat unsur tersebut masih dirasa kurang mencakupi untuk diterapkan pada produk dan jasa. Para ahli pemasaran menambahkan tiga unsur lagi, yaitu orang (people), proses (proses) dan pelayanan pelanggan (customer service). Beberapa penulis memasukkan bukti–bukti fisik (physical evidence) sebagai tambahan 4P (Tjiptono, 2005:30). Keputusan dalam suatu bagian mempengaruhi bagian yang lainnya. Pada akhirnya, dari berbagai variasi yang ada manajemen harus memilih kombinasi yang paling sesuai dengan lingkungannya (Stanton, 1999:46).

1. Produk (Product)

  Menurut Kotler (dalam Mursid, 1993:71) produk adalah hasil akhir yang mengandung elemen–elemen fisik, jasa dan hal–hal yang simbolis yang dibuat dan dijual oleh perusahaan untuk memberi kepuasan dan keuntungan bagi pembelinya. Didalam pengertian produk mencakup segi fisik dan hal–hal lain yang lebih ditentukan oleh konsumen seperti masalah jasa yang menyertainya, masalah psikologis seperti kepuasan pemakaian, simbol status, segi artistik dan lain sebagainya. Produk merupakan suatu hal yang menjadi daya tarik ketika seorang pembeli ingin membeli barang atau menggunakan jasa yang ditawarkan produsen.

  Keputusan pembeli dalam membeli barang atau menggunakan jasa apabila merasa suatu produk sesuai dengan kebutuhan mereka.

  Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kasus seperti ini, produk perusahaan harus menyesuaikan terhadap pembeli bukan sebaliknya.

  Ini untuk menciptakan chemistry yang terikat antara produk perusahaan dengan konsumen. Secara teknis marketing, konsumen hanya dapat dipengaruhi dan tidak dapat dikendalikan. Dengan demikian hanya produk yang dapat dikendalikan dalam mempengaruhi daya beli konsumen.

  Dalam mencapai dan mempertahankan posisi strategis produk dalam persaingan pasar maka setiap pemasar harus mampu (Winardi, 1989:443) : a. Mengembangkan produk–produk baru

  b. Memodifikasi produk–produk yang ada

  c. Menghapuskan produk–produk yang tidak lagi memenuhi kebutuhan para pembeli.

2. Harga (Price)

  Dalam pemasaran seringkali hal yang dapat diubah untuk bereaksi terkait permintaan dan penawaran dari pembeli dan tekanan dari pesaing adalah harga. Penetapan harga merupakan bagian penting dalam strategi pemasaran yang secara langsung berkaitan dengan produk. Menurut Stanton (dalam Angiopora, 1996:174), Harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya. Secara esensi, harga memilki dampak psikologis pada pembeli yang dapat mempengaruhi minat beli masyarakat. Maka dalam menentukan harga para pemasar harus menentukan berdasarkan aspek–aspek sosial yang dinamis dan juga iklim persaingan pasar.

  Selain itu, untuk meningkatkan tujuan dari penetapan harga, para pemasar juga harus mampu menetapkan sasaran–sasaran penetapan harga. Hal ini disebabkan sasaran–sasaran penetapan harga akan mempengaruhi keputusan–keputusan dalam wilayah–wilayah fungsional seperti misalnya bidang keuangan, akunting dan produksi, maka sasaran–sasaran tersebut harus konsisten pula dengan misi dan tujuan menyeluruh dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan (Winardi, 1989:379).

  3. Tempat (Place)

  Tempat dalam pelayanan merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian produk kepada konsumen dan dimana lokasi yang strategis. Lokasi berarti berhubungan dengan dimana perusahaan harus bermarkas dan melakukan operasi. Dan dalam rangka kegiatan memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah memilih secara tepat saluran distribusi yang akan digunakan.

  Menurut Rezvan, saluran distribusi adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang–barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai (dalam Angiopora, 1996: 191).

  Pada dasarnya, pada waktu memilih saluran distribusi perusahaan harus berpedoman ukuran 3C, yakni channel control (pengendalian saluran), market coverage (liputan pasar) dan cost (biaya) yang cocok dengan taraf pelayanan (Stanton, 1984:83).

  4. Promosi (Promotion)

  Promosi dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk membujuk para calon pembeli dalam menerima, menjual kembali, merekomendasikan atau menggunakan produk, servis atau ide yang sedang dipromosikan yang didalam prosesnya terjadinya pula proses mempengaruhi pengetahuan, sikap serta perilaku pembeli.

  Dalam kegiatannya promosi dapat dilakukan dalam beberapa cara sebagai berikut (Mursid, 1993:96–99) : a. Pengiklanan

  Merupakan kegiatan penawaran kepada suatu kelompok masyarakat baik secara lisan maupun dengan penglihatan (berupa berita) tentang suatu produk, jasa atau ide. Kegiatan pengiklanan dikenakan biaya, yang mana pihak sponsor membayar kepada media yang membawakan berita tersebut. Melalui pengiklanan, seorang penjual menyampaikan sebuah pesan kepada pembeli melalui media seperti televisi, koran, radio, majalah dll

  b. Publisitas Merupakan sejumlah informasi tentang seseorang, barang atau organisasi atau perusahaan yang disebarluaskan ke masyarakat dengan cara membuat berita yang mempunyai arti komersil atau berupa penyajian–penyajian yang bersifat positif. Dengan demikian suatu perusahaan dan produknya dapat menjadi perhatian umum. Kegiatan publishing dilakukan dengan tidak perlu membayar. Biasanya publisitas ini berbentuk memuji suatu produk, jasa atau organisasi.

  5. Orang (People)

  Bagi sebagian besar produk, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran. Dalam industri produk dan jasa, setiap orang merupakan “part time marketer” yang tindakan dan perilakunya mempunyai dampak langsung pada output yang diterima pelanggan.

  Oleh sebab itu setiap industri harus secara jelas menentukan apa yang diharapkan dari setiap karyawan dalam interaksinya dengan pelanggan.

  6. Bukti Fisik (Physical Evidance)

  Karakteristik tangible pada produk menyebabkan pelanggan potensial tidak dapat menilai suatu produk sebelum mengonsumsinya. Ini menyebabkan resiko yang dipersiapkan konsumen dalam keputusan pembelian dapat diminimalisir. Oleh sebab itu, salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah mengurangi tingkat resiko tersebut dengan jalan menawarkan bukti fisik dari karakteristik produk.

  7. Proses (Process)

  Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen

  high contact services . Dalam bisnis, proses berbicara tentang kemudahan administrasi dalam menggunakan produk.

  8. Pelayanan Pelanggan (Customer Services)

  Layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total produk dan jasa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung departemen layanan pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua personel produksi, baik yang dipekerjakan oleh organisasi maupun pemasok. Manajemen kualitas produk yang ditawarkan kepada pelanggan berkaitan erat dengan kebijakan desain produk dan personalia.

2.1.4.2 Strategi Kepuasan Pelanggan

  Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya untuk merebut pelanggan. Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia (Schnaars, 1991).

  Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Strategi pemasaran berupa Relationship Marketing (McKenna,

  1991),yaitu strategi dimana transaksi pertukaran antara penjual dan pembeli berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai.

  Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus menerus (Jackson, 1985 dalam Schnaars 1991), yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat bussines). Betapa pentingnya hubungan ditunjukkan dengan pernyataan Levitt (dalam Schnaars, 1991) bahwa “semakin banyak kegiatan ekonomi dunia yang dilakukan melalui hubungan jangka panjang antara pembeli dan penjual”.

  2. Strategi Superior Customer Service (Schnaars, 1991), yaitu menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha yang gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan yang superior. Oleh karena itu, seringkali (tetapi tidak harus) perusahaan yang menawarkan customer service uang lain akan membebankan harga yang lebih tinggi pada produknya. Akan tetapi mereka biasanya memperoleh manfaat besar dari pelayanan yang lebih baik tersebut, yaitu berupa tingkat pertumbuhan yang cepat dan besarnya laba (gain) yang diperoleh. Contoh pelayanan superior yang dapat diberikan adalah distributor komputer memberikan pelayanan konsultasi gratis seputar permasalahan komputer, surat kabar yang memberikan jasa pelayanan gratis dalam menentukan format iklan bagi pemasang iklan, lembaga pendidikan kursus tertulis memberikan kesempatan kepada setiap calon peserta untuk mencoba modulnya selama jangka waktu tertentu misalnya dua bulan, toko khusus pakaian yang memberikan keleluasan untuk menukar/mengembalikan jas, jaket, sweater atau pakaian lainnya selama tenggang waktu tertentu dan lain – lain.

  3. Strategi Uncounditional Guarantees (Hart, 1988). Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan.

  Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.

4. Strategi Penanganan Keluhan Yang Efisien (Schnaarss, 1991).

  Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas (atau bahkan menjadi pelanggan abadi).

  5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan, meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan atau pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship dan public relation kepada pihak manajemen dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan untuk memuaskan pelanggan (yang penilaiannya bisa didasarkan pada survey pelanggan) ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan memberikan empowermen yang lebih besar kepada para karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

  6. Menerapkan Quality Function Deployment (QFD), yaitu praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan.

2.2 Usaha Mikro Kecil dan Pengembangan Usaha

2.2.1 Usaha Mikro Kecil

  Badan Pusat Statistik mendefenisikan Usaha Mikro sebagai usaha yang memiliki tenaga kerja lebih dari 4 orang. Sedangkan Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang – Undang No. 9 Tahun 1995 adalah usaha banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal diatas Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). World Bank mendefenisikan Usaha Kecil atau Small Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari 30 orang; Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta; Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta.

  Namun demikian pengertian terbaru mengenai Usaha Kecil menurut Undang – Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

  Beberapa karakteristik UMK secara umum, yaitu :

  1. Manajemen pengelolaan masih sederhana

  2. Rendahnya akses terhadap lembaga kredit

  3. Belum memiliki status badan hukum

  5. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu – waktu dapat berganti

  6. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu – waktu dapat pindah tempat

  7. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha

  8. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai

  9. Tingkat pendidikan rata – rata relatif sangat rendah

  10. Umumnya belum memiliki akses kepada perbankan, namun sebagian sudah akses ke lembaga keuangan non bank

  11. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP

  World Bank , membagi UMKM ke dalam 3 jenis, yaitu :

  a. Medium Enterprise, dengan kriteria :

  1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang,

  2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan 3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta.

  b. Small Enterprise, dengan kriteria :

  1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang,

  2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan 3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta.

  c. Micro Enterprise, dengan kriteria :

  1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang, dan

  2. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu

Tabel 2.1 Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Organisasi Jenis Usaha Kriteria

  Biro Pusat Statistik Usaha Kecil Pekerja < 5 – 9 orang (BPS) Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang

  Usaha Mikro (SK Dir

  a. Usaha yang dijalankan BI No 31/21/KEP/DIR oleh rakyat miskin Tanggal 5 Mei 1998) atau mendekati miskin

  b. Dimiliki oleh keluarga sumber daya lokal dan teknologi sederhana

  Bank

  c. Lapangan usaha

  Indonesia

  mudah untuk exit dan

  (BI) entry

  Usaha Menengah (SK Dir

  a. Aset < Rp 5 milyar BI No 30/45/Dir/UK untuk industri Tanggal 5 Januari 1997)

  b. Aset < Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan

  c. Omzet tahunan < Rp 3 milyar Usaha Kecil

  a. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang b. Pendapatan setahun <

  $ 3 juta

  c. Jumlah aset $ 3 juta Usaha Menengah

  a. Jumlah karyawan

  Bank Dunia

  maksimal 300 orang

  b. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta

  c. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta Kementrian Usaha Kecil

  a. Kekayaan bersih Koperasi dan (tidak termasuk tanah

  UKM (Undang- dan bangunan) lebih Undang No. 20 dari Rp. 50 juta tahun 2008) sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta

  b. Hasil penjualan tahunan (omset/tahun) lebih dari Rp. 300 juta sampai dengan paling banyak Rp. 2,5 Milyar

  Usaha Menengah Kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 Milyar Sumber : Bank Indonesia; http:// infoukm.wordpress.com, 2008.

  Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro memiliki karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :

  1. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang

  2. Tidak sensitif terhadap suku bunga

  3. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter

  4. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

  Permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro kecil menyangkut banyak persoalan, contohnya ketimpangan struktural dalam alokasi dan penguasaan sumber daya, ketidaktegasan negara pada upaya pengembangan ekonomi rakyat dalam kebijakan dan pengembangan strategi industrialisasi, struktur pasar yang bersifat oligopolies, kinerja yang relatif terbatas pada hal yang klasikal (SDM, modal dan akses terhadap lembaga keuangan, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi), terjadinya distorsi dan inkonsistensi kebijakan yang menyangkut upaya pengembangan (Hubeis 2009:1)

  2.2.2 Pengembangan Usaha

  Menurut Anoraga (2000:66), pengembangan usaha dalam tanggung jawab dari setiap pengusaha atau wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas. Jika hal ini dilakukan oleh setiap wirausaha, maka besarlah harapan untuk dapat menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala menengah bahkan menjadi sebuah usaha besar.

  Menurut Hubeis, pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi (UMKM) tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

  a) Kemampuan UKMK dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal yang mengandalkan sumber daya lokal b)

  Kemampuan UKMK dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing c)

  Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar (domestik maupun ekspor) d)

  Berbasis bahan baku lokal

  e) Subtitusi impor

  2.2.3 Teknik Pengembangan Usaha

  Menurut Suryana (2013:156), pengembangan usaha dapat dilakukan sebagai berikut :

  1. Pengembangan Skala Ekonomis Peningkatan skala ekonomis dapat dilakukan dengan menambah skala produksi, tenaga kerja, teknologi, sistem distribusi dan tempat usaha.

  Peningkatan skala ekonomis dilakukan apabila perluasan usaha atau mencapai skala ekonomis, jika peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya jangka panjang, maka tidak baik untuk dilakukan.

  2. Perluasan Cakupan Usaha Perluasan cakupan usaha dilakukan dengan menambah jenis usaha baru, produk dan jasa baru yang berbeda dari yang sekarang diproduksi serta dengan teknologi yang berbeda.

  Lingkup usaha ekonomis dapat didefenisikan sebagai suatu diversifikasi usaha ekonomis yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama – sama lebih kecil daripada penjumlahan biaya produksi masing

  • – masing produk apabila diproduksi terpisah

2.3 Pengertian Kuliner

  Menurut C. Soejoeti Tarwotjo (1998 : 1) Kuliner adalah perpaduan antara ilmu dan seni. Mengapa demikian? Karena untuk mempelajari kuliner, dibutuhkan pengetahuan ilmu bahan makanan serta pengetahuan tentang alat – alat penyelenggaraan makanan. Kata kuliner berarti suatu seni mengolah bahan makanan dan mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasak, termasuk mengupas, mencuci, memotong – motong, memberi bentuk dan memberi bumbu yang semuanya dikerjakan dengan benar dan tepat. Kemudian diteruskan dengan memasak bahan makanan yang telah dipersiapkan dengan berbagai macam teknik memasak serta bagaimana menyajikan makanan atau hidangan yang menarik, yang dapat menggugah selera makan dan lezat rasanya. Mengenai hal ini dibutuhkan suatu keterampilan dan suatu seni tersendiri.

  Kuliner merupakan sebuah gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan. Karena setiap orang memerlukan makanan yang sangat dibutuhkan sehari – hari. Mulai dari makanan yang sederhana hingga makanan yang berkelas tinggi dan mewah. Semua itu, membutuhkan pengolahan yang serba enak.

2.3.1 Tujuan Penyelenggaraan Kuliner

  Tujuan akhir penyelenggaraan kuliner berkaitan dengan kemampuan menghidangkan makan yang siap untuk disantap, yaitu makanan lezat, sehat dan bergizi serta menarik. Untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan antara lain pengetahuan tentang ilmu bahan makanan, keterampilan seni memasak dan pengetahuan tentang alat penyelenggaraan makanan.

  Selain itu, dituntut adanya keterampilan seni memasak dan cara menghidangkan yang menarik. Tak kalah pentingnya, pengetahuan tentang higiene dan sanitasi makanan perlu dipelajari pula.

  a. Ilmu bahan makanan, mempelajari tentang macam bahan makanan, sifat bahan makanan, asal bahan makanan dan keadaan bahan makanan.

  b. Keterampilan seni memasak, meliputi terampil dalam membaca dan mempraktekan resep makanan dan terampil dalam mengembangkan resep – resep yang ada, serta menciptakan resep – resep baru atau kreasi baru.

  c. Pengetahuan alat penyelenggaraan makanan, mempelajari tentang alat – alat, khususnya alat atau barang yang digunakan untuk menjalankan kegiatan makanan.

  Oleh karena itu, untuk mempunyai keahlian dalam bidang kuliner ini dibutuhkan ketekunan, keuletan dan kreativitas serta kepandaian tentang pengetahuan – pengetahuan bahan makanan dan penyelenggaraan makanan.

  Setelah memperhatikan uraian mengenai pengertian dan tujuan kuliner, berikut ini dijelaskan defenisi atau batasannya. Kuliner adalah perpaduan antara pengetahuan ilmu bahan makanan serta seni mengolah bahan makanan yang dapat menghasilkan suatu hidangan siap santap yang lezat, sehat, bergizi dan menarik sehingga dapat menggugah selera makan.

2.3.2 Jenis – Jenis Penyelenggaraan Kuliner

  Jenis – jenis penyelenggaraan kuliner meliputi :

  1. Pengadaan Makanan Makanan adalah suatu hidangan hasil pengolahan bahan makanan.

  Untuk mendapatkan hasil pengolahan yang baik dan sesuai dengan tujuan, perlu diadakan perencanaan. Bila telah direncanakan dan ditentukan apa yang akan dihidangkan, lalu direncanakan pengadaan bahan makanannya, yaitu dengan membuat suatu daftar pembelian atau daftar pembelanjaan sesuai dengan bahan makanan yang dibutuhkan. Dalam daftar belanja dituliskan nama bahan, jumlah bahan makanan dan perkiraan harga. Untuk jumlah bahan makanan yang akan dibeli, diperinci jumlah/berat kotor dan jumlah/berat bersih bahan makanan.

  2. Pengadaan Tenaga Penyelenggaraan kuliner perlu dikelola oleh suatu organisasi yang dipimpin oleh seorang ahli atau orang yang berpengalaman dalam bidang penyelenggaraan kuliner, dibantu oleh beberapa tenaga sesuai dengan kebutuhan, yang mempunyai keahlian dalam bidang masing – masing. Misalnya, ahli dalam memasak banyak nasi, memasak kue – kue atau makanan kecil dan ahli memasak masakan daging.

  Untuk penyelenggaraan kuliner suatu keluarga biasa dipegang oleh kepala keluarga atau ibu rumah tangga dibantu satu atau lebih pembantu rumah tangga sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Pengadaan ini sangat tergantung besarnya makanan yang akan diproduksi dan banyaknya macam makanan yang akan dimasak, disamping memperhatikan kemampuan ekonomi.

  Untuk penyelenggaraan kuliner dalam jumlah banyak, seperti rumah sakit, hotel, asrama dan sejenisnya, perlu ada organisasi pengelola, yang terdiri atas ketua, pengurus dan anggota. Sebagai ketua atau pimpinan, diharapkan mempunyai pengetahuan manajemen penyelenggaraan kuliner.

  3. Pengadaan Tempat Tempat penyelenggaraan kuliner adalah suatu ruangan yang digunakan untuk menjalankan semua kegiatan yang berkaitan dengan kuliner.

  Kegiatan itu dimulai dari perencanaan segala sesuatunya sampai distribusi atau menghidangkan makanan yang telah dimasak.

  4. Pengadaan Alat Sesuai dengan fungsinya, penyelenggaraan kuliner dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (a) alat pengolahan bahan makanan, (b) alat penghidang makanan, (c) alat makan dan minum dan (d) alat dapur elektronik.

  (a) Alat Pengolahan Bahan Makanan Alat pengolahan bahan makanan terdiri atas alat persiapan memasak dan alat memasak. Alat persiapan memasak adalah semua alat yang digunakan untuk mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasak.

  (b) Alat Penghidang Makanan Alat Penghidang Makanan adalah semua alat yang digunakan untuk menghidangkan makanan yang akan disajikan diatas meja penghidang atau meja makanan. (c) Alat Makan dan Minum

  Alat makan ialah seperangkat alat makan yang biasanya diatur/ disusun di atas meja makan sebelum makanan dihidangkan.Alat minum ialah seperangkat alat minum yang biasanya digunakan pada jamuan minum teh.

  (d) Alat Dapur Elektronik Sesuai dengan perkembangan teknologi dalam bidang alat seni untuk memasak atau kuliner, maka tercipta berbagai alat dapur elektronik, yaitu alat yang dioperasikan dengan tenaga listrik. Alat ini sangat praktis, cepat, menghemat waktu, bersih dan hasilnya baik.

  Kelemahan dari alat dapur elektronik ini sangat tergantung dari aliran listrik di dalam rumah.

  5. Pengadaan Biaya Perencanaan biaya penyelenggaraan kuliner disesuaikan dengan semua kebutuhan dan direncanakan, selain memperhatikan kemampuan atau daya beli. Hal yang mempengaruhi nilai / biaya ialah tempat atau daerah, keadaan pada saat itu, musim, besarnya porsi dan bentuk makanan.

  Dengan adanya berbagai macam bahan makanan dan alat serta harga yang sangat bervariasi, diharapkan dapat merencanakan biaya penyelenggaraan dengan tepat. Dengan membuat daftar belanja yang baik sesuai dengan kebutuhan, pengeluaran dapat dikendalikan.

  2.4 Kerangka Pemikiran Konseptual

  Penulis meneliti tentang strategi pengembangan usaha kuliner khas kota Medan dengan melihat lingkungan usaha yang terdiri dari beberapa aspek strategi bisnis diantaranya adalah strategi pemasaran danstrategi kepuasan pelanggan.

  2.5 Peneliti Terdahulu

  Adapun yang mendukung tentang penelitian tersebut dapat dipengaruhi oleh penelitian terdahulu yang mengenai Strategi Pengembangan Usaha sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu cukup banyak yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini.

  Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis dan merumuskan strategi pengembangan usaha sesuai objek penelitiannya masing – masing.

  Diantaranya adalah :

  1. Eqy Gusti I S Kembaren (Universitas Sumatera Utara, 2014), melakukan penelitian tentang “Strategi Pengembangan Usaha Pada Jasa Warung Internet GINPI Perumnas Simalingkar Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelompokkan faktor internal dan faktor eksternal usaha, kemudian pada tahap EFAS IFAS, diagram Cartesius dan Matriks

  SWOT. Setelah itu, maka didapatlah Pada penelitian terdahulu, metode yang digunakan dalam strategi pengembangan usaha yang dapat diterapkan. Penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dilihat dari metode yang digunakan peneliti sama dengan metode yang digunakan oleh penelitian terdahulu. Serta penelitian terdahulu ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi yang digunakan juga oleh peneliti.