BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Pengertian implementasi - Implementasi Program Corporate Social Responsibiliti (CSR) Oleh PT. Sorikmas Mining Di Desa Banua Rakyat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

2.1.1 Pengertian implementasi

  Wibisono (2007) menyebutkan bahwa implementasi program CSR dipengaruhi oleh cara pandang dan strategi yang dipilih perusahaan untuk melaksanakan aktivitas tanggung jawab sosialnya. Nurdiana (2008) mengemukakan bahwa implementasi CSR merupakan pelaksanaan program- program aktivitas CSR yang telah dibuat dan direncanakan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada lingkungan dan masyarakat.

  Implementasi dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi dan menyelesaikan. Implementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil,

  produce, complete ” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan,

  melengkapi (Pressman dan Wildavsky,1978:21). Jadi Implementasi dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Apabila dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan. Pengertian implementasi dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab dalam bukunya Analisis Kebijakan: Dari

  Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara yaitu: “Implementasi adalah tindakan-

  tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat-pejabat kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” ( Wahab, 2001:65). Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis

  Kebijakan Publik . Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah

  pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).

  Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan

  Aplikasi) , mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan

  bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program- program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut di antaranya: 1) Kondisi lingkungan

  Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosio kultural serta keterlibatan penerima program.

  2) Hubungan antar organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

  3) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non human resources).

  4) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. ( Subarsono, 2005:101).

  Menurut Sobana (2005: 2) implementasi kebijakan merupakan suatu sistem pengendalian untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan kebijakan.

  Implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi pada prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta, serta badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Dengan demikian, implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu.

  Implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, tetapi mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Anderson dalam buku Joko Widodo yang berjudul Good Governance telaah dari Dimensi:

  Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Elemen

  tersebut antara lain mencakup: 1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

  2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

  3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

  4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

  5. Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif) (Widodo, 2001;190)

2.1.2 Tahap Implementasi

   Dalam pembuatan suatu sistem pasti ada tahap implementasi. yang dimaksud

  dengan implementasi adalah merupakan realisasi sistem yang berdasarkan pada desain yang telah dibuat. tahapan implementasi dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sebagai berikut

1. Membuat dan menguji basis data & jaringan

  Pada tahap ini adalah tahap dimana menguji basis data dan jaringan yang telah ada pada sistem dan harus diimplementasikan sebelum pemasangan program komputer.

  2. Membuat dan menguji program.

  Tahap yang kedua adalah tahap membuat dan menguji program. Pada tahap ini rencana yang telah ada dikembangkan lagi menjadi lebih rinci dan dilakukan pengujian terhadap program tersebut.

  3. Memasang dan menguji sistem baru.

  Pada tahapan yang ketiga ini dilakukan uji coba terhadap sistem baru tersebut, untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut sudah terpenuhi.

  4. Mengirim sistem baru kedalam sistem operasi.

  Tahapan yang keempat atau tahapan yang terakhir adalah untuk menggantikan sistem yang lama dengan sistem baru yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini sistem sudah siap untuk dioperasikan.

2.2 Corporate Social Responsibility

2.2.1 Pengertian Corporate Social Responsibility

  Corporate Social Responsibilities adalah sebuah wujud kepedulian perusahaan kepada lingkungan sekitarnya. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial. Pewajiban perusahaan untuk menyelenggarakan Corporate Social Resposibilities tergolong baru, yaitu dengan diundangkannya UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebenarnya bagaimanakah sejarah CSR terbentuk? Dan bagaimanakah pelaksanaannya di Indonesia? Hal tersebut menarik perhatian penulis untuk menuliskannya dalam makalah berjudul “Corporate Social Responsibility, Sebuah Kepedulian Perusahaan terhadap Lingkungan di Sekitarnya”. Diharapkan melalui tulisan ini dapat memperluas wawasan pembaca tentang Corporate Social Responsibilities .

   Corporate Social Responsibility versi Indonesia sering diartikan sebagai Tanggung

  Jawab Sosial Perusahaan atau ”Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha”. CSR dapat diartikan juga tindakan yang timbul dari beberapa tindakan sosial yang baik, di luar minat perusahaan yang dilakukan dengan hukum (McWilliam dan Siegal : 2001). Beberapa isu yang berkaitan dengan konsep dan penerapan CSR ini adalah isu Sustainable Development, Good

  

Corporate Governance (GCG), Protokol Kyoto, Millenium Development Goals, dan Triple

Bottom Line . Pemerintah juga mengatur CSR ini dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang

  Perseroan Terbatas. Berdasarkan UU tersebut, Bab V Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, pasal 74 ayat (1) disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  Hubungan CSR dengan Sustainable Development Pembangunan berkelanjutan biasa diartikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan menjadi masalah yang rumit. Diperlukan pergeseran paradigma yang bersifat parsial-fragmentatik menjadi paradigma holistik-integratif.

  CSR memiliki peranan penting dalam melanjutkan kinerja perusahaan secara berkelanjutan karena perusahaan yang melakukan dan mempunyai tanggung jawab sosial serta lingkungan akan dikenal baik oleh stakeholder. Jika produk-produk perusahaan yang menerapkan CSR dikenal oleh masyarakat, maka masyarakat akan selalu mengingat dan akan membeli produk-produk tersebut. Hal ini akan meningkatkan penjualan perusahaan dan memberikan keuntungan berkelanjutan. CSR dapat meningkatkan reputasi perusahaan dimana masyarakat akan menghargai perusahaan tersebut dengan terus menyediakan sumber daya kepada perusahaan. Hubungan timbal balik antara perusahaan dan masyarakat akan melestarikan kelangsungan hidup perusahaan.

  Hasnas dalam Prayogo (2008:60), menjelaskan perbedaan tiga teori, yakni

  stockholder theory, stakeholder theory, dan the contract social theory. Ketiga teori ini

  dilihat sebagai sebuah perkembangan dalam pemikiran tentang CSR. Pertama stockholder

  theory merupakan pemikiran dari kubu Milton Friedman, yakni menekankan kepentingan stockholder (pemilik atau investor) atas terciptanya profit dari kegiatan bisnis korporasi

  dalam satu pernyataannya Friedman dalam Prayogo (2008:60) juga menekankan bahwa: “there is no one and only one social responsibility of business to use its resources and

  engage activities designed to increase its profits so long as it stays within the rules of the

game, which is to say, engage in open and free competition, without deception or fraud”.

  CSR merupakan konsep yang terus berkembang. Ia belum memiliki sebuah definisi standard maupun seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Secara konseptual, CSR juga bersinggungan dan bahkan sering dipertukarkan dengan frasa lain, seperti corporate responsibility, corporate sustainability,

  

corporate accountability, corporate citizenship dan corporate stewardship. Menurut Boone dan

  Kurtz pengertian tanggung jawab sosial secara umum adalah dukungan manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan dan kesejahteraan masyarakat secara setara dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. B. Tamam Achda mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung jawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta terus menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya.

  Substansi keberadaan CSR adalah memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat di sekitarnya. Ada enam kecenderungan utama yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin, posisi negara yang semakin berjarak kepada rakyatnya, semakin mengemukanya arti kesinambungan, semakin gencarnya sorotan kritis dan resistensi dari publik yang terkadang bersifat anti-perusahaan, tren ke arah transparansi, harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan manusiawi (B. Tamam Achda).

  Lantos menggunakan klasifikasi Carrol sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR pada perusahaan yaitu:

  1. Tanggung Jawab Ekonomi Tanggung jawab ekonomi artinya bahwa tetap menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan pekerjaan yang bagus bagi para pekerjanya, dan menghasilkan produk yang berkualitas bagi pelanggannya.

  2. Tanggung Jawab Hukum Setiap tindakan perusahaan harus mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan

  3. Tanggung Jawab Etik Menjalankan bisnis dengan moral, mengerjakan apa yang benar, apa yang dilakukan harus fair dan tidak menimbulkan kerusakan

  4. Tanggung Jawab Filantropis Memberikan kontribusi secara sukarela kepada masyarakat, memberikan waktu, dan uang untuk pekerjaan yang baik.

   CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam konteks

  ekonomi global, nasional maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek-aspek perilaku perusahaan (firm’s behaviour), termasuk kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci:

  1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja;

  2. Good corporate responsibility: pelestarian lingkungan, pengembangan masyarakat (community development), perlindungan hak azasi manusia,perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya.

  Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memerhatikan dan melibatkan shareholder, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga internasional dan stakeholder lainnya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun, CSR seringkali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar kepatuhan terhadap hukum.

  CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial- ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Pengertian CSR yang relatif lebih mudah dipahami dan dioperasionalkan adalah dengan mengembangkan konsep Tripple Bottom Lines (profit, planet dan people) yang digagas Elkington (1998). Saya menambahkannya dengan satu line tambahan, yaitu procedure. Dengan demikian, CSR adalah “Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional” (Suharto, 2008).

  Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memerhatikan dan melibatkan shareholder, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM, lembaga internasional dan stakeholder lainnya merupakan konsep utama CSR. Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator atau perangkat formal dalam mengukur kinerja CSR suatu perusahaan. Namun, CSR seringkali dimaknai sebagai komitmen dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar kepatuhan terhadap hukum.

2.2.2 Model Implementasi Corporate Social Responsibility

  Setelah mengetahui pihak – pihak yang menjadi pemangku kepentingan lengkap dengan kepentingan maupun indikator kepuasan masing–masing pihak, maka langkah selanjutnya adalah merancang bentuk kerjasama yang paling tepat yang akan ditempuh. Suatu hal yang perlu dipahami adalah bahwa berbicara tentang implementasi tanggung jawab sosial perusahaan kita sedang berbicara tentang aktivitas kerja sendiri.

  Sebagai suatu kerjasama, maka implementasi tanggung jawab sosial perusahaan adalah upaya perusahaan dalam meningkatkan peran dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini tentu masyarakat setempat sebagai pemangku kepentingan utama diposisikan sebagai perioritas utama dari implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan . Disamping itu, lingkungan fisik juga harus menjadi perhatian tersendiri dengan indikator tunggal perhatian, yaitu kelestarian lingkungan.

  Dengan demikian dapatlah di pahami bahwa implementasi tanggung jawab perusahaan dan saling bekerjasama yang padu diantara semua pihak, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Walaupun banyak pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut, namun fokus tanggung jawab sosial perusahaan adalah kesejahteraan masyarakat (Siagian,Agus, 2005-2011:91-94).

  Ada yang melatarbelakangi munculnya pemikiran mengikutsertakan unsur pemerintah dalam model implementasi tanggung jawab sosial perusahaan? Kajian mendalam perihal garis pemikiran diatas setidaknya dilatarbelakangi dua hal, yaitu : 1.

  Asas ideology Welfare State yang dianut oleh hamper semua Negara didunia saat ini melahirkan asumsi, bahwa pemerintah sebagai personipikasi Negara memiliki kepentingan dan komitmen yang kuat dalam mensejahterakan masyarakatnya. Oleh karena itu perumusan dan penetapan kebijakan yang berkenaan dengan kesejahteraan masyarakat sepatutnya mengikutsertakan unsure pemerintah.

  2. Tanggung jawab social perusahaan adalah suatu kewajiban perusahaan dianggap sebagai bagian dari performa perusahaan yang secara menyeluruh telah diatur dalam hokum dimana pemerintah merupakan pihak yang dimiliki kepentingan komitmen atas berlakunya, hal ini merupakan Konsekuensi logis dari Negara sebagai satu – satunya organisasi yang berdaulat.

  Model implementasi tanggung jawab sosial perusahaan, Wibisono (2007) mengemukakan model dalam bentuk kerjasama yang melibatkan tiga pihak. Adapun ketiga pihak tersebut adalah Perusahaan – Masyarakat – Pemerintah. Melibat tiga pihak dalam bentuk kerjasama dalam proses pelaksanaan tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat memaksimalkan kepuasan bagi perusahaan masyarakat.

  Harus diuakui keterkaitan antara tiga pihak (perusahaan – masyarakat- pemerintah) adalah suatu pemikiran yang mengikut kebiasaan, sehingga oleh banyak pihak diasumsikan sebagai pemikiran yang konvensional. Namun, model tersebutlah oleh banyak pihak dianggap masih tetap sesuai untuk dilaksanakan hingga saat ini.

  Hal yang penting dipahami adalah, antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah dalanm konteks implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dihubungkan garis kepentingan timbal balik. Setidaknya ada tiga bentuk kepentingan yang melibatkan tiga pihak tersebut dalam suatu kerjasama, yaitu:

  1. Secara Konstitusional perusahaan adalah mitra pemerintah dalam rangka memanfaatkan sumber daya alam, sebagaimana diatur dalam pasal 33 UUD 1945. Sehubungan dengan praktek bisnisnya dalam mengelola sumber daya alam, maka perusahaan tergantung pemerintah, khususnya dalam rangka memperoleh izin usaha.

  2. Perusahaan merupakan institusi yang senantiasa member dukungan kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan kewajiban lainya sehingga pemerintah memiliki biaya operasional dalam melakukan pengelolahan pemerintahan dan pembangunan nasional. Artinya, sumber utama penerimaan pajak adalah apajak, dan sumber utama pajak adalah para pelaku usaha atau badan – badan usaha.

  3. Kenyamanan aktivitas ekonomi bagi perusahaan sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat setempat terhadap perusahaan. Kondisi seperti ini semakin pekat diera demokrasi dan penghargaan atas hak- hak azasi manusia. Selanjutnya perilaku masyarakat setempat terhadap perusahaan dipengaruhi pula oleh perilaku perusahaan dalam member manfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

  Dalam upaya mencapai efektivitas implementasi tanggung jawab sosial perusahaan, Saidi dan Abidin mengemukakan sedikitnya 1 model atau pola yang secara umum dapat dilaksanakan di indonesia, yaitu:

1. Model keterlibatan langsung.

  Perusahaan sendiri yang secara langsung mengimplementasikan program tanggung jawab social perusahaanya, tanpa tanpa keterlibatan pihak lain.

  Rogovsky (2000) mengemukakan bahwa implementasi tanggung jawab sosial

perusahaan yang memiliki efektivitas yang tinggi hanya dapat dicapai jika pelaku usaha

tidak lagi berperan hanya sebagai dermawan. Sikap seperti ini menurutnya berdampak

negatif, yaitu melestarikan keuntungan pada uang kontribusi. Dalam konteks pelaksanaan

tanggung jawab sosial perusahaan, semestinya dapat dibangun suatu relasi dalam bentuk

mitra kerjasama antara perusahaan dengan masyarakat setempat dalam upaya mencapai

tujuan bersama Rogovsky menyusun table yang menggambarkan manfaat pengelibatan masyarakat

setempat oleh perusahaan dalam mengimplementasikan program tannggung jawab sosial

perusahaan sebagai berikut:

Table 2.1 Manfaat Pengelibatan masyarakat setempat – Perusahaan Masyarakat setempat pada Perusahaan Perusahaan pada masyarakat setempat Reputasi yang lebih baik Izin beroperasi secara sosial Mampu menggunakan pengetahuan dan tenaga kerja lokal Keamanan yang lebih terjamin

  Infrastruktur dan lingkungan sosial ekonomi yang lebih baik Menarik dan menjaga pribadi yang efisien dan memiliki komitmen yang tinggi Menarik pekerja, pemasok, pemberi pelayanan dan konsumen setempat yang berkualitas Laboratorium kajian pembaruan organisasi

  Peluang pencipta kesempatan kerja, pengalaman kerja dan program latihan Pembagian penanaman modal bagi masyarakat, pengembangan rangka asas Keterampilan perdagangan Efesiensi teknik dan pribadi pekerja yang terlibat Keterwakilan ekonomi sebagai strategi ptomosi bagi prakarsa masyarakat setempat

2.2.3 Konsekwensi penerapan Model implementasi

  Model implementasi tanggung jawab social perusahaan hanyalah suatu kerangka berpikir. Hal yang utama dari model tersebut adalah efektivitas pelaksanaan tanggung jawab social perusahaan sehingga membawa manfaat yang sebesar- besarnya bagi masyarakat setempat sebagai stakeholder utama perusahaan. Pelaksanaan tanggung jawab social perusahaan diharapkan menciptakan relasi yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Capaian ini diharapkan bersinergi dalam menciptakan citra yang baik bagi perusahaan dalam mengembangkan dirinya dimasa mendatang. Sehubung dengan apa yang dikemukakan, Model tanggung jawab sosial perusahaan setidaknya ada dua alas an dari argumentasi seperi ini, yakni: Model yang terbaik diterpkan adala model yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. Sementara masyarakat Indonesia sangat beraneka ragam, baik ditinjau dari aspek budaya, wawasan dan pendidikan keterampilan sosial ekonomi maupun kohesi sosialnya. Semuanya merupakan variable pengaruh terhadap model implementasi program tanggung jawab social. Penerapan suatu model implementasi program tanggung jawab social menuntut berbagai konsekwensi logis yang justru menjadi prasyarat implementasi dari model tersebut. Oleh karena itu hal terpenting bukanlah penetapan model yang bagaimana yang dianut dalam model implementasi program tanggung jawab social. Hal ini yang paling penting adalah berbagai konsekwensi logis yang mengikuti penetapan implementasi model dimaksud. Berikut ini diuraikan contoh – contoh model implementasi program tanggung jawab sosial dengan konsekwensi logisnya :

1. Model perusahaan- Msyarakat

  Penerapan model ini mengikutsertakan organisasi perusahaan. Intinya: dalam struktur organisasi perusahaan harus ada Unit Corporate Social Responsibility (CSR), Comminity Development atau unit pemberdayaan masyarakat. Unit tersebut harus setingkat manager, yang diisi oleh sederetan staf yang terampil dalam perencanaan hingga evaluasi pengembangan, masyarakat. Dari kalangan profesi yang ada, maka kalangan profesi yang paling tepat mengisi unit ini adalah profesi pekerja sosial, khususnya pekerja sosial industry.

  Survey yang pernah dilakukan antara lain menyimpilkan bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia cenderung menetapkan bahwa penanggung jawab implementasi program tanggung jawab sosial ditumpangkan pada unit manager hubungan masyarakat. Kecenderungan ini menimbulkan image negative bagi masyarakat atau setidaknya kalangan yang paham, bahwa pelaksanaan program tanggung jawab sosial hanya sebagai lipstik.

  Sesungguhnya perusahaan tersebut tidak memiliki niat yang tulus dalam memberikan khidmat atas kehadiran perusahaan tersebut bagi kehidupan masyarakat setempat. Disamping itu kebijakan menjadi program dan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan merupaka wujud dari sikap mental instan dari pelaku usaha. Cara berpikir tersebut sangat keliru, karena image masyarakat terhadap perusahaan tidak boleh di iringi dan dipaksa melalui media massa.Namun image sesungguhnya jauh lebih agung dari sekedar opini public (Siagian, Suriadi, 2005-2011 :93-103).

2.3 Perusahaan

2.3.1 Pengertian Perusahaan

  Perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Di antara kebutuhan ekonomis manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan kesenangan. Kegiatan produksi dan distribusi dilakukan dengan cara menggabungkan berbagai faktor produksi: alam (tanah, air, hutan, laut), tenaga kerja (manusia), dan modal (uang, bangunan, mesin, peralatan, dan lain-lain). Kegiatan produksi dan distribusi pada umumnya adalah untuk mendapatkan laba. Namun demikian ada juga bentuyang tidak bertujuan mencari laba, misalnya yayasan sosial, yayasan keagamaan, yayasan pendidikan, dan lain-lain.

  Secara umum perusahaan (business) adalah suatu organisasi di mana sumber daya (input), seperti bahan baku dan tenaga kerja diproses untuk menghasilkan barang dan jasa (output) bagi pelanggan. Tujuan dari perusahaan secara umum ialah laba/keuntungan. Laba (profit) adalah selisih antara jumlah yang diterima dari pelanggan atas barang atau jasa yang dihasilkan dengan jumlah yang dikeluarkan untuk membeli sumber daya alam dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut.

  Setiap perusahaa memiliki budaya tertentu yang tercermin dari perilaku para pegawainya, kebijakan – kebijakan yang diterapkan dan peraturan- peraturan yang harus ditaati bersama. Budaya perusahaan adalah apa yang dialami oleh masing – masing pegawaui sebagai bagian dari lingkungan berbasis tertentu. Deal &Kennedy (1982) dalam bukunya Corporate Cultures, mendefenisikan empat elemen budaya perusahaan, yaitu lingkungan bisnis, nilai –nilai, cerita – cerita kepahlawanan, dan ritual-ritual. Mccarty dan Steck (1989) menambahkan beberapa aspek lagi, yaitu hakekat industri,demografi para pekerja, persepsi perusahaan, masalah-masalah para pegawai di perusahaan. Aspek –aspek tersebut berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, apakah perusahaan tersebut merupakan kantor pusat atau kantor cabang, apakah para individu yang bekerja diperusahaan itu menyukai pekerjaanya, dan apakah para pegawai mampu menyeimbangkan antara tekanan pekerja dan keluarga (suharto,2007:96).

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Bagi perusahaan

  1. Meningkatkan Citra Perusahaan Dengan melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat.

  2. Memperkuat“Brand”Perusahaan Melalui kegiatan memberikan product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan posisi brand perusahaan

3. Mengembangkan Kerja Sama dengan Para Pemangku Kepentingan.

  Dalam melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.

  4. Membedakan Perusahaan dengan Pesaingnya Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama.

  5. Menghasilkan Inovasi dan Pembelajaran untuk Meningkatkan Pengaruh Perusahaan Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global.

6. Membuka Akses untuk Investasi dan Pembiayaan bagi Perusahaan.

  Para investor saat ini sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya berinvestasi pada perusahaan yang telah melakukan CSR. Demikian juga penyedia dana, seperti perbankan, lebih memprioritaskan pemberian bantuan dana pada perusahaan yang melakukan CSR.

  7. Meningkatkan Harga Saham Pada akhirnya jika perusahaan rutin melakukan CSR yang sesuai dengan bisnis utamanya dan melakukannya dengan konsisten dan rutin, masyarakat bisnis, pemerintah, akademisi, maupun konsumen akan makin mengenal perusahaan. Maka permintaan terhadap saham perusahaan akan naik dan otomatis harga saham perusahaan juga akan meningkat (Sinarharapan.co.id)

2.3.4 Peraturan Perundangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

  Peraturan Pemerintah ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor

  40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya maupun perseroan itu sendiri dalam rangka terjalinnya hubungan perseroan yang serasi. Seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Dalam Peraturan Pemerintah ini, Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  Kegiatan dalam memenuhi kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

  Pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut dimaksudkan untuk: 1. Meningkatkan kesadaran Perseroan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia.

2. Memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  3. Menguatkan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai dengan bidang kegiatan usaha Perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai: 1.

  Tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh Perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.

  2. Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dilakukan di dalam ataupun di luar lingkungan Perseroan.

  3. Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tahunan yang memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaannya.

  4. Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan disusun dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

  5. Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan wajib dimuat dalam laporan tahunan Perseroan untuk dipertanggung jawabkan kepada RUPS.

  6. Penegasan pengaturan pengenaan sanksi Perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  7. Perseroan yang telah berperan dan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenangan.

2.3.5 Pandangan Dunia Usaha Terhadap CSR di Indonesia

  Ada satu pertanyaan mendasar yaitu “Motivasi apa yang melatarbelakangi kalangan dunia usaha / perseroan terbatas dalam menerima konsep CSR?. Menurut Yusuf Wibisono, dalam bukunya “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR” mengatakan bahwa ada 3 (tiga) kategori perusahaan dalam menerapkan CSR di Indonesia.

  Pertama, sekedar basa-basi dan keterpaksaan. Artinya CSR dipraktekkan karena

  faktor eksternal (external driven). Juga karena reputation driven. Yang masih hangat dalam ingatan kita, misalnya saat bencana tsunami di Aceh dan Sumut terjadi. Korporasi besar dan kecil seperti dikomando untuk berebut memberikan bantuan uang, medis, sembako dan lain- lain. Kemudian perusahaan berlomba-lomba menginformasikan kontribusinya melalui media massa.

  Kedua, sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR dipraktekkan

  karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena adanya

  market driven . Artinya kesadaran betapa pentingnya menerapkan CSR yang menjadi tren

  seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial.

  Misalnya pengusaha-pengusaha Amerika Serikat sudah semakin keras dengan produk furniture yang datang dari Indonesia. Karena, produk tersebut diharuskan menerapkan

  ecolabelling , suatu tanda bukti bahwa kayunya diambil secara bijaksanan dengan

  memperhatikan lingkungan, seperti tidak menebang kayu seenaknya tanpa upaya peremajaan.

  Ketiga, bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance. CSR dipraktekkan

  karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan usaha.

  Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktifitas tempelan yang kalau terpaksa bisa dikorbankan demi mencapai efisiensi, namun CSR merupakan nyawa korporasi. CSR disikapi secara strategis dengan melakukan alignment antara inisiatif CSR dengan strategi korporasi.

2.4 Triple Bottom Line

  Upaya membatasi meluasnya sikap egosentris dari para pelaku usaha secara tajam datang dari Jhon Elkington. Melalui Cannibals with Forks, the Triple Bottom line of Twentieth Century Business, Engkilton (1997) mengenalkan konsep tiga garis dasar (Triple Bottom Line) Dalam bukunya tersebut Engkilton mencoba menyadarkan para pelaku usaha, bahwa jika para pelaku ingin aktivitas ekonomi perusahaannya berkesinambungan dan berjalan baik, maka para pelaku usaha tidak boleh hanya berorientasi pada satu fokus berupa keuntungan, melainkan harus menjadikan tiga fokus sebagai orientasi aktivitas ekonomi, yang oleh Engkilton dinamakan konsep ”3P”.Cakupan yang menjadi pusat perhatian para pelaku usaha adalah, selain mengejar keuntungan perusahaan (profit), Pihak pelaku usaha juga harus memperhatikan dan terlibatnya secara sungguh – sungguh dalam upaya pemenuhan kesejahteraan masyarakat (People) , Serta turut berperan aktif dalam menjamin pemeliharaan dan pelestarian lingkungan (Planet).

  Elkington menegaskan , ketiga unsur tersebut senantiasa berada dalam kondisi kait- mengakait. Interaksi saling terkait di antara ketiga unsur tersebut selanjutnya dilukiskan Elkington dalam bentuk segitiga sebagai berikut:

   People Planet Profit

  Lukisan ini menegaskan bahwa suatu perusahaan tidak boleh lagi dihadapkan pada unsur tanggung jawab yang berpijak pada suatu garis saja, yaitu berupa aspek ekonomi yang senantiasa hanya diukur berdasarkan keadaan keuangan sebagai gambaran dari tingkat dan besarnya keuntungan perusahaan. Bagaimanapun perusahaan senantiasa dihadapkan pada tanggung jawab lainya adalah memperhatikan aspek sosial, khususnya kesejahteraan masyarakat lokal dan pemeliharaan serta pelestarian lingkungan sebagai umpan balik dari eksploitasi terhadap sumber daya alam (Elkington,1998).

  Keuntungan memang bagian terpenting dan juga sebagai tujuan utama dari tiap-tiap aktivitas ekonomi perusahaan.Bukanlah suatu hal yang mengherankan jika semua aktivitas ekonomi perusahaan terfokus pada pencapaian keuntungan sekaligus meningkatkan harga saham yang setinggi – tingginya, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Mencapai keuntungan memang selalu menjadi tanggung jawab ekonomi yang utama dari menajemen jajaran eksekutif perusahaan yang senantiasa harus di pertanggung jawabkan kepada pemegang saham (Nugroho,2006).

  Selain pemegang saham bagi perusahaan mmng sangan penting dalam upaya menjamin keberlangsungnya hidup perusahaan, terutama dalam rangka ekpensi usaha yang selama ini menjadi unsur filosopis setiap pelaku usaha.Dalam upaya meningkatkan keuntungan, maka perusahaan dituntut maupun meningkatkan produtivitas dan melakukan pula penghematan. Dengan cara seperti ini perusahaan akan memperoleh nilai tambah optimum dan memiliki keuntungan / keunggulan dalam kancah persaingan yang makin ketat sebagai syarat bagi pengembangan perusahaan tersebut (Nugroho,2006:74).

  Masyarakat disekitar perusahaan adalkah salah satu pemangku kepentingan utama dari sestem perusahaan. Dikemukakan demikian , pada hakekatnya dukungan dari masyarakat setempat sangat diperlukan dalam rangka perwujudan , kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan. Sebagai suatu pemangku kepentingan (Stakeholder) utama, masyarakat setempat harus dipandangi sebagai bagian dari pada perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus memilki komitmen dan tekat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.

  Aktivitas ekonomi atau operasional perusahaan berpeluang memberikan dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Apa yang ditegaskan atas menunjukan bahwa kehadiran suatu perusahaan di lingkungan suatu komunitas tidak luput dari perhatian komunitas. Hal ini terjadi karena kehadiran perusahaan itu secara pasti mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat (Komunitas) . Kelompok komunitas akan lebih rasional dalam menyikapi kehadiran perusahaan tersebut di lingkungan mereka. Inti dari sikap rasional disisni adalah pemikiran komporatif seputar Cost dan benefit atas kehadiran suatu perusahaan terhadap kehidupan masyarakat lokal.

  Lingkungan adalah satu unsur yang senantiasa terkait dengan kehidupan kita. Semua aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh semua mahluk di bumi ini senantiasa baerkaitan dengan lingkungan. Bahkan semua sumber daya yang digunakan oleh semua unsur dalam tiap – tiap aktivitas ekonominya secara pasti bersumber dan terdapat pada lingkungan. Manusia merupakan mahluk ciptaan tuhan yang maha Esa paling sempurna, karena diperlengkapi dengan akal atau pikiran, perasaan dan kehendak. Sebagai mahluk tuhan paling sempurna, maka manusia memilki kuasa untuk mengelola lingkungan. Sebagai manusia dengan lingkungan adalah berupa kaitan sebab – akibat. Hal ini jika berarti manusia memelihara lingkungan maka lingkungan pun akan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia itu. Sebaiknya jika manusia merusak lingkungan maka manusia pun akan menerima dampak neghatifnya. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh manusia, sepadan dengan perilaku manusia tadi. Apakah manusia akan menerim,a manfaat atau justru menderita, segalanya tergantung kepada bagaimana manusia memperlakukannya (Siagian,2008:76).

  Di tingkat global pada bulan September 2004, ISO (International Organization for

  

standardization ) sebagai induk organisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai

  pihak untuk membentuk tim (working group) yang merintis lahirnya panduan standarisasi untuk tanggung jawab sosnama ISO 26000 : Guidance standard on social responsibility. dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara:

  1. Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya

  2. Menyediakan pedoman tentang penerjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan- kegiatan yang efektif

  3. Memilih praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional. ISO 26000 Guidance standard on

  social responsibility secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka

  masalah social responsibility akan mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu:

  1. Pengembangan masyarakat

  2. Konsumen

  3. Praktek kegiatan institusi yang sehat

  4. Lingkungan

  5. Ketenagakerjaan

  6. Hak asasi manusia

7. Organizational governance ial perusahaan yang diberi

  Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi:

  1. Kepatuhan kepada hukum

  2. Menghormati kepada instrument/ badan-badan internasional

  3. Menghormati stakeholders dan kepentingannya

  4. Akuntabilitas

  5. Transparansi

  6. Perilaku yang beretika

  7. Melakukan tindakan pencegahan

  8. Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia Terkait dengan ISO 26000 ini, pada proses sebelumnya telah ada pula pihak yang menyebarluaskan asas-asas utama yang dapat digunakan sebagai acuan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan. Asas-asas utama tersebut dirangkum oleh (Alyson dari University of Bath Inggris) pada tahun 1998 menjadi 16 asas meliputi:

  a. Pengutamaan oleh perusahaan Artinya pengakuan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan sebagai prioritas tertinggi perusahaan sekaligus dijadikan sebagai penentu utama pembangunan berkesinambungan.

  Berdasarkan asas ini, maka perusahaan seharusnya membuat kebijakan program dalam menjalankan operasi ekonomi perusahaannya dengan cara yang bertanggung jawab sosial.

  b. Pengelolaan terpadu Pihak perusahaan dituntut memadukan kebijakan program, dan aktivitas ekonomi sebagai implementasi program ke dalam setiap aktivitas ekonominya sebagai suatu unsur pengelolaan dalam semua fungsi pengelolaan.

  c. Proses perbaikan dan penyempurnaan Pihak perusahaan dituntut melakukan penyempurnaan atas kebijakan, program, dan implementasi program dan kinerja sosial perusahaan itu secara berkesinambungan.

  Penyempurnaan dimaksud harus didasarkan pada hasil penelitian terkini dan memahami kepentingan sosial serta mengimplementasikan indikator sosial yang bersifat internasional. d. Pendidikan pekerja Pihak perusahaan tidak hanya memanfaatkan tenaga dan ketrampilan para pekerja. Lebih dari itu, pihak perusahaan harus meningkatkan ketrampilan para karyawan, dengan melaksanakan secara bertahap dan sistematis pendidikan dan pelatihan serta senantiasa meningkatkan motivasi karyawan agar terciptanya hubungan yang baik antara perusahaan dengan karyawan.

  e. Pengkajian Pihak perusahaan dituntut melakukan kajian berkenaan dengan dampak social sebelum memulai suatu aktivitas ekonomi atau proyek baru dan sebelum menutup lokasi pabrik.

  Kajian ini ditekankan karena setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan pihak perusahaan senantiasa terkait atau berpengaruh, baik ke arah perusahaan maupun ke luar dari perusahaan. Perusahaan diharapkan mengkaji segala resiko yang akan dan telah terjadi di sekitar perusahaan dan segera menanggulangi keadaan tersebut.

  f. Produk dan pelayanan Pihak perusahaan dituntut untuk senantiasa mengembangkan produk dan pelayanan yang tidak berdampak negatif secara sosial maupun lingkungan. Berdampak negatif kepada lingkungan dapat menyebabkan keruskan pada lingkungan hidup sekitar perusahaan dan mengakibatkan terjadinya masalah terhadap kehidupan masyaraat sekitar.

  g. Informasi publik Apapun produk yang dihasilkan dan apapun jasa atau pelayanan yang ditawarkan oleh perusahaan secara pasti diarahkan dan berkaitan dengan publik. Oleh karena itu perusahaan berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai produk yang dihasilkan kepada publik. h. Fasilitas dan operasi Pihak perusahaan harus mengembangkan, merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan aktivitas ekonomi yang mempertimbangkan hasil penelitian dan kajian berkenaan dengan dampak social. Hal ini dianggap perlu, karena setiap kajian itu, hasil kajian terkini harus diketahui dan digunakan oleh perusahaan dalam semua praktek ekonominya. i. Penelitian

  Perusahaan diharapkan tidak hanya sebagai pengguna hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak, melainkan harus mendukung atau melakukan penelitian tentang dampak sosial bahan baku yang akan digunakan pada proses produksi. j. Pencegahan

  Dampak dari suatu aktivitas ekonomi sering harus dibayar mahal oleh masyarakat melalui bencana yang ditimbulkan oleh perusahaan. Oleh karena itu tindakan pencagahan terhadap bencana harus selalu diutamakan. k. Mitra kerja dan pemasok

  Pihak perusahaan tidak cukup hanya mengimplementasikan tanggung jawab social dalam aktivitas ekonomi mereka. Lebih jauh lagi, perusahaan harus secara aktif mendorong pihak lain untuk ikut serta dalam pengimplementasian tanggung jawab sosial perusahaan ini, termasuk mitra kerja dan pemasok. l. Siap menghadapi keadaan darurat

  Walaupun mekanisme dan prosedur kerja sudah dirancang dengan baik, namun keadaan yang tidak terduga dapat saja terjadi. Untuk mengatasi hal ini, maka perusahaan diharuskan siap dalam menghadapi keadaan darurat yang setiap saat bias saja terjadi. m. Implementasi pengalihan yang terbaik Kesempatan bagi suatu perusahaan untuk melakukan aktivitas ekonomi di suatu tempat ada kalanya terbatas. Keadaan seperti ini biasanya terjadi bagi perusahaan yang menggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Pada situasi seperti ini perusahaan melakukan pengembangan dan pengalihan kegiatan ekonomi yang bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan sekitar. n. Memberi kontribusi

  Perusahaan harus memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan keberlangsungan perusahaan tersebut o. Keterbukaan

  Pihak perusahaan harus mengembangkan sifat keterbukaan baik kepada pekerjanya dan masyarakat sekitar. Sifat keterbukaan ini sangat diperlukan guna memberikan efek percaya di depan karyawan dan masyarakat setempat. p. pencapaian dan pelaporan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Profitabilitas Perusahaan Perkebunan

2 54 103

Implementasi Program Corporate Social Responsibiliti (CSR) Oleh PT. Sorikmas Mining Di Desa Banua Rakyat

1 65 217

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR) - Analisis Pemfaatan Dana CSR PTPN III Terhadap Perkembangan UMKM di Kota Medan

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2015

1 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Ruang Lingkup Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibil

0 2 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Pengertian Implementasi - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

0 0 33

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Religiusitas 2.1.1 Pengertian Religiusitas

0 3 12

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Pengertian Kanker

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Pengaruh Pengungkapan Corporte Social Responsibility, Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dan Nilai Perusahaan sebagai Varia

0 0 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility 2.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Debt to Equity Ratio Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pertambangan Batubara Di Bursa Efek

0 1 21