BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Status Kenegaraan (Statehood) Negara – Negara Kepulauan Berdataran Rendah (Low-Lying Island Nations) Yang Seluruh Wilayahnya Terendam Air Laut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional telah mengatur bahwa setiap negara berkewajiban

  untuk memastikan bahwa aktivitas dalam batas jurisdiksi atau kontrol negaranya

  

  tidak menyebabkan kerusakan pada area di luar jurisdiksi nasionalnya. Namun, negara-negara maju tidak henti-hentinya menjadi penyumbang terbesar emisi dan gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim secara drastis maupun memperparah kondisi alam seluruh dunia ini. Perubahan iklim ini menyebabkan desertifikasi lahan, hilangnya kesuburan tanah, bencana alam seperti angin topan

   dan banjir dalam skala yang semakin besar dan sering.

  Negara-negara kepulauan kecil (small low-lying states) yang tergabung dalam ‘The Alliance of Small Island States (AOSIS) merupakan negara – negara

  

  terkecil di dunia. Akan tetapi, justru negara – negara tersebut adalah pihak yang paling merasakan dampak perubahan iklim. Maladewa, Tuvalu dan negara-negara lain menghadapi prospek nyata dari banjir, bencana alam hingga hilangnya

   wilayah (territory) secara permanen.

  Pada kenyataannya, masalah perubahan iklim adalah masalah yang telah diprediksikan sejak lama. Pada tahun 2007, the Intergovernmental Panel on 1 United Nations Framework Convention on Climate Change (1992), Pembukaan para. 8;

  Rio Declaration on Environment and Development (1992), Prinsip 2 2 nd

  A. Barrie Pittock, Climate Change: The Science, Impacts and Solutions, 2 ed., (Australia: Csiro Publishers, 2009), hal. 298 3 United Nations Demographic Yearbook (2008), Table 3: Population by Sex, Rate of Population Increase, Surface Area and Density, hal. 59-67 4 Rosemary Rayfuse dan Shirley V.Scott, International law in the Era of Climate Change (United Kingdom: Edward Elgar Publishing Limited, 2012), hal. 243

  

Climate Change (“IPCC”) memaparkan bahwa suhu rata - rata udara dan laut

  sedang meningkat di seluruh dunia, dan bahwa es dan salju mencair dengan

  

  pesat. Bumi memanas, pola cuaca berubah menjadi ekstrem, termasuk

  

  menyebabkan terjadinya angin siklon yang kuat. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan adalah konsekuensi dari hal ini: kenaikan permukaan air laut di

  

  seluruh dunia. Peningkatan suhu dari satu sampai empat derajat Celsius (relatif pada tahun 1990-2000) akan berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut

   minimal 4-6 meter.

  Perubahan iklim global tidak hanya merupakan masalah hukum lingkungan internasional; isu yang harus dihadapi telah bergeser menjadi

  

  keamanan global. Ada negara – negara yang direbut secara paksa. Ada negara –

  

  negara yang berakhir eksistensinya disebabkan pergolakan dalam negeri. Namun tak pernah sekalipun dalam sejarah manusia ada negara yang lenyap keseluruhan teritorinya. Sehubungan dengan hal ini, IPCC menyimpulkan dengan "keyakinan sangat tinggi" bahwa "negara kepulauan kecil, baik yang terletak di daerah tropis maupun lintang yang lebih tinggi, memiliki karakteristik yang membuat mereka sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, kenaikan permukaan laut, dan 5 IPCC, Climate Change 2007: The Physical Science Basis: Contribution of Working

  Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, Susan Solomon et al. ed., (United Kingdom, Cambridge University Press, 2007), hal. 5 6 IPCC, Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability: Contribution of

  

Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate

Change, Nobuo Mimura et al. ed., (United Kingdom, Cambridge University Press, 2007), hal. 695 7 8 IPCC, Climate Change 2007: The Physical Science Basis, loc. cit

  IPCC, Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability: Contribution of

Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate

Change, Summary for Policy Makers, (United Kingdom, Cambridge University Press, 2007), hal.

  17 9 John G. Stoessinger, Why Nations Go to War, 8th ed., (New York: Bedford St. Martin's, 2000), hal. 29 10 John T. Rourke, International Politics on the World Stage, 9th ed., (New York: McGraw-Hill, 2003), hal. 42

  

  kejadian-kejadian ekstrim”. Ini merupakan akibat dari ketinggian wilayah mereka yang hanya berkisar beberapa meter dari permukaan laut ke titik tertinggi

  

  di atas permukaan laut. Oleh karena itu, kenaikan permukaan air laut akan

  

  memiliki dampak yang parah pada negara-negara kepulauan kecil. Beberapa negara, seperti Samoa Barat dan Tahiti, akan membutuhkan dana yang besar demi

  

  membangun daerah yang lebih tinggi. Akan tetapi, beberapa negara lain seperti Maladewa dan Tuvalu, kemungkinan akan terendam air laut sepenuhnya dan

   memerlukan lebih dari sekedar pembangunan daerah yang lebih tinggi.

  Dalam hal Kepulauan Maladewa contohnya, kenaikan 0,49 meter pada permukaan laut akan berarti bahwa sebagian yang signifikan dari negara

  

  kepulauan tersebut akan tergenang pada tahun 2100. Selain itu, pada tingkat kenaikan permukaan laut demikian, lima belas persen dari ibukota Maladewa, Malé, akan tenggelam pada tahun 2025, dimana setengahnya akan terendam pada

  

  tahun 2100. Pada akhirnya, kenaikan satu meter permukaan air laut pada abad 11 12 IPCC, Climate Change: Impacts, Adaptation and Vulnerability, op. cit, hal. 687 Central Intelligence Agency, The World Factbook, (Washington DC: United States

  

Government Printing Office, 2008), hal. 367. Dipaparkan bahwa: Kepulauan Maladewa

merupakan suatu negara yang terdiri dari pulau – pulau berdataran rendah dengan ketinggian yang berkisar dari 0 meter hingga 2.4 meter pada titik tertingginya. Di lain pihak, Tuvalu memiliki titik paling rendah pada 0 meter dan titik tertinggi pada 5 meter di atas permukaan laut. 13 United Nations Secretary General, Report of the Secretary General on Climate Change and Its Possible Security Implications , U.N. DOC. A/64/350 (2009), para. 20 14 David Freestone, International Law and Global Climate Change, Robin Churchill dan

  David Freestone ed., (London: Martinus Nijhoff Publishers, 1991), hal. 117; Alexander Gillespie,

Climate Change, Ozone Depletion and Air Pollution : Legal Commentaries with Policy and Science Considerations (Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 2006), hal. 286 15 World Meteorological Organization, Saving Paradise: Ensuring Sustainable Development (2005), dapat diakses pada: [diakses tanggal 14 Januari 2014]; David Freestone, op. cit, hal. 109 16 Submission of the Maldives to the Office of the U.N. High Commissioner for Human

Rights under Human Rights Council Res. 7/23 (2008), dapat diakses pada: [diakses tanggal 14 Januari 2014] 17 Ibid mendatang akan berarti Maladewa, sebagai suatu negara, benar-benar akan

   lenyap.

  Meskipun terendamnya seluruh wilayah negara kepulauan kecil akibat naiknya permukaan air laut belum terjadi sampai sekarang ini, kemungkinan terjadinya peristiwa demikian menimbulkan pertanyaan yang kompleks dalam hukum internasional. Salah satunya yakni, apakah dalam hal terendamnya keseluruhan wilayah suatu negara kepulauan, negara tersebut kehilangan status kenegaraannya, mengingat gagasan kenegaraan meliputi persyaratan adanya

   wilayah tertentu.

  Media dan para akademisi sangat menaruh fokus pada isu perubahan iklim, namun bidang hukum tampaknya tidak memiliki perhatian dan tekad untuk

  

  mengatasi masalah status kenegaraan. Status kenegaraan sebenarnya menempati

  

  posisi sentral dalam struktur hukum dan hubungan internasional dikarenakan

  

  negara merupakan aktor terpenting dalam arena hukum internasional. Namun anehnya, literatur mengenai kriteria – kriteria kenegaraan malah relatif lebih

   sedikit. 18 Secretariat of the United Nations Framework Convention on Climate Change, Vulnerability and Adaptation to Climate Change in Small Island Developing States (2007), dapat diakses pada: [diakses tanggal 14 Januari 2014], hal. 16 19 20 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (1933), pasal 1 Christopher Flavin dan Odil Tunali, Climate of Hope: New Strategies for Stabilizing the

  Worlds Atmosphere, (Washington: Worldwatch Institute, 1996), hal. 7-8 21 James Crawford, The Criteria for Statehood in International Law (1976), 48 BRIT.

  Y.B. INT’L L. 93, hal. 93 22 Oriol Casanovas, Unity and Pluralism in Public International Law, (The Netherlands: Martinus Nijhoff Publishers, 2001), hal. 110 23 Ian Brownlie, Principles of Public International Law, 5th ed. , (United States: Oxford University Press, 1998), hal. 74; Robert Y. Jennings, The Acquisition of Territory in International Law, (Great Britain: Manchester University Press, 1963), hal. 11-12

  Ketidaksempurnaan sistem hukum sebenarnya merupakan suatu hal yang wajar karena instrumen hukum merupakan hasil pemikiran manusia dan seringkali tertinggal oleh fenomena dan perkembangan yang terjadi. Akan tetapi, karena isu ini menyentuh semua bangsa di dunia, sudah sepatutnyalah masyarakat internasional memberi perhatian dan berusaha menangani aspek-aspek perubahan

   iklim yang berbahaya bagi negara kepulauan kecil ini.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, antara lain: 1.

  Bagaimana pengertian dan fungsi status kenegaraan (statehood) berdasarkan hukum internasional?

  2. Bagaimana kriteria status kenegaraan (statehood) berdasarkan hukum internasional?

  3. Bagaimana status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut?

  C. Tujuan Penulisan

  Tujuan dari penelitian serta penulisan skripsi ini antara lain adalah: 24 William D. Nordhaus, Economics and Policy Issues in Climate Change, William D.

  Nordhaus ed., (New York: Resources for the Future, 1998), hal. 1; Onno Kuik et al., Joint Implementation to Curb Climate Change, Legal and Economic Aspects , (The Netherlands: Kluwer Academic Publishers, 1994), hal. 16

  1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi status kenegaraan (statehood) berdasarkan hukum internasional.

  2. Untuk mengetahui kriteria – kriteria status kenegaraan (statehood) berdasarkan hukum internasional.

  3. Untuk mengetahui status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut. Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.

  Secara Teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum secara khusus. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat hukum internasional maupun perangkat hukum nasional dalam kaitan dengan status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut.

  2. Secara praktis Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi pemegang otoritas di dunia serta aparat- aparat hukum yang terkait di tiap-tiap negara mengenai isu status kenegaraan

  

(statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island

nations ) yang seluruh wilayahnya terendam air laut akibat perubahan iklim.

  D. Keaslian Penulisan

  Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah penulis pelajari selama mengikuti kompetisi The Philip C.

  

Jessup International Law Moot Court Competition 2013 . Penulis berupaya untuk

  menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang yang netral dengan menguji isu status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut dengan instrumen hukum internasional yang mengaturnya, khususnya pro kontra yang ditinjau dari Konvensi Montevideo tentang Hak dan Kewajiban Negara.

  Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Status Kenegaraan

  

(Statehood) Negara – Negara Kepulauan Berdataran Rendah (Low-Lying Island

Nations ) yang seluruh wilayahnya terendam air laut” belum pernah ditulis

  sebelumnya.

  Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak administrator bagian/jurusan hukum internasional.

  E. Tinjauan Kepustakaan

  Hukum Internasional dalam pembahasan sebenarnya adalah hukum internasional publik. Menurut Rebecca M.M Wallace, hukum internasional adalah peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional,seperti misalnya organisasi internasional dan individu,dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.

  

Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja

  mendefinisikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas- asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara- negara antara negara dengan negara; negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

   Dalam pembahasan isu hukum internasional tidak terlepas dari sumber-

  sumber hukum internasional yang termaktub dalam pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu:

   a.

  international conventions, whether general or particular, establishing

  rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian-Perjanjian

  Internasional); b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law

  (Hukum kebiasaan internasional); c.

  the general principles of law recognized by civilized nations (Prinsip- prinsip umum hukum internasional); d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings

  of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law . (Putusan-putusan pengadilan

  internasional dan ajaran-ajaran para sarjana terkemuka).

  25 Rebecca M.M. Wallace, Pengantar Hukum International, diterjemahkan oleh Bambang Arumanadi, SH, Msc, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1993), hal. 1 26 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Binacipta, 1990), hal. 3 27 Statuta Mahkamah Internasional (1945), pasal 38 ayat (1)

  Menurut Pasal 1 of the 1933 Montevideo Convention on the Rights and

  Duties of States , negara memiliki kriteria sebagai berikut: “The state as a person of international law should possess the following

qualifications: a ) a permanent population; b ) a defined territory; c )

   government; and d) capacity to enter into relations with the other states’..

  Beberapa ahli juga turut memberi pengertian negara. J. G. Starke mendefinisikan negara sebagai:

   Suatu sistem yang ditetapkan oleh dan diantara manusia itu sendiri,

  sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan; yang paling penting diantaranya ialah: suatu sistem ketertiban yang menaungi manusia dalam melakukan kegiatan-

   kegiatannya’..

  Disamping memberikan defenisi, ada pula ahli yang memberi pengertian negara dengan memaparkan kriterianya. Fenwick mendeskripsian kriteria negara sebagai:

  “Suatu masyarakat politik yang diorganisasi secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut bebas dari pengawasan negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di

   muka bumi’..

F. Metode Penelitian

  Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabakan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut:

  28 29 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (1933), pasal 1 J.G. Starke, Introduction to International Law, 9th ed., (United Kingdom: Butterworths, 1984), hal. 137 30 S. Tasrif, Hukum Internasional Tentang Pengakuan Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Abardin, 1978), hal. 10

  1. Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan (dokumen). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif karena yang hendak diteliti dan dianalisa melalui penelitian ini adalah status kenegaraan (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying

  island nations ) yang seluruh wilayahnya terendam air laut.

  2. Data Penelitian Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library

  

research ). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber

  

  bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: a.

  Bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu: Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti 1933 Montevideo

  

Convention on Rights and Duties of States serta berbagai putusan internasional

maupun nasional dan resolusi lainnya.

31 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet.Kedua, (Jakarta:

  Penerbit Rajawali, 1986), hal. 15 b.

  Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative

  records ) yaitu:

  Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang isu pengungsi serta perdebatan status hukum dan perlindungan bagi orang-orang yang terpaksa mengungsi karena bencana alam yang ditinjau dari sudut pandang hukum internasional seperti literatur, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam seminar, dan lain-lain.

  c.

  Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literatur asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data dilakukan dengna cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

  Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a.

  Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b.

  Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

  c.

  Mengelompokkan data-data yang relevan dengaan permasalahan.

  d.

  Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian

  4. Analisis Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan

  

  menggunakan metode-metode sebagai berikut: a.

  Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

  b.

  Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

  c.

  Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) 32 antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

  Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 10-11

G. Sistematika Pembahasan

  Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

  Bab I Bab I adalah Bab Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang pemilihan judul, dimana penulis melihat adanya kekosongan hukum dalam dunia internasional mengenai status kenegaraan

  (statehood) negara – negara kepulauan berdataran rendah (low- lying island nations ) yang seluruh wilayahnya terendam air laut.

  Selanjutnya, bab ini diikuti dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir yaitu sistematika pembahasan.

  Bab II Di dalam bab ini, status kenegaraan (statehood) berdasarkan hukum internasional dibahas secara komprehensif dan mendalam. Bab ini memaparkan tentang definisi serta fungsi statehood dalam hubungan internasional demi memberi gambaran umum tentang pentingnya statehood. Kemudian, dilanjutkan dengan bagaimana

  statehood memberi status kepada negara sebagai subjek hukum internasional yang utama.

  Bab III Bab III membahas segala kriteria statehood yang belaku dalam hukum internasional. Bab ini dimulai dengan pemaparan terhadap kriteria statehood berdasarkan Konvensi Montevideo 1933. Tidak hanya itu, bab ini memaparkan beberapa kriteria lain atas statehood di luar Konvensi Montevideo yang berlaku dalam masyarakat internasional. Pertama – tama, yaitu praktek negara – negara dalam menentukan statehood yang tampak dari pengakuan. Pembahasan ini menjadi penting karena pembahasan isu hukum internasional tidak terlepas dari praktek – praktek negara yang merupakan bagian dari masyarakat internasional. Adapun praktek – praktek negara terbagi menjadi dua teori yang dikenal sebagai teori deklaratif dan teori konstitutif. Dijabarkan pula praktek negara sehubungan dengan kasus – kasus nyata yang telah terjadi, yaitu Malta, Kosovo dan Somalia. Pembahasan terakhir dijabarkan dengan mengacu pada kriteria – kriteria statehood lain yang berlaku dalam hukum internasional.

  Bab IV Bab ini membahas statehood negara – negara kepulauan berdataran rendah (low-lying island nations) yang seluruh wilayahnya terendam air laut. Pertama – tama, bab ini menjelaskan lebih lanjut implikasi kenaikan permukaan air laut terhadap negara – negara tersebut. Kemudian, bab ini juga menggambarkan hubungan Konvensi Montevideo dengan punahnya keberadaan suatu negara.

  Dalam pembahasan terakhir dalam bab ini, juga dijabarkan solusi dan kendala yang dapat timbul dalam mempertahankan statehood serta situasi sui generis dalam hukum internasional yang memerlukan perlindungan. Bab V Bab ini adalah bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan akan mencakup isi dari semua pembahasan ada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup gagasan dan usulan dari penulis terhadap permasalahan yang dibahas pada skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya.