BAB II POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA A. Pengertian, Bentuk-bentuk dan Manfaat Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment) di Indonesia 1. Pengertian penanaman mo

BAB II POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA A. Pengertian, Bentuk-bentuk dan Manfaat Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment) di Indonesia 1. Pengertian penanaman modal asing secara langsung (foreign direct

  investment)

  Dikalangan masyarakat, kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portfolio investment), sedangkan kata penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung. Penanaman modal baik langsung atau tidak langsung memiliki unsur-unsur, adanya motif untuk meningkatkan atau

  23 setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya.

  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya sudah membedakan secara tegas antara investasi langsung (direct

  investment

  ) dan investasi tidak langsung (portfolio investment). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 undang-undang tersebut, dimana dikatakan: “yang Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.23 Ida Bagus Rahmdi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia , (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2006), hal. 1. Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung

  24

  dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal. Dalam penanaman modal secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan usaha

  25 dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.

  Penanaman modal asing secara langsung menurut Organization For

  Economic Cooperation

  (OEEC) memberikan rumusan bahwa direct investment is

  meant acquisition of sufficient interest in an under taking to ensure its control by

  the

  investor

  (suatu bentuk penanaman modal asing dimana penanam modal diberi keleluasaan penguasaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanam modal mempunyai penguasaan atas

  26 modalnya).

  Penanaman modal asing secara langsung juga memberikan pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya secara langsung, maka secara fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan usahanya. Dengan hadirnya atau tepatnya dengan didirikannya badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal asing , maka badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum di Indonesia.

  24 Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No.

  

25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Jakarta: PT. Raharja Grafindo Persada, 2007), hal.

  12. 25 N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global , (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), hal. 11. 26 Hulaman Panjaitan dan Anner Sianipar, Hukum Penanaman Modal Asing, (Jakarta: CV.

  Indhill Co, 2008), hal. 41.

  Pengertian yang agak luas dari foriegn direct investment terdapat pada

  Encyclopedia of Public International Law

  yang merumuskan foreign direct

  investment

  sebagai berikut: “ A transfer of funds or materials from one country (called capital exporting

  country) to another country (called host country) in return for a direct

  27 participation in the earnings of that enterprise

  .” Menurut Munir Fuady, penanaman modal asing secara langsung dilihat dalam arti sempit. Yang dimaksudkan adalah model penanaman asing yang dilakukan dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung (tanpa lewat pasar modal) saham perusahaan nasional atau mendirikan perusahaan baru, baik lewat

  28 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau lewat departemen lain.

2. Bentuk-bentuk penanaman modal asing secara langsung

  Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan secara jelas tentang bentuk hukum perusahaan penanaman modal asing. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas. Secara lengkap, bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun

  27 28 Sentosa Sembiring, op. cit., hal. 3.

  Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 67.

  “penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali

  29

  ditentukan lain oleh undang-undang.”

  30 Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi: 1.

  bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah perseroan terbatas (PT); 2. didasarkan pada hukum Indonesia; 3. berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan oleh pihak asing/perorangan atau badan hukum ke dalam suatu perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing atau dengan menggabungkan modal asing itu dengan modal nasional.

  Menurut Ismail Suny ada 3 (tiga) macam kerjasama antara modal asing dengan modal nasional berdasarkan undang-undang penanaman modal asing No. 1

  31 Tahun 1967 yaitu joint venture, joint enterprise dan kontrak karya. Dalam hal joint venture

  para pihak tidak membentuk badan hukum yang baru, akan tetapi kerjasama semata-mata bersifat kontraktuil, sedangkan dalam joint enterprise terjadi Indonesia dan dalam kontrak kerja pihak asing membentuk suatu badan hukum 29 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 174. 30 31 Ibid .

  Ismail Suny dan Rochmat Rudiro, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri , (Jakarta: Pradjna Paramita, 1998), hal. 108. Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerjasama dengan badan hukum (nasional) Indonesia yang lain.

  i.

   Joint Venture

  Joint venture merupakan kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka (contractual). Misalnya bentuk kerjasama antara Van Sickle Associates Inc.,(suatu badan hukum yang berkedudukan di Delaware, AmerikaSerikat) dengan PT

  Kalimantan Plywood Factory

  (suatu badan hukum Indonesia) untuk bersama-sama mengolah kayu di Kalimantan Selatan. Kerjasama ini juga biasa disebut dengan “Contract of Cooperation” yang tidak membentuk suatu badan hukum Indonesia

  32 seperti yang dipersyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA.

  Dalam masalah joint venture ada kendala dalam memperoleh know-how yang disebabkan karena pengusaha Indonesia sendiri terlalu status oriented yang tidak terlalu mengerjakan atau memikirkan apa-apa kecuali membubuhi tanda tangannya daripada menjadi managing director dan yang kedua adalah pihak asing tidak rela melepaskan segala rahasia perusahaannya, juga tidak pada partnernya sehingga

  33 managing director nya selalu ada ditangan pihak asing.

  32 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 61. 33 Sunarjati Hartono, Masalah-Masalah Dalam Joint Venture antara Modal Asing dan Modal Indonesia , (Bandung: Alumni, 1974), hal. 14-15. Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang ditemukan dalam

  34

  praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakan sebagai berikut: a.

  Technical Assistance (service) Contract : suatu bentuk kerjasama yang dilakukan antara pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya; suatu perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan produksinya. Membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan (diperlukan) technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan.

  b.

  Franchise and brand-use Agreement : suatu bentuk usaha kerjasama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti: Coca- Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’ Donalds, Kentucky Fried Chicken, dan sebagainya.

  c. Management Contract: suatu bentuk usaha kerjasama antara pihak modal asing dengan modal nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khusunya perusahaan nasional. Misalnya yang lazim dipergunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf internasional oleh pihak Indonesia 34 Aminuddin Ilmar, op. cit., hal. 61-62. diserahkan kepada swasta luar negeri seperti; Hilton International Hotel, Mandarin International Hotel, dan sebagainya.

  d.

  Build, Operation, and Transfer (B.O.T) : suatu bentuk kerjasama yang relatif baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerjasama antara para pihak, dimana suatu objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli.

  ii.

   Joint Enterprise

  Joint enterprise merupakan suatu kerjasama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA. Joint

  Enterprise

  merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal

  35 dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing. iii.

   Kontrak Karya

  Pengertian kontrak karya (contract of work) sebagai suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. Bentuk kerjasama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan hukum milik negara (BUMN) seperti; Kontrak karya antara 35 Ibid ., hal. 62-63.

  PN. Pertamina dengan PT. Caltex International Petroleum yang berkedudukan di

36 Amerika Serikat.

  Disamping ketiga bentuk kerjasama di atas masih terdapat bentuk kerjasama yang lain seperti production sharing, management contract, penanaman modal asing

  37 dengan disc-rupiah dan kredit untuk proyek (barang modal).

3. Manfaat penanaman modal asing secara langsung

  Keberadaan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct

  investment

  ) tidak dapat dipungkiri telah memberi banyak manfaat bagi negara penerima modal (host country), begitu pula bagi investor maupun bagi negara asal (home country). Bagi negara penerima modal (host country) keberadaaan investasi yang ditanamkan oleh investor, khususnya penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment), ternyata telah memberikan dampak positif atau manfaat di dalam pembangunan.

  Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di dimaksud, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan 36 37 Ibid ., hal. 63-64.

  Sunarjati Hartono, op. cit., hal. 14-15. baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of

  technology

  ) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI

  38 menjalankan aktifitasnya.

  39 Arti pentingya kehadiran investor asing dikemukakan Gunarto Suhardi:

  “investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu investasi langsung: a. memberikan kesempatan kerja bagi penduduk; b. mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal; c. memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi; d. apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal disamping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara; e. lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing; memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.”

  38 39 Hendrik Budi Untung, op. cit., hal. 41-42.

  Ibid ., hal. 42. John W. Head mengemukakan tujuh keuntungan investasi, khususnya

  40

  investasi asing. Ketujuh investasi asing itu adalah: 1. menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka;

  2. menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru;

  3. meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendapatkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya;

  4. menghasilkan pengalihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain;

  5. memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor;

  6. menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah;

  7. membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatanya dari semula.

  Multinasional, manfaat dari kegiatan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) yang mereka lakukan pada dasarnya sama dengan alasan mereka untuk melakukan investasi secara langsung tersebut. 40 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 86-87.

  Adapun alasan-alasan suatu Perusahaan Multinasional melakukan investasi

  

41

  secara langsung ke luar negeri, antara lain: 1. alasan kedekatan dengan sumber bahan baku; 2. untuk menghindari Daftar Negatif Investasi (DNI) di negara asal; 3. karena alasan upah buruh yang murah; 4. mencari pasar yang baru; 5. untuk mendapatkan royalti; 6. untuk mendapatkan insentif investasi di negara tujuan; 7. untuk menghindari penurunan nilai mata uang; 8. karena alasan status tertentu suatu negara dalam Perdagangan Internasional.

  Sementara bagi negara asal (home country) manfaat dari kegiatan penanaman modal secara langsung (foriegn direct investment) pada dasarnya sama juga dengan motif mereka untuk melakukan investasi secara langsung. Adapun motivasi dari negara maju untuk berinvestasi dapat dikemukakan

  42

  secara analogi dari hasil penelitian Edward K.Y. Chen sebagai berikut: 1.

  Lower cost and rent; 2. Lower labour cost; 3. Diversification of risk; 4. To make fuller use of the technical and production know-how developed or adopted by investee; 41 42 Mahmul Siregar, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), Medan, 27 Januari 2009.

  Hendrik Budi Untung, op. cit., hal. 30.

  5. To avoid or reduce the pressure of competition from other corporation in investee countries;

  6. To make use outdated machinery used in the investee corporation 7.

  Higher rates of profits; 8. Avalability of higher levels of technology;

  9. Lower capability;

  10. Defending the existing market by directly investing there;

    11.

  To build up a vertically integrated structure; 12. To circumvent tariffs and quotas imposed by develop countries; 13. Establishing a subsidiary overseas is similar to investing in financial market overseas;

  14. Availability of technical and skilled labour force; 15.

  Availibility of management manpowert; 16. To open up new markets by directly investing there; 17. Availability of raw materials and or intermediate products.

B. Asas dan Tujuan Penanaman Modal

  

Sejalan dengan tujuan, pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang

  Penanaman Modal, di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan bahwa penanaman modal

  43

  diselenggarakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 1.

  Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam kegiatan penanaman modal.

  2. Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

  3. Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari negara asing lainnya.

5. Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara 6.

  Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. 43 Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

  7. Berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun untuk masa dating.

  8. Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

  9. Kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

  10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah, dalam kesatuan ekonomi nasional. Selain memuat asas-asas dalam penyelenggaraan penanaman modal, Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal juga memuat mengenai tujuan dari penyelenggaraan penanaman modal.

  44 Tujuan penyelenggaran penanaman modal, antara lain untuk:

  Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja; c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 44 Undang-Undang Penanaman Modal , op. cit., Psl .3 ayat (2).

  e.

  Meningkatkan kapasitas dan kemapuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g.

  Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal tersebut hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain dengan perbaikan koordinasi antara instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.

C. Bidang Usaha

  Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan tiga golongan bidang usaha. Ketiga golongan bidang usaha

  45

  itu, meliputi: bidang usaha terbuka;

  2. bidang usaha tetutup;dan 3. bidang usaha terbuka dengan persyaratan. 45 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 54.

  Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan

  46 untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.

  Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang

  47 diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.

  Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang

  48

  meliputi: 1)

  Produksi senjata; 2) Mesiu; 3)

  Alat peledak; 4)

  Peralatan perang; 5)

  Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang- undang.

  Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha

  46 47 Ibid .

  Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha

yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 48 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, loc. cit. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup.

  Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup

  49

  untuk investasi yaitu: 1)

  Budidaya Ganja

  2)

Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on

International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora

  (CITES) 3)

  Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam. 4)

  Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt) 5)

  Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri 6)

  Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: a. halon dan lainnya b.

   penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC)

49 Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

  7) Industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman, tabun

  mustard

  , levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.) 8)

  Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 9)

  Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 10)

  Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 11)

  Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 12)

  Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran 13)

  Vassel Traffic Information System (VTIS) 14)

  Jasa pemanduan lalu lintas udara 15)

  Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 16)

  Museum pemerintah 17)

  Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb) 18)

  Pemukiman/lingkungan adat 19)

  Monumen

20) Perjudian/Kasino.

  Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni:

1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadatan, petilasan, dan makam; 2.

  Lembaga penyiaran publik radio dan televisi; 3. Industri siklamat dan sakarin.

  Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari

  50 sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.

  Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan

  51 lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.

  Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang

  50 51 Salim H.S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 56.

  Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha

yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman

Modal.

D. Perizinan

  

Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman

  modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki

  52 kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

  

Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib

  memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari

  53 instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.

  54 Izin sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.

  Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam

  55

  52 Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 53 54 Undang-Undang Penanaman Modal, op. cit., Pasal 25 ayat (4). 55 Ibid ., Pasal 25 ayat (5).

Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan

  56 nonperizinan.

  Ruang lingkup PTSP di bidang penanaman modal mencakup pelayanan untuk semua jenis perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal yang diperlukan

  57 untuk melakukan kegiatan penanaman modal.

  PTSP di bidang penanaman modal diselenggarakan oleh pemerintah dan

  58 pemerintah daerah.

  Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah

  59 dilaksanakan oleh BKPM.

  Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang

  60 Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal: a.

  Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari 56 Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan

Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  57 Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 58 Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 59 Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 60 Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan b. Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota yang mengeluarkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman

61 Modal terdiri atas:

  a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; b.

  Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi: 1.

  Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

  2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

  3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;

  61 Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang.

  Kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

  Kewenangan BKPM telah ditentukan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan bahwa koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Koordinasi kebijakan penanaman modal, meliputi

  62

  koordinasi: 1. antar instansi pemerintah; 2. antar instansi pemerintah dengan Bank Indonesia; 3. antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan 4. koordinasi antar pemerintah daerah.

  63

  25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tugas dan fungsi BKPM adalah:

  62 63 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 230.

  Ibid ., hal. 230-231.

  1. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;

  2. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal; 3. menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;

  4. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha;

  5. menyusun peta penanaman modal Indonesia; 6. mempromosikan penanaman modal;

  7. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;

  8. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;

  9. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan 11. melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah

  64 dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

  Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi

  65

  dilaksanakan oleh PDPPM. Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi

  66 kepada kepala PDPPM.

  Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di

67 Bidang Penanaman Modal, meliputi: a.

  urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang- undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan b. 64 urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud

Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  65 Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 66 Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 67 Pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur.

  Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah

  68

  kabupaten/kota dilaksanakan oleh PDKPM. Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Bupati/Walikota memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi

  69 urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM.

  Urusan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu

  70

  di Bidang Penanaman Modal, meliputi: a. urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota; dan b. urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud

  68 Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 69 Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 70 Pasal 12 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.

  Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota.

  71 Jenis perizinan penanaman modal, antara lain: a.

  Pendaftaran Penanaman Modal; b. Izin Prinsip Penanaman Modal; c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal; e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Penggabungan Perusahaan

  Penanaman Modal (merger) dan Izin Usaha Perubahan;

  f. Izin Lokasi; g.

  Persetujuan Pemanfaatan Ruang; h. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); i. Izin Gangguan (UUG/HO); j. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah; k.

  Tanda Daftar Perusahaan (TDP); l. Hak atas tanah; m.

  Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal. bentuk persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman

  71 Pasal 13 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.

  72

  modal. Permohonan pendaftaran penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh penanam modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah

  73

  sebagai dasar memulai rencana penanaman modal. Permohonan pendaftaran disampaikan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSD PDKPM sesuai

  74 kewenangannya.

  75 Permohonan pendaftaran dapat diajukan oleh: a.

  pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing b. pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing bersama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; c. perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia lainnya. Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, dengan menggunakan formulir pendaftaran, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan

  

76

  dilengkapi persyaratan bukti diri pemohon:  

  72 Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 73 Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 74 Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 75 Pasal 33 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 76 Pasal 33 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman a. surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di

  Indonesia untuk pemohon adalah negara lain; b. rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing; c. rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing; d. rekaman KTP yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan

  Indonesia;

  e. rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia; f. rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia; g. permohonan pendaftaran ditandatangani di atas materai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan

  (bila perusahaan sudah berbadan hukum); h. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir h diatur dalam Pasal 63 peraturan ini. Pendaftaran diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya

  77 permohonan yang lengkap dan benar.

  Izin prinsip penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya

  78

  memerlukan fasilitas fiskal. Permohonan izin prinsip penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari

  79 pemerintah dalam memulai kegiatan penanaman modal.

  Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan ke PTSP BKPM dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor

  80 module BKPM.

  Permohonan izin prinsip sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009

  77 Pasal 33 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 78 Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 79 Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 80 Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi

  81

  persyaratan sebagai berikut: a. bukti diri pemohon 1.

  Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya; 3. Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Mentri Hukum dan

  HAM; 4. Rekamanan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

  b. keterangan rencana kegiatan, berupa:

  1. uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram ulir (flow chart);

  2. uraian kegiatan usaha sektor jasa.

  c. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan; d. permohonan izin prinsip disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM; e. permohonan yang secara tidak langsung disampaikan oleh direksi perusahaan

  PTSP BKPM harus dilampiri surat kuasa asli; f. ketentuan tentang surat kuasa sebagaiman dimaksud pada butir e diatur dalam

  Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang 81 Pasal 34 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.

  Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip

  82

  dengan tembusan kepada: a.

  Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan; c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi

  Hukum Umum; d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan; e.

  Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)]; f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra); g.

  Gubernur Bank Indonesia; h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan); i. Duta Besar Republik Indonesia di negara asal penanam modal asing; j.

  Direktur Jenderal Pajak; Direktur Jenderal Bea dan Cukai; l. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; m.

  Gubernur yang bersangkutan; 82 Pasal 34 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. n.

  Bupati/walikota yang bersangkutan; o. Kepala PDPPM; p. Kepala PDKPM.

  Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak

  83 diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.

  Permohonan izin prinsip untuk penanaman modal dalam negeri diajukan

  84

  oleh: a. perseorangan warga negara Indonesia; b.

  Perseroan Terbatas (PT) dan/atau perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; c.

  Commanditaire Vennootschap (CV), atau Firma (Fa), atau usaha perseorangan; d. Koperasi; e. Yayasan yang didirikan oleh warga negara Indonesia/perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau f.

Dokumen yang terkait

Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (Miga) Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment)

16 226 162

ANALISIS DETERMINAN PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2000.I – 2009.IV

0 6 19

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG (FOREIGHN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA (Tahun 2000 – 2006)

1 23 6

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG (FOREIGHN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA (Tahun 2000 – 2006)

0 18 6

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG (FOREIGHN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA (Tahun 2000 – 2006)

0 15 6

BAB II HUBUNGAN KEDAULATAN NEGARA DAN PENANAMAN MODAL ASING A. Tinjauan Umum Mengenai Kedaulatan Negara - Kedaulatan Negara Penerima Modal Asing Dalam Pengaturan Penanaman Modal

0 0 40

BAB II PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA A. Sejarah Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba 1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya - Perimbangan Kepentingan Pe

0 0 24

BAB II PERAN DARI MULTILATERAL INVESTMENT GUARANTEE AGENCY (MIGA) DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) A. Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment) - Peran Multilateral Investment Guarant

0 0 54

PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (Miga) Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment)

0 0 32

Peran Multilateral Investment Guarantee Agency (Miga) Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment)

0 0 13