4.1. RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 44b54645bb BAB VIIBab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya Cimahi
Bab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta karya
4.1. RENCANA PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
4.1.1. Petunjuk Umum
Pengembangan permukiman pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (liveable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan.
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga pemerintah mempunyai kewajiban memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.
Pengembangan permukiman harus mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang digunakan.
4.1.2. Profil Pembangunan Permukiman
4.1.2.1. Kondisi Umum
4.1.2.1.1. Gambaran Umum
Kondisi permukiman Kota Cimahi saat ini apabila dilihat dari kawasan perumahan terdiri dari kompleks perumahan yang relatif telah tertata baik dan perumahan yang belum tertata dengan baik. Perumahan yang tertata dengan baik umumnya adalah perumahan terencana yang dibangun oleh pengembang dipersiapkan sebelumnya dengan tata kavling dan prasarana sarana dasar pendukungnya. Kemudian penyediaan rusunami dan rusunawa dengan prasarana sarana dasar pendukungnya yaitu pengembangan kawasan perumahan yang dibangun secara vertical untuk mengatasi ketersediaan/keterbatasan daya dukung lahan yang ada. Perumahan tipe ini dapat dikelompokkan sebagai perumahan yang telah mantap dan stabil. Sedangkan perumahan yang belum tertata dengan baik umumnya adalah yang dibangun secara individu pada lahan-lahan yang tidak/belum dipersiapkan sebagaimana mestinya untuk perumahan, dengan jaringan jalan yang sangat tebatas, drainase dan saluran yang tidak/kurang memadai, perletakkan bangunan yang tidak teratur, dan malahan pada beberapa lokasi cenderung merupakan perumahan kumuh. Berdasarkan basis data tahun 2007 (sumber : BPS) permukiman kumuh di Kota Cimahi sebanyak 186 lokasi, dan di dalamnya terdapat 1.959 rumah kumuh yang dihuni oleh 4.682 KK. Sebagian besar permukiman tersebut terkonsentrasi di Cimahi Tengah dan Selatan yang merupakan kawasan permukiman yang tercampur dengan zona industri. Selain itu terdapat permukiman yang berada dibantaran sungai (radius 10 m) yang ditinggali oleh 858 KK dan permukiman yang berada di bawah listrik tegangan tinggi (radius 20 m) yang ditinggali oleh 1.196 KK.
Sedangkan jumlah KK yang telah atau belum memiliki rumah
123.109
berdasarkan basis data tahun 2007 (sumber : BPS) dari kk baru 89.065 KK atau 72,35% yang telah memiliki rumah, berarti sisanya sekitar 34.044 kk atau 27,65% belum memiliki rumah (status ngontrak/numpang). diantranya terdapat
4.1.2.1.2. Prasarana Dan Sarana Dasar Permukiman
Perencanaan dalam pengembangan perumahan dan permukiman harus disertai pula perencanaan dalam sarana dan prasarana pendukungnya. Sarana yang dibutuhkan dalam pengembangan permukiman antara lain sarana pendidikan, peribadatan dan kesehatan. Sedangkan kebutuhan prasarananya antara lain sistem air bersih, jaringan drainase, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengelolaan sampah, jaringan listrik.
4.1.2.1.3. Parameter Teknis Wilayah
Berdasarkan arahan luas lahan permukiman yang telah tetapkan oleh RTRW Kota Cimahi Tahun 2012 bahwa pada akhir tahun 2012 luas lahan yang diperuntukkan bagi permukiman seluas 2.472,87 ha, atau sekitar 60% dari luas keseluruhan.
Pada prinsipnya arahan kepadatan bangunan ini terkait dengan ketentuan mengenai tutupan lahan (land coverage) yaitu perbandingan antara luas lahan yang tertutup dengan luas lahan total dalam tiap unit lingkungan yang bersangkutan. Untuk kawasan perkotaan ada acuan normatif kelompok kepadatan bangunan tersebut , yaitu : sangat tinggi (lebih besar dari 75%), tinggi (60%-75%), menengah (45% - 60%), rendah (30% - 45%) dan sangat rendah (30% ke bawah), yang diitetapkan menurut masing-masing kawasan.
Secara khusus untuk bagian wilayah yang terkena dengan penataan ruang dan bangunan di Kawasan Bandung Utara , diterapkan disebelah utara Jalan Raya Cimindi serta Kawasan Pusat Kota dan Koridor Perdagangan dan Jasa. Bagian ini direncanakan untuk pengembangan kawasan perumahan dan penetapan KDB di dasarkan pada ketinggian relatif di atas permukaan laut (kontur), yaitu :
750 m – 800 m dpl, KDB maksimal 40% 800 m – 900 m dpl, KDB maksimal 30% Di atas 900 m dpl, KDB maksimal 20% Wilayah Kota Cimahi termasuk pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Husein Sastranegara, dimana ada rekomendasi arahan ketinggian maksimal bangunan.
Aspek Pendanaan 4.1.2.1.4.
Mengingat di dalam pembangunan permukiman membutuhkan biaya yang sangat tinggi, maka pelaksanaan penyediaan perumahan dan permukiman dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritas, kesiapan lahan dan jumlah permintaan kebutuhan (demand). Pada 5 tahun mendatang pelaksanaan pembangunan diupayakan melalui berbagai sumber dana antara lain APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota dan Swasta. Secara keseluruhan pengalokasian dana untuk sektor air minum dapat dilihat dalam lampiran.
Mengingat bahwa faktor penting dalam kepemilikan rumah adalah masalah harga atau biaya, maka perlu dibuat suatu kerjasama khusus dengan pihak penyandang dana pada pembangunan perumahan. Untuk skala tertentu, tampaknya subsidi pembangunan dari pemerintah masih diperlukan walaupun harus sangat dibatasi baik jumlahnya maupun waktunya. Dalam kaitan ini, pemberian KPR dapat terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu menuju pada kemandirian masyarakat, pola pemberdayaan dan partisipasi diharapkan dapat berperan aktif di dalam proses penataan dan pembangunan permukiman.
4.1.2.2. Sasaran
Terciptanya perumahan yang mantap dan stabil, terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama pemenuhan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pemenuhan kebutuhannya disesuaikan dengan prioritas, permintaan, pola sebaran penduduk terhadap lahan permukiman dan kapasitas layanan prasarana sarana dasar, yang lebih lanjut telah diatur pada RTRW Kota Cimahi dan peraturan yang mengatur syarat teknis lainnnya terkait perumahan dan permukiman.
Tertatanya pelayanan prasarana sarana perumahan dan permukiman, khususnya pada kawasan-kawasan padat huni seperti pemenuhan kebutuhan air bersih, penataan jaringan drainase, pengelolaan limbah domestik, dan pengelolaan sampah, terutama pada kawasan tercampur dengan zona industri dan perdagangan..
4.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman
4.1.3.1. Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan Dan Rekomendasi
Beberapa analisa permasalahan yang dihadapi di dalam pelayanan pembangunan dan penyediaan rumah dan lingkungan perumahan sehat adalah sebagai berikut: 1.
Pertumbuhan pembangunan perumahan formal horisontal masih mengindikasikan kecenderungan yang meningkat karena kebutuhan dari dalam sendiri terutama dari luar kota Cimahi dalam konteks pembangunan Bandung Metropolitan Area.
2. Dengan keterbatasan luas lahan dan batas wilayah administrasi kota,
pembangunan perumahan formal yang berorientasi vertikal belum menjadi sebuah budaya masyarakat.
3. Pembangunan lingkungan formal berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan
kemampuan pihak pengembang tanpa adanya kesatuan pembangunan yang menyebabkan tidak terintegrasinya antara satu lingkungan perumahan formal dengan lingkungan perumahan formal lainnya dan berdampak pada tingginya biaya untuk pembangunan jaringan prasarana dasar perkotaan untuk melayani kebutuhan masyarakat.
4. Belum adanya perangkat insentif dan disinsentif bagi pihak pembangun
rumah dan lingkungan perumahan yang mendukung terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang MANTAP.
5. Tingginya urbanisasi ke Kota Cimahi dengan kemampuan daya beli yang
rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan huniannya lebih mengutamakan pada kedekatan antara jarak tempat tinggal dan tempat kerjanya terutama buruh industri, dengan upaya mengisi lahan-lahan kosong yang berada di sekitar kegiatan-kegiatan industri yang berdampak pada terbentuknya lingkungan yang padat dengan tingkat pelayanan prasarana dasar yang sangat rendah (terbatas).
6. Tumbuhnya lingkungan-lingkungan perumahan yang sporadis akibat tidak terkendalinya harga lahan di kota Cimahi.
7. Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap lingkungan huniannya.
8. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap lingkungan versus tingkat ekonomi.
Dari analisa permasalahan pembangunan permukiman yang ada bahwa proyeksi kebutuhan lahan permukiman untuk Kota Cimahi sampai dengan tahun 2012 berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada RP4D menunjukkan bahwa terjadi kekurangan lahan permukiman sebanyak 846,31 ha (rencana area lahan di RTRW seluas 2.472,87 ha) . Luas permukiman yang dibutuhkan mencakup areal 81,72% dari luas wilayah (rencana area lahan di RTRW sekitar 60,89 %). Dengan asumsi yang digunakan adalah :
1. Pertumbuhan penduduk Kota Cimahi 2.65%/tahun
2. Jumlah anggota dalam setiap rumah adalah 3,8 jiwa
3. Perbandingan luas perumahan untuk rumah sederhana, rumah menengah
2
2
2 Berdasarkan analisa permasalahan kekurangan kebutuhan pembangunan permukiman harus merpertimbangankan ketersediaan dan keterbatasan rumah serta lahan yang ada, menyelaraskan keseimbangan lahan untuk recana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah serta pegelolaan kawasan lainnya. Maka alternatif pemecahan masalah diupayakan penangannya perlu dilakukan secara vertical dengan tetap mempertimbangkan daya dukung yang ada dan sedapat mungkin membatasi pengembangan perumahan secara horizontal. Sehingga perlu adanya suau perencanaan kebutuhan perumahan dan permukiman Kota Cimahi dilakukan berdasarkan pada :
1. Kebutuhan rumah (housing demand) yang dipengaruhi oleh proyeksi jumlah penduduk dan ukuran keluarga serta distribusi tingkat pendapatan (rendah, menengah, tinggi)
2. Ketersediaan rumah (housing stock) dilihat dari jumlah rumah dan data pengembang sehingga dapat diketahui tipologi yang ada
3. Pemenuhan kebutuhan rumah (housing supply) dilihat dari luas lahan dan sebaran lokasi perumahan yang ada
4.1.4. Usulan Pembangunan Permukiman
4.1.4.1 Sistem Infrastruktur Permukiman Yang Diusulkan
Berdasarkan analisa permasalahan, alternatif pemecahan masalah dan rekomendasi, bahwa sistem infrastruktur permukiman yang diusulkan dan menjadi prioritas adalah pembangunan perumahan secara vertikal yang dilengkapi dengan kebutuhan prasarana dan sarana dasar permukiman dengan pola penanganan dan pengelolaan terpadu. Penataan dan peremajaan prasarana sarana permukiman bagi kawasan padat huni/kumuh, pemugaran rumah tidak layak dan pemenuhan prasarana sarana dasar permukiman yaitu kebutuhan air bersih, sistem jaringan drainase, pengelolaan limbah domestik, dan persampahan yang dapat dilakukan secara komunal.
4.1.4.2 Usulan Dan Prioritas Program Pembangunan PS Permukiman
Di Kota Cimahi sektor Pembangunan Prasarana Sarana Permukiman yang diprogamkan 5 (lima) tahun kedepan adalah Program Pengembangan Perumahan dan Permukiman Perkotaan .
4.1.4.3 Usulan Dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman
Sedangkan usulan dan prioritas proyek/ kegiatan pembangunan infrastruktur permukiman yang diprogramkan 5 (lima) tahun kedepan sebagai berikut :
1. Penyediaan PSD bagi Kawasan Rumah Sederhana Sehat
2. Penataan dan Peremajaan Kawasan
3. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)
4. Peningkatan Kualitas Permukiman
4.2. RENCANA PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN Petunjuk Umum 4.2.1.
Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru. Sedangkan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui penilaian terhadap analisa kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan.
4.2.1.1. Penataan Bangunan
Rencana penataan bangunan di Kota Cimahi merupakan penyediaan bangunan beserta lingkungannya termasuk sarana dan prasarananya sebagai wujud pemanfaatan ruang dalam memenuhi kapasitas dan kebutuhan aktifitas layanan ruang-ruang publik, sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur rincinya. Penyelenggaraan pentaan bangunan diharapkan dapat memenuhi pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari elemen-elemen blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada.
4.2.1.1.1. Permasalahan Penataan Bangunan
Permasalahan pada kondisi tata bangungan dan ruang publik yang ada di Kota Cimahi belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan layanan publik bagi aktifitas ruang sosial dan ekonomi masyrarakat. Hal ini lebih disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dengan keterbatasan daya dukung lahan yang ada. Sehingga terjadilah kepadatan pada ruang, bangunan, dan zona kawasan itu sendiri. Oleh karenanya penataan bangunan pada kawasan-kawasan padat yang telah terbangun masih cukup sulit dilakukan, selain dibutuhkan cost yang sangat tinggi juga dibutuhkan waktu proses pelaksanaan yang begitu panjang karena pertimbangan berbagai aspek terkait dengan penataan bangunan. Berikut permasalahan pada beberapa kawasan antara lain :
Berdasarkan basis data tahun 2007 (sumber : BPS) permukiman kumuh di
Kota Cimahi sebanyak 186 lokasi, 1.959 rumah kumuh dan dihuni 4.682 KK.Sebagian besar permukiman tersebut terkonsentrasi di Cimahi Tengah dan Selatan. Terdapat diantaranya 858 KK yang tinggal dibantaran sungai (radius 10 m) dan 1.196 KK tinggal dibawah tegangan tinggi (radius 20 m).
Kawasan Pusat Kota
Perkembangan berbagai fungsi di kawasan yang saling tumpang tindih menyebabkan terjadi konflik pemanfaatan ruang yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan berupa :
1. Konflik fungsi pergerakan dan parkir kendaraan angkutan (truk, pick up)
dengan fungsi pergerakan kendaraan pribadi. Konflik ini terjadi akibat bercampurnya aktifitas jenis fungsi perdagangan grosir dengan perdagangan eceran.
2. Konflik pemanfaatan jalur pedestrian antara pemakai jalan dengan
barang-barang jualan akibat pemajangan barang-barang yang meluas ke ruas jalan. Hal ini terjadi karena kurangnya ruang untuk display dan
3. Konflik fungsi atau kegiatan pemerintahan dengan kegiatan
perdagangan serta konflik kegiatan perdagangan grosir dan perdagangan retail atau eceran.
Kawasan Koridor Jl.Leuwigajah-Jl Terusan Tol Baros dan Koridor Jl
Cihanjuang Permasalahan yang ada pada kawasan ini adalah :
1. Kemacetan, terjadi di simpang Cimindi, kawasan industri, dan persimpangan Cihanjuang.
2. Kualitas fisik lingkungan yang kurang baik, dimana pada Jalan Leuwigajah-Simpang Cimindi tidak ada batas jalan yang jelas dan jalan tidak rata. Selain itu kondisi pedestrian juga buruk dan terdapat lubang pada beberapa bagian.
3. Sarana utilitas tidak berfungsi, dimana pada Jalan Cihanjuang saluran utilitas menjadi tempat pembuangan sampah dan lubang saluran utilitas terletak di jalan.
4. Tata bangunan lingkungan kurang baik, dimana Jalan Leuwigajah bangunan umumnya sudah permanen namun secara visual baik dan banyak bangunan yang sudah kurang layak. Fasade bangunan komersial di Jalan Leuwigajah merupakan fasade bangunan komersial yang sangat beragam dan kurang terpelihara.
5. Kaki lima dan kios liar. Di Jalan Leuwigajah-Simpang Cimindi PKL yang mengambil sebagian badan jalan dan lapisan aspal yang sudah mulai rusak. Pada Jalan Leuwigajah koridor industri, bangunan kios-kios liar menggunakan ruang publik.
Kawasan Jl Pasar Atas-Jl Pabrik Aci dan Pasa Antri Jl Sisingamangaraj
Permasalahan yang terjadi di kawasan ini adalah:
1. Kondisi aktifitas kawasan tumpang tindih/tidak tertata. Permasalahan utama kawasan ini adalah kondisi ruang-ruang kota tidak teratur dan tidak tertata baik. Kondisi paling ekstrim dapat terlihat dengan jelas pada beberapa segmen seperti koridor Jalan Gandawijaya dan di sekitar Pasar Antri.
2. Pembatasan pengembangan karena kawasan merupakan daerah manuver pendaratan pesawat terbang (termasuk Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan). Ketinggian bangunan di kawasan ini
3. Kondisi kawasan yang padat dengan permukiman kampung kota, sehingga pengembangan fungsi komersial harus membebaskan lahan permukiman.
4.2.1.1.2. Landasan Hukum
Dalam implementasinya pembangunan fisik gedung/bangunan di Kota Cimahi harus memenuhi persyaratan :
1. Ketetapan garis sempadan, dimanan penetapan garis sempadan di Kota Cimahi masih menggunakan Perda Kabupaten Bandung Nomor VIII Tahun 1975.
2. Ketentuan yang berkaitan dengan tata ruang maupun jaringan jalan
3. Keselamatan Bangunan Gedung Sebagai acuan bagi pembangunan gedung di Kota Cimahi adalah
Rencana Umum dan Detail Tata Ruang, serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Sedangkan sebagai pedoman teknis bangunan mengacu pada Undang Undang nonor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur pembangunan gedung agar memenuhi aspek fungsional dan efisien; seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungan; diselenggarakan secara tertib untuk menjamin kemanfaatan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi masyarakat. RTBL Kota Cimahi per kawasan baru tersusun sebagian kecil serta belum ada pedoman teknis turunan dari UU No. 28 Tahun 2008 sehingga perlu dilakukan penyusunannya serta kemudian ditingkatkan kekuatan hukumnya.
4.2.1.2. Penataan Lingkungan
Rencana penataan lingkungan diupayakan memenuhi sistem sirkulasi dan jalur perhubungan, sistem ruang terbuka hijau dan penataan kualitas lingkungan sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang yang diharapkan dapat mengimbangi aktifitas pelayanan dari fungsi lahan/kawasan terbangun.
4.2.1.3. Pencapaian Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan
Pencapaian Penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kota Cimahi dilakukan dengan tujuan :
- Menciptakan suatu lingkungan binaan yang nyaman yang memperhatikan
- Menjaga kualitas ruang di suatu lingkungan dengan memperhatikan keselarasan tempat yang tidak dirancang secara baik (place), perhatian dan upaya perhitungan terhadap asset ruang (space) maupun banguan tertentu yang mempunyai nilai ekonomis, social budaya serta unsure sejarah (history) yang penting.
4.2.1.4. Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan Di Kota
Cimahi
Sedangkan kebijakan dan pola penanganan penatanan bangunan gedung dan lingkungan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan yang sudah terbangun dalam rangka pembangunan persial/infil, peremajaan, pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu lingkungan yang padat dan kumuh.
2. Pelaksanaan penataan bangunan pada lingkungan bangunan yang dilestarikan
3. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan baru dan kawasan potensial untuk berkembang
4. Pelaksanaan penataan bangunan yang bersifat campuran dari ketiga pola tersebut
5. Pelaksanaan intensifikasi penggunaan ruang/lahan pada kawasan perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan permukiman (hunian), baik pengembangan secara vertical maupun horizontal.
Upaya penataan bangunan dan lingkungan mencakup :
1. Pertimbangan factor kelayakan, baik dari segi ekonomi, social dan budaya, konsep keragaam kawasan (diversity) yaitu pengembangan fungsi perumahan, tempat usaha/niaga, rekreasi dan budaya serta upaya-upaya pelestariannya;
2. Penjabaran peruntukan lahan yang telah diterapkan untuk kurun waktu tertentu, menyangkut jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan
3. Penetapan fungsi-fungsi bangunan yang sesuai dengan alokasi peruntukan lahan mikro, kebutuhan ruang terbuka, fasilitas umum dan fasilitas social
4.2.2. Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan
4.2.2.1. Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan
Kota Cimahi terus berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berpengaruh perkembangan pembangunan fisik di Kota Cimahi, sedemikian hingga menimbulkan kesulitan dalam pengendalian dan pengawasan kegiatan pembangunan. Oleh karena itu diperlukan adanya penataan bangunan lingkungan yang merupakan sistem manajemen yang merupakan panduan wujud perencanaan, penataan/ pembangunan Fisik bangunan dan lingkungan serta pengendali perkembangan suatu kawasan.
4.2.2.2. Kondisi Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan
Kondisi Penataan Bangunan Lingkungan(PBL) Kota Cimahi saat ini masih belum bisa dikatakan baik, kondisi tersebut terlihat diantaranya masih belum dibuatkannya Ruang Terbuka Hijau secara cukup, disamping itu masih belum tercukupinya sarana dan prasarana seperti, sarana jalan lingkungan, jalan setapak, sarana air bersih, sarana air limbah, sarana persampahan dan sarana drainase khususnya pada kawasan-kawasan yang telah terbangun.
4.2.3. Permasalahan Yang Dihadapi
Laju pertumbuhan penduduk berpengaruh pada perubahan jumlah dan tingkat layanan, sehingga kebutuhan ruang, pergerakan aktifitas social dan ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan penyediaan infratsruktur (bangunan dan lingkungan) terus meningkat. Terbatasnya ketersedian ruang berpengaruh pada minimnya koefisien lahan tata bangunan dan lingkungan yang ada.
4.2.3.1. Sasaran Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan
Tercipta dan tertatanya bangunan (gedung dan permukiman) yang mantap dan stabil, sesuai dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang telah diatur lebih lanjut RTRW Kota Cimahi dan peraturan yang mengatur syarat teknis lainnnya terkait tata bangunan. Terutama penataan bangunan untuk permukiman kumuh berikut prasarana dasar permukiman serta sarana fasilitas sosial dan umum. Tercipta dan tertatanya lingkungan, sesuai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang telah diatur lebih lanjut RTRW Kota Cimahi dan peraturan yang mengatur syarat teknis lainnnya terkait lingkungan. Terutama penataan lingkungan untuk permukiman kumuh, fasos dan fasum layanan publik.
Rumusan Masalah 4.2.3.2.
Rumusan permasalahan pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) diantaranya terdapat kawasan permukiman padat yang minim akan ketersedian prasarana dan sarana dasarnya seperti sarana air bersih, sarana air limbah, sarana persampahan, sarana drainase, sarana jalan lingkungan, jalan setapak, dan RTH. Disamping itu permasalahan lainnya adalah minimnya area lahan dan tata bangunan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum bagi layanan publik, serta kurang terpeliharanya sarana dan prasarana keciptakaryaan.
4.2.4. Analisis Permasalahan Dan Rekomendasi
4.2.4.1. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan Dan Lingkungan
Permasalahan pada Penataan Bangunan Lingkungan di Kota Cimahi adalah masih belum tertatanya lingkungan secara baik, kondisi tersebut dapat terlihat pada masih kurang optimalnya atau kurangnya sistim pelayanan air bersih, sistim air limbah, sistim persampahan, sistim drainase, sistim jalan lingkungan dan sistim jalan setapak. Kondisi tersebut muncul akibat sistim pembangunan sarana dan prasarana yang dibangun dilakukan secara parsial. Kondisi seperti ini apabila dibiarkan secara terus menerus, maka tidak tertutup kemungkinan akan berakibat terhadap mudahnya penyebaran penyakit pada
4.2.4.2. Rekomendasi
Sedangkan rekomendasi pola penanganan penatanan bangunan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan yang sudah terbangun dalam rangka pembangunan persial/infil, peremajaan, pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu lingkungan
2. Pelaksanaan penataan bangunan pada lingkungan bangunan yang dilestarikan
3. Pelaksanaan penataan bangunan pada pembangunan lingkungan baru dan kawasan potensial untuk berkembang
4. Pelaksanaan penataan bangunan yang bersifat campuran dari ketiga pola tersebut
5. Pelaksanaan intensifikasi penggunaan ruang/lahan pada kawasan perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan perencanaan dan rancangan kebijakan pengembangan kawasan permukiman (hunian), baik pengembangan secara vertical maupun horizontal. Upaya penataan bangunan dan lingkungan mencakup :
1. Pertimbangan factor kelayakan, baik dari segi ekonomi, social dan budaya, konsep keragaam kawasan (diversity) yaitu pengembangan fungsi perumahan, tempat usaha/niaga, rekreasi dan budaya serta upaya-upaya pelestariannya;
2. Penjabaran peruntukan lahan yang telah diterapkan untuk kurun waktu tertentu, menyangkut jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan
3. Penetapan fungsi-fungsi bangunan yang sesuai dengan alokasi peruntukan lahan mikro, kebutuhan ruang terbuka, fasilitas umum dan fasilitas social.
4.2.5. Program Yang Diusulkan
4.2.5.1. Usulan Dan Prioritas Program
Di Kota Cimahi sektor Penataan Bangunan Lingkungan (PBL) Permukiman yang diprogamkan 5 (lima) tahun kedepan adalah Program Bangunan Gedung dan Lingkungan.
4.2.5.2. Usulan Dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung Dan Lingkungan
Usulan kegiatan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan yang di programkan 5 (lima) tahun kedepan sebagai berikut :
1. Kegiatan Pembinaan Teknis Bangunan dan Gedung , terdiri dari :
a. Ranperda Bangunan Gedung
b. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)
c. Dukungan Sarana dan Prasarana Proteksi Kebakaran ;
d. Pendataan Bangunan Gedung
e. Pembinaan Teknis Pembangunan Gedung Negara
f. Percontohan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
g. Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara
2. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman, terdiri dari :
a. Penyusunan Tata Bangunan dan Lingkungan
b. Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
c. Pembangunan Prasarana dan Sarana Peningkatan Lingkungan Permukiman Kumuh
d. Pembangunan Prasarana dan Sarana Penataan Lingkungan Permukiman Tradisonal/Bersejarah
4.2.5.3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan
Progam 5 (lima) tahun tersebut sumber dananya dianggarkan dari dana APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota dan PDAM. Secara keseluruhan pengalokasian dana untuk sektor air minum dapat dilihat dalam lampiran.
4.3. RENCANA INVESTASI SUB-BIDANG AIR LIMBAH Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah 4.3.1. Umum 4.3.1.1.
Pengelolaan air limbah terdiri dari program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur, dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung B3. Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah.
4.3.1.2. Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam
Rencana Kota
Kebijakan pengelolaan air limbah Kota Cimahi tertuang di dalam RPJMD Kota Cimahi 2007-2010, dengan arah kebijakan pembuatan standar lingkungan sehat perumahan. Adapun sasaran dari kebijakan tersebut adalah :
1. Meningkatnya kualitas lingkungan perumahan melalui perbaikan dan penyempurnaan kuantitas pelayanan sarana prasarana dan fasilitas lingkungan perumahan di setiap RW;
2. Terlaksananya penyuluhan dan pembinaan lingkungan perumahan sehat di setiap RW;
3. Meningkatnya peran serta masyarakat dan swasta dalam pembangunan lingkungan perumahan;
4. Terlaksananya perbaikan dan pembangunan sistem sanitasi lingkungan di setiap RW;
5. Tersusunnya mekanisme dan prinsip insentif dan disinsentif pembangunan lingkungan sehat perumahan dan permukiman. Implementasi Kebijakan tersebut ditindak lanjuti dengan program antara lain :
1. Program Pengembangan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah
2. Program Peningkatan Sistem Pengolahan Lumpur Tinja
3. Program Perluasan Cakupan Pelayananan Air Limbah
4.3.2. Profil Pengelolaan Air Limbah
4.3.2.1. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah Saat Ini
Sistem pengelolaan air limbah yang digunakan di wilayah Kota Cimahi masih menggunakan sistem setempat. Limbah rumah tangga berupa kotoran manusia (faekal) menggunakan sistem pembuangan dengan sistem cubluk dan septick tank pada masing-masing rumah atau bangunan. Sebagai saluran pembuangannya, air kotor yang berasal dari rumah tangga masih memanfaatkan aliran sungai dan anak-anak sungainya (saluran primer),serta beberapa saluran air (kali).
Tingkat Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan 4.3.2.1.1. Indeks Kesehatan mencerminkan derajat kesehatan masyarakat suatu
wilayah pada periode waktu tertentu yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir (AHHe0). Indeks kesehatan Kota Cimahi mengalami peningkatan sebesar 0,34 point dari semula 73,28 pada tahun 2007 menjadi 73,62 pada tahun 2008. Angka ini masih di atas Indeks Kesehatan Jawa Barat yang mencapai 71,37 pada tahun 2008.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cimahi, pada tahun 2008 untuk angka bayi lahir mati sebesar 60 dan lahir hidup sebesar 11.375 atau dengan kata lain terdapat 6 bayi lahir mati dari setiap 1000 kelahiran. Angka tersebut lebih kecil dari angka tahun 2007 dimana angka bayi lahir mati sebesar 60 dan lahir hidup sebesar 9.669 (7 bayi lahir mati dari setiap 1000 kelahiran). Sementara untuk prosentase balita gizi buruk pada tahun 2008 sebesar 0,28% atau lebih kecil daripada tahun 2007 yang mencapai 0,90%. Indikator lain yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah angka kesakitan (morbidity rate). Penduduk Kota Cimahi yang mengeluh sakit (dalam periode sebulan sebelum pencacahan) sebanyak 212.629 orang (sekitar 41,77 persen). Artinya, dari 100 orang penduduk, 42 orang diantaranya mengalami keluhan kesehatan. Jenis keluhan kesehatan yang banyak dialami adalah pilek, batuk dan panas.
4.3.2.1.2. Prasarana Dan Sarana Pengelolaan Air Limbah
Pada umumnya penduduk Kota Cimahi membuang air limbahnya ke berbagai macam saluran pembuangan, sebagian membuang langsung ke sebagian lagi menggunakan sarana pengolahan limbah yang telah tersedia yaitu tangki septik atau cubluk, namun adapula yang langsung dibuang ke badan air atau sungai yang ada atau ke selokan terdekat.
Untuk fasilitas tempat buang air besar yang ada di Kota Cimahi berjumlah 135.440 buah, dengan kepemilikan sendiri sebanyak 93.670 buah, bersama sebanyak 36.602 buah, dan umum sebanyak 4.784 buah (Suseda Kota Cimahi 2006).
4.3.2.2. Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah Persentase rumah tangga yang menggunakan tangki septik sebesar 68%.
Jumlah tangki septik yang ada di Kota Cimahi 48.675 unit dan jumlah cubluk adalah 11.087 unit. Data mengenai jumlah timbulan limbah rumah tangga di Kota Cimahi dan sistem pengelolaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Data Pengelolaan Limbah Rumah Tangga di Kota Cimahi No. Desa/Kelurahan dan Kecamatan Jumlah Produksi Limbah Rumah Tangga (l/orang/hari) Sistem Pengelolaan Limbah1
2
3
4 I Kec. Cimahi Utara 1.
Pasir Kaliki
97.36 Individu 2. Cibabat 120 Individu
3. Citereup 122.72 Individu 4.
1 Cimahi 128 Individu
96 Individu
Cipageran 120 Individu
Selain pengelolaan secara individu, terdapat pula pengelolaan air limbah rumah tangga secara komunal, dengan menggunakan tangki AG. Pengelolaan ini
5 Melong 100 Individu
4 Cibereum 120 Individu
3 Cibeber 116 Individu
80 Individu
2 Leuwi Gajah
1 Utama
2 Padasuka 116 Individu
III Kec. Cimahi Selatan
80 Individu
6 Karang Mekar
84.96 Individu
5 Cigugur Tengah
II Kec. Cimahi Tengah
4 Baros
3 Setiamanah 83.944 Individu
91.12 Individu Tengah. Pengolahan limbah dengan tangki AG ini dimulai sejak tahun 2004 dengan kapasitas pengolahan 0,5 liter/detik. Jumlah penduduk yang terlayani oleh sistem ini adalah 60 kepala keluarga.
Tabel 4.2 Data Instalasi Pengelolaan Air Limbah Tahun Mulai Jumlah dan Lokasi Kapasitas Operasi dan Presentase No. Kelurahan danIPAL/IPLT Pengolahan Kelayakan Penduduk Kecamatan (l/detik)
IPAL/IPLT Terlayani
2
3
4
5
6
1 RT 01 RW 01
60 Kepala
1 Kel. Cimahi Kec. Tangki AG 0.5 2004 Keluarga Cimahi Tengah
Sebagai saluran pembuangannya, air kotor yang berasal dari rumah tangga masih memanfaatkan aliran Sungai Cimahi dan anak-anak sungainya (saluran primer), serta beberapa saluran air (kali) seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Sungai, Kali, dan Saluran Yang Digunakan Sebagai SaluranPembuangan Air Limbah di Kota Cimahi No Nama Sungai/Kali/Saluran Panjang Wilayah yang Dilalui Air (km)
1 Sungai Cimahi
9 Kel. Citeureup/Cibabat, Karang Mekar, Baros dan Utama
2 Kali Cisangkan
11 Kel. Citeureup, Padasuka, Baros, Leuwigajah/Utama
3 Sriwijaya
5 Kel. Citeureup, Setiamanah, Baros
4 Kali Cigugur
2 Kel. Cigugur
5 Kali Ciputri/Cibodas
3 Kel. Cigugur dan Utama
6 Kali Cibaligo
3 Kel. Cigugur, Cibeureum, dan Melong
7 Kali Cimindi
3 Kel. Cibeureum dan Melong
8 Kali Cibeureum
4 Kel. Cibeureum dan Melong
4.3.3. Permasalahan Yang Dihadapi
4.3.3.1. Sasaran Pengelolaan Prasarana Dan Sarana (PS) Air Limbah
Sasaran pencapaian pengembangan sistem pengelolaan prasarana dan sarana (PS) air limbah antara lain :
Terpenuhinya kebutuhan dasar penduduk dalam sektor sanitasi lingkungan
melalui penyediaan sarana sanitasi setempat berupa jamban keluarga dan MCK umum/komunal untuk daerah padat penduduk;
Terlaksananya keberlanjutan lingkungan, terutama sumber daya air
(sungai/kali) yang selama ini digunakan sebagai tempat/saluran pembuangan
faekal manusia. Selain itu juga menjaga keberlanjutan kualitas sumber daya
air tanah, karena dengan sistem pengolahan tinja yang baik, pencemaran air tanah dapat dikendalikan.
Terlaksananya peran aktif masyarakat dalam memelihara dan mengelola
sarana dan prasarana (PS) air limbah.4.3.3.2. Rumusan Masalah
Di Kota Cimahi belum tersedia sarana pengolahan air limbah domestik terpusat, sedangkan sistem setempat yang diupayakan masyarakat sendiri masih belum memenuhi standar teknis yang berlaku, oleh karena itu air limbah domestik masih dibuang ke dalam badan air atau sungai, baik secara langsung maupun melalui saluran air hujan. Praktek tersebut sudah berlangsung sejak dulu hingga saat ini. Kondisi ini semakin bertambah berat dikarenakan pertambahan populasi dan aktifitas penduduk yang terus meningkat.
Sebagian besar masyarakat Kota Cimahi terbiasa membuang air limbah domestik ke dalam saluran air hujan dan sungai, boleh jadi disebabkan oleh keterpaksaan karena tidak tersedianya sistem pengolahan limbah domestik yang baik, dan juga kurangnya kesadaran mengenai kesehatan lingkungan dan pelestarian sumber daya air karena keterbatasan pemahaman dan informasi mengenai hal ini.
Kedua permasalahan utama di atas memerlukan penanganan yang baik melalui pendekatan teknis dan non teknis, seperti penyusunan rancangan induk atau master plan pengolahan air limbah domestik, tata cara teknis penerapan dan pemilihan sistem pengolahan terpusat atau setempat, analisis ekonomi dan pembiayaan sistem terpilih serta program pembinaan kesadaran dan partisipasi
4.3.4. Analisa Permasalahan Dan Rekomendasi
4.3.4.1. Analisa Permasalahan
Dengan pola sistem pembuangan setempat akan menimbulkan permasalahan tersendiri dalam hal daya dukung antara prasarana dan sarana air limbah yang ada terhadap jumlah kapasitas air buangan, seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, terutama daya dukung pada kawasan yang padat penduduknya. Minimnya lahan yang ada dan keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah pada kawasan tersebut, menyebabkan saluran drainase/sungai menjadi alternatif pilihan untuk pembuangan akhir limbah.
I. Cimahi Utara
II. Cimahi Tengah
2. Melong Tangki Septik Upflow
Filter, Upflow Anaerobic
Sludge Blanket, Bio Filter
Setempat Komunal6. Cimahi Tangki Septik Upflow
Filter, Upflow Anaerobic
Sludge Blanket, Bio Filter
Setempat Komunal5. Cigugur Tengah Tangki Septik Upflow
Filter, Upflow Anaerobic
Sludge Blanket, Bio Filter
Setempat Komunal4. Karangmekar Sewerage + IPAL Terpusat
3. Setiamanah Sewerage + IPAL Terpusat
2. Padasuka Sewerage + IPAL Terpusat
1. Baros Tangki Septik Upflow Filter, Bio Filter Setempat Individual
4. Pasirkaliki Tangki Septik Resapan Setempat Individual
3. Cibabat Tangki Septik Upflow Filter, Bio Filter Setempat Individual
2. Citeureup Tangki Septik Resapan Setempat Individual
1. Cipageran Tangki Septik Resapan Setempat Individual
Alternatif Teknologi
Pengolahan
Kelompok Sistem Pengolahan Tabel 4.4 Alternatif Pengolahan Air Limbah Domestik Kota Cimahi No Kecamatan/KelurahanSistem pengolahan air limbah rumah tangga Kota Cimahi terdiri atas kombinasi on site sistem individual dan komunal ditambah IPLT serta off site sistem dengan IPAL terpusat. Alternatif pengolahan air limbah dapat dilihat pada tabel berikut ini:
4.3.4.2. Alternatif Pemecahan Persoalan
III. Cimahi Selatan
1. Cibeureum Sewerage + IPAL Terpusat
Alternatif Teknologi Kelompok Sistem No Kecamatan/Kelurahan Pengolahan Pengolahan
Filter, Upflow Anaerobic
Sludge Blanket, Bio Filter
4. Leuwigajah Tangki Septik Upflow Setempat Individual Filter, Bio Filter
5. Cibeber Tangki Septik Resapan Setempat Individual
Kota Cimahi Kombinasi Sumber: Puslitbangkim, 2004
4.3.4.3. Rekomendasi
Untuk meningkatkan sistim pelayanan air limbah di Kota Cimahi tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan optimalisasi/rehabilitasi sistim pelayanan air limbah yang ada saat ini, dengan tindakan tersebut diharapkan tingkat pelayanan akan bertambah, sedangkan untuk lebih memperluas lagi tingkat pelayanan, maka dilakukan dengan penambahan unit IPLT dan IPAL dan jaringannya serta penambahan jumlah truk tinja, disamping itu apabila penambahan IPAL atau IPLT tidak memungkinkan, maka sistem septic tank komunal dapat dijadikan jalan keluar.
4.3.5. Sistem Prasarana Yang Diusulkan
4.3.5.1. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan
Target penduduk terlayani sampai akhir tahun rencana yaitu sebesar 60% dengan perbandingan keluarga yang menggunakan jamban keluarga yang dilengkapi septik tank 60% dan keluarga yang menggunakan MCK umum 5%.
Oleh karena itu, perkiraan kebutuhan prasarana pengelolaan air limbah, sebagai berikut :
Tabel 4.5 Proyeksi Kebutuhan Prasarana Air Limbah Sistem SetempatJumlah Penduduk Kebutuhan Kebutuhan Kecamatan/
No. Penduduk Terlayani Jamban Keluarga dg MCK Umum
Kelurahan(jiwa) (jiwa) Tangki Septik (unit) (unit)
A. Kec. Cimahi Utara 173.758 104,255 12,508
50
1. Kel. Cipageran 50.831 30,499 3,659
15
2. Kel. Citeureup 49.066 29,440 3,532
14
3. Kel. Cibabat 48.567 29,140 3,496
14
4. Kel. Pasirkaliki 25.294 15,176 1,821
7 B. Kec. Cimahi Tengah 192.813 115,688 8,195
55
1. Kel. Padasuka 49.178 29,507 3,540
14
2. Kel. Setiamanah 31.200 18,720 2,246
9
3. Kel. Karangmekar 21.117 12,670 1,520
6
4. Kel. Cimahi 12.354 7,412 889
3
5. Kel. Baros 25.236 15,142 1,816
7
6. Kel. Cigugur Tengah 53.728 32,237 3,868
16 C. Kec. Cimahi Selatan 265.935 159,560 17,487
77
Jumlah Penduduk Kebutuhan Kebutuhan Kecamatan/
No. Penduduk Terlayani Jamban Keluarga dg MCK Umum
Kelurahan(jiwa) (jiwa) Tangki Septik (unit) (unit)
3. Kel. Utama 46.043 27,626 3,315
13
4. Kel. Leuwigajah 52.359 31,415 3,769
15
5. Kel. Cibeber 23.035 13,821 1,658
6 Kota Cimahi 632.506 379,503 38,190 182 Sumber : Hasil Analisis, 2003
4.3.5.2. Usulan Dan Prioritas Program
Di Kota Cimahi sistim penyediaan Air Limbah yang diprogramkan untuk 5 (lima) tahun kedepan adalah sebagai berikut :
1. Program Pengembangan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah
2. Program Peningkatan Sistim Pengolahan Lumpur Tinja
3. Program Perluasan Cakupan Pelayananan Air Limbah
4.3.5.3. Pembiayaan Pengelolaan
Total investasi untuk program pengelolaan air limbah 5 (lima) tahun ke depan sumber dananya dianggarkan dari dana APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kab/Kota. Secara keseluruhan pengalokasian dana untuk sektor air minum dapat dilihat dalam lampiran.