Analisis Trend Permintaan, Penawaran, Dan Harga Gula Kristal Putih Di Provinsi Sumatera Utara

  TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka

  Gula terdiri dari beberapa jenis dilihat dari keputihannya melalui standar

  ICUMSA (International Commision for Uniform Methods of Sugar Analysis) yaitu (Krisnamurthi, 2012:294):

  1. Raw Sugar Raw Sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan

  dengan bahan baku dari tebu. Raw Sugar memiliki nilai ICUMSA sekitar 600- 1200 IU. Gula tipe ini merupakan produksi gula setengah jadi dari pabrik penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutih yang biasanya jenis gula inilah yang banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih maupun gula rafinasi.

  2. Rafined Sugar/Gula Rafinasi

  Gula Rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau

  raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia

  sebelum diproses lebih lanjut. Yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih yakni gula rafinasi memakai proses karbonasi, sedangkan gula kristal putih memakai proses sulfitasi.

  Gula rafinasi memiliki standar mutu khusus yakni mutu 1(nilai ICUMSA <45) dan mutu 2 (nilai ICUMSA 46-806). Gula jenis ini yang digunakan untuk industri makanan dan minuman.

3. Plantation White Sugar / Gula Kristal Putih Gula Kristal Putih memiliki nilai ICUMSA antara 250–450 IU.

  Departemen Perindustrian membagi Gula Kristal Putih menjadi 3 bagian dengan

  ICUMSA maka semakin coklat warna dari gula serta rasanya akan semakin manis. Gula tipe ini umumnya digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik gula di dekat perkebunan tebu dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan dengan teknik sulfitasi.

  Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu hektar pada tahun 2000-2005, industri gula berbasisi tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang.

  Harga gula kristal putih yang cenderung tidak stabil dan sering mengalami kenaikan menjadi hambatan bagi pihak konsumen. Strategi pemenuhan konsumsi gula kristal putih yang dilakukan pemerintah berorientasi pada pemenuhan dalam arti swasembada fisik tanpa memperhatikan pertimbangan ekonomisnya.

  Dengan membiarkan harga gula yang begitu tinggi, menyebabkan industri gula secara internasional tidak kompetitif dan bagi konsumen merupakan penghalang peningkatan konsumsi gula kristal putih (Krisnamurthi, 2012:275).

  Untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri, komoditi tebu diusahakan oleh perusahaan besar Negara atau BUMN yakni PTNP II dan diusahakan juga oleh perkebunan rakyat, dimana tidak ada perusahaan swasta yang menanam dan mengolah komoditi tebu di Sumatera Utara (Dinas Perkebunan, 2012).

  Produksi gula kristal putih Sumatera Utara pada saat ini berasal dari dua pabrik gula milik PTPN II, yakni PG Sei Semayang di Kabupaten Deli Serdang dan PG Kuala Madu di Kabupaten Langkat dengan produksi gula Sumut Perkebunan Sumatera Utara, Aspan Sofian menjelaskan, saat ini mengakui saat ini jumlah produksi yang dihasilkan PG Sumut hanya mampu mencakup 32% dari jumlah kebutuhan. Ini menjadi salah satu faktor pemicu melambungnya harga GKP di Sumut.

  Untuk meningkatkan produksi gula Sumut, Dinas Perkebunan dan sejumlah lembaga lain sedang menjalankan sejumlah program, seperti peningkatan luas tanam tebu dan program peningkatan produktivitas lainnya (Eris Estrada, 2013).

  Fenomena penurunan luas lahan tebu dan produksi gula umumnya telah banyak membuat petani tebu mengkonversi usahatani tebu menjadi usahatani lain yang lebih menguntungkan. Selain itu, langkah-langkah pembenahan aspek mikro bisnis dan reposisi strategis mengarah pada perubahan budaya perusahaan wajib dilakukan terutama yang berada dalam pengolahan BUMN induk PT Perekebunan Nusantara (PTPN) (Arifin, 2007).

  Analisis trend merupakan suatu metode analisis statistika yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang.

  Untuk melakukan peramalan dengan baik, maka butuh informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang cukup panjang, sehingga hasil analisis dapat mengetahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi (Wikipedia.com, 2013).

  Landasan Teori Permintaan dan Penawaran

  Ada empat kemungkinan pergeseran kurva permintaan dan penawaran: 1. kenaikan dalam permintaan (pergeseran ke kanan kurva permintaan) 2. penurunan dalam permintaan (pergeseran ke kiri kurva permintaan) 3. kenaikan penawaran (pergeseran ke kanan kurva penawaran) 4. penurunan dalam penawaran (pergeseran ke kiri penawaran)

  Masing-masing pergeseran tersebut menyebabkan perubahan yang digambarkan oleh salah satu dari empat hukum tentang permintaan dan penawaran. Masing-masing hukum memberi ringkasan tentang apa yang terjadi jika ekuilibrium semula dikacaukan oleh pergeseran kurva permintaan dan penawaran dan terjadi suatu keadaan ekuilibrium yang baru (Kadariah, 1994).

  Dimulai dari keadaan ekuilibrium dan kemudian memasukkan perubahan yang akan diselidiki, keadaan ekuilibrium ini lalu ditentukan dan dibandingkan dengan keadaan semula. Perbedaan antara kedua ekuilibrium itu harus disebabkan oleh (atau akibat dari) perubahan-perubahan dalam data yang dimasukkan, karena hal-hal lainnya dipertahankan tetap.

  Keempat hukum penawaran dan permintaan itu ialah: 1. Suatu kenaikan dalam permintaan menyebabkan kenaikan dalam harga ekuilibrium dan jumlah ekuilibrium yang dipertukarkan.

  2. Suatu penurunan dalam permintaan menyebabkan penurunan dalam harga ekuilibrium dan jumlah ekuilibrium yang diperlukan.

  3. Suatu kenaikan dalam penawaran menyebabkan penurunan dalam harga ekuilibrium dan kenaikan dalam jumlah ekuilibrium yang dipertukarkan.

  4. Suatu penurunan dalam penawaran menyebabkan kenaikan dalam harga ekuilibrium dan penurunan dalam jumlah ekuilibrium yang dipertukarkan.

  Keempat hukum permintaan dan penawaran diatas dapat digambarkan

  Gambar 1. Pergeseran Kurva Permintaan dan Kurva Penawaran

  Pengaruh terhadap harga ekuilibrium dan jumlah dari pergeseran/perubahan dalam permintaan atau penawaran disebut hukum permintaan dan penawaran.

  1. Kenaikan dalam permintaan (a rise in demand) Dalam (i), misalkan kurva permintaan dan penawaran semula adalah D o dan S yang saling memotong dan menghasilkan ekuilibrium pada E dengan harga

  o

  P o dan q o . Suatu kenaikan dalam permintaan menggeser/memindahkan permintaan ke D

  1 , yang membawa ekuilibrium baru ke E 1 . Harga naik sampai P 1 dan jumlah o

  sampai q .

  2. Penurunan dalam permintaan (a fall in demand) Dalam (i), misalkan kurva permintaan dan penawaran semula D dan S

  1

  yang saling memotong dan menghasilkan ekuilibrium pada E

  1 , dengan harga P

  1 dan jumlah q

  1 . Suatu penurunan dalam permintaan menggeser kurva permintaan

  ke D , yang membawa ekuilibrium baru ke E . Harga turun ke P dan jumlah

  o o o turun ke q o .

  Kenaikan dalam penawaran (a rise in supply) Dalam (ii), misalkan kurva permintaan dan penawaran semula adalah D dan S o , yang saling memotong dan menghasilkan ekuilibrium pada E o , dengan harga P dan jumlah q . Suatu kenaikan dalam penawaran menggeser kurva

  o o

  penawaran ke S

  1 , yang membawa ekuilibrium baru ke E 1 . Harga turun sampai P

  1

  dan jumlah naik sampai ke q 1 .

4. Penurunan dalam penawaran (a fall in supply)

  Dalam (ii), misalkan kurva permintaan dan penawaran semula adalah D dan S , yang saling memotong dan menghasilkan ekuilibrium pada E , dengan

  1

  1

  harga P

  1 dan jumlah q 1 . Suatu penurunan dalam penawaran menggeser kurva

  penawaran ke S o , yang membawa ekuilibrium E o . Harga naik ke P o , dan jumlah turun sampai ke q o .

  Dalam keadaan riil, untuk mengetahui kepekaan perubahan barang yang diminta terhadap perubahan harga maka perlu untuk mengetahui perlu diukur derajat kepekaannya. Angka pengukur kepekaan inilah yang dalam ilmu ekonomi disebut koefisien elastisitasnya (Putong, 2005).

  Besaran angka elastisitas permintaan dijelaskan sebagai berikut : 1. Ed < 1 (inelastis) yakni persentase perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Atau dengan kata lain permintaan tidak peka terhadap perubahan harga.

  2. Ed > 1 (elastis) yakni persentase perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar atau permintaan sangat peka terhadap perubahan harga. Ed = 1 (elastis uniter) yakni persentase perubahan jumlah yang diminta sama dengan persentase perubahan harga.

4. Ed = 0 (inelastis sempurna) yakni berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.

  5. Ed = ∞ (elastisitas tak terhingga) yakni perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya.

  Pada dasarnya, elastisitas penawaran mengukur derajat kepekaan perubahan penawaran atas faktor – faktor yang mempengaruhi penawaran, misalnya biaya produksi, teknologi, kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya. Akan tetapi karena penawaran hanya membahas hukum penawaran, maka semua faktor lain dianggap tetap kecuali harga (Putong, 2005)

  Ada beberapa jenis dari elastisitas penawaran (Es) yakni : 1. Es > 1 (elastis) yakni persentase perubahan harga yang kecil diikuti oleh perubahan penawaran yang relatif besar. Penawaran yang bersifat elastis biasanya hanya terjadi dalam kondisi jangka panjang.

  2. Es < 1 (inelastis) yakni persentase perubahan harga lebih besar daripada perubahan jumlah yang ditawarkan. Penawaran inelastis biasanya adalah penawaran yang sering terjadi (dalam periode pasar) karena kenaikan harga tidak serta merta diikuti oleh banyaknya jumlah produksi/penawaran.

  3. Es = 1 (uniter elastis) yakni persentase perubahan harga sama dengan persentase perubahan jumlah yang ditawarkan (penawaran). Dalam kondisi ini biasanya produsen tidak mengalami keuntungan yang berarti karena meskipun jumlah yang ditawarkan naik,a akan tetapi dalam kondisi yang sama permintaan juga akan turun. Es = 0 (inelastis sempurna) yakni berapa persenpun perubahan harga, penawaran relatif tetap. Biasanya kondisi ini bersifat menunggu sementara

  (momentary), dimana produsen harus mempelajari perubahan harga tersebut, bila misalkan perubahan cenderung lama, maka produsen akan merubah jumlah penawarnnya.

  5. Es = ∞ (elastis sempurna) yakni berapa banyakpun j umlah barang yang ditawarkan di pasar, harga tidak meresponnya. Banyak atau sedikit jumlah penawaran, harga tidak berpengaruh.

  Keseimbangan Harga

  Keseimbangan harga merupakan titik temu antara permintaan dan penawaran yang merupakan proses alami mekanisme pasar. Harga keseimbangan atau harga pasar (equilibrium price) adalah tinggi rendahnya tingkat harga yang terjadi atas kesepakatan antara produsen/penawaran dengan konsumen atau permintaan.

  Marshall (dalam Nicholson, 2002) percaya bahwa permintaan dan penawaran secara bersama-sama menentukan harga (P*) dan kuantitas keseimbangan sebuah barang (Q*). P* adalah tingkat harga keseimbangan. Tingkat harga-harga lainnya akan mengakibatkan timbulnya surplus atau kelangkaan.

  Gambar 2. Perpotongan Penawaran dan Permintaan Menurut Marshall

  Pada titik ini, P* adalah harga keseimbangan (equilibrium price). Pada tingkat harga inilah kuantitas barang yang ingin dibeli (Q*) secara tepat sama dengan kuantitas yang ingin diproduksi. Karena pembeli dan penjual merasa puas pada posisi tersebut, tidak ada satu pihak pun memiliki dorongan untuk mengubah perilakunya.

  Keseimbangan yang digambarkan dapat terus bertahan sepanjang tidak ada peristiwa yang mampu mempengaruhi hubungan permintaan dan penawaran. Jika salah satu kurva bergeser, tingkat keseimbangan akan berubah.

  Konsep Analisis Time-Series

  Analisis data berkala (analysis of time series) pada umumnya terdiri dari uraian secara matematis tentang komponen yang menyebabkan gerakan-gerakan atau variasi-variasi yang tercermin dalam fluktuasi. Gerakan /variasi data berkala terdiri dari empat komponen yakni (Supranto, 2008):

  1. Gerakan/trend jangka panjang (long term movement or secular trend) yaitu suatu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan secara umum (kecenderungan menaik atau menurun).

  2. Gerakan/variasi siklis (cyclical movements or variations) adalah gerakan/variasi jangka panjang disekitar garis trend (berlaku untuk data tahunan). Gerakan ini bisa terulang setelah jangka waktu tertentu dan bisa juga 3.

  Gerakan/variasi musiman (seasonal movements/variation) adalah gerakan yang mempunyai pola tetap dari waktu ke waktu. Umumnya terjadi pada data bulanan yang dikumpulkan dari tahun ke tahun, gerakan ini juga berlaku bagi data harian, mingguan, atau satuan waktu yang lebih kecil lagi.

4. Gerakan/variasi yang tidak teratur (irregular or random movements) adalah gerakan/variasi yang sifatnya sporadis.

  Menurut Ibrahim (dalam Septia, 2011:16), trend adalah salah satu peralatan statistik yang digunakan untuk memperkirakan keadaan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data masa lalu. Trend juga merupakan gerakan dan data deret berkala selama beberapa tahun dan cenderung menuju pada suatu arah, dimana arah tersebut bias naik, turun, maupun mendatar.

  Trend melukiskan gerak data deret waktu selama jangka waktu yang

  panjang atau cukup lama. Gerak ini mencerminkan sifat kontinuitas atau keadaan yang terus-menerus dari waktu ke waktu selama kurun waktu tertentu, karena sifat kontinuitas inilah maka trend dianggap sebagai gerak yang stabil sehingga dalam menginterpretasikannya dapat digunakan model matematis, sesuai dengan keadaan dan deret waktunya itu sendiri (Supangat, 2008).

  Untuk mencari garis trend yang paling sesuai dalam sebuah runtut waktu, biasanya disederhanakan lebih dahulu sebelum digunakan untuk menemukan konstanta yang belum diketahui. Penyederhaan ini dilakukan dengan membuat nilai X, yang mewakili banyaknya tahun dalam sebuah runtut waktu menjadi nol atau ∑ X = 0 (Kustituanto, dalam Corry 2008:23).

  Trend yang memakai data tahunan dalam melakukan model peramalan

  paling banyak digunakan untuk menentukan kecukupan dari model peramalan yang tertentu didasarkan pada seberapa bagus model tersebut mencocokkan diri (fit) dengan data time-series. Metode-metode tersebut, tentu saja, mengasumsikan pergerakan di masa yang akan datang dalam sebuah serial bisa diproyeksikan dengan mempelajari pola perilaku di masa lampau (Hakim,2001).

  Model Peramalan Yang Tepat

  Menurut Hakim (2001), untuk menentukan model peramalan trend yang tepat, dapat digunakan kriteria sebagai berikut:

1. Membentuk analisis residual

  Sebuah model khusus yang telah di-fit-kan pada sebuah time series yang tertentu, akan memplot residual-residual sepanjang waktu. Jika model khusus mencocokkan diri pada data dengan baik, residul-residualnya akan memperlihatkan komponen yang tidak beraturan dari time-series, dan dengan demikian berarti mereka didistribusikan dengan random sepanjang serial tersebut.

  Apabila model tersebut tidak mencocokkan diri pada data dengan baik, residual-residualnya mungkin akan menunjukkan beberapa pola sistematis seperti kegagalan menghitung trend, kegagalan menghitung variasi siklis, atau dengan data bulanan akan ada kegagalan untuk menghitung variasi musiman.

  Jika analisis residual masih menunjukkan bahwa dua atau lebih model masih mencocokkan diri pada data dengan baik, maka model harus diseleksi lagi berdasarkan ukuran dari besarnya residual error.

  Mengukur besar dari residual error Untuk menaksir ketepatan dari berbagai model peramalan digunakan mean

  

absolute deviation (MAD). Bila model mencocokkan diri pada data time-series di

  masa lalu secara sempurna, nilai MAD akan sama dengan nol. Tetapi jika tidak, maka nilai MAD akan menjadi besar. Sehingga ketika akan membandingkan kebaikan dari dua atau lebih model peramalan, model dengan MAD yang minimum bisa dipilih sebagai model yang tepat.

3. Prinsip Parsimony

  Jika setelah menampilkan analisis residual dan membandingkan ukuran MAD yang dihasilkan, masih terdapat dua model atau lebih yang tampaknya masih cukup baik dalam mencocokkan diri pada data, maka model harus diseleksi lagi dengan prinsip parsimony. Yaitu harus dipilih model yang paling sederhana diantara model-model yang lolos kriteria 1 dan 2 diatas.

  Kerangka Pemikiran

  Keberadaan gula kristal putih yang cukup untuk dikonsumsi akan memperlancar konsumsi masyarakat. Selain itu, dengan produksi yang cukup, akan memudahkan masyarakat di daerah untuk mendapatkannya. Hal ini secara tidak langsung, akan turut menjaga kestabilan harga gula kristal putih.

  Peningkatan jumlah penduduk di Sumatera Utara turut memacu konsumsi gula kristal putih. Untuk menjamin kecukupan konsumsi, membutuhkan hasil produksi yang selalu terjaga. Penurunan produksi dan kenaikan konsumsi gula kristal putih disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang terkait.

  Perkembangan permintaan, penawaran, dan harga gula kristal putih pada penawaran, dan harga gula kristal putih di masa yang akan datang.

  Selain itu, persentase perubahan permintaan dan penawaran gula kristal putih akibat persentase perubahan harga, akan menunjukkan seberapa besar keelastisan komoditi gula kristal putih di Provinsi Sumatera Utara.

  Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

  

GULA KRISTAL PUTIH

Sumatera Utara

Harga Gula Kristal Permintaan

  Penawaran

Putih

Trend Harga Gula

Trend Permintaan

  Trend Penawaran

Kristal Putih

  Keterangan: Terdiri dari

  Menyatakan hubungan Menyatakan trend

  Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

  Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan landasan teori yang telah dibuat, maka diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut: Perkembangan permintaan gula kristal putih pada tahun 2001-2011 di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkat.

  2. Trend permintaan gula kristal putih pada tahun 2012-2020 di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkat.

  3. Perkembangan penawaran gula kristal putih pada tahun 2001-2011 di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkat.

  4. Trend penawaran gula kristal putih pada tahun 2012-2020 di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkat.

  5. Trend harga gula kristal putih pada tahun 2012-2020 di Provinsi Sumatera Utara adalah meningkat.

  6. Tahun 2001-2011, elastisitas permintaan gula kristal putih adalah inelastis dan elastisitas penawaran gula kristal putih adalah elastis

  7. Tahun 2012-2020, elastisitas permintaan gula kristal putih adalah inelastis dan elastisitas penawaran gula kristal putih adalah elastis