Food Security : Analisis Akses Dan Ketersediaan Di Provinsi Sumatera Utara

(1)

FOOD SECURITY

: ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

RHEMO ADIGUNO

090304120

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FOOD SECURITY

: ANALISIS AKSES DAN KETERSEDIAAN

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

RHEMO ADIGUNO

090304120

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(Ir. Luhut Sihombing, MP)

(Ir. AT. Hutajulu, MS)

NIP. 196510081992031001

NIP. 194606181980032001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

RHEMO ADIGUNO (090304120), dengan judul skripsi “Food Security: Analisis Akses dan Ketersediaan di Provinsi Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Ir. AT. Hutajulu, MS.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir (2008-2012), tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara, tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis akses pangan, ketersediaan pangan, dan ketahanan pangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa situasi akses pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 termasuk dalam kondisi akses pangan cukup rendah dengan nilai skoring komposit sebesar 3,94. Tahun 2009 - 2012 kondisi akses pangan di Provinsi Sumatera Utara termasuk dalam kondisi cukup tinggi dengan nilai skoring komposit sebesar 4,15 di tahun 2009 dan 2010, 4,22 di tahun 2011, dan 4,23 di tahun 2012. Ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi surplus pangan. Dari 14 komoditi pangan strategis tersebut terdapat 12 komoditi pangan yang mengalami surplus, yaitu beras, jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, cabai merah, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, dan telur, sedangkan 2 komoditi pangan lainnya mengalami defisit, yaitu bawang merah dan ikan. Tingkat ketahanan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 secara umum termasuk kondisi tahan pangan. Komoditi jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, cabai merah, minyak goreng, daging ayam dan telur berada pada kondisi tahan pangan, untuk komoditi beras, kacang tanah, gula pasir dan daging sapi berada pada kondisi tahan pangan namun rentan, dan untuk komoditi bawang merah dan ikan berada pada kondisi rawan pangan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Rhemo Adiguno dan dilahirkan di Medan pada tanggal 21 Februari 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suroto dan Ibu Puji Astuti.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar Swasta Angkasa 2 Medan.

2. Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Swasta Angkasa Medan. 3. Tahun 2009 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 13 Medan.

4. Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

5. Pada bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Mata Pao, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Bulan November 2013 – Januari 2014 melakukan penelitian skripsi di 27 desa/kelurahan di Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, dan Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul skripsi ini adalah ”Food Security: Analisis Akses dan Ketersediaan di Provinsi Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua penulis Ayahanda Suroto dan Ibunda Puji Astuti yang telah memberikan dukungan baik doa, kasih sayang dan semangat yang telah diberikan selama ini, serta juga saya ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. AT. Hutajulu, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis M.Ec, selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Agribisnis Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmunya.

5. Seluruh Staf Akademik dan Pegawai di Departemen Agribisnis yang telah membantu seluruh proses administrasi.


(6)

6. Seluruh Staf Pemerintah Badan Ketahanan Pangan, Kantor Kepala Desa/Kelurahan dan Badan Pusat Statistik yang telah membantu saya dalam memperoleh setiap data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

7. Rekan-rekan mahasiswa/i angkatan 2009 Departemen Agribisnis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara kandung penulis Panji Waskito dan Andika Wijaksono yang selama ini telah memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya. Kemudian terima kasih kepada semua teman-teman di agribisnis stambuk 2009 khususnya kepada sahabat-sahabat penulis Aidi, Nopri, Yudi, Iqbal, dan Firman yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun bagi skripsi ini agar lebih baik. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat.

Medan, Mei 2014


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 9

1.3Tujuan Penelitian 9

1.4Manfaat Penelitian 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 11

2.1Tinjuan Pustaka 11

2.1.1 Pengertian Pangan 11

2.1.2 Pengertian Akses dan Ketersediaan Pangan 12 2.1.3 Program Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara 13

2.2Landasan Teori 15

2.2.1 Akses Pangan 15

2.2.1.1Akses Fisik 15

2.2.1.2Akses Ekonomi 17

2.2.1.3Akses Sosial 18

2.2.2 Ketersediaan Pangan 19

2.2.3 Ketahanan Pangan 20

2.3Kerangka Pemikiran 21

2.4Hipotesis 24

BAB III. METODE PENELITIAN 26

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian 26

3.2Metode Penentuan Sampel 26

3.3Metode Pengumpulan Data 26

3.4Metode Analisis Data 27

3.5Defenisi dan Batasan Operasional 34

3.5.1 Defenisi 24


(8)

BAB IV. DESKRIPSI PENELITIAN 37

4.1Deskripsi Wilayah 37

4.1.1 Kondisi Geografis 37

4.1.2 Kependudukan 38

4.1.3 Struktur Perekonomian 42

4.2Ketersediaan Pangan Strategis 43

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 46

5.1 Akses Pangan Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara

Selama 5 Tahun (2008 – 2012) 46

5.1.1 Ketersediaan Pangan 52

5.1.2 Persentase Jalan yang Tidak Dapat Dilalui

Kendaraan Roda 4 54

5.1.3 Persentase Desa yang Tidak Mempunyai Pasar

dan Jarak Terdekat Pasar 3 Km 56

5.1.4 Persentase Penduduk yang Hidup di Bawah

Garis Kemiskinan 58

5.1.5 Persentase penduduk yang bekerja < 36 jam

per minggu 62

5.1.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Ekonomi Kerakyatan per Kapita 64

5.1.7 Persentase penduduk yang tidak tamat

pendidikan dasar (SD) 65

5.2Ketersediaan Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2011 67

5.3Tingkat Ketahanan Pangan Strategis di Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2011 69

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 73

6.1Kesimpulan 73

6.2Saran 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 Produksi Pangan Penting/Strategis Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2011

4 2 Pola Konsumsi Pangan Penting/Strategis Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2002, 2005, 2008, 2009, dan 2010

6

3 Ranges Indikator Analisis Akses Pangan 32

4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

39 5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

40 6 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan

Seminggu yang Lalu Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

41 7 Jumlah Angkatan Kerja Berumur 15 Tahun ke atas

Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

41

8 Struktur Perekonomian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007-2011

43 9 Ketersediaan Pangan Strategis untuk Dikonsumsi di Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2011

44 10 Skoring Komposit Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008 -

2012

47 11 Skoring Komposit Kabupaten Simalungun Tahun 2008 - 2012 49 12 Skoring Komposit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008 - 2012 50 13 Skoring Komposit Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012 51 14 Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Rasio Konsumsi

Normatif di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012

53 15 Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Jalan yang Tidak

Dapat Dilalui Kendaraan Roda 4 di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012

55

16 Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Desa yang Tidak Mempunyai Pasar di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012

57

17 Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012

60

18 Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Penduduk yang

Bekerja <36 Jam per Minggu di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012

63


(10)

Tamat Pendidikan Dasar di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012

20 Ketersediaan Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

68 21 Tingkat Ketahanan Pangan Strategis Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2011


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2006

2 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2007

3 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2008

4 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2009

5 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2010

6 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2011

7 Produksi Pangan Pokok (Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar) Tahun 2012

8 Konsumsi Normatif Tahun 2008 9 Keadaan Penduduk Tahun 2008

10 Akses Fisik, Ekonomi, dan Sosial Tahun 2008 11 Skoring Komposit Akses Pangan Tahun 2008 12 Konsumsi Normatif Tahun 2009

13 Keadaan Penduduk Tahun 2009

14 Akses Fisik, Ekonomi, dan Sosial Tahun 2009 15 Skoring Komposit Akses Pangan Tahun 2009 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Konsumsi Normatif Tahun 2010 Keadaan Penduduk Tahun 2010

Akses Fisik, Ekonomi, dan Sosial Tahun 2010 Skoring Komposit Akses Pangan Tahun 2010 Konsumsi Normatif Tahun 2011

Keadaan Penduduk Tahun 2011

Akses Fisik, Ekonomi, dan Sosial Tahun 2011 Skoring Komposit Akses Pangan Tahun 2011 Konsumsi Normatif Tahun 2012

Keadaan Penduduk Tahun 2012

Akses Fisik, Ekonomi, dan Sosial Tahun 2012 Skoring Komposit Akses Pangan Tahun 2012


(13)

ABSTRAK

RHEMO ADIGUNO (090304120), dengan judul skripsi “Food Security: Analisis Akses dan Ketersediaan di Provinsi Sumatera Utara”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Ir. AT. Hutajulu, MS.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir (2008-2012), tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara, tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis akses pangan, ketersediaan pangan, dan ketahanan pangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa situasi akses pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 termasuk dalam kondisi akses pangan cukup rendah dengan nilai skoring komposit sebesar 3,94. Tahun 2009 - 2012 kondisi akses pangan di Provinsi Sumatera Utara termasuk dalam kondisi cukup tinggi dengan nilai skoring komposit sebesar 4,15 di tahun 2009 dan 2010, 4,22 di tahun 2011, dan 4,23 di tahun 2012. Ketersediaan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi surplus pangan. Dari 14 komoditi pangan strategis tersebut terdapat 12 komoditi pangan yang mengalami surplus, yaitu beras, jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, cabai merah, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, dan telur, sedangkan 2 komoditi pangan lainnya mengalami defisit, yaitu bawang merah dan ikan. Tingkat ketahanan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 secara umum termasuk kondisi tahan pangan. Komoditi jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, cabai merah, minyak goreng, daging ayam dan telur berada pada kondisi tahan pangan, untuk komoditi beras, kacang tanah, gula pasir dan daging sapi berada pada kondisi tahan pangan namun rentan, dan untuk komoditi bawang merah dan ikan berada pada kondisi rawan pangan.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem ekonomi pangan yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga subsistem tersebut (Suryana, 2004).

Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana, 2004).

Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata mencakup aspek fisik dalam arti pangan yang tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga menyangkut keterjangkauan ekonomi yang tercermin dari harga dan daya beli masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini


(15)

perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar global, agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk (Suryana, 2004).

Subsistem konsumsi menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan zat pangan dan gizi yang cukup dan berimbang sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Dalam subsistem konsumsi terdapat aspek penting lain yaitu aspek diversifikasi. Diversifikasi pangan merupakan suatu cara untuk memperoleh keragaman konsumsi zat gizi, sekaligus melepaskan ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi tersebut dapat memicu instabilitas manakala pasokannya terganggu. Sebaliknya agar masyarakat menyukai pangan alternatif perlu ditingkatkan cita rasa, penampilan dan kepraktisan pengolahannya agar dapat bersaing dengan produk yang telah ada, dalam kaitan ini teknologi pengolahan sangat penting (Suryana, 2004).

Implementasi dari ketiga komponen pokok tersebut adalah dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi sumber daya alam/lokal yang beragam yang dimiliki untuk meningkatkan dan memantapkan ketersediaan bahan pangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; mengembangkan kemitraan dalam pemasaran produksi pangan baik lokal maupun antar daerah sehingga menjamin pemerataan pasokan; mengupayakan jaminan bagi masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan


(16)

untuk mampu mengakses pangan yang bersifat pokok; dan mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan secara Beragam, Bergizi dan Berimbang (3B) melalui peningkatan cita rasa, ragam dan mutu pangan (Badan Ketahanan Pangan, 2008).

Ketersediaan pangan merupakan kondisi pangan yang mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (bierarchial systems) mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga). Ketersediaan pangan suatu daerah dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk dan pola konsumsi pangannya. Jumlah penduduk dan pola konsumsinya menentukan jumlah dan kualitas pangan yang dibutuhkan atau yang perlu disediakan. Pertumbuhan jumlah penduduk yang kian meningkat menyebabkan jumlah pangan yang harus disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan akan pangan tersebut.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk di Provinsi Sumatera Utara dimana pertumbuhannya mencapai 1,9% per tahun selama 5 (lima) tahun terakhir maka peningkatan kebutuhan bahan pangan pokok merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Pada saat ini penambahan jumlah penduduk yang bersinergi dengan penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan menjadi pemukiman penduduk secara nyata telah menimbulkan ancaman penurunan produksi pangan. Untuk melihat perkembangan produksi bahan pangan strategis yang mendukung


(17)

ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Produksi Pangan Penting/Strategis Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2011

No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pertb (%)

I Pangan Nabati

1. Beras 1.952.447 1.703.390 1.849.621 1.892.075 1.964.985 2.247.536 2.110.053 1,35 2. Jagung 735.456 682.042 804.850 1.098.969 1.166.550 1.625.238 1.327.768 13,42

3. Kedelai 15.793 7.042 4.345 11.648 14.206 9.438 14.049 -1,84

4. Ubi Jalar 115.728 102.712 117.641 114.188 140.140 179.389 191.104 10,86 5. Ubi Kayu 509.796 452.452 438.571 736.773 1.007.284 905.392 1.091.711 19.02 6. Kacang Tanah 21.042 20.119 20.332 19.315 16.773 16.440 11.094 -7,88 7. Cabai Merah 93.170 84.293 112.843 95.034 97.885 154.694 197.783 18,71 8. Bawang Merah 9.222 7.120 11.005 24.808 25.552 9.413 12.449 5,83 9. Minyak Goreng 1.949.036 1.976.026 2.115.244 2.115.244 2.157.548 2.186.044 2.281.020 2,84 10. Gula Pasir 47.000 71.000 38.000 45.559 63.674 141.830 144.622 34,62

II Pangan Hewani

11. Daging Sapi 115.533,35 127.489 126.065 121.962,31 13.633,07 14.256,10 16.351,61 -14,31

12. Daging Ayam 51.654,69 53.979,15 48.248,73 -3,3

13. Telur 82.417,37 83.685 104.004 87.005,84 72.489,59 74.301,83 106.905,20 4,95 14. Ikan 406.553 421.297 526.464 558.953,96 457.318 118.942,80 121.098 -11,7

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat perkembangan produksi pangan strategis yaitu produksi beras selama 7 (tujuh) tahun terakhir meningkat 1,35% per tahun dimana pada tahun 2005 produksi beras mencapai 1.952.447 ton dan tahun 2011 sebesar 2.110.531 ton. Produksi jagung meningkat 13,42% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 735.456 ton dan tahun 2011 sebesar 1.327.768 ton. Sedangkan untuk produksi kedelai mengalami penurunan 1,84% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 15.793 ton dan tahun 2011 sebesar 14.049 ton.

Produksi komoditas palawija ubi jalar produksi selama 7 (tujuh) tahun terakhir meningkat 10,86% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 115.728 ton dan tahun 2011 sebesar 191.104 ton, demikian juga komoditas ubi kayu produksi


(18)

mengalami peningkatan 19,02% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 509.796 ton dan tahun 2011 sebesar 1.091.711 ton, sementara kacang tanah produksi mengalami penurunan 7,88% per tahun dimana pada tahun 2005 mencapai 21.042 ton dan tahun 2011 sebesar 11.094 ton.

Perkembangan produksi komoditas hortikultura terutama cabai merah dan bawang merah selama 7 (tujuh) tahun terakhir mengalami peningkatan, dimana cabai merah produksi mengalami kenaikan 18,71% yaitu tahun 2005 sebesar 93.170 ton naik menjadi 197.783 ton pada tahun 2011 dan produksi bawang merah meningkat 5,83% yaitu tahun 2005 sebesar 9.222 ton naik menjadi 12.449 ton pada tahun 2011.

Untuk produksi minyak goreng mengalami peningkatan 2,84% yaitu tahun 2005 sebesar 1.949.036 ton naik menjadi 2.281.020 ton pada tahun 2011 dan gula pasir mengalami peningkatan 34,62% yaitu produksi tahun 2005 sebesar 47.000 ton naik menjadi 144.622% pada tahun 2011.

Untuk pangan hewani perkembangannya cukup berfluktuasi, dimana produksi daging sapi mengalami penurunan 14,31% yaitu dari 115.533,35 ton pada tahun 2005 turun menjadi 16.351,61 ton pada tahun 2011. Produksi daging ayam dari tahun 2009 – 2011 turun 3,3% yaitu dari 51.654,69 ton pada tahun 2009 turun menjadi 48.248,73 ton pada tahun 2011. Untuk produksi telur mengalami peningkatan 4,95% yaitu dari 82.417,37 ton pada tahun 2005 naik menjadi 106.905,20 ton pada tahun 2011. Untuk produksi ikan mengalami penurunan 11,70% yaitu dari 406.553 ton pada tahun 2005 turun menjadi 121.098 ton pada tahun 2011 (Badan Ketahanan Pangan, 2012).


(19)

Adapun pola konsumsi pangan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Pola Konsumsi Pangan Strategis Provinsi Sumatera Utara Tahun 2002, 2005, 2008, 2009, dan 2010

No Pangan 2002 2005 2008 2009 2010

(Kg/kap/th) (Kg/kap/th) (Kg/kap/th) (Kg/kap/th) (Kg/kap/th)

I Pangan Nabati

1. Beras 119.2 117.40 114.07 108.7 108.33

2. Jagung 0.3 0.60 0.23 0.1 0.13

3. Kedelai 3.3 2.90 4.62 2.90 3.06

4. Ubi Jalar 3.4 1.90 1.31 0.79 1.28

5. Ubi Kayu 15.8 19.40 8.62 7.49 7.61

6. Kacang Tanah 0.5 0.50 0.45 0.40 0.59

7. Cabai Merah 5.2 4.70 5,56 5.71 5.93

8. Bawang Merah 2.49 2.31 2.41 2.53 2.60

9. Minyak Goreng 5.3 4.60 6.80 7.19 7.14

10. Gula Pasir 10.4 9.40 10.08 9.31 9.51

II Pangan Hewani

11. Daging Sapi 1.2 1.60 1.41 0.89 1.07

12. Daging Ayam 1.6 2.10 2.78 1.94 2.27

13. Telur 1.4 2.72 3.62 3.77 3.83

14. Ikan 28.1 29.90 26.99 25.46 26.07

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2012

Dari tabel di atas dapat dilihat perkembangan pola konsumsi pangan strategis yaitu pola konsumsi beras pada tahun 2002 sebesar 119,2 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 108,33 kg/kap/th. Pola konsumsi jagung pada tahun 2002 sebesar 0,3 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 0,13 kg/kap/th. Sedangkan pola konsumsi kedelai pada tahun 2002 sebesar 3,3 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 3,06 kg/kap/th.

Pola konsumsi ubi jalar pada tahun 2002 sebesar 3,4 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 1,28 kg/kap/th. Pola konsumsi ubi kayu pada tahun 2002 sebesar 15,8 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 17,61 kg/kap/th. Pola


(20)

konsumsi kacang tanah pada tahun 2002 sebesar 0,5 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 0,59 kg/kap/th.

Pola konsumsi cabai merah pada tahun 2002 sebesar 5,2 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 5,93 kg/kap/th. Pola konsumsi bawang merah pada tahun 2002 sebesar 2,49 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 2,82 kg/kap/th. Pola konsumsi minyak goreng pada tahun 2002 sebesar 5,3 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 7,14 kg/kap/th. Pola konsumsi gula pasir pada tahun 2002 sebesar 10,4 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 9,51 kg/kap/th.

Pola konsumsi daging sapi pada tahun 2002 sebesar 1,2 kg/kap/th dan pada tahun 2010 turun menjadi 1,07 kg/kap/th. Pola konsumsi daging ayam pada tahun 2002 sebesar 1,6 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 2,27 kg/kap/th. Pola konsumsi telur pada tahun 2002 sebesar 1,4 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 8,9 kg/kap/th. Pola konsumsi ikan pada tahun 2002 sebesar 28,1 kg/kap/th dan pada tahun 2010 naik menjadi 28,37 kg/kap/th. Berfluktuasinya pola konsumsi suatu pangan dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh banyaknya keragaman/jenis pangan yang dikonsumsi (diversifikasi pangan) oleh masyarakat (Badan Ketahanan Pangan, 2012).

Aksesibilitas pangan merupakan kemampuan rumah tangga dalam memperoleh sejumlah pangan yang dibutuhkan. Perlunya faktor aksesibilitas pangan untuk mendapat perhatian dalam penyusun kebijakan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Kebijakan dalam peningkatan aksesibilitas pangan belum tentu berkaitan dengan upaya peningkatan produksi pangan dan pendapatan rumah tangga, bisa juga dalam usaha yang mendukung perbaikan pangan tersebut seperti


(21)

sarana transportasi dan pengaturan pada sistem pemasaran yang efisien dan adil (Tulung dkk., 2011).

Sejumlah studi menunjukkan walaupun ketersediaan pangan di tingkat nasional mencukupi, tapi tidak selalu menjamin ketahanan pangan di tingkat wilayah, rumah tangga, dan individu. Persoalan ini bukan hanya berhubungan dengan ketersediaan pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, tapi juga karena keterbatasan akses terhadap pangan (Galih dan Wibowo, 2012).

Aksesibilitas yang terbatas akan berakibat pada kesulitan untuk mencukupi pangan yang bermutu dan bergizi, sehingga akan menghambat kesinambungan ketahanan pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan juga harus menekankan status gizi yang baik. Selain itu, ketahanan pangan lokal juga harus dikembangkan dan diselaraskan dengan perkembangan modernisasi agar lebih mudah pencapaiannya (Galih dan Wibowo, 2012).

Ketahanan pangan diindikasikan oleh terpenuhinya pangan bagi rumah tangga secara kualitas maupun kuantitas, aman, merata dan terjangkau. Pentingnya ketersediaan pangan di suatu wilayah dan akses masyarakat dalam memperoleh pangan tersebut guna mencapai ketahanan pangan membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai akses dan ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara.


(22)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana akses pangan masyarakat di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012)?

2. Bagaimana tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian?

3. Bagaimana tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis akses pangan masyarakat di daerah penelitian selama 5 tahun (2008-2012).

2. Untuk menganalisis tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi setiap kalangan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai akses dan ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara.


(23)

2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan lembaga lainnya dalam pengambilan kebijakan mengenai akses dan ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari pihak akademis maupun non-akademis.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan mengamanatkan, bahwa Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kesediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi (Lubis dkk, 2008).

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa definisi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan dan minuman (Tulung dkk., 2011).


(25)

Pangan meliputi produk serealia, kacang-kacangan, minyak nabati, sayur-sayuran, buah-buahan, rempah, gula, dan produk hewani. Karena porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar separuh dari kebutuhan energi per orang per hari, maka yang digunakan dalam analisa kecukupan pangan yaitu karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok serealia (Hoddinott dan Yohannes, 2002).

2.1.2 Pengertian Akses dan Ketersediaan Pangan

Ketahanan pangan mengandung dua unsur utama yaitu ketersediaan pangan dan akses masyarakat (sampai ke tingkat rumah tangga) terhadap pangan. Meskipun akses rumah tangga terhadap pangan merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan tingkat ketahanan pangan, namun ketersediaan pangan di tingkat nasional merupakan syarat utama untuk mencapai ketahanan pangan. Ketahanan pangan di tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memupuk ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sedangkan ketahanan pangan di tingkat nasional atau regional dapat dimonitor dari indikator penawaran, permintaan stok, dan perdagangan pangan (Suryana, 2004).

Ketersediaan pangan merupakan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan domestik, stok/cadangan pedagang dan pemerintah, impor dan ekspor pangan di wilayah bersangkutan.

Akses pangan tingkat rumah tangga ialah kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga,


(26)

jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian, atau bantuan pangan. Akses pangan merupakan salah satu dimensi dari 3 dimensi ketahanan pangan, selain ketersediaan pangan dan penyerapan pangan, dan dikategorikan menjadi akses fisik, akses ekonomi dan sosial (Badan Ketahanan Pangan, 2008).

2.1.3 Program Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara

Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili oleh parlemen dan organisasi non-pemerintah, sepakat bahwa ketahanan pangan harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Paling tidak ada tiga alasan penting yang melandasi kesadaran semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan. Pertama, akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia. Kedua, konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat (Suryana, 2004).

Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Hal ini diwujudkan dengan bekerjanya subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi (Anonimous1, 2012). Tujuan program ketahanan pangan adalah :

1) Meningkatnya ketersediaan pangan. 2) Mengembangkan diversifikasi pangan.


(27)

3) Mengembangkan kelembagaan pangan. 4) Mengembangkan usaha pengelolaan pangan.

Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah :

1) Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat regional dan masyarakat yang cukup.

2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dan menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras melalui pengalihan konsumsi non beras.

Pelaksanaan program peningkatan ketahanan pangan ini dioperasionalkan dalam bentuk 4 (empat) kegiatan pokok sebagai berikut :

1) Peningkatan mutu intensifikasi yang dilaksanakan dalam bentuk usaha peningkatan produktivitas melalui upaya penerapan teknologi tepat guna, peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam rangka penerapan teknologi spesifik lokasi.

2) Peluasan areal tanam (ekstensifikasi) yang dilaksanakan dalam bentuk pengairan serta perluasan baku lahan dan peningkatan indeks pertanaman melalui percepatan pengolahan tanah, penggarapan lahan tidur dan terlantar. 3) Pengamanan produksi yang ditempuh melalui penggunaan teknologi panen

yang tepat, pengendalian organisme pengganggu tanaman dan bantuan sarana produksi terutama benih, pada petani yang lahannya mengalami puso.


(28)

4) Rehabilitas dan konservasi lahan dan air tanah, dilaksanakan dalam bentuk upaya perbaikan kualitas lahan kritis/marginal dan pembuatan terasering serta embung dan rorak/jebakan air.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Akses Pangan

Aksesibilitas (accessibility) didefinisikan sebagai tingkat kemampuan untuk mencapai atau mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan. Akses adalah tingkat kesulitan atau kemudahan penduduk untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. Ketahanan pangan di suatu wilayah dan masyarakat dicerminkan oleh kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau, yang prosesnya dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung baik langsung maupun tidak langsung. Peran akses pangan cukup strategis, hal ini dikarenakan ketahanan pangan tidak hanya tercermin oleh ketersediaan pangan yang cukup, namun juga oleh terpenuhinya akses pangan baik secara fisik, ekonomi maupun sosial dimana saja dan kapan saja (Badan Ketahanan Pangan, 2008).

2.2.1.1 Akses Fisik

Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi. Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisik melalui produksi sendiri atau pun dengan membeli. Persediaan pangan wilayah yang mencukupi kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut


(29)

sangat dibutuhkan untuk menjamin akses pangan wilayah tersebut. Pangan harus dapat tersedia secara fisik untuk seluruh anggota keluarga. Pangan juga harus tersedia secara terus-menerus dalam suatu pasar/warung dimana rumah tangga tidak dapat memproduksi sendiri pangan yang dibutuhkannya (Sharma, 1992).

Ketersediaan pangan adalah satu hal yang penting, meskipun faktor ini saja tidak cukup untuk menggambarkan akses pangan di suatu wilayah. Ketersediaan pangan tidak hanya diperoleh dari produksi pangan biji-bijian di suatu wilayah saja, tetapi juga berasal dari kondisi netto ekspor dan impor yang diperoleh melalui berbagai jalur. Meskipun demikian, pada tingkat mikro, misalnya tingkat kabupaten/kota dan tingkat yang lebih rendah, sangat sukar sekali untuk mengetahui arus pemasukan dan pengeluaran pangan biji-bijian tersebut. Oleh sebab itu, sebagai indikator ketersediaan pangan ini, menggunakan proporsi konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar yang layak dikonsumsi manusia (Badan Ketahanan Pangan, 2011).

Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsi akan dapat ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh tersedianya sarana fisik yang cukup dalam memperoleh pangan. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sarana fisik seperti tersedianya sarana pasar yang cukup dalam mempermudah memperoleh pangan. Pasar adalah tempat para pembeli dan penjual bertemu untuk berdagang. Transaksi yang terjadi khususnya antara orang-orang yang belum dikenal, dan dilakukan secara tunai. Pasar timbul setelah terjadi proses ekonomi yang didasari oleh perencanann yang


(30)

bersifat kekeluargaan. Pasar pada saat ini berkembang jauh lebih luas dan lebih penting sebagai faktor penentu bagi produksi dan distribusi. Selain sarana pasar, akses jalan yang lebih baik akan mendukung perbaikan kondisi ekonomi di suatu daerah, melalui peningkatan akses infrastruktur dasar seperti sekolah, rumah sakit, pasar, dll. Indikator jumlah desa dalam suatu wilayah yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat dan desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat ke pasar lebih dari 3 km digunakan sebagai indikator pada akses fisik untuk infrastruktur (Badan Ketahanan Pangan, 2011).

2.2.1.2 Akses Ekonomi

Kegiatan ekonomi suatu keluarga dalam pemenuhan pangan adalah mendapatkan, menghasilkan atau menerima uang, pangan, dan yang lainnya; mengkonsumsi, membelanjakan, memberi atau mengumpulkan uang, pangan dan aset/harta lain; dan mengutang serta membayar kembali hutang tersebut. Berdasarkan matapencahariannya, suatu keluarga dapat mempunyai satu atau lebih sumber pangan dan sumber pendapatan untuk membeli pangan dan keperluan-keperluan lain, memelihara (menjaga, meningkatkan) aset-aset produktifnya, dan memenuhi

kewajiban-kewajiban sosial di dalam masyarakat (World Food Programme, 2009).

Mata pencaharian berhubungan erat dengan akses pangan yang meliputi produksi rumahtangga dan alat untuk memperoleh pendapatan. Mata pencaharian meliputi suatu kemampuan rumah tangga, aset-aset dan aktivitas yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan). Suatu mata pencaharian dapat terus-menerus jika dapat dengan


(31)

sukses mengaturnya dan mengurangi tekanan-tekanan/masalah eksternal, memelihara atau meningkatkan aset-asetnya, dan menghidupi generasi-generasi masa depan (World Food Programme, 2009).

Fungsi dari akses terhadap sumber nafkah adalah daya beli rumah tangga, berarti akses pangan terjamin seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang, keterjangkauan pangan bergantung pada kesinambungan sumber nafkah. Rendahnya pendapatan seseorang merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Jumlah orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak punya akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut. Menurut FAO, penduduk dikatakan miskin apabila pendapatannya < 2$ per hari (World Food Programme, 2009).

Rumah tangga dapat dikatakan tahan pangan apabila tercukupinya permintaan akan pangan. Pengukuran operasional atas permintaan akan pangan tersebut dalam jangka waktu pendek dapat dipakai untuk memonitor akses ekonomi rumah tangga akan pangan, yaitu pendapatan/pengeluaran (Sharma, 1992).

2.2.1.3 Akses Sosial

Akses sosial rumah tangga terhadap pangan merupakan suatu akses/cara untuk mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pangannya melalui berbagai dukungan sosial, seperti bantuan/dukungan sosial dari keluarga/kerabat, tetangga, serta teman. Bantuan/dukungan dari saudara/kerabat, tetangga, atau teman dapat berupa bantuan pinjaman uang/pangan, pemberian


(32)

bantuan pangan, pertukaran pangan, dan lain sebagainya. Selain dari dukungan sosial, kerawanan pangan berdasarkan akses sosial dapat dilihat dari tingkat pendidikannya (MacArthur dan John, 1998).

2.2.2 Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (World Food Programme, 2009).

Menurut Thomas Robert Malthus menyebutkan dalam teorinya bahwa pertumbuhan penduduk akan selalu mengikuti deret ukur, sedangkan ketersediaan pangan akan mengikuti deret hitung. Teori tersebut terkenal dengan teori ledakan penduduk di suatu wilayah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan (Wicaksono, 2011).

Teori Malthus menghendaki produksi pangan melebihi dari pertumbuhan penduduk, sehingga berdasarkan pada teori ini dapat diprediksikan bahwa suatu saat lahan pertanian akan hilang. Disebabkan karena adanya perkembangan yang pesat pada pembukaan dan penggunaan lahan untuk pemukiman penduduk (Kompasiana, 2012).

Ketersediaan pangan harus dikelola dengan baik, sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah pangan yang


(33)

tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Suryana, 2004).

2.2.3 Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dalam pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Secara nasional ketahanan pangan tidak identik dengan ketahanan rumah tangga sebab tanpa memperhatikan unsur-unsur produksi, distribusi, harga dan pendapatan, mustahil ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat terwujud. Sungguhpun demikian, rumah tangga sebagai unit masyarakat terkecil, merupakan penguat utama pilar ketahanan pangan nasional. Karenanya, membangun ketahanan pangan merupakan bagian penting dari program ketahanan pangan (Badan Ketahanan Pangan, 2012).

Ketahanan pangan terwujud bila dua kondisi terpenuhi yaitu : (1) setiap saat tersedia pangan yang cukup (baik jumlah maupun mutu), aman, merata dan terjangkau dan (2) setiap rumah tangga, setiap saat, mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif. Konsep ketahanan pangan nasional tersebut, memberi penekanan pada akses setiap rumah tangga dan individu terhadap pangan yang cukup, bermutu, bergizi dan berimbang, dan harganya terjangkau, meskipun begitu setiap individu yang menjadi anggota keluarga dalam suatu rumah tangga mendapat akses pangan yang sama sesuai kebutuhan individu tersebut (Anonimous2, 2012).


(34)

Ketidakmampuan daerah tertentu dalam memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya termasuk dalam kasus golongan rawan pangan. Situasi seperti ini menunjukkan bahwa daerah ataupun wilayah tersebut berada dalam kelompok yang mempunyai ketahanan pangan rendah. Ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan faktor ketersediaan pangan yang ada di daerah tersebut. Ketersediaan pangan merupakan suatu ukuran pangan dimana pangan tersebut secara fisik sudah atau akan tersedia selama satu periode (Soetrisno, 1996).

2.3 Kerangka Pemikiran

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan mengandung dua unsur utama yaitu ketersediaan pangan dan akses masyarakat (sampai ke tingkat rumah tangga) terhadap pangan. Meskipun akses rumah tangga terhadap pangan merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan tingkat ketahanan pangan, namun ketersediaan pangan di tingkat nasional merupakan syarat utama untuk mencapai ketahanan pangan.

Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi. Jumlah pangan yang cukup dapat berasal dari kegiatan fisik melalui produksi sendiri atau pun dengan membeli. Persediaan pangan wilayah yang mencukupi kecukupan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut sangat dibutuhkan untuk menjamin akses pangan wilayah tersebut. Akses pangan terdiri dari akses fisik (rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih


(35)

pangan pokok, persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat, persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari 3 km), akses ekonomi (persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu, nilai PDRB ekonomi kerakyatan per kapita) dan akses sosial (persentase penduduk yang tidak tamat SD).

Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya.


(36)

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

: Menyatakan hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran (+) Produksi pangan

(+) Stok pangan (+) Impor dan Ekspor

pangan (-) Konsumsi pangan Ketersediaan Pangan

Akses Pangan Akses fisik :

• Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok • Persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat

• Persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari 3 km

Akses ekonomi :

• Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan • Persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu • Nilai PDRB ekonomi kerakyatan per kapita

Akses sosial :

• Persentase penduduk yang tidak tamat SD Ketahanan Pangan

0,8 < RP < 1,2 Tahan Pangan

(Rentan) RP > 1,2 Tahan Pangan

RP < 0,8 Rawan Pangan


(37)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Akses pangan di Provinsi Sumatera Utara dilihat dari akses fisik memiliki

rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok cukup tinggi dengan nilai sebesar 0,75 - <1, persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat cukup tinggi dengan nilai sebesar 15% - <20%, persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari 3 km cukup tinggi dengan nilai sebesar 25% - <37,5%. Dilihat dari akses ekonomi memiliki persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan cukup tinggi dengan nilai sebesar 15% - <20%, persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu cukup tinggi dengan nilai sebesar 20% - 30%, nilai PDRB ekonomi kerakyatan per kapita cukup tinggi dengan nilai sebesar 1095$ - <1460$. Dilihat dari akses sosial memiliki persentase penduduk yang tidak tamat SD cukup tinggi dengan nilai sebesar 20% - 30%. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut :

“Akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir termasuk dalam kondisi akses pangan cukup tinggi.”

2) Berdasarkan analisis ketersediaan pangan yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 diperoleh hasil bahwa ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara secara umum cukup tersedia. Ketersediaan beras, jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, cabe merah, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, dan telur termasuk dalam kondisi surplus. Sedangkan ketersediaan bawang merah dan


(38)

ikan termasuk dalam kondisi defisit. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut:

“Ketersediaan pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi surplus pangan.”

3) Ketahanan pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi tahan pangan terjamin dengan nilai sebesar RP > 1,2. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut:

“Ketahanan pangan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi tahan pangan terjamin.”


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara. Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989). Dengan mempertimbangkan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi tanaman pangan yang cukup potensial.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Untuk menganalisis tingkat akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara dipilih salah satu kabupaten/kota yang mewakili setiap daerah di wilayah pantai barat, pantai timur dan pegunungan yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun. Kemudian dari masing-masing kabupaten dipilih 3 kecamatan dan dari setiap kecamatan dipilih 3 desa/kelurahan sehingga diperoleh 27 desa/kelurahan yang akan digunakan sebagai sampel. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik area probability sampling. Teknik area probability sampling merupakan teknik/cara pengambilan sampel secara acak berdasarkan pembagian suatu area/wilayah (Hendra, 2013).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data sekunder. Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Penelitian ini


(40)

dilakukan dengan menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh peneliti dari Badan Ketahanan Pangan (BKP), Biro Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan serta berbagai literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Semua data yang telah diperoleh segera ditabulasi terlebih dahulu, kemudian dibuat hipotesis, dilanjutkan dengan menganalisis data yang telah terkumpul dengan menggunakan metode analisis yang sesuai.

Untuk tujuan penelitian (1), yaitu untuk menganalisis akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara selama 5 tahun (2008 – 2012) akan dianalisis dengan menggunakan analisis akses pangan (World Food Programme, 2009).

 Indikator akses pangan

Indikator merupakan variabel-variabel yang mengindikasikan atau memberi petunjuk tentang suatu keadaaan tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengukur suatu perubahan. Pengukuran indikator akses pangan pada suatu wilayah dipengaruhi oleh indikator fisik, ekonomi, dan sosial yang berada di wilayah tersebut.

1) Indikator fisik mencakup :

- Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok (beras, jagung, ubi kayu dan ubi jalar dalam ton GKG).

Ketersediaan pangan tidak hanya diperoleh dari produksi pangan biji-bijian di suatu wilayah saja, tetapi juga berasal dari kondisi netto ekspor dan impor yang diperoleh melalui berbagai jalur. Meskipun demikian,


(41)

pada tingkat mikro, misalnya tingkat kabupaten/kota dan tingkat yang lebih rendah, sangat sukar sekali untuk mengetahui arus pemasukan dan pengeluaran pangan biji-bijian tersebut. Oleh sebab itu, sebagai indikator ketersediaan pangan, kita menggunakan proporsi konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar yang layak dikonsumsi manusia.

- Persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat.

Akses jalan yang lebih baik akan mendukung perbaikan kondisi ekonomi di suatu daerah, melalui peningkatan akses infrastruktur dasar seperti sekolah, rumah sakit, pasar, dll. Indikator jumlah desa dalam kecamatan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat digunakan sebagai indikator untuk infrastruktur.

- Persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat pasar lebih dari (minimum) 3 km.

Pasar merupakan sarana untuk memperoleh segala macam kebutuhan manusia termasuk pangan; sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli; serta tempat berlangsungnya kegiatan jual beli. Karena itu, akses pasar dan jarak terdekat ke pasar akan mempengaruhi tingkat akses pangan. Kepemilikan pasar suatu desa akan mempengaruhi rumah tangga/wilayah dalam mengakses pangan. Jarak terdekat ke pasar lebih dari 3 km akan mempengaruhi waktu tempuh ke pasar yang juga akan mempengaruhi dalam mengakses pangan.

2) Indikator ekonomi mencakup :


(42)

Indikator ini menunjukkan ketidakmampuan untuk mendapatkan cukup pangan, karena rendahnya kemampuan daya beli. Atau hal ini mencerminkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan lain-lain. Akses terhadap pangan bergantung pada daya beli rumah tangga yang merupakan fungsi dari akses terhadap sumber nafkah. Ini berarti akses terhadap pangan terjamin seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, keterjangkauan pangan bergantung pada kesinambungan sumber nafkah. Mereka yang tidak menikmati kesinambungan dan kecukupan pendapatan akan tetap miskin. Jumlah keluarga miskin mencerminkan kelompok yang tidak punya akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif.

- Persentase penduduk yang bekerja kurang dari 36 jam per minggu.

Pada masyarakat agraris, populasi yang bergantung dari upah buruh selalu rawan karena pekerjaan mereka bergantung pada performa hasil pertanian suatu musim, harga dan struktur upah dan lain-lain. Krisis dadakan dan berkepanjangan (alam, ekonomi atau konflik internal) berdampak pada bagian ini sangat kuat, karena sebagian besar dari nafkah mereka bergantung dari upah harian.

- Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ekonomi kerakyatan per kapita.

Salah satu parameter atau indikator untuk mengukur/melihat daya beli masyarakat adalah pendapatan penduduk. Karena data pendapatan tidak tersedia maka sebagai pendekatan dapat menggunakan data pengeluaran


(43)

untuk pangan. Namun data pengeluaran untuk pangan yang tersedia di BPS hanya sampai level provinsi. Sebagai alternatif, maka digunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tahun atas dasar ekonomi kerakyatan. Data PDRB digunakan untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah (tingkat pertumbuhan ekonomi daerah, pertumbuhan sektoral dan perkembangan ekonomi).

3) Indikator sosial mencakup :

- Persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD).

Ketidakmampuan menyelesaikan pendidikan dasar dapat dikatakan sebagai akibat dari kemiskinan. Ini mencerminkan bahwa seseorang harus meninggalkan bangku sekolah karena berbagai alasan. Isu kemiskinan dan ketidakmampuan untuk memenuhi biaya pendidikan merupakan alasan utama seseorang tidak menyelesaikan pendidikan. Alasan yang lain adalah jauhnya jarak sekolah ke perumahan, yang menggambarkan fasilitas infrastruktur yang tidak memadai. Jika kemiskinan untuk mengenyam pendidikan menurun sehingga akses terhadap pendapatan rendah. Pendidikan secara tidak langsung menjamin akses pangan tapi melalui perantara kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan nafkah yang lebih baik.

Ranges indikator individu, skoring indikator komposit dan pengkategorian

Dalam melakukan pengolahan data indikator akses pangan diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Untuk melihat tingkatan dari setiap indikator (secara individu) maka dibuat ranges yang ditetapkan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Nilai


(44)

ranges berkisar antara 0 – 100%. Kecuali untuk ketersediaan pangan nilainya <0,5 - >1,5. (ranges dan tingkatan kondisi akses pangan secara individu dapat dilihat pada Tabel 3).

2) Berdasarkan ranges yang telah ditetapkan dilakukan pengkategorian mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi (kategori menggunakan istilah kondisi akses pangan).

3) Untuk mengetahui kondisi akses pangan maka semua indikator individu dikompositkan/digabung. Caranya adalah dengan memberikan skoring pada setiap indikator individu ke dalam skala 1 sampai 6.

Dimana :

1 = akses pangan sangat rendah 4 = akses pangan cukup tinggi 2 = akses pangan rendah 5 = akses pangan tinggi

3 = akses pangan cukup rendah 6 = akses pangan sangat tinggi

Kemudian nilai skoring setiap indikator dirata-rata sehingga diperoleh nilai skoring gabungan (akses pangan komposit). Nilai skoring berkisar antara 1,00 – 6,00.

4) Kondisi akses pangan dibagi dalam 6 tingkatan mulai dari sangat rendah – rendah – cukup rendah – cukup tinggi – tinggi – sangat tinggi berdasarkan nilai skoring komposit.


(45)

Tabel 3. Ranges Indikator Analisis Akses Pangan

Standar Indikator Ranges Kondisi Akses

Pangan

Skoring

1. Akses

Fisik

1. Rasio Konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih serealia dan umbi-umbian (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar)

1. > = 1.5 2. 1.25 - < 1.5 3. 1 - < 1.25 4. 0.75 - < 1 5. 0.5 - < 0.75 6. < 0.5

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6 2. Persentase jalan yang tidak

dapat dilalui kendaraan roda empat

1. > = 30 % 2. 25 % - < 30 % 3. 20 % - < 25 % 4. 15 % - < 20 % 5. 10 % - < 15 % 6. < 10 %

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6 3. Persentase desa yang tidak

memiliki pasar dan jarak terdekat ke pasar > 3 km

1. > = 62,5 % 2. 50 % - < 62,5 % 3. 37,5 % - < 50 % 4. 25 % - < 37,5 % 5. 12,5 % - < 25 % 6. < 12,5 %

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6 2. Akses Ekonomi

4. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan

1. > = 35 % 2. 25 % - < 35 % 3. 20 % - < 25 % 4. 15 % - < 20 % 5. 10 % - < 15 % 6. < 10 %

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6 5. Persentase penduduk yang

bekerja < 36 jam per minggu

1. > = 50 % 2. 40 % - < 50 % 3. 30 % - < 40 % 4. 20 % - < 30 % 5. 10 % - < 20 % 6. < 10 %

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6 6. Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) ekonomi kerakyatan per kapita

1. < 365 $ 2. 365 $ - < 730 $ 3. 730 $ - < 1095 $ 4. 1095 $ - < 1460 $ 5. 1460 $ - < 2190 $ 6. > = 2190 $

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6 3. Akses Sosial

7. Persentase penduduk yang tidak tamat pendidikan dasar (SD)

1. > = 50 % 2. 40 % - < 50 % 3. 30 % - < 40 % 4. 20 % - < 30 % 5. 10 % - < 20 % 6. < 10 %

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi 1 2 3 4 5 6

Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2011

Adapun ranges skoring akses pangan komposit/gabungan adalah sebagai berikut : • 1,00 – < 2,00 akses pangan sangat rendah

• 2,00 - < 3,00 akses pangan rendah • 3,00 – < 4,00 akses pangan cukup rendah


(46)

• 4,00 - <5,00 akses pangan cukup tinggi • 5,00 – < 6,00 akses pangan tinggi • = 6,00 akses pangan sangat tinggi

Untuk tujuan penelitian (2), yaitu untuk menganalisis tingkat ketersediaan pangan pada tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara akan diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut (World Food Programme, 2009).

KTSKP = PP + SP + (IP – EP) KTSP = KTSKP – KP Keterangan :

KTSP = Ketersediaan Pangan (ton/tahun)

KTSKP = Ketersediaan Pangan untuk dikonsumsi (ton/tahun) PP = Produksi Pangan (ton/tahun)

SP = Stok Pangan (ton/tahun) IP = Impor Pangan (ton/tahun) EP = Ekspor Pangan (ton/tahun) KP = Konsumsi Pangan (ton/tahun)

Untuk tujuan penelitian (3), yaitu untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan pada tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara akan dianalisis dengan melihat rasio perbandingan ketersediaan pangan untuk dikonsumsi dengan kebutuhan/konsumsi pangan seperti yang dirumuskan sebagai berikut (Soetrisno, 1996).

KTSKP

RPi = KP


(47)

Keterangan:

RPi = Rasio Pangan di Wilayah i

KTSKP = Ketersediaan Pangan untuk dikonsumsi (ton/tahun) KP = Konsumsi Pangan (ton/tahun)

Dengan memperhatikan rumus tersebut dan besarnya rasio perbandingan ketersediaan pangan untuk dikonsumsi dengan kebutuhan/konsumsi pangan maka dapat ditentukan status ketahanan pangan di wilayah yang bersangkutan, dengan kriteria sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan, 2011).

• Tidak tahan pangan (rawan) jika RP < 0,8 • Tahan pangan (rentan) jika 0,8 < RP < 1,2 • Tahan pangan (terjamin) jika RP > 1,2 3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan yang memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. 2. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya aman, merata dengan harga terjangkau dan berkelanjutan.


(48)

3. Ketersediaan pangan adalah jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.

4. Akses pangan tingkat rumah tangga adalah kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumah tangga, persediaan pangan rumah tangga, jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian, atau bantuan pangan.

5. Distribusi pangan adalah proses pengalokasian barang antar ruang, antar waktu dan antar pelaku, baik dalam bentuk yang tetap maupun melalui dalam proses perubahan bentuk (pencampuran dan pemecahan) secara saling terkait. 6. Konsumsi pangan rumah tangga adalah banyaknya atau sejumlah pangan

yang dikonsumsi oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hayati di dalam sebuah rumah tangga.

7. Konsumsi pangan non rumah tangga adalah banyaknya atau sejumlah pangan yang digunakan oleh manusia untuk keperluan lain di luar kebutuhan rumah tangga, seperti benih/bibit, pakan ternak, bahan baku industri dan tercecer. 8. Kerawanan pangan adalah situasi suatu daerah, masyarakat atau rumah

tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakat.

9. Cadangan pangan adalah bahan pangan yang tersedia yang belum dimanfaatkan untuk konsumsi sebagai antisipasi pemenuhan kebutuhan pada saat diperlukan.


(49)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel yang digunakan untuk menganalisis tingkat akses pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara adalah 27 desa/kelurahan yang dipilih secara acak dari 3 kabupaten berdasarkan pembagian wilayah.

3. Komoditi yang digunakan untuk menganalisis tingkat ketersediaan dan tingkat ketahanan pangan terhadap pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara adalah beras, jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, cabai merah, bawang merah, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, telur, dan ikan.


(50)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1˚- 4˚ Lintang Utara dan 98˚- 100 ˚ Bujur Timur. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2. Secara administratif, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dan memiliki batas wilayah sebagai berikut:

• Utara : Provinsi Aceh

• Selatan : Provinsi Riau dan Sumatera Barat • Barat : Samudera Hindia

• Timur : Negara Malaysia dan Selat Malaka

Berdasarkan topografi wilayah Sumatera Utara dibagi atas 3 daerah yaitu:

1. Pantai Barat terdiri dari: Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Padang Sidempuan dan Gunungsitoli.

2. Dataran Tinggi/Pegunungan terdiri dari: Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Simalungun, Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat dan Kota Pematangsiantar.

3. Pantai Timur terdiri dari: Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Asahan, Batu Bara, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, Kota Medan, Binjai, Tebing Tinggi, dan Tanjung Balai.


(51)

Karena terletak dekat garis Khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34,2˚C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yng landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada di dearah ketinggian yang suhunya minimal bisa mencapai 20˚C.

Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi dengan musim pancaroba. Kelembaban udara rata-rata 78%-91% dengan curah hujan (800-4000) mm/tahun, kecepatan angin mencapai 0,2-2,9 mis/sec dan penyinaran matahari 43%.

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 sebesar 13.103.596 dengan luas wilayah 71.680,68 km2 dapat digambarkan kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 183 jiwa/km2. Kepadatan penduduk provinsi Sumatera Utara dapat digambarkan secara rinci pada tabel 4, Berdasarkan kepadatan penduduk, Kota Medan memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu mencapai 7.987 jiwa/km2, dengan jumlah penduduk sebesar 2.117.224 jiwa dan luas wilayah 265,10 km2. Sedangkan untuk wilayah dengan jumlah kepadatan penduduk terendah dimiliki oleh Kabupaten Pakpak Bharat dengan kepadatan


(52)

penduduk sebesar 34 jiwa/km2, dengan jumlah penduduk sebesar 40.884 jiwa dan luas wilayah 1.218,30 km2.

Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Kabupaten/Kota Luas Wilayah

(Km2)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Kabupaten

Nias 980,32 132.605 135

Mandailing Natal 6.620,70 408.731 62

Tapanuli Selatan 4.352,86 266.282 61

Tapanuli Tengah 2.158,00 314.142 146

Tapanuli Utara 3.764,65 281.868 75

Toba Samosir 2.352,35 174.748 74

Labuhanbatu 2.561,38 418.992 164

Asahan 3.675,79 674.521 184

Simalungun 4.386,60 825.366 189

Dairi 1.927,80 272.578 141

Karo 2.127,25 354.242 167

Deli Serdang 2.486,14 1.807.173 727

Langkat 6.263,29 976.582 156

Nias Selatan 1.625,91 292.417 180

Humbang Hasundutan 2.297,20 173.255 75

Pakpak Bharat 1.218,30 40.884 34

Samosir 2.433,50 120.772 50

Serdang Bedagai 1.913,33 599.941 314

Batu bara 904,96 379.400 419

Padang Lawas Utara 3.918,50 225.621 58

Padang Lawas 3.892,74 227.365 58

Labuhanbatu Selatan 3.116,00 280.269 90

Labuhanbatu Utara 3.545,80 333.793 94

Nias Utara 1.501,63 128.434 86

Nias Barat 544,09 82.572 152

Kota

Sibolga 10,77 85.271 7.917

Tanjungbalai 61,52 155.889 2.534

Pematangsiantar 79,97 236.893 2.962

Tebing Tinggi 38,44 146.606 3.814

Medan 265,10 2.117.224 7.987

Binjai 90,24 248.456 2.753

Padangsidempuan 114,65 193.322 1.686

Gunungsitoli 469,36 127.382 271

Sumatera Utara 71.680,68 13.103.596 183


(53)

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk untuk wilayah Sumatera Utara sebesar 13.103.596 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi berada pada golongan umur 5-9 tahun sebesar 1.458.801 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 752.129 jiwa dan perempuan 706.672 jiwa. Sedangkan untuk jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada golongan umur 60-64 tahun dengan jumlah laki-laki 132.909 jiwa dan perempuan 152.241 jiwa.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Golongan Umur (Tahun)

Laki-Laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

0 – 4 732.656 694.839 1.427.495

5 – 9 752.129 706.672 1.458.801

10 – 14 721.596 681.556 1.403.152

15 – 19 641.981 626.059 1.268.040

20 – 24 565.045 574.551 1.139.596

25 – 29 539.250 541.393 1.080.643

30 – 34 506.864 504.274 1.001.138

35 – 39 453.479 459.973 913.452

40 – 44 406.192 417.633 823.825

45 – 49 354.147 370.305 724.452

50 – 54 301.078 307.192 608.270

55 – 59 222.538 224.381 446.919

60 – 64 132.909 152.241 285.150

65+ 214.228 298.435 512.663

Jumlah/Total 6.544.092 6.559.504 13.103.596

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut kegiatan seminggu yang lalu untuk wilayah Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja adalah sebesar 6.131.664 jiwa, dimana 5.751.682 jiwa bekerja dan 379.982 jiwa sedang mencari kerja. Sedangkan jumlah penduduk yang bukan termasuk angkatan kerja sebesar 2.702.653 jiwa, dimana 790.921 jiwa sekolah, 1.583.473 jiwa mengurus rumahtangga, dan 328.259 jiwa melakukan kegiatan lainnya.


(1)

Lampiran 25. Keadaan Penduduk Tahun 2012

No

Kabupaten/Kota

Keadaan Penduduk

Kecamatan

Jumlah

Jumlah

PDDK

PDDK

PDDK

Desa/Kelurahan

Penduduk

RT

MISKIN < 36 JAM

TT-SD

1)

Deli Serdang

1.

Percut Sei Tuan

a.

Kolam

14699

3383

423

2073

588

b.

Sampali

24625

6752

439

1235

616

c.

Saentis

17024

4021

740

1243

751

2.

Tanjung Morawa

a.

Wonosari

9152

2669

368

1597

0

b.

Dalu Sepuluh B

5900

1680

369

1175

4

c.

Pardamean

4136

1135

225

499

9

3.

Lubuk Pakam

a.

Sekip

17492

4128

99

2477

39

b.

Petapahan

2215

669

102

250

6

c.

Paluh Kemiri

2789

883

157

736

5

2)

Simalungun

1.

Gunung Malela

a.

Serapuh

1952

540

109

164

99

b.

Margo Mulyo

1467

367

65

226

215

c.

Silulu

1607

483

41

183

174

2.

Siantar

a.

Sitalasari

4044

988

121

497

39

b.

Sejahtera

2382

486

145

48

24

c.

Dolok Hataran

4187

1073

169

536

100

3.

Jawa Maraja Bah

Jambi

a.

Mariah Jambi

2436

668

90

752

82

b.

Moho

2459

662

92

1280

124

c.

Bah Joga

4124

1083

197

583

268

3)

Tapanuli Tengah

1.

Sarudik

a.

Sarudik

4149

1196

214

132

20

b.

Pondok Batu

4075

911

127

261

46

c.

Sibuluan Nalambok

4739

1074

109

284

157

2.

Pandan

a.

Sibuluan Indah

5752

1239

127

2876

20

b.

Lubuk Tukko

5033

1906

154

252

246

c.

Kalangan

8800

2213

302

1760

228

3.

Badiri

a.

Aek Horsik

2337

508

57

216

280

b.

Lopian

2772

591

72

317

256

c.

Hutabalang

7388

1665

283

4654

761


(2)

Lampiran 26. Akses Fisik, Ekonomi, dan Sosial Tahun 2012

No

Kabupaten/Kota Akses Fisik Akses Ekonomi Akses Sosial

Kecamatan Rcons %JLN-TDK % DS-TDK % PDDK % PDDK Indeks % PDDK

Desa/Kelurahan RODA 4 PASAR MISKIN < 36 JAM PDRB TT-SD

1) Deli Serdang 1. Percut Sei Tuan

a. Kolam 0,14 0 100 12,50 14,10 PM 4,00

b. Sampali 0,26 0 100 6,50 5,02 PM 2,50

c. Saentis 0,08 0 100 18,40 7,30 PM 4,41

2. Tanjung Morawa

a. Wonosari 0,29 0 100 13,79 17,45 PM 0,00

b. Dalu Sepuluh B 0,77 0 100 21,96 19,92 PM 0,07

c. Pardamean 0,23 0 100 19,82 12,06 PM 0,22

3. Lubuk Pakam

a. Sekip 0,17 0 100 2,40 14,16 PM 0,22

b. Petapahan 0,03 0 100 15,25 11,29 PM 0,27

c. Paluh Kemiri 0,05 0 100 17,78 26,39 PM 0,18

2) Simalungun 1. Gunung Malela

a. Serapuh 1,12 0 100 20,19 8,40 PM 5,07

b. Margo Mulyo 1,67 0 0 17,71 15,41 PM 14,66

c. Silulu 0,52 0 100 8,49 11,39 PM 10,83

2. Siantar

a. Sitalasari 8,16 0 100 12,25 12,29 PM 0,96

b. Sejahtera 1,91 20 100 29,84 2,02 PM 1,01

c. Dolok Hataran 1,78 0 100 15,75 12,80 PM 2,39

3. Jawa Maraja Bah Jambi

a. Mariah Jambi 0,22 0 100 13,47 30,87 PM 3,37

b. Moho 0,67 10 100 13,90 52,05 PM 5,04

c. Bah Joga 2,19 0 100 18,19 14,14 PM 6,50

3) Tapanuli Tengah

1. Sarudik

a. Sarudik 30,49 0 100 17,89 3,18 PM 0,48

b. Pondok Batu 83,47 0 0 13,94 6,40 PM 1,13

c. Sibuluan Nalambok 24,39 0 100 10,15 5,99 PM 3,31

2. Pandan

a. Sibuluan Indah 72,02 5 100 10,25 50,00 PM 0,35

b. Lubuk Tukko 11,97 0 100 8,08 5,01 PM 4,89

c. Kalangan 8,15 50 100 13,65 20,00 PM 2,59

3. Badiri

a. Aek Horsik 10,22 50 100 11,22 9,24 PM 11,98

b. Lopian 0,27 60 100 12,18 11,44 PM 9,24

c. Hutabalang 0,21 50 0 17,00 62,99 PM 10,30


(3)

Lampiran 27. Skoring Komposit Akses Pangan Tahun 2012

No

Kabupaten/Kota Akses Fisik Akses Ekonomi Akses Sosial

Skoring Komposit Kecamatan Rcons %JLN-TDK % DS-TDK % PDDK % PDDK Indeks % PDDK

Desa/Kelurahan RODA 4 PASAR MISKIN < 36 JAM PDRB TT-SD 1) Deli Serdang

1. Percut Sei Tuan

a. Kolam 6 6 1 5 5 PM 6 4,83

b. Sampali 6 6 1 6 6 PM 6 5,17

c. Saentis 6 6 1 4 6 PM 6 4,83

2. Tanjung Morawa

a. Wonosari 6 6 1 5 5 PM 6 4,83

b. Dalu Sepuluh B 4 6 1 3 5 PM 6 4,17

c. Pardamean 6 6 1 4 5 PM 6 4,67

3. Lubuk Pakam

a. Sekip 6 6 1 6 5 PM 6 5,00

b. Petapahan 6 6 1 3 6 PM 6 4,67

c. Paluh Kemiri 6 6 1 3 4 PM 6 4,33

2) Simalungun 1. Gunung Malela

a. Serapuh 3 6 1 3 6 PM 6 4,17

b. Margo Mulyo 1 6 6 4 5 PM 5 4,50

c. Silulu 5 6 1 6 5 PM 5 4,67

2. Siantar

a. Sitalasari 1 6 1 5 5 PM 6 4,00

b. Sejahtera 1 4 1 3 6 PM 6 3,50

c. Dolok Hataran 1 6 1 4 5 PM 6 3,83

3. Jawa Maraja Bah Jambi

a. Mariah Jambi 6 6 1 5 3 PM 6 4,50

b. Moho 5 5 1 5 1 PM 6 3,83

c. Bah Joga 1 6 1 4 5 PM 6 3,83

3) Tapanuli Tengah 1. Sarudik

a. Sarudik 1 6 1 4 6 PM 6 4,00

b. Pondok Batu 1 6 6 5 6 PM 6 5,00

c. Sibuluan Nalambok 1 6 1 5 6 PM 6 4,17

2. Pandan

a. Sibuluan Indah 1 6 1 5 2 PM 6 3,50

b. Lubuk Tukko 1 6 1 6 6 PM 6 4,33

c. Kalangan 1 1 1 5 4 PM 6 3,00

3. Badiri

a. Aek Horsik 1 1 1 5 6 PM 5 3,17

b. Lopian 6 1 1 5 5 PM 6 4,00

c. Hutabalang 6 1 6 4 1 PM 5 3,83


(4)

Lampiran 28a. Ketersediaan Pangan Strategis A41Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

1. Beras 4. Ubi Jalar

No Uraian Satuan Realisasi No Uraian Satuan Realisasi

1 Produksi GKG Ton 3.628.838 1 Produksi Ton 217.382

2 Kebutuhan GKG Ton 264.905 2 Impor Ton -

a. Pakan Ternak Ton 15.967 3 Ekspor Ton 4.267

b. Benih Ton 32.660 4 Ketersediaan Ton 213.115

c. Industri non Makanan Ton 20.321 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

d. Tercecer Ton 195.957 6 Kebutuhan Ton 42.963

3 Ketersediaan GKG Ton 3.363.932 a. RT Ton 16.617

4 Produksi Beras Ton 2.110.531 b. Non RT Ton 26.346

5 Stok (BPS) Ton 52.095 7 Surplus/Defisit Ton 170.152

6 Impor Ton -

7 Ekspor Ton - 5. Ubi Kayu

8 Ketersediaan Beras Ton 2.162.626 No Uraian Satuan Realisasi

9 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204 1 Produksi Ton 1.087.955

10 Kebutuhan Ton 1.909.240 2 Impor Ton -

a. RT Ton 1.406.362 3 Ekspor Ton 42

b. Non RT Ton 502.878 4 Ketersediaan Ton 1.087.913

11 Surplus/Defisit Ton 253.386 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

6 Kebutuhan Ton 156.580

2. Jagung a. RT Ton 98.795

No Uraian Satuan Realisasi b. Non RT Ton 57.785

1 Produksi Ton 1.327.768 7 Surplus/Defisit Ton 931.333

2 Impor Ton 168.199

3 Ekspor Ton 360 6. Kacang Tanah

4 Ketersediaan Ton 1.495.607 No Uraian Satuan Realisasi

5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204 1 Produksi Ton 10.956

6 Kebutuhan Ton 982.731 2 Impor Ton 8.972

a. RT Ton 1.688 3 Ekspor Ton 90

b. Non RT Ton 981.043 4 Ketersediaan Ton 19.838

7 Surplus/Defisit Ton 512.876 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

6 Kebutuhan Ton 18.812

3. Kedelai a. RT Ton 7.660

No Uraian Satuan Realisasi b. Non RT Ton 11.152

1 Produksi Ton 14.049 7 Surplus/Defisit Ton 1.026

2 Impor Ton 91.826

3 Ekspor Ton - 7. Cabai Merah

4 Ketersediaan Ton 105.875 No Uraian Satuan Realisasi

5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204 1 Produksi Ton 197.783

6 Kebutuhan Ton 61.302 2 Impor Ton -

a. RT Ton 39.726 3 Ekspor Ton -

b. Non RT Ton 21.576 4 Ketersediaan Ton 197.783

7 Surplus/Defisit Ton 44.573 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204


(5)

a. RT Ton 76.984

b. Non RT Ton 8.593

7 Surplus/Defisit Ton 112.206

Sumber : Badan Ketahanan Pangan

Lampiran 28b. Ketersediaan Pangan Strategis Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

8. Bawang Merah 12. Daging Ayam

No Uraian Satuan Realisasi No Uraian Satuan Realisasi

1 Produksi Ton 12.449 1 Produksi Ton 48.249

2 Impor Ton 710 2 Impor Ton -

3 Ekspor Ton 49 3 Ekspor Ton -

4 Ketersediaan Ton 13.110 4 Ketersediaan Ton 48.249

5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

6 Kebutuhan Ton 34.172 6 Kebutuhan Ton 35.128

a. RT Ton 33.754 a. RT Ton 29.470

b. Non RT Ton 418 b. Non RT Ton 5.658

7 Surplus/Defisit Ton -21.062 7 Surplus/Defisit Ton 13.121

9. Minyak Goreng 13. Telur

No Uraian Satuan Realisasi No Uraian Satuan Realisasi

1 Produksi Ton 2.281.020 1 Produksi Ton 106.905

2 Impor Ton - 2 Impor Ton -

3 Ekspor Ton 1.857.960 3 Ekspor Ton -

4 Ketersediaan Ton 423.060 4 Ketersediaan Ton 106.905

5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

6 Kebutuhan Ton 219.184 6 Kebutuhan Ton 51.913

a. RT Ton 92.693 a. RT Ton 49.722

b. Non RT Ton 126.491 b. Non RT Ton 2.191

7 Surplus/Defisit Ton 203.876 7 Surplus/Defisit Ton 54.992

10. Gula Pasir 14. Ikan

No Uraian Satuan Realisasi No Uraian Satuan Realisasi

1 Produksi Ton 144.622 1 Produksi Ton 121.098

2 Impor Ton - 2 Impor Ton -

3 Ekspor Ton - 3 Ekspor Ton -

4 Ketersediaan Ton 144.622 4 Ketersediaan Ton 121.098

5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204 5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

6 Kebutuhan Ton 128.902 6 Kebutuhan Ton 342.079

a. RT Ton 123.461 a. RT Ton 338.446

b. Non RT Ton 5.441 b. Non RT Ton 3.633

7 Surplus/Defisit Ton 15.720 7 Surplus/Defisit Ton -220.981

11. Daging Sapi

No Uraian Satuan Realisasi


(6)

1 Produksi Ton 16.352

2 Impor Ton -

3 Ekspor Ton -

4 Ketersediaan Ton 16.352

5 Jumlah Penduduk Jiwa 12.982.204

6 Kebutuhan Ton 16.267

a. RT Ton 13.891

b. Non RT Ton 2.376

7 Surplus/Defisit Ton 85

Sumber : Badan Ketahanan Pangan