Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal Dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal Di Provinsi Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH HARGA BERAS LOKAL DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERMINTAAN BERAS LOKAL

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH :

RIFANNY YUNIKA SIREGAR 060501052

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memperoleh Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR

NIM : 060501052

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

TANGGAL, DOSEN PEMBIMBING


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

HARI : RABU

TANGGAL : MARET 2010

NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

KETUA DEPARTEMEN DOSEN PEMBIMBING

(Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec) (Drs.Rahmat Sumanjaya,MSi)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

NAMA : RIFANNY YUNIKA SIREGAR

NIM : 060501052

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

JUDUL SKRIPSI : Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

TANGGAL, KETUA DEPARTEMEN

(Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec)

TANGGAL, DEKAN


(5)

ABSTRACT

Like known, rice is staple food for society in Indonesia. Almost entire/all resident either in countryside and in urban wear rice as staple food. Not merely utilized as food-stuff like rice, but also able to good for making other materials like rice powder, baby food and others. This matter also happened in North Sumatera. Society here utilize rice as staple food the core important. Request of local rice remain to mount every year him along with accretion of residents amount. Although rice price which always experience of change more than anything else at the time of the happening of economic crisis of period 1997-1998 which knock over Indonesia there is that moment which cause local rice price mount sharply, request of local rice not many changing. This can tolerate to remember rice are staple food for society in North Sumatera.

In doing this research, writer process data which have made available utilized aid of eviews 5.1 and word microsoft 2007 and also excel microsoft 2007 for the minimization of mistake of data and also data-processing . As for got data come from Badan Pusat Statistik and on Badan Ketahanan Pangan of provinsi North Sumatera. With this matter eat writing of this skripsi can walk at ease. lock : Request of Local Rice, Local Rice Price, Residents Amount.


(6)

ABSTRAK

Seperti diketahui, beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia. hampir seluruh penduduk baik di desa maupun di perkotaan memakai beras sebagai makanan pokok. Bukan hanya dipergunakan sebagai bahan makanan seperti nasi, tetapi juga bisa berguna untuk membuat bahan lainnya seperti tepung beras, makanan bayi dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di sumatera utara. masyarakat disini mempergunakan beras sebagai makanan pokok utamanya. Permintaan beras lokal tetap meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Walaupun harga beras yang selalu mengalami perubahan apalagi pada saat terjadinya krisis ekonomi periode 1997-1998 yang melanda indonesia ada saat itu yang menyebabkan harga beras lokal meningkat tajam, permintaan beras lokal tidak banyak berubah. Ini bisa dimaklumi mengingat beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di sumatera utara.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengolah data yang sudah tersedia dengan mempergunakan bantuan eviews 5.1 dan microsoft word 2007 serta microsoft excel 2007 untuk meminimalkan kesalahan data serta memperlancar pengolahan data. Adapun data yang didapat berasal dari badan pusat statistik dan dinas ketahanan pangan provinsi Sumatera Utara. Dengan hal ini makan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh kerendahan hati, penulis mamanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis mampu dalam melaksanakan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara.

Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca tentrang fakta-fakta yang mempengaruhi jumlah permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak baik dalam bentuk moril, material dan terutama doa. Maka pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Bapak Drs.Rahmat Sumanjaya,MSi sebagai dosen pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini. 5. Bapak Drs. Arifin Siregar, MSP sebagai dosen penguji I yang telah

memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Syarief Fauzi, SE,M,Acc,AK sebagai dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Raina Linda Sari, SE, M.Si sebagai dosen wali saya yang telah memberikan bimbingan dan saran selama saya menjadi mahasiswa di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Seluruh staff pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Ketahanan Pangan provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data yang berhubungan dengan skripsi penulis.

10. Buat teman-teman Departemen Ekonomi Pembangunan 2006 khususnya Rasidah, Mediawati, Dosma, Khairiati, Yesi, Priska, Wirda dll terima kasih atas dukungan, kebersamaan dan doanya selama di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan buat kedua orangtuaku Firman Siregar dan Eka Meydia Pauliza serta kedua adikku.


(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna oleh karena itu sangat diharapkan saran maupun kritik yang sifatnya membangun sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.

Semoga kiranya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatian semua, penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Medan, 2010


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ………. i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 6

1.3 Hipotesis ………... 7

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 7

1.5 Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 9

2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ……….. 9

2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia ……….. 11

2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah …………. 14

2.2 Deskripsi Beras ……… 15

2.2.1 Deskripsi Tanaman Padi ……… 15

2.2.2 Varietas Unggul di Indonesia ……… 16


(11)

2.2.4 Pengembangan Produk Olahan Padi ………. 18

2.3 Beras Sebagai Pangan Pokok ……….. 20

2.3.1 Mutu Beras ……… 21

2.3.2 Kualitas Beras Lokal di Sumatera Utara ……… 23

2.3.3 Jenis-jenis Beras dan Pengolahannya ……… 24

2.4 Teori Permintaan ……… 25

2.4.1 Defenisi Permintaan ……….. 25

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan ……… 26

2.4.3 Perubahan Permintaan ………... 30

2.5 Teori Penawaran ………. 31

2.5.1 Defenisi Penawaran ………... 31

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran ………. 32

2.5.3 Perubahan Penawaran ……… 33

2.6 Keseimbangan Pasar ……… 33

2.6.1 Pengaruh Perubahan Permintaan dan Penawaran dalam Equilibirium 33 2.7 Elastisitas Permintaan ……….. 35

2.7.1 Defenisi Elastisitas Permintaan ………. 35

2.7.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga ………. 35

2.7.3 Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan ………. 36

2.7.4 Elastisitas Permintaan Silang ………. 37

2.7.5 Jenis-jenis Elastisitas Permintaan ……… 38


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 42

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……… 42

3.2 Pendekatan Penelitian ……….. 42

3.3 Jenis Variabel ……….. 43

3.4 Jenis dan Sumber Data ………. 43

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………... 43

3.6 Pengolahan Data ……….. 44

3.7 Model Analisis Data ………. 44

3.7.1 Uji Kesesuaian ……… 45

3.7.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R Square) ……… 45

3.7.1.2 Uji T Statistik ……….. 46

3.7.1.3 Uji F Statistik ………. 47

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 49

3.7.2.1 Multikolinierity ……….. 49

3.7.2.2 Autokorelasi ………. 49

3.7.2.3 Uji Normalitas ……… 51

3.7.2.4 Uji Linieritas ………. 51

3.8 Defenisi Operasional ……… 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 53

4.1 Gambaran Umum Sumatera Utara ……… 53

4.1.1 Kondisi Geografis Sumatera Utara ………... 53

4.1.2 Penyebaran Kegiatan Ekonomi ……… 55


(13)

4.2 Perkembangan Permintaan Beras Lokal di Sumatera Utara ……… 58

4.3 Perkembangan Harga Beras Lokal di Sumatera Utara ………. 60

4.4 Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara ……….. 63

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ……… 66

4.5.1 Uji Kesesuaian ……… 67

4.5.1.1 Uji Koefisien Determinasi (R Square) ……….. 67

4.5.1.2 Uji T Statistik ……… 68

4.5.1.3 Uji F Statistik ……… 68

4.5.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………. 70

4.5.2.1 Multikolinierity ……….. 70

4.5.2.2 Autokorelasi ……….. 72

4.5.2.3 Uji Normalitas ……… 72

4.5.2.4 Uji Linieritas ………. 73

BAB V SARAN DAN KESIMPULAN ……… 74 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

NO TABEL JUDUL HALAMAN

1 Distribusi Kesempatan Kerja Menurut beberapa sektor 11

2 Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 13

3 Daftar Beras Lokal yang Dijual di Pasaran Setiap Daerah di 23

Sumatera Utara 4 Tingkat Permintaan Beras Lokal di Sumatera Utara 59

5 Perkembangan Harga Rata-rata Beras Lokal di Sumatera Utara 62 6 Perkembangan Jumlah Penduduk di Sumatera Utara 64

7 Model Estimasi Hasil Regresi 67

8 Hasil Ramsey Reset Test 73

9 Hasil Uji Normalitas 73

 

 


(15)

DAFTAR GAMBAR

NO GAMBAR JUDUL HALAMAN

1. Skema macam-macam produk olahan padi 19

2. Kurva permintaan 26

3. Pergerakan kurva permintaan 30

4. Pergeseran kurva permintaan 31

5. Grafik keseimbangan 34

6. Kurva uji t statistik 47

7. Kurva uji f statistik 48

8. Kurva Durbin Watson 50

9. Kurva Tingkat Permintaan Beras Lokal 60

10. Kurva perkembangan Harga Beras Lokal 63


(16)

ABSTRACT

Like known, rice is staple food for society in Indonesia. Almost entire/all resident either in countryside and in urban wear rice as staple food. Not merely utilized as food-stuff like rice, but also able to good for making other materials like rice powder, baby food and others. This matter also happened in North Sumatera. Society here utilize rice as staple food the core important. Request of local rice remain to mount every year him along with accretion of residents amount. Although rice price which always experience of change more than anything else at the time of the happening of economic crisis of period 1997-1998 which knock over Indonesia there is that moment which cause local rice price mount sharply, request of local rice not many changing. This can tolerate to remember rice are staple food for society in North Sumatera.

In doing this research, writer process data which have made available utilized aid of eviews 5.1 and word microsoft 2007 and also excel microsoft 2007 for the minimization of mistake of data and also data-processing . As for got data come from Badan Pusat Statistik and on Badan Ketahanan Pangan of provinsi North Sumatera. With this matter eat writing of this skripsi can walk at ease. lock : Request of Local Rice, Local Rice Price, Residents Amount.


(17)

ABSTRAK

Seperti diketahui, beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di indonesia. hampir seluruh penduduk baik di desa maupun di perkotaan memakai beras sebagai makanan pokok. Bukan hanya dipergunakan sebagai bahan makanan seperti nasi, tetapi juga bisa berguna untuk membuat bahan lainnya seperti tepung beras, makanan bayi dan lain-lain. Hal ini juga terjadi di sumatera utara. masyarakat disini mempergunakan beras sebagai makanan pokok utamanya. Permintaan beras lokal tetap meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Walaupun harga beras yang selalu mengalami perubahan apalagi pada saat terjadinya krisis ekonomi periode 1997-1998 yang melanda indonesia ada saat itu yang menyebabkan harga beras lokal meningkat tajam, permintaan beras lokal tidak banyak berubah. Ini bisa dimaklumi mengingat beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat di sumatera utara.

Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengolah data yang sudah tersedia dengan mempergunakan bantuan eviews 5.1 dan microsoft word 2007 serta microsoft excel 2007 untuk meminimalkan kesalahan data serta memperlancar pengolahan data. Adapun data yang didapat berasal dari badan pusat statistik dan dinas ketahanan pangan provinsi Sumatera Utara. Dengan hal ini makan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.


(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional. Menurut Suryana dkk (2001) beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi di Indonesia yang masih diatas 95%. Bahkan Surono (2001) memperkirakan tingkat partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di jawa maupun di luar jawa sekitar 97% hingga 100%. Ini berarti hanya sekitar 3% dari total RT di Indonesia yang tidak mengkonsumsi beras. Yang cukup menarik dari dari hasil studinya tersebut bahwa penduduk di provinsi Maluku yang semula konsumsi pokoknya adalah sagu, tingkat partisipasi konsumsi berasnya mencapai 100%. Alasan mengapa beras tetap dominan adalah karena beras lebih baik sebagai sumber energi maupun nutrisi dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya. Selain itu, beras juga menjadi sumber protein utama, yaitu mencapai 40%.

Dibandingkan dengan Negara-negara penghasil beras utama dunia, luas panen padi Indonesia berada pada posisi ketiga terluas setelah India dan Cina. Hingga akhir tahun 2006, luas panen padi di India mencapai 28.9% (44 juta Ha), Cina 19,1% dan Indonesia sendiri sebesar 7,8% dari total luas panen padi di dunia (152,5 juta Ha). Dan berdasarkan jumlah beras yang diproduksi, Indonesia juga termasuk sebagai produsen beras dunia ke-3


(19)

terbesar setelah Cina dan India. Hingga tahun 2006 volume yang dihasilkan oleh Cina mencapai 128 juta MT atau 31% dari total produksi beras dunia yang sebesar 415,23 juta MT . India dan Indonesia masing-masing memberikan kontribusi 22% ( 91 juta MT ) dan 8% ( 35 juta MT) (BPS: 2008).

Di Indonesia sendiri, provinsi dengan jumlah produksi padi tertinggi adalah Jawa Barat, kemudian diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah. Provinsi lainnya dengan jumlah produksi padi diatas satu juta ton per tahun adalah Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NAD, NTB, Banten, Kalimantan Selatan. Pada volume konsumsi beras, Indonesia juga berada pada peringkat tiga konsumen beras terbesar di dunia setelah Cina dan India, yaitu berkisar antara 110-139 kg per tahun.

Memang sejak akhir 1960an sampai dengan pertengahan 1980an kebijakan perberasan nasional bertujuan untuk mencapai swasembada beras. Pemerintah pada saat itu berupaya meningkatkan produksi beras melalui pengenalan benih IR dan lokal yang sangat responsif terhadap pupuk kimia dan untuk mendukung upaya tersebut maka pemerintah memberikan kemudahan atau insentif kepada petani agar dapat menerapkan teknologi tersebut. Dukungan yang diberikan pemerintah pada saat itu antara lain adalah memberikan subsidi input, investasi pada irigasi dan kelembagaan sampai di tingkat petani. Kenyataan ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan tersebut memberikan hasil dengan tercapainya tingkat swasembada beras pada tahun 1984 dan membawa Indonesia menjadi net exporting country (Suryana, 2001).


(20)

Namun demikian, tingkat swasembada tersebut tidak dapat dipertahankan karena terjadinya hal-hal yang merugikan seperti tidak berkembangnya penemuan varietas baru yang berproduksi tinggi, faktor politik dan ekonomi Negara dan perubahan faktor lingkungan fisik dimana beras yang dihasilkan berbeda jumlahnya baik saat musim panen raya maupun pada musim paceklik. Apalagi dengan terjadinya badai El Nino pada kurun waktu 1998 sampai dengan 1999. Hal ini diperburuk lagi dengan pergeseran kebijakan ekonomi pemerintah ke arah industri sehingga pembangunan pertanian menjadi lebih tertinggal yang berdampak semakin menurunnya tingkat pertumbuhan produksi padi pada khususnya. Dampak yang lebih bersifat nasional ditunjukkan dengan bergesernya Indonesia sebagai Negara pengimpor beras lagi sejak akhir 1980an dan meningkat terus hingga tahun 1995 dan semakin parah lagi terjadi pada saat krisis (1997-1998) yaitu dengan larangan monopoli impor oleh Bulog dan diizinkannya pihak swasta untuk impor beras. Pada periode ini ternyata impor beras mencapai jumlah fantastik yaitu mencapai 5,8 juta ton sehingga mempunyai dampak pada rendahnya harga beras di pasar internasional pada saat itu ( BPS:2008 ).

Pada 30 tahun terakhir, baru pada tahun 1998 inilah Indonesia mengalami krisis beras yang paling parah. Harga beras di pasaran semakin meningkat di satu pihak, sedangkan di pihak lain pendapatan riil masyarakat semakin berkurang dan jumlah orang miskin terus bertambah karena krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan 1997, sehingga sebagian besar masyarakat sulit menjangkau beras yang tersedia di pasar


(21)

dan harganya tidak stabil. Harga pasar yang pada Juli 1998 mencapai sekitar Rp 2.200 per kg atau 2,2 kali lipat dari harga pertengahan tahun 1997. Besarnya keterkaitan antara konsumsi beras dengan pendapatan diperkuat juga dengan data konsumsi tahun 1996 dan 1999. Pada tahun 1996 konsumsi beras di kota dan di desa masing-masing adalah 108,89 kg dan 120,97 per kapita. Setelah adanya krisis ekonomi, yang diperkirakan menyebabkan turunnya pendapatan rumah tangga, konsumsi beras di kota dan di desa pada tahun 1999 telah berkurang menjadi 96 kg dan 111,78 kg per kapita (BPS : 2008).

Berbagai kebijakan konvensional dan kebijakan baru diterapkan namun demikian belum mampu sepenuhnya meredam kenaikan harga beras dalam negeri dan memperbaiki daya beli ataupun permintaan masyarakat terhadap beras dalam negeri. Sebaliknya pada tahun 2000, harga beras dalam negeri terus tertekan dan rendah, mengikuti harga beras di pasar dunia, sehingga telah berpengaruh buruk terhadap pendapatan petani padi, berkurangnya insentif untuk menggunakan teknologi baru akan berakibat serius terhadap produktivitas dan efisiensi di usaha tani padi. Pemerintah hanya meresponnya dengan memperbaiki insentif melalui penetapan harga dasar yang lebih tinggi lagi pada Januari 2001. Padahal harga dasar yang ditetapkan pada saat krisis akhir 1998 dianggap terlalu tinggi manakala harga beras di pasar dunia terus menurun, nilai tukar rupiah semakin menguat dan inflasi semakin terkendali.


(22)

menurun dengan rata-rata 33,6 persen per tahun. Hal tersebut merupakan kondisi yang cukup menggembirakan karena terdapat kecenderungan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap beras impor mulai berkurang. Pada periode Januari-September volume impor beras meningkat sekitar 64,2 persen dari tahun 2005 pada periode bulan yang sama, namun hal tersebut disebabkan oleh bencana yang mengakibatkan tingginya tingkat kegagalan panen padi (BPS : 2008).

Dengan kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa FAO Indonesia masih sering dikategorikan sebagai Negara berketahanan pangan rendah, dalam arti rentan terhadap gejolak sosial dan kenaikan harga pangan global. Dalam keadaan harus melakukan impor, jumlah impor beras Indonesia berkisar antara lima hingga sepuluh persen dari total kebutuhan beras nasional. Dana yang besar diperlukan untuk membiayai penyediaan beras impor, dimana setiap tahunnya jumlah permintaan beras dalam negeri atau lokal terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Untuk Sumatera Utara sendiri, pemerintah telah menetapkan bahwa provinsi ini sebagai salah satu lumbung berasnya Indonesia dari 14 provinsi sentra produksi padi di Indonesia yang diharapkan akan mampu untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Dari beberapa daerah yang menghasilkan beras, kabupaten Simalungun, langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai merupakan daerah penyuplai beras terbesar di Sumatera Utara. Pada periode 1997 sampai 1999 harga rata-rata beras lokal di pasaran juga ikut naik dua kali lipat dari kisaran seribu rupiah menjadi dua ribuan. Pada saat itu tingkat pendapatan perkapita masyarakat juga


(23)

menurun dan secara langsung ini akan berpengaruh terhadap permintaan beras produksi lokal. Tingkat permintaan beras turun setelah krisis yaitu pada tahun 2000 dengan jumlah 1.611.956 ton dari tahun 1999 yang berjumlah sekitar 1.659.665 ton. Tentu ini merupakan dampak dari keadaan ekonomi dan pertanian yang semakin memburuk yang melanda Indonesia pada masa itu. Sehingga dari peristiwa-peristiwa diatas kita dapat melihat bagaimana pengaruh dan dampaknya terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

Dengan latar belakang inilah dilakukan analisis lebih lanjut dalam bentuk tugas akhir skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di Provinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana secara terarah. Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah :

1. Bagaimana pengaruh harga beras lokal terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera utara?

2. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara?


(24)

1.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang diperoleh adalah :

1. Harga beras lokal memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap permintaan beras lokal

di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk melihat seberapa besar pengaruh harga beras lokal terhadap

permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk melihat seberapa besar pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel harga dan jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara yang bisa dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(25)

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak dan menambah sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu ekonomi.

3. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui permasalahan serta bagi penelitian yang akan datang.

4. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni.

5. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan di masa yang akan datang.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di Negara-negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yang dapat kita lihat sebagai berikut :

• Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut, terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit dan farmasi. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

• Karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal

pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang-barang konsumen. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi pasar.

• Karena relatif pentingnya pertanian bila dilihat dari sumbangan

outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja tanpa bisa dihindari menurun


(27)

dengan dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini bisa dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan ekonomi panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor non pertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebut ini sebagi kontribusi faktor-faktor produksi.

• Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi

surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor(substitusi impor). Ini disebut kuznets sebagai kontribusi devisa.

Jika dilihat dari penjelasan diatas, pentingnya pertanian di dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber devisa Negara, tetapi potensinya juga bisa dapat dilihat sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan output atau NT dan diversifikasi produksi di sektor-sektor lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sebagai sektor “pemimpin” artinya semakin besar ketergantungan daripada pertumbuhan NT di sektor-sektor lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian semakin besar peran pertanian sebagai sektor pemimpin.


(28)

2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia

Peranan penting dari sektor pertanian di dalam perekonomian Indonesia adalah terutama dalam bentuk penyediaan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap pembentukan PDB dan ekspor. Dalam hal kesempatan kerja, selama periode 1982-1989 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami sedikit peningkatan, namun setelah itu jumlahnya berkurang. Sedangkan jumlah pekerja di sektor industri pengolahan sejak tahun 1984 terus bertambah (tabel 1). Secara relatif, pangsa dari pertanian di dalam total kesempatan kerja menunjukkan suatu tren perubahan jangka panjang yang negatif, sementara dari industri pengolahan positif. Pada tahun 1982 kontribusi pertanian terhadap total kesempatan kerja sekitar 54,7% dibandingkan dengan industri pengolahan 10,4%.

Tabel 1

Distribusi kesempatan kerja menurut beberapa sektor di Indonesia *)

Periode Pertanian Industri

pengolahan

Pertambangan Lainnya Total

1982 1984 1989 1991 1993 1995 1997 1999 31593 33079 41284 41206 40072 35233 35849 38378 6022 5565 7335 7946 8784 10127 11215 11516 391 411 449 565 653 643 897 726 19797 21029 24357 26706 29691 34107 39089 38197 57803 60084 73425 76423 79200 80110 87050 88817 Catatan: *) jumlah dalam ribu orang


(29)

Secara teoritis, berkurangnya pangsa tenaga kerja dari suatu sektor dapat disebabkan oleh dua perubahan, yakni penurunan secara absolut : jumlah orang yang bekerja di sektor tersebut berkurang, atau penurunan secara relatif : laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lain atau tidak ada perubahan, sementara di sektor-sektor lain jumlah tenaga kerja meningkat. Kasus Indonesia menunjukkan bahwa turunnya pangsa tenaga kerja dari sektor pertanian tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah tenaga kerja di sektor itu sejak pertengahan hingga menjelang akhir tahun 1990an. Walaupun tidak ada data agregat yang dapat mendukung, namun diduga kuat bahwa selama periode tersebut telah terjadi transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor-sektor lain khususnya industri pengolahan, angkutan, restoran dan jasa lain.

Dalam hal pembentukan PDB, selama periode 1997-2001 pangsa sektor pertanian tidak lebih dari 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi output dari pertanian jauh lebih kecil dibandingkan kontribusinya terhadap total kesempatan kerja. Sektor industri pengolahan diperkirakan pada tahun 2001 menyumbang hampir 26% terhadap pembentukan PDB sedangkan sektor pertanian menyumbang sekitar 16%. Laju pertumbuhan rata-rata per tahun di sektor pertanian juga kecil, dibawah 2%, dan pada tahun 1998 pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, pertumbuhan negatif, seperti juga yang dialami sektor lainnya.


(30)

Tabel 2

Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 1997-2001 (dalam %)

Sektor 1997 1998 1999 2000 2001

1. pertanian

2. pertambangan dan penggalian 3. industri pengolahan

4. listrik, gas dan air bersih 5. bangunan

6. perdagangan,hotel dan restoran 7. pengangkutan dan komunikasi 8. keuangan, persewaan dan jasa Perusahaan

9. jasa-jasa PDB 16,09 8,85 26,79 1,25 7,44 15,86 6,14 8,66 8,92 100,00 18,08 12,59 25,00 1,18 6,46 15,35 5,43 7,31 8,59 100,00 19,54 9,91 25,92 1,21 6,71 15,92 4,97 6,36 9,46 100,00 16,92 12,91 26,04 1,17 7,14 15,19 5,00 6,20 9,43 100,00 16,44 13,62 25,84 1,16 7,04 15,04 5,11 6,30 9,44 100,00

Sumber : BPS

Dalam hal ekspor, jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain terutama industri pengolahan, ekspor komoditi-komoditi pertanian masih sangat kecil. Produk industri pengolahan menyumbang hamper 70% terhadap total ekspor nasional, sedangkan hasil pertanian hanya sekitar 3% lebih: bahkan selama periode 1999-2000, nilai ekspor pertanian menurun. Memang Indonesia hingga saat ini belum bisa mengandalkan sektor pertanian sebagai salah satu sumber penting pendapatan devisa Negara. Hal ini disebabkan dua faktor utama, yakni dari sisi penawaran: kapasitas produksi terbatas dan dari segi permintaan : daya saing komoditi-komoditi pertanian Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan Negara-negara pengekspor pertanian sperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Cina.


(31)

2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah

Sebagai Negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah, seharusnya Indonesia bisa menjadi basis produksi pertanian dunia. Prospek investasi di sektor pertanian cenderung meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas di pasar dunia. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah sepertinya sudah menyadari kegagalannya dalam membangun sektor pertanian. Ini terbukti dengan adanya rencana pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Pada tahun 2005, misalnya, kebijakan revitalisasi pertanian telah digulirkan. Namun demikian, dampak kebijakan tersebut belum begitu signifikan. Padahal dalam revitalisasi pertanian tersebut pemerintah telah merumuskan kebijakan yang amat penting dalam pengembangan sektor pertanian, yaitu bagaimana memecahkan persoalan pembiayaan untuk membangun sektor pertanian, masih terbatasnya prasarana pedesaan, rendahnya kualitas SDM, meningkatnya alih fungsi lahan dan belum mantapnya lembaga petani dan kelembagaan masyarakat secara umum.

Dalam hal ini pemerintah belum terlalu serius dalam menggarap sektor pertanian. Meski sektor pertanian rakyat banyak tergantung pada kondisi alam, namun dengan penggunaan teknologi tinggi harusnya hal tersebut dapat dikurangi resikonya. Kemudian, pembangunan prasarana desa yang baik (jalan-jalan desa yang dibenahi agar melancarkan distribusi panen), irigasi yang terkontrol, pemakaian bibit unggul yang menjamin kualitas dan hasil produk pertanian, obat-obatan anti hama dan pupuk yang terjamin merupakan beberapa hal yang menjadi perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah.


(32)

peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani, mendorong pembangunan pertanian menuju pertanian yang tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan, revitalisasi pertanian di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara diharapkan akan berjalan dengan baik.

Dan mengacu pada visi pertanian 2020 untuk mewujudkan pertanian yang tangguh, modern dan efisien dengan ciri pemanfaatan sumber daya pertanian secara optimal dan berkelanjutan, penerapan diversifikasi, rekayasa teknologi dan peningkatan efisiensi usaha dengan sistem agribisnis diharapkan mampu menjadikan petani menjadi pengusaha di usaha taninya sendiri.

Untuk di Sumatera Utara sendiri dalam upayanya untuk peningkatan ketersediaan bahan pangan antara lain dengan cara intensifikasi, diversifikasi bahan pangan serta melalui pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara, kawasan agropolitan Dataran Rendah, kawasan agropolitan di Sumatera Utara dan penerapan teknologi di bidang pertanian. Selanjutnya dalam peningkatan diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras. Upaya untuk hal ini telah berjalan yaitu penanaman jagung di areal replanting lahan perkebunan.

2.2 Deskripsi Beras

2.2.1 Deskripsi Tanaman Padi

Tanaman padi atau latinnya disebut dengan Oryza Sativa L.diduga berasal dari Asia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya lama. Pengenalan varietas-varietas padi hasil pemuliaan tanaman pada tahun


(33)

1960an yang dikenal sebagai varietas “revolusi hijau” dengan ciri-ciri tanaman yang agak pendek, tegak dan tidak peka terhadap perubahan-perubahan masa penyinaran matahari, telah mengakibatkan penggantian pembudidayaan varietas tradisional yang meluas, dengan varietas unggul yang lebih produktif dan lebih tahan terhadap serangan hama. Varietas-varietas padi baru terutama dikembangkan untuk pembudidayaan padi di daerah rendah, yang hanya meliputi sekitar 28% dari seluruh lahan persawahan di Asia tropis. Pada saat ini, baik Lembaga Penelitian Padi Internasional ( International Rice Research Institute disingkat IRRI) maupun program pengujian padi internasional berupaya mengembangkan varietas khusus yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti kekeringan, kebanjiran atau genangan air yang dalam, suhu tinggi maupun rendah dan keadaan–keadaan lahan yang banyak beragam, bersifat alkalin ataupun lahan yang banyak mangandung asam. Kecuali upaya pengembangan varietas padi yang lebih produktif, juga diupayakan pengembangan varietas-varietas yang tahan terhadap kebanyakan penyakit dan serangga-serangga hama.

2.2.2 Varietas Unggul di Indonesia

Pada umumnya tanaman padi di Indonesia berdasarkan tempat penanamannya dibedakan menjadi padi sawah dan padi ladang. Padi sawah merupakan padi yang ditanam di sawah. Tanaman padi sawah meliputi padi rendengan, padi gogo rancah, padi pasang surut, lebak, padi rembesan dan lainnya. Sedangkan padi ladang merupakan padi yang ditanam di tegal, kebun,


(34)

Indonesia adalah varietas IR. Hingga saat ini teknologi benih padi masih terus dikembangkan di Indonesia. Sejumlah varietas lokal padi unggul telah dihasilkan oleh Badan Penelitian Padi (BALITPA) yang karateristik varietas padi dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan, dan produktivitasnya cukup tinggi yaitu berkisar antara 5-9 ton. Varietas padi unggul yang dihasilkan oleh BALITPA terdiri dari empat kelompok yaitu sebagai berikut:

™ Kelompok padi sawah yang meliputi varietas Cibodas, Ciherang,

Cisantana, Cimelati, Cigeulis, Cibogo, Fatmawati dan lainnya.

™ Kelompok padi hibrida untuk lahan di luar Jawa yaitu Maro dan Rokan.

™ Kelompok padi gogo yang meliputi varietas Situ Patenggang, Situ

Bagendit dan lainnya

™ Kelompok padi rawa pasang surut untuk lahan di luar Jawa yaitu varietas Banyuasin, Batanghari dan Siak Raya.

Selain yang disebutkan diatas masih banyak varietas unggul lainnya yang telah dilepas di berbagai daerah di Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2006. Sebut saja seperti varietas Atomita -3 dan Atomita -4 yang dilepas pada periode 1990-1991. Pada tahun 2006 varietas unggul padi hibrida seperti Brang Biji dan dan Bernas Super juga telah dilepas di beberapa daerah.

2.2.3 Varietas Unggul di Sumatera Utara

Untuk Sumatera Utara sendiri, daerah-daerah produsen terbesar penyuplai beras seperti Simalungun, Deli Serdang, Langkat dan Serdang Bedagai sudah mengembangkan beberapa varietas unggul untuk dapat meningkatkan produksi beras lokal. Biasanya petani di Sumatera Utara hanya identik dengan


(35)

menggunakan varietas unggul lokal seperti IR 64 dan Ciherang. Penggunaan benih padi hibrida masih tergolong kecil karena harga benih yang sangat mahal dan hanya bisa digunakan untuk satu kali penanaman saja. Padahal pemakaian dua benih varietas unggul ini secara terus menerus justru dikhawatirkan akan menurunkan kadar kemurnian benih. Sehingga dengan keadaan ini pemerintah daerah di Sumatera Utara mulai tahun 2007 banyak melakukan kerja sama dengan balai benih di semua daerah untuk pengembangan padi jenis hibrida ini. Untuk daerah Langkat sendiri, varietas padi unggul yang diperkenalkan pada musim tanam Februari sampai Mei 2008 lalu adalah Mendawak, indragiri, Sei Lalan. Sebelumnya juga sudah ada varietas Mekongga. Untuk Serdang Bedagai sendiri, selain varietas padi sawah dengan jenis padi Ciherang, juga sudah diproduksi seperti jenis padi hibrida yaitu jenis padi SL 8 SHS. Sedangkan untuk kabupaten Simalungun dan Deli Serdang selain varietas IR 64 dan Ciherang yang selama ini mendominasi produksi padi, ada lima varietas unggul dengan label putih yang dikembangkan penelitian Balai Besar Sukamandi Subang Jawa Barat, yaitu Varietas Sibogo, Sarinah, Aek Sibundong, Mekongga dan Pepe.

2.2.4 Pengembangan Produk Olahan Padi

Manfaat utama dari tanaman padi terdapat pada beras sebagai sumber karbohidrat pangan. Walaupun demikian, berbagai tanaman padi memiliki manfaat dan dapat menghasilkan nilai tambah dari beragam produk olahan yang dihasilkannya. Untuk penyediaan pangan, produk yang dapat dihasilkan dari bahan baku beras meliputi beraneka ragam jenis beras dengan fungsi tambahan,


(36)

beras yang digunakan oleh industri lain maupun untuk memproduksi pangan olahan serta pati. Sebagai penyedia bahan baku pakan, bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah jerami dan dedak. Sekam yang diperoleh dari pengolahan gabah dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun karbon aktif.

Padi Kompos Pakan Bahan bakar Media jamur Kertas Papan artikel

Jerami Gabah

Arang sekam Abu gosok Bahan bakar Silikat Karbon aktif

Sekam Beras pecah

kulit

Beras menir Dedak

Pakan Pangan Serat Minyak Beras kepala Beras giling Beras aritmatik Beras instan Beras kristal

Pangan pokok Pangan

fungsional

Penganan Bahan baku

industri

Beras yodium Beras IG rendah Beras nutrisi tinggi

Beras berlembaga

Kue basah

Kue kering Tepung Pati


(37)

2.3 Beras sebagai Pangan Pokok

Beras merupakan salah satu dari produk olahan padi. Dalam bahasa jawa beras berasal dari kata Weas. Bagi orang Indonesia kebiasaan mengkonsumsi beras biasanya dalam bentuk nasi. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberikan kenikmatan pada saat menyantap dan aman dari segi kesehatan. Akan halnya nasi, memang menarik untuk disimak, karena nasi mudah membuat masyarakat yang semula berpangan pokok lokal bukan nasi berubah menjadi pemakan nasi yang hampir seluruhnya irreversible. Untuk di Indonesia sendiri, wilayah bagian timur seperti Maluku dan Papua yang tadinya masih mengkonsumsi sagu sebagai pangan pokok mereka, sekarang sudah beralih mengkonsumsi nasi. Hal ini mudah dimengerti karena dibanding makanan sumber karbohidrat lain, nasi lebih mudah disiapkan karena lebih luwes untuk dikonsumsi dengan beragam lauk-pauk dan memberi kenikmatan inderawi yang lebih.

Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, diantara bahan pangan berkabohidrat yaitu padi-padian, umbi-umbian dan lain-lain, beras merupakan sumber kalori yang terpenting bagi sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk (Juliano,1994)

Selain itu, berbeda dengan komoditi-komoditi pertanian lainnya, beras di Indonesia memiliki tingkat sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial


(38)

distribusi beras serta keterjangkauan oleh daya beli masyarakat sejak dulu sampai sekarang merupakan isu sentral yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan ekonomi nasional (Surono,2001). Hal ini dapat dilihat jika terjadi hal yang terjadi seperti terjadinya krisis ekonomi pada suatu Negara yang dapat mempengaruhi permintaan akan beras.

2.3.1 Mutu Beras

Secara umum, mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi dan mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji. Dalam usaha pemuliaan padi, penentu mutu beras dikelompokkan menjadi rendeman giling, kenampakan bentuk dan ukuran biji dan sifat-sifat tanak dan ukuran nasi. Berikut ini dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras ssbagai berikut:

• Mutu pasar : lebih banyak ditentukan secara obyektif oleh kenampakan

dan sifat-sifat fisik lainnya meliputi ukuran dan bentuk biji, derajat sosoh, persentase beras pecah, menir, butir kapur, butir bening, benda asing dan sebagainya.

• Mutu tanak : ciri-ciri umum yang mempengaruhi mutu tanak adalah

perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi parboliling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati. Untuk sifat beras yang digunakan sebagai ciri penentu mutu tanak dan prosesing adalah kadar amilosa, uji alkali untuk menduga suhu gelatinisasi, kemampuan pengikatan air pada suhu 70 ْْ C. Di Indonesia sendiri mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menentukan mutu beras.


(39)

• Mutu rasa : mutu rasa lebih banyak ditentukan oleh faktor subyektif, yang dipengaruhi oleh daerah, suku bangsa, lingkungan, pendidikan, tingkat golongan dan jenis pekerjaan konsumen. Pada tingkat pasar, mutu rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen dan dengan harga beras itu sendiri.

• Ukuran dan ketampakan biji : ukuran setiap varietas yang berlainan jenis biasanya berbeda. Misalnya ukuran biji beras di Indonesia adalah sedang sampai panjang dengan rata-rata 6-7 mm. sedangkan ketampakan biji pada umumnya ditentukan berdasarkan keburaman endosperm, yaitu bagian biji yang tampak putih buram, baik pad sisi dorsal biji, sisi ventral maupun tengah biji.

Di Indonesia, tingkatan mutu dan pembakuan mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh sebagian besar pedagang beras. Sejak zaman penjajahan Belanda memang sudah dikenal kelompok-kelompok mutu yang berlaku di daerah yang terbatas dan pada kenyataanya tidak resmi. Tingkatan mutu yang berlaku di masyarakat sangat beragam. Berikut ini beberapa ciri yang sering menjadi dasar pengelompokan beras di Indonesia :

™ Asal daerah seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu dan beras Banyuwangi.

™ Jenis atau varietas padi misalnya beras Rojolele, beras Bulu dan beras IR ™ Cara prosesing dikenal sebagai beras tumbuk dan beras giling.

™ Tingkat penyosohan misalnya beras slip I dengan derajat penyosohan 1/1 dan beras slip II dengan derajat penyosohan


(40)

™ Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah, misalnya di Jawa Tengah dikenal sebagai beras SP, TP dan BP dan di Jawa Barat seperti beras TA, BGA dan TC

2.3.2 Kualitas Beras Lokal di Sumatera Utara.

Seperti diketahui, Sumatera Utara termasuk sebagai salah satu daerah yang penghasil beras terbesar di Indonesia. Rata-rata penghasil beras yang mendominasi berasal dari varietas padi sawah seperti varietas IR 64 dan Ciherang. Daerah yang menjadi penyumbang beras terbesar di Sumatera Utara terdiri dari Simalungun, Deli Serdang, Langkat dan Serdang Bedagai. Kualitas beras yang umum dijual di pasaran setiap daerah seperti beras IR 64 dan beras ramos seperti yang ditunjukkan dalam tabel 4.

Tabel 3

Daftar beras lokal yang dijual di pasaran setiap daerah di Sumatera Utara

No Kabupaten / kota Kualitas beras

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gunung Sitoli ( Nias )

Penyabungan ( Mandailing Natal ) Tapanuli Selatan

Tarutung ( Taput ) Balige ( Toba Samosir )

Rantau Prapat ( Labuhan Batu ) Kisaran ( Asahan )

Sidikalang ( Dairi ) Kabanjahe ( Karo ) Sibolga Tanjung Balai Ramos no.1 Jongkong Ramos Lokal no.1 Lokal no.1 Ramos no.1 Leidong Angkat Condong Silumat KKB no.2


(41)

12 13 14 15 16

Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan

Binjai

Padang Sidempuan

Sipisang Ramos no.1

KKB no.1 Sawah biasa Jongkong IR Sumber : BPS Sumut

2.3.3 Jenis-jenis Beras dan Pengolahannya.

Jenis beras yang berbeda digunakan untuk pembuatan jenis makanan olahan yang berbeda pula, dengan penentu utama perbandingan kandungan amoilosa-amilopektin bagi rekstur nasi ataupun olahan-olahan lainnya. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan yang mengandung amilosa 0-2%, beras kering yaitu beras yang berkandungan amilosa rendah yaitu antar 9-20%, beras bekandungan amilosa menengah yaitu 20-25% dan beras berkandungan amilosa tinggi yaitu lebih dari 25%.

Beras ketan digunakan untuk membuat olahan manis dan olahan yang mempunyai sifat struktur lunak dan liat misalnya tape ketan dan brem. Beras berkadar amilosa rendah digunakan untuk membuat makanan bayi, sereal sarapan pagi dan roti dengan pengembangan volume menggunakan ragi. Beras amilosa menengah digunakan untuk membuat kue dengan melalui tahap fermentasi dan untuk membuat sop kalengan. Beras dengan kandungan amilosa tinggi merupakan bahan yang baik untuk membuat bihun. Selain hal diatas beras juga digunakan dalam pembuatan bir, anggur beras, sake dan vinegar yang terutama terdiri atas asam cuka. Beberapa puding di Negara timur jauh dibuat dari beras ketan, yang


(42)

penyiapan pangan termasuk padian sarapan, permen, campuran tepung paket, craker dan makanan kecil lainnya, sup dan makanan bayi lainnya.

2.4 Teori Permintaan 2.4.1 Defenisi Permintaan

Permintaan didefinisikan sebagai berbagai kombinasi harga dan jumlah komoditi yang ingin dan dapat dibeli oleh individu pada waktu tertentu. Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu komoditi (barang dan jasa) dan juga menerangkan ciri hubungan antara jumlah yang diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan. Hubungan antara harga dengan jumlah barang yang diminta disebut di dalam hukum permintaan yang berbunyi: semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit barang yang diminta atau semakin murah harga suatu barang maka semakin banyak barang yang diminta, ceteris paribus. Dari penjelasan hukum permintaan ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang terbalik antara jumlah barang yang dibeli dengan harga barang tersebut. Hipotesis ini didasarkan atas asumsi :

• Bila harga suatu komoditi turun, orang mengurangi pembelian atas

komoditi-komoditi lain dan menambah pembelian pada komoditi-komoditi yang mengalami penurunan harga tersebut. Penurunan harga suatu komoditi mnyebabkan pendapatan riil para pembeli meningkat, dan itu mendorong konsumen yang sudah membeli komoditi tersebut untuk membeli lagi dalam jumlah yang lebih besar.

• Bila harga suatu komoditi naik, para pembeli mencari komoditi lain yang


(43)

harga. Disamping itu kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan riil yang merosot memaksa para pembeli untumengurangi pembeliannya atas berbagai jenis komoditi, terutama atas komoditi yang mengalami kenaikan harga.

Terlihat dari hubungan ini antara harga dan permintaan memiliki hubungan yang negatif sehingga pada umumnya kurva permintaan suatu komoditi bersifat negatif terhadap sumbu horizontal yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva permintaan sendiri merupakan skedul permintaan yang digambarkan secara grafik.

P

Kurva permintaan

Q

Gambar 2. Bentuk kurva permintaan

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu komoditi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain:

Harga komoditi itu sendiri

Harga merupakan nilai sesuatu benda yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga dapat juga sebagai sejumlah uang yang harus dibayarkan pembeli kepada penjual untuk memperoleh suatu barang (benda atau jasa). Jenis-jenis harga terbagi atas dua, yaitu general price dan lokal price.


(44)

perekonomian), sering dianggap sebagai indeks harga atau menunjukkan keadaan inflasi/deflasi (harga umum). Sedangkan lokal price adalah harga untuk satu produk tertentu dalam satu perekonomian (harga lokal).

Harga komoditi lain yang berkaitan erat dengan komoditi tersebut

Barang substitusi merupakan barang komoditi pengganti dari barang pokok. Komoditi lain yang mempengaruhi permintaan ada dua jenis. Yaitu komoditi komplementer dan substitusi. Komoditi substitusi adalah barang yang dapat menggantikan fungsi dari barang lain sehingga harga komoditi pengganti dapat mempengaruhi permintaan komoditi lainnya. Komoditi ini memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan komoditi tersebut Sedangkan komoditi komplementer adalah suatu komoditi yang selalu digunakan bersama-sama dengan komoditi lainnya. Lain halnya dengan komoditi substitusi, komoditi komplementer memiliki pengaruh yang positif terhadap permintaan suatu komoditi.

Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat

Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu Negara pada suatu periode tertentu ( biasanya satu tahun ). Dalam rumus dapat dituliskan sebagai berikut :

Ycap = dimana :

GNP = total pendapatan masyarakat dalam waktu satu tahun / total produksi barang dan jasa dalam satu tahun.

Pendapatan perkapita biasanya dibagi atas dua jenis, yaitu pendapatan perkapita riil dan pendapatan perkapita nominal. Pendapatan perkapita riil


(45)

adalah pendapatan perkapita yang sudah memperhitungkan harga-harga barang dan inflasi, sedangkan pendapatan perkapita nominal adalah pendapatan perkapita yang belum memperhitungkan harga barang dan inflasi. Pendapatan yang biasanya dijadikan tolak ukur adalah pendapatan riil karena sudah memperhitungkan semua faktor. Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pola permintaan atas berbagai jenis barang. Atas dasar sifat perubahan permintaan yang berlaku apabila pendapatan berubah, berbagai jenis barang dapat dibedakan menjadi:

1. Barang inferior, dimana barang yang permintaannya justru

berkurang apabila pendapatan seseorang semakin tinggi misalnya jagung, ubi dll.

2. Barang esensial., dimana barang yang tidak banyak mempengaruhi

permintaan seseorang baik kaitannya terhadap harga maupun pendapatan seseorang misalnya barang kebutuhan pokok seperti beras dan air minum.

3. Barang normal dimana barang yang mengalami kenaikan

permintaan seiring dengan naiknya pendapatan seseorang misalnya bahan pakaian, perhiasan wanita dll.

4. Barang mewah dimana barang tersebut dibeli seseorang apabila

pendapatan mereka meningkat atau naik misalnya mobil mewah dan emas.


(46)

Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

Bila konsentrasi pendapatan berada di kalangan kelas atas, permintaan akan komoditi mewah maupun komoditi sekunder akan meningkat. Bila konsentrasi pendapatan bergeser ke kelas bawah, permintaan akan komoditi-komoditi yang dibutuhkan oleh kelas bawah akan meningkat dan permintaan akan komoditi mewah akan semakin menurun.

Selera masyarakat

Bila selera konsumen akan suatu komoditi meningkat, permintaan akan komoditi tersebut akan meningkat. Sebaliknya, jika selera konsumen akan komoditi tersebut berkurang, permintaan akan komoditi tersebut akan semakin berkurang.

Jumlah penduduk

Penduduk adalah seseorang atau sekelompok masyarakat yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu. Pertambahan jumlah penduduk biasanya diikuti dengan perkembangan akan permintaan suatu komoditi karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak orang yang membutuhkan komoditi tersebut.

Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang

Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa mendatang dapat mempengaruhi permintaan akan suatu komoditi. Bila prospek suatu komoditi di masa mendatang baik, maka permintaan akan komoditi tersebut akan naik, dan sebaliknya maka komoditi tersebut akan semakin menurun.


(47)

2.4.3 Perubahan Permintaan

Perubahan permintaan dapat dibedakan menjadi: 1. Pergerakan sepanjang kurva permintaan

Perubahan permintaan sepanjang kurva permintaan terjadi bila harga komoditi yang diminta berubah (naik atau turun). Penurunan harga komoditi tersebut akan menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikan harga komoditi mengurangi jumlah komoditi yang diminta.

P

2

1 R

1 2

Gambar 3. Pergerakan sepanjang kurva permintaan

2. Pergeseran kurva permintaan

Pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabakan oleh perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain harga komoditi tersebut. Sebagai contoh, kenaikan pendapatan memungkinkan pembeli untuk menaikkan permintaan pada setiap tingkat harga bila harga komoditi yang dibeli tidak berubah sehingga akan menggeser kurva permintaan komoditi tersebut ke kanan.


(48)

P P1 P2

Q

q0 q1 q2 q3 q4 q5

Gambar 4. Pergeseran kurva permintaan

Dilihat dari perubahan kurva permintaan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab terjadinya perubahan tersebut karena pendapatan naik, bertambahnya jumlah penduduk, terjadinya substitusi dan faktor lain yang berada di luar faktor harga.

2.5 Teori penawaran 2.5.1 Defenisi Penawaran

Untuk mewujudkan transaksi dalam pasar, analisis permintaan belum saja cukup, untuk itu ada analisis penawaran. Penawaran didefinisikan sebagai sejumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau dijual pada tingkat harga dan waktu tertentu. Teori penawaran menerangkan sifat para penjual dalam menawarkan komoditi yang akan dijualnya. Hukum penawaran mengatakan

bahwa apabila harga suatu barang meningkat maka jumlah barang yang

ditawarkan akan bertambah, sebaliknya apabila harga suatu barang turun maka jumlah barang yang ditawarkan juga akan berkurang. Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa antara harga dengan jumlah barang yang ditawarkan


(49)

memiliki hubungan yang searah atau positif. Di dalam kurva penawaran terlihat bahwa kurva nergerak naik dari kiri bawah ke kanan atas.

2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Selain harga barang itu sendiri dan juga harga substitusi, faktor lain yang mempengaruhi penawaran adalah sebagai berikut:

Biaya produksi

Biaya produksi merupakan semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut.

Teknologi

Teknologi memegang peranan penting dalam menentukan banyaknya jumlah komoditi yang dapat ditawarkan. Kemajuan teknologi dapat mengurangi biaya, mempertinggi produktivitas, mutumaupun menciptakan komoditi-komoditi yang baru.

Musim

Musim merupakan keadaan cuaca ataupun udara di suatu daerah ataupun wilayah yang tentu saja akan mempengaruhi produksi suatu komoditas. • Jumlah produsen

Produsen adalah orang ataupun perusahaan yang memproduksi barang mentah menjadi barang setengah jadi setelah itu menjadi barang jadi. • Tujuan perusahaan


(50)

2.5.3 Perubahan Penawaran

Perubahan penawaran dapat dibedakan menjadi :

ƒ Pergerakan sepanjang kurva penawaran yang diakibatkan oleh

perubahan harga komoditi tersebut.

ƒ Pergeseran kurva penawaran yang diakibatkan oleh perubahan

faktor-faktor lain di luar harga

2.6 Keseimbangan Pasar

Keseimbangan diantara permintaan dan penawaran output dinyatakan sebagai keseimbangan pasar (market equilibrium). Ekuilibrium pasar terjadi apabila pada suatu tingkat harga tertentu jumlah barang yang diminta di pasar sama dengan jumlah barang yang ditawarkan di pasar tersebut. Keadaan ini dapat ditunjukkan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu melalui skedul permintaan dan penawaran, melalui persamaan fungsi permintaan dan penawaran atau melalui kurva permintaan dan penawaran. Dalam hal ini jika permintaannya melebihi penawaran maka akan terjadi excess demand, dan kebalikannya jika penawaran lebih besar daripada permintaan maka akan terjadi excess supply.

2,6.1 Pengaruh perubahan permintaan dan penawaran dalam Ekuilibrium

Perubahan karena faktor-faktor lain di luar harga yang mempengaruhi permintaan atau penawaran akan menimbulkan perubahan keadaaan keseimbangan. Terdapat empat kemungkinan perubahan/pergeseran kurva permintaan dan penawaran. Empat kemungkinan perubahan atau pergeseran tersebut adalah sebagai berikut:


(51)

• Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan) • Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri)

• Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan)

• Penawaran berkurang( kurva penawaran bergeser kekiri)

Tiap-tiap perubahan tersebut akan menimbulkan akibat yang berbeda terhadap perubahan hargadan jumlah komoditi yang diperjualbelikan. Secara umum perubahan keseimbangan yang terjadi dapat menempati salah satu dari empat kemungkinan berikut (posisi ditunjukkan dalam grafik):

• Harga keseimbangan lebih tinggi dan kuantitas keseimbangan lebih rendah

• Harga dan kuantitas keseimbangan lebih tinggi

• Harga dan kuantitas keseimbangan lebih rendah

• Harga keseimbangan lebih rendah dan kuantitas keseimbangan lebih

tinggi

P

E excess supply

Excess demand Q


(52)

2.7 Elastisistas Permintaan 2.7.1 Defenisi Elastisitas Permintaan

Elastisitas merupakan ukuran kuantitatif yang menunjukkkan seberapa besar pengaruh perubahan harga maupun faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan atau penawaran suatu komoditi. Dengan mengetahui besarnya elastisitas dapat diramalkan perubahan yang akan terjadi di pasar, yaitu bagaimana harga dan jumlah suatu komoditi yang diperjualbelikan berubah. Elastisitas yang akan dibahas disini menyangkut tentang elastisitas permintaan dimana elastisitas ini merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditi. Secara umum penaksiran elastisitas permintaan berguna bagi perusahaan maupun bagi pemerintah. .

Secara umum elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi :

• Elastisitas permintaan terhadap harga ( price elasticity of demand )

• Elastisitas permintaan terhadap pendapatan ( income elasticity of demand ) • Elastisitas permintaan silang ( cross price elasticity of demand )

2.7.2 Elastisitas Permintaan Terhadap Harga

Elastisitas permintaan terhadap harga (ηp) mengukur seberapa besar

perubahan jumlah komoditi yang diminta apabila harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditi yang diminta terhadap perubahan harga komoditi tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan hasil bagi persentase perubahan jumlah komoditi yang diminta dengan persentase


(53)

perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah komoditi yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga.

Secara numerik, elastisitas permintaan terhadap harga (ηp) dapat dihitung dengan

rumus :

η

p =

η

p

=

dalam rumus tersebut harga berubah dari P1 menjadi P2 dan jumlah komoditi yang diminta berubah dari Q1 menjadi Q2. Karena pada umumnya harga dan jumlah komoditi yang diminta mengalami perubahan kearah yang berlawanan, maka nilai elastisitas permintaan terhadap harga akan bernilai negatif.

2.7.3 Elastisitas Permintaan Terhadap Pendapatan

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan atas suatu komoditi sebagai akibat dari perubahan pendapatan pembeli dikenal dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan (

η

I). Elastisitas permintaan terhadap pendapatan merupaka suatu besaran yang berguna untuk menunjukkan responsivitas konsumsi suatu komoditi terhadap perubahan pendapatan (income). Nilai yang diperoleh dapat digunakan untuk membedakan kategori dari komoditi,


(54)

η

I =

η

I

=

Acuan umum pengelompokan kategori suatu komoditi adalah sebagai berikut:

η

I = - berarti komoditi inferior

η

I = + berarti komoditi normal

η

I > 1 berarti komoditi mewah

η

I < 1 berarti komoditi kebutuhan pokok

η

I = 1 berarti konsumen menghasilkan % pendapatan yang sama terhadap suatu komoditi ketika pendapatannya naik

Komoditi normal dan komoditi mewah memiliki elastisitas permintaan terhadap pendapatan positif, karena perubahan pendapatan dan perubahan permintaan bergerak searah. Sedangkan komoditi inferior memiliki elastisitas permintaan terhadap pendapatan negatif karena perubahan pendapatan dan perubahan jumlah komoditi yang dibeli bergerak ke arah yang berkebalikan.

2.7.4 Elastisitas Permintaan Silang

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu komoditi apabila terjadi perubahan harga komoditi lain dinamakan sebagai elastisitas permintaan silang (EC). Koefosien elastisitas permintaan silang sering


(55)

digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi diantara berbagai komoditi. Nilai elastisitas permintaan silang berkisar dari negative tak terhingga sampai positif tak terhingga. Rumus perhitungan elastisitas permintaan silang komoditi X terhadap komoditi Y adalah :

η

c =

η

c =

Tanda dari elastisitas silang akan bergantung pada apakah komoditi yang terkait merupakan komoditi pelengkap atau komoditi pengganti dari suatu komoditi yang sedang menjadi topik pembicaraan. Untuk komoditi pelengkap (komplementer), elastisitas silangnya bernilai negatif (contoh mobil dengan bahan bakar). Dalam hal ini, jumlah komoditi X yang diminta berubah ke arah yang bertentangan dengan perubahan harga komoditi Y. Sedangkan untuk komoditi pengganti (substitusi), elastisitasnya adalah positif, dalam hal ini permintaan atas suatu komoditi berubah ke arah yang bersamaan dengan harga komoditi penggantinya.


(56)

Permintaan akan komoditi yang beragam memiliki elastisitas yang beragam. Permintaan akan komoditi dikatakan elastis jika jumlah komoditi yang diminta peka terhadap perubahan harga dan dikatakan inelastis jika jumlah komoditi yang diminta kurang peka terhadap perubahan harga. Terhadap perubahan akan komoditi, nilai elastisitas permintaan terhadap harganya berkisar dari 0 sampai tak terhingga (~). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:

• Elastisitas nol (tidak elastis sempurna). Dalam hal ini perubahan harga

suatu komoditi tidak akan merubah jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut.berarti nilai koefisiennya sama dengan nol. Dalam hal ini kurva permintaan komoditi sejajar dengan sumbu tegak.

• Elastis sempurna. Pada suatu harga tertentu, pasar sanggup membeli

semua komoditi yang ada di pasar, berapa pun banyaknya komoditi yang dipasarkan oleh para penjual pada harga tersebut semuanya akan dapat terjual. Berarti nilai koefisien elastisitasnya tidak terhingga. Dalam hal ini kurva permintaan komoditi tersebut sejajar dengan sumbu datar.

• Elasisitas uniter. Untuk komoditi dengan elastisitas uniter, perubahan

harga komoditi tersebut dalam suatu persentase tertentu akan diikuti dengan perubahan permintaan komoditi tersebut dalam persentase yang sama (pada umumnya dalam arah yang berlawanan) sehingga nilai mutlak hasil bagi kedua nilai tersebut adalah sama dengan satu.

• Tidak elastis. Untuk komoditi yang permintaannya tidak elastis, nilai

mutlak elastisitas bernilai diantara 0 dan 1. Dalam hal ini persentase perubahan harga adalah lebih besar daripada persentase perubahan jumlah yang diminta. Jika perubahan harga sebesar 1% menyebabkan perubahan


(57)

permintaan kurang dari 1% berarti permintaan bersifat inelastis terhadap harga.

• Elastis (nilai mutlak ηp >1). Permintaan akan mengalami perubahan

dengan persentase yang melebihi persentase perubahan harga. Jika perubahan harga sebesar 1% menyebabkan perubahan jumlah yang diminta lebih 1% berarti permintaan bersifat elastis terhadap harga atau koefisien elastisitasnya lebih besar dari 1.

2.7.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya elastisitas permintaan suatu komoditi :

Tingkat kemampuan komoditi lain untuk menggantikan komoditi tersebut

Suatu komoditi yang mempunyai banyak komoditi pengganti, permintaannya cenderung untuk bersifat elastisitas. Perubahan harga yang sedikit saja akan menimbulkan perubahan yang besar atas jumlah permintaan perubahan yang besar atas jumlah permintaan akan komoditi tersebut. Dengan demikian komditi-komoditi bersubstitusi cenderung memiliki elastisitas lebih tinggi daripada komoditi-komoditi yang tidak memiliki substitusi.

Sebagai contoh: jika harga beras hari ini naik sebesar 20%, kita tidak akan berani berharap bahwa permintaan terhadap beras akan turun. Berarti permintaan beras bersifat inelastis. Permintaan komoditi yang tidak banyak mempunyai komoditi pengganti adalah bersifat inelastis karena :


(58)

1. Kalau harga komoditi tesebut naik, para pembelinya pasti sulit memperoleh barang pengganti dan oleh karenanya harus tetap membeli barang komoditi tersebut. Oleh sebab itu permintaannya tidak banyak berkurang.

2. Kalau harga komoditi tersebut turun, permintaannya tidak banyak bertambah karena tidak banyak tambahan pembeli yang berpindah dari membeli komoditi yang bersaingan dengan komoditi tersebut.

Persentase yang akan dibelanjakan untuk membeli komoditi tersebut.

Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu komoditi, akan semakin elastis permintaan terhadap komoditi tersebut. • Jangka waktu untuk menganalisis permintaan

Semakin lama jangka waktu untuk menganalisis permintaan atas suatu komoditi makin elastis sifat permintaan komditi tersebut.

Kategori suatu komoditi (kebutuhan pokok, komoditi mewah, dsb)

Komoditi-komoditi seperti bahan makanan. BBM, sepatu, alas kaki atau komoditi kebutuhan pokok cenderung bersifat inelastis atau tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan harga. Tetapi komoditi mewah seperti mobil, jika harganya mengalami kenaikan, orang dapat menggantikannya dengan komoditi substitusi.


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur ilmiah yang dilakukan dalam mendapatkan data atau informasi untuk kegunaan atau tujuan tertentu. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan pendekatan ekonometrika dengan metode kuantitatif menggunakan model regresi linier berganda. Hal ini dilakukan karena penelitian ini berusaha menjelaskan hubungan pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terkaitnya.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengamati dan menganalisa variabel-variabel ekonomi mikro yaitu pengaruh harga beras lokal dan jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara dengan kurun waktu 1988-2007. Dalam hal ini tahun 1988 menjadi dasar tahun karena pada tahun ini tren swasembada beras di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun dibandingkan pada saat swasembada pertama kali pada tahun 1984.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan ekonometrika menggunakan model regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square), dimana peneliti berusaha menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel-variabel bebas ( harga beras lokal dan jumlah penduduk )


(60)

terhadap variabel terikat ( permintaan beras lokal ) yang dilengkapi dengan uji kesesuaian dan uji asumsi klasik.

3.3 Jenis Variabel

Jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu variabel bebas dan variabel terikat dimana variabel bebas yang digunakan terdiri dari harga beras lokal dan jumlah penduduk sedangkan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah permintaan beras lokal.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif yang berbentuk angka-angka. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Sumatera Utara dan juga dinas yang terkait dengan penelitian ini yaitu Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara. Selain itu data didapat dari jurnal, artikel ataupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini baik yang didapat dari internet maupun media cetak.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pencatatan secara langsung dimana data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1988-2007 dan juga dengan cara menelaah berbagai bahan pustaka seperti jurnal, artikel, media cetak serta laporan ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang sedang diteliti.


(61)

3.6 Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, penulis menggunakan program komputer E-views 5.1. Disamping itu juga digunakan juga digunakan aplikasi Microsoft World 2007 dalam melakukan melakukan penulisan dan Microsoft Excel 2007 sebagai program pembantu untuk dapat meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.7 Model Analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel independen (variabel bebas) terhadap variabel dependen (variabel terikat) digunakan model ekonometrika. Teknik analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square atau OLS). Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan linier berganda. Penerapan metode ini akan menghasilkan tingkat hubungan antara variabel-variabel yang akan diteliti sehingga dapat dilihat seberapa besar kontribusi variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya serta arah hubungan yang terjadi (hubungan positif atau negatif).

Fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y = f ( X1,X2 ) ………. (1)

Kemudian dibentuk dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linier berganda, yaitu sebagai berikut :

Y =

α

+ β1X1 + β2X2 +

µ

………. (2) Dimana :


(62)

α

= Intercept

X1 = Harga Beras Lokal

X2 = Jumlah Penduduk

β1β2 = Koefisien Regresi

µ

= Term of Error

Selanjutnya untuk mendapatkan model penelitian, logaritma digunakan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk menguji pengaruh antar variabel penjelas (explanatory variable) terhadap permintaan beras digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dalam bentuk regresi berganda. Adapun spesifikasi model penelitan ini sebagai berikut :

log Y = α + β1 log X1+ β2 log X2+µ...(4)

Secara matematis bentuk hipotesis dari model diatas adalah sebagai berikut :

< 0, artinya jika terjadi kenaikan pada harga beras lokal (X1), maka

terjadi penurunan terhadap permintaan beras lokal (Y), ceteris paribus.

> 0, artinya jika terjadi kenaikan pada jumlah penduduk (X2), maka

terjadi peningkatan terhadap permintaan beras lokal (Y), ceteris paribus.

3.7.1 Uji Kesesuaian (Test of Goodness Fit)


(63)

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama (secara simultan) mampu memberikan

penjelasan mengenai variabel dependen dimana nilai berkisar antara 0

sampai 1 (0 ≤ ≤ 1). Semakin besar nilai , maka semakin besar variasi

variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen. Sebaliknya jika kecil, maka akan semakin kecil variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen.

3.7.1.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan.

Dalam uji t ini digunakan perumusan bentuk hipotesis sebagai berikut : Ho : bi = b

Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke I nilai parameter hipotesis dan biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Pengujian dilakukan melalui uji-t dengan membandingkan t -statistik dengan t-tabel.

Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :


(64)

bi = koefisien variabel ke-i

b = nilai hipotesis nol

Se(bi) = simpangan baku dari variabel ke –i Ho diterima

Ho ditolak Ho ditolak

t-hitung t-tabel 0 t-tabel t-hitung

Gambar 6. Kurva Uji t-statistik

Dalam hal ini kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

• Ho : β1 = 0 , artinya Ho diterima dimana t-hitung < t-tabel yang menunjukkan

bahwa variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan sebesar α.

• Ha : β1 ≠ 0 , artinya Ha diterima dimana t-hitung > t-tabel yang

menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan sebesar α.

3.7.1.3 Uji F –statisitik

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:


(65)

Ho : bi = bk ………bk=0 ( tidak ada pengaruh)

Ha : bi ≠ b ……….. i=1 ( ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak artinya variabel dependen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Dan jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima artinya variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F hitung =

Dimana :

= koefisien determinasi

k = jumlah variabel independen intercept dari suatu model persamaan

n = jumlah sampel

Ho diterima

Ha diterima

0

Gambar 7. Kurva Uji F-statistik


(66)

• Ho: β1 = β2 = 0 , artinya Ho diterima dimana F-hitung < F-tabel yang

menunjukkan bahwa variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

• Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 , artinya Ha diterima dimana F-hitung > F-tabel yang

menunjukkan bahwa variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7.2 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.7.2.1 Multikolinerity

Multikolinerity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah dalam di dalam model regresi tersebut terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Suatu model regresi dikatakan terkena multikolonieritas bila terjadi hubungan linier yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel independen terdapat variabel dependennya.

Adanya multikolinerity ditandai dengan : • Standard error yang tidak terhingga

• sangat tinggi

• Terjadinya perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5% dan α = 10%


(67)

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi (hubungan) yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang diurutkan menurut waktu dan ruang (time series). Autokorelasi ini menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Ada beberapa cara untuk menguji autokorelasi, yaitu sebagai berikut :

• Dengan memplot grafik

• Dengan D-W Test (Uji Durbin Watson)

D- hitung =

Dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi Ha : ρ = 0, artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

inconclusive inconclusive auto(+) auto(-)


(1)

Hasil regresi sebelum log

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 02/16/10 Time: 10:00 Sample: 1988 2007

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 630283.5 130091.9 4.844908 0.0002 X1 14.43292 6.313769 2.285943 0.0354 X2 0.082240 0.012436 6.613339 0.0000 R-squared 0.971445 Mean dependent var 1600885. Adjusted R-squared 0.968086 S.D. dependent var 84637.01 S.E. of regression 15120.02 Akaike info criterion 22.22291 Sum squared resid 3.89E+09 Schwarz criterion 22.37227 Log likelihood -219.2291 F-statistic 289.1731 Durbin-Watson stat 0.998121 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Hasil regresi setelah log

Dependent Variable: LGY Method: Least Squares Date: 02/16/10 Time: 10:03 Sample: 1988 2007

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 8.047426 1.289891 6.238842 0.0000 LGX1 0.037501 0.007286 5.146842 0.0001 LGX2 0.366801 0.082539 4.443972 0.0004 R-squared 0.984474 Mean dependent var 14.28474 Adjusted R-squared 0.982647 S.D. dependent var 0.052862 S.E. of regression 0.006963 Akaike info criterion -6.958789 Sum squared resid 0.000824 Schwarz criterion -6.809430 Log likelihood 72.58789 F-statistic 538.9643 Durbin-Watson stat 1.518906 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Uji Multikokolinieritas

Dependent Variable: LGX1 Method: Least Squares Date: 02/16/10 Time: 10:10 Sample: 1988 2007

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -168.8474 12.53953 -13.46521 0.0000 LGX2 10.84463 0.771650 14.05382 0.0000 R-squared 0.916477 Mean dependent var 7.379527 Adjusted R-squared 0.911837 S.D. dependent var 0.758652 S.E. of regression 0.225261 Akaike info criterion -0.048476 Sum squared resid 0.913364 Schwarz criterion 0.051098 Log likelihood 2.484755 F-statistic 197.5098 Durbin-Watson stat 1.248663 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Uji Normalitas

0.0 0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4 2.8 3.2

-0.01 0.00 0.01

Series: Residuals Sample 1988 2007 Observations 20

Mean -1.78e-15

Median 0.000117

Maximum 0.013382

Minimum -0.010540

Std. Dev. 0.006587

Skewness 0.041229

Kurtosis 2.182877

Jarque-Bera 0.562074

Probability 0.755000


(5)

Uji Linearitas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.022323 Prob. F(1,16) 0.883098 Log likelihood ratio 0.027885 Prob. Chi-Square(1) 0.867381

Test Equation:

Dependent Variable: LGY Method: Least Squares Date: 02/16/10 Time: 10:17 Sample: 1988 2007

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 10.93853 19.39575 0.563965 0.5806 LGX1 0.155621 0.790613 0.196836 0.8464 LGX2 1.516359 7.694474 0.197071 0.8463 FITTED^2 -0.109986 0.736135 -0.149410 0.8831 R-squared 0.984496 Mean dependent var 14.28474 Adjusted R-squared 0.981588 S.D. dependent var 0.052862 S.E. of regression 0.007173 Akaike info criterion -6.860184 Sum squared resid 0.000823 Schwarz criterion -6.661037 Log likelihood 72.60184 F-statistic 338.6530 Durbin-Watson stat 1.531940 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA

: RIFANNY YUNIKA SIREGAR

NIM

:

060501052

DEPARTEMEN

: EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS

: EKONOMI

Adalah benar telah membuat skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Utara, dengan mengambil judul : “ ANALISIS PENGARUH HARGA BERAS

LOKAL DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERMINTAAN BERAS

LOKAL DI PROVINSI SUMATERA UTARA”.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk

dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, Maret 2010

Yang Membuat Pernyataan

( RIFANNY YUNIKA )

NIM. 060501052