Analisis Yuridis Terhadap Peran Pemerintah Daerah Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Sektor Pariwisata

BAB II PENGATURAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING SEKTOR PARIWISATA B. Penanaman Modal Asing Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 2007 Pemerintah melakukan satu kegiatan usaha yang memerlukan modal

  dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusianya (SDM) untuk memperoleh hasil yang maksimal guna meningkatkan perekonomian nasioanl. Modal tersebut didapat dari para penanam modal yang menanamkan modalnya. Pada perkembangan ekonomi dunia saat ini, penanaman modal menjadi salah satu altenatif yang dianggap baik bagi pemerintah untuk memecahkan kesulitan modal dalam melancarkan pembangunan nasional, sebab salah satu fungsi penanaman modal, khususnya penanaman modal asing adalah untuk memanfaatkan modal, teknologi, skill atau kemampuan yang dimiliki oleh penanaman modal guna mengelola potensi-potensi ekonomi "(economic yang sangat memerlukan modal yang besar, teknologi yang canggih,

  recourcess)"

  skill dan kemampuan yang profesional yang belum sepenuhnya mampu

   tertangani oleh pihak swasta nasional maupun pemerintah sendiri.

  Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, menciptakan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang 20 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 185.

  23 berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.

  Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Menurut ketentuan undang-undang tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak- haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan /disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada

  

  umumnya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970, pada awalnya merupakan dasar hukum bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia. Sejak diundangkannya kedua undang-undang tersebut, kegiatan penanaman modal baik modal asing maupun dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, namun untuk mempercepat perkembangan ekonomi nasional

21 Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm.122-123.

  

  diperlukan mengganti kedua undang-undang tersebut. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif berbagai hal mengenai kegiatan penanaman modal secara langsung di Indonesia untuk menetapkan iklim investasi yang kondusif tetapi tetap mengedepankan kepentingan nasional. Dasar pemikiran undang- undang penanaman modal ini adalah bahwa investasi merupakan instrumen penting pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum bagi penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan komitmennyaberinvestasi di Indonesia.

  Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 tidak mengadakan pembedaan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing.

  Oleh karena itu, undang-undang tersebut mengatur mengenai kegiatan penanaman modal, baik penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dan tidak mengadakan pemisahaan undang-undang secara khusus, seperti halnya undang-undang penanaman modal terdahulu yang terdiri dari dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman

23 Modal Dalam Negeri.

  Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk

   melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

  22 Rahayu Hartini, Mengkritisi Undang-Undang Penanaman Modal, Published Oktober 5, 2009, Artikel Bagian 1. 23 24 Ibid, hlm 121.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

  Menurut Komaruddin, yang dikutip oleh Pandji Anoraga merumuskan penanaman modal dari sudut pandang ekonomi dan memandang investasi sebagai salah satu faktor produksi disamping faktor produksi lainnya, pengertian investasi

  

  dapat di bagi menjadi tiga,yaitu: 1.

  Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau suatu penyertaan lainnya; 2. Suatu tindakan memberi barang-barang modal; 3. Pemamfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di masa mendatang

  Selain pembagian penanaman modal yang di kenal dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu yang membagi penanaman modal dengan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, kegiatan penanaman modal pada hakikatnya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Investasi langsung (direct invesment) atau penanaman modal jangka panjang

  Investasi lansung di Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang memperbaharui ketentuan perundang- undangan yang menyangkut investasi asing sebelumnya. UU tersebut mengatur baik investasi yang dilaksanakan oleh investor dalam negeri maupun investasi

   yang dilaksanakan oleh investor asing.

  Ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal, pengertian penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung. Penanaman modal adalah ”segala bentuk kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal 25 Pandji Anoraga, Perusahaan Multi Nasional Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Dunia

  Pustaka Jaya, 1995), hlm 57 26 hlm 12 Ibid, dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.”Investasi secara langsung ini karena dikaitkan dengan adanya keterlibatan secara langsung dari pemilik modal dalam kegiatan

   pengelolaan modal.

2. Investasi Tak Langsung (Indirect Invesment) atau Portofolio Invesment

  Investasi tak langsung pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Penanaman modal ini disebut dengan penanaman modal jangka pendek karena pada umumnya, jual beli saham atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak mereka jualbelikan.

  Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga telah ditentukan pengertian penanaman modal asing. Penanaman modal asing adalah “Kegiatan menanam untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”

  Penanaman Modal asing juga merupakan transfer modal baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negara ke negara lain tujuannya untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah

   pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian. 27 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 53

  Indonesia 28 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hlm. 148 – 149.

  Pasal 1 angka 8 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memaparkan, konstruksi modal asing dalam ketentuan ini, hanya difokuskan kepada kepemilikan modal. Kepemilikan modal asing ini dikategorikan menjadi lima macam, yaitu: 1.

  Negara asing; 2. Perseorangan warga negara asing; 3. Badan usaha asing; 4. Badan hukum asing; dan/atau 5. Badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruhnya modalnya dimiliki

   oleh pihak asing.

  Investor asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Investor Asing berupa: 1.

  Perseorangan warga negara asing; 2. Badan usaha asing; dan/atau

   3.

  Pemerintah asing Bagi investor asing, hukum dan UUPM menjadi salah satu tolok ukur untuk menentukan kondusif tidaknya iklim investasi di suatu negara. Dalam tiga dekade belakangan ini, pelaku usaha yang menanam modal di negara berkembang sangat mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrumen penting dalam menjamin investasi mereka. Hukum bagi mereka memberikan keamanan, certainty dan predictability atas 29 30 Ibid, hlm. 151-152.

  Ibid, hlm. 152 investasi mereka. Semakin baik kondisi, hukum dan undang-undang yang melindungi investasi mereka semakin dianggap kondusif iklim investasi dan

   negara tersebut.

  Politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan arah kemana hukum akan dibangun dan ditegakkan; terjadinya perubahan struktur sosial, politik hukum harus mengarah pada upaya penyesuaian dengan struktur baru, sebab hukum bukan bangunan yang statis

  

  melainkan bisa berubah karena fungsinya melayani masyarakat. Dalam rangka menciptakan produk hukum yang berfungsi melayani masyarakat maka pembentukan undang-undang harus dapat melahirkan produk yang berkarakter responsif atau populistik yaitu produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan mencerminkan harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan yang besar dan partisipasi penuh kelornpok-kelompok sosial atau individu. Untuk mengkualifikasi apakah suatu produk hukum tersebut bersifat responsif, indikator yang dipakai adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi hukum dan kemungkinan penafsiran atas produk hukum.

  Produk hukum yang karakternya responsif, proses pembuatannya bersifat partisipatif yakni mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi masyarakat.

  Dilihat dari fungsinya maka hukum yang berkarakter responsif bersifat aspiratif yaitu: memuat materi-materi yang secara umum sesuai dengan aspirasi atau kehendak masyarakat yang dilayaninya. 31 Hikmahanto, Juwana, Arah Kebijakan Pembangunan Hukum di Bidang Perekonomian dan Investasi, Makalah , (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2010), hlm. 10-11. 32 Ibid., hlm 10

  Masuknya modal asing dalam perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik. Penghimpunan dana pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti

  

  pinjaman luar negeri. Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan ekonomi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya suplai teknologi dan investor baik

   dan bentuk proses produksi maupun permesinan dan penciptaan lapangan kerja.

  Kepastian hukum itu sendiri bagi investor adalah tolok ukur untuk menghitung risiko. Bagaimana risiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap risiko. Jika penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat dipastikan investor tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Berbagai peraturan perundang-undangan tidak akan berarti tanpa ada jaminan legal certainty atau kepastian hukum atas keputusan yang ditetapkan. Dalam dunia usaha, pelaku usaha memerlukan syarat esensial ketika berbisnis; dan prasyarat bagi setiap transaksi bisnis, yaitu adanya

   kepastian hukum (legal certainty).

  33 DeiissaA., Ridgway, & MariyaA., Talib, Spring, Globalization and Development: Free

Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law, daiam California Western

2003 Vol, 33, hlm. 335. InternationalLawJournal, 34 Yulianto, Syahyu, Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam:Antara Dualisme

  , Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22-No. 5 (Jakarta: Yayasan Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), him. 46. 35 Ningrum Natasya, Sirait, Mencermati Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Dat am

  

Memberikan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 (Jakarta:

Yayasan Perigembangan Hukum Bisnis, 2003), him. 60.

  Ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, atau aturan yang dibuat tidak mengindahkan peraturan atau tidak mencabut peraturan sebelumnya untuk aspek yang sama. Terkadang juga peraturan dibuat berlaku surut, proses pengambilan keputusan pejabat negara yang tidak konsisten dan tidak transparan. Semua hal tersebut membuat pengusaha atau

  investor

  merasa berada di persimpangan jalan, menimbulkan perasaan tidak adanya kepastian hukum dan ketidakpastian usaha.

   Kepastian hukum dalam hukum investasi positif yang dilaksanakan

  berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berkaitan erat dengan kebijakan dasar penanaman modal yang menempatkan pemerintah agar:

   1.

  memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanaman modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; 2. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

  3. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. 36 Ridwan, Khairandy, Peranan Perusahan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam

  Ahli Teknologi di Indonesia , Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 5, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), hlm. 51. 37 Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

  Di dalam UUPM, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, dalam penjelasannya: asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

  Kewajiban dan Hak Serta Tanggung Jawab Penanaman Modal Asing 1. Kewajiban penanam modal asing (PMA)

  Kewajiban penanam modal asing berdasarkan UUPM yang tercantum

  

  dalam Pasal 15, yaitu setiap penanam modal berkewajiban: a.

  Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) d.

  Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal e.

  Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

  f. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik

  Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yang dimaksud pengolahan perusaan yang baik adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh pihak yang berkaitan dan berlandaskan peraturan dan perundang-undangan serta nila-nilai etika. Ada tiga

  38 Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 15 komponen penerapan tata kelola perusahaan yang baik yaitu kinerja ekonomi,

  

  Setiap penanaman modal di Indonesia mewajibkan penanam modal untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal dan mematuhi semua ketentuan perundang-undangan.

  Dalam melakukan usahanya perusahan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga memiliki kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan oleh komunitas dunia usaha.

  Berdasarkan Pasal 37 UUPM mengenai ketentuan peralihan, “undang-

  

undang yang lama dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan

  ”. Sehingga dengan

  belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru

  adanya Pasal tersebut di dalam UU No.1 tahun 1967 tentang penanaman modal

  

  asing tetap berlaku mengenai kewajiban-kewajiban PMA. Di antaranya yaitu: a.

  Memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia, kecuali dalam hal yang diatur dalam Pasal 11 (Pasal 10 UU PMA) b.

  Melakukan kerjasama antara modal asing dan modal Indonesia

  39 Satriya Nugraha, “ Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas”, diakses tanggal 01 April2016 40 Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo offset, 2008) hlm 209. c.

  Mengurus dan mengendalikan perusahaanya sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan dengan tidak merugikan kepentingan negara (Pasal 26 UU PMA) d.

  Memberikan kesempatan partisipasi bagi modal Nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu menurut imbangan yang ditetapkan pemerintah (Pasal 27 UU PMA) e. Wajib menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia. Tujuannya adalah agar tenaga kerja warga negara asing dapat diganti oleh tenaga kerja warga negara Indonesia (Pasal 12 UU PMA)

  Kewajiban lain dalam PMA, yang telah disebutkan dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 seperti di atas. Perusahaan-perusahaan dengan modal asing, wajib mengurus dan mengendalikan perusahaanya sesuai dengan asas-asas ekonomi perusahaan tanpa merugikan kepentingan Negara Indonesia. Di samping itu, perusahaan-perusahaan modal asing yang bersangkutan wajib menyediakan fasilitas di bidang latihan dan pendidikan. Terdapat pula kewajiban lain yaitu memberikan kesempatan modal nasional untuk ikut berpartisipasi dalam

   perusahaan tersebut.

  Apabila seorang usahawan, baik usahawan asing maupun usahawan dalam negeri akan menanamkan modalnya, maka bukan hukum atau perundang- undangan yang pertama-tama dilihatnya.

41 Zudan Arif Fakrulloh dan Hadi Wuryan, Hukum Ekonomi (Surabaya: Karya Abditama,

  1997), hlm 8

  Banyak faktor-faktor lain yang akan dipelajari terlebih dahulu untuk mnentukan sikap dalam menanamkan modalnya tersenut. Setiap penanaman

  

  modal asing terutama akan dipengaruhi oleh: 1.

  Sistem politik dan ekonomi negara yang bersangkutan 2. Sikap rakyat dan pemerintahnya terhadap orang asing dan modal asing 3. Stabilitas politik, stabilitas ekonomi dan stabilitas keuangan 4. Jumlah dan daya beli pendududk sebagai calon konsumennya 5. Adanya bahan mentah atau bahan penujang untuk digunakan dalam pembuatan hasil produksi

6. Adanya tenaga buruh yang terjangkau untuk roduksi 7.

  Tanah untuk tempat usaha 8. Struktur perpajakan, pabean, dan cukai 9. Kemudian perundang-undangan dan hukum yang mendukung jaminan usaha

  Jika diperhatikan tentang perundang-undangan dalam negara-negara berkembang di Asia yang kini berlomba-lomba untuk menarik penanam modal asing, maka dengan perundang-undang tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian/kelompok sebagai berikut: a. Bersifat membatasi (restrictive), yaitu: 1.

  Membatasi batas minimm dari modal yang ditanam 2. Membatasi lapangan usaha yang boleh ditanam modal asing 3. Membatasi daerah-daerah yang boleh dimasuki usaha PMA 4. 42 Membatasi jangka waktu berdirinya perusahaan PMA

  Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia (Bandung; Mandar Maju. 1999) hlm 226

  5. Membatasi masuknya tenaga asing

  b. Bersifat memberi perangsang (incentive), yaitu: 1.

  Perundang-undangan yang lunak dan mudah 2. Perundang-undangan Agraria yang cukup terang dan menjamin kepastian hukum dalam hak-hak atas tanah

  3. Perundang-undangan buruh yang menjamin ketenangan perburuhan 4.

  Peraturan devisa yang menjamin kebebasan untuk repatriasi modal yang ditanam dan keuntungan yang diperoleh

  5. Perangsang perpajakan dan bea cukai bagi industri-industri diprioritaskan atau yang besar resikonya

  6. Peraturan bea masuk untuk proteksi hasil-hasil dalam negeri tertentu terhadap saingan luar negeri.

  2. Hak Penanaman Modal Asing (PMA) Hak dan kewajiban penanaman modal asing telah ditentukan dalam Pasal

  10,12,14,19,26 dan Pasal 27 Undang-undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Adapun Hak penanaman modal asing meliputi: a.

  Pemakaian atas tanah, seperti hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai (Pasal 14 UU PMA) b.

  Hak untuk mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga kerja ahli warga Negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga warga Negara Indonesia (Pasal 9 UU PMA) c. Hak transfer dalam valuasi asli dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk :

  1) Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak dan kewajiban pembayaran lain di Indonesia.

  2) Biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja yang dipekerjakan di Indonesia.

  3) Biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut. 4) Penyusutan atas alat-alat perlengkapan tetap. 5)

  Kompensansi dalam hal nasionalisasi (Pasal 19 UU PMA) Hak dan kewajiban penanaman modal, khususnya penanaman modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, 10, 14, 15 dan 18 UUPM Hak Investor asing, disajikan berikut ini: a.

  Mengalihkan asset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya.

  b.

  Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing. Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanaman modal asing. Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada penundaan yang didasarkan pada perlakuan diskriminasi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatriasi ini meliputi: 1)

  Modal; 2)

  Keuntungan, bunga bank, dividen, dan pendapatan lain; 3)

  Dana-dana yang diperlukan, untuk:

  a) Pembelian bahan baku dan penolong barang setengah jadi atau barang jadi; atau b) Penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal.

  c) Tambahan dana yang diperlukan bagi pembayaran penanaman modal;

  d) Dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman

  e) Royalty atau biaya yang harus dibayar;

  f) Pendapatan dari perseorangan warga Negara asing yag bekerja dalam perusahan penanaman modal g)

  Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;

  h) Kompensasi atas kerugian; i)

  Kompensasi atas pengambilalihan; j) Pembayaran yang dilakukan dalam rangka;

  1) Bantuan teknis; 2) Biaya yang harus dibayar untuk jasa teknis dan manajemen; 3) Pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek;; dan 4) Pembayaran hak atas kekayaan intelektual. l. Hasil penjualan asset

  Hak ini tidak mengurangi kewenangan pemerintah untuk : a. Memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibka pelaporan pelaksanaan transfer dana; dan b.

  Hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dab/atau royalty dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanaman modal.

  c.

  Menggunakan tenaga ahli warga Negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu; d.

  Mendapatkan kepastian hak, hukum, dan perlindungan.

  e.

  Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya.

  f.

  Hak pelayananan.

  

g.

  Berbagai bentuk fasilitas kemudahan.

3. Tanggung Jawab Penanaman Modal Asing (PMA)

  Tanggung jawab penanaman modal dalam Pasal 16 yang menyatakan bahwa setiap penanaman modal bertanggung jawab untuk: a.

  Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan UUPM disebutkan bahwa modal adalah segala asset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang oleh penanaman modal yang mempunyai nilai

   ekonomis.

  Adapun sumber dari modal adalah: (1)

  Modal dalam negeri yaitu modal yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, perseorangan warga Negara Indonesia, atau badan usaha yang

   berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.

  (2) Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh Negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/ atau badan hukum Indonesia yang

  9] sebagaian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

  43 Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT Raja Garfndo Persada 2012) hlm 208-211 44 45 Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing (Jakarta: Indhill Co, 2003), hlm 33 46 Undang- Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 ayat (9) Ibid , Pasal 1 ayat (8).

  Menurut Sunaryati Hartono, yang menjadi ukuran apakah sesuatu

  10]

  termasuk modal asing atau dalam negeri yaitu: 1)

  Dalam hal valuta asing : apakah valuta asing itu merupakan bagian dari kekayaan devisa atau tidak.

  2) Dalam hal alat-alat atau keahlian : apakah alat, barang atau keahlian tertentu itu merupakan milik asing atau tidak.

  b.

  Menanggung dan menyelesaikan segala mininggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Penanaman modal meninggalkan atau menghentikan atau menelantarkan kegiatan usahanya. Penanaman modal harus menyelesaikan kewajiban seperti membayar segaala utang yang timbul selama kegiatan usahanya berjalan, membayar upah/gaji tenaga kerja apabila belum dibayar dan serta memenuhi apa yang terjadi hak tenaga kerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengembalikan segala fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintahan sesuai dengan peraturan perndang-undangan yang berlaku.

  c.

  Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal-hal lain yang merugikan negara.

  Setiap penanaman modal menciptakan persaingan usaha yang sehat artinya setiap penanaman modal/ berlaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa harus dilakukan dengan jujur atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta 47 Hulman Panjaitan, Op., Cit, hlm 35 penanaman modal harus mencegah terjadinya praktek monopoli yaitu pemusatan kegiatan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan

   [11] persaingan usaha yang tidak sehat yang tidak merugikan kepentingan umum.

  Dan setiap penanaman modal dilarang melakukan hal-hal yang merugikan negara seperti: tindakan-tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan, melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan sehingga mengakibatkan negara.

  d.

  Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, setiap penanaman modal harus

   [12] memperhatikan keadaan lingkungan di sekitar lokasi kegiatan usaha tersebut.

  Seperti dalam hal pembuangan limbah/sisa-sisa barang yang diproduksi. Apakah limbah tersebut mencemari lingkungan terutama kehidupan ikan dan biota di sungai, dan mengenai cerobong asap dari perusahaan tersebut, disini perusahaan harus berusaha mencegah terjadinya polusi udara supaya tidak menimbulkan berbagai kerugian bagi perusahaan, karena asap dari perusahaan sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia dan mahluk hidup lain yang hidup disekitarnya.

  5.Menciptakan Keselamatan, kesehatan kenyamatan, dan kesejahteraan pekerja

  48 Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat, Pasal 1 ayat 2. 49 Undang- Undang No, 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

  Dalam hal menjalankan kegiatan usahanya, penanam modal memerlukan tenaga kerja baik tenaga kerja terlatih dan terdidik. Para tenaga kerja ini bekerja

  

  dengan diberikan upah/gaji dari perusahaan yang memperkerjakan mereka, dan perusahaan juga harus menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan

  

  kesejahteraan pekerja pihak perusahaan penanaman modal. Menurut undang- undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan undang-undang No.21 tahun 2003 tentang pengesahan ILO Convention No.81 tentang pengesahan ketenagakerjaan dalam indistri dan perdagangan memberikan keringanan- keringanan bagi tenaga berupa: a.

  Hari libur nasional b. Cuti hamil bagi wanita c. Syarat-syarat kerja bagi wanita dan anak dibawah umur d. Syarat-syarat keselamatan kerja e. Asuransi tenaga kerja f. Biaya kesehatan g.

  Tunjangan pensiun.

  e.

  Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan Melakukan kegiatan usahanya, penanam modal harus memperhatikan segala peraturan-peraturan yang terkait dengan penanaman modal; setiap penanam odal harus mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang diizinkan san yang dilarang dalam peraturan tersebut dan mereka harus tunduk terhadap peraturan tersebut, karena apabila penanam modal dalam melakukan kegiatan usahanya 50 51 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan UU. Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No.81 melanggar atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maka mareka akan memperoleh sanksi yang tegas sesuai yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

  Undang-undang No.25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanaman modal terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang sehat memberikan penghormatan terhadap tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, dan pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggungjawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.

  Penanam modal tidak memenui kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 15 dan 16 UUPM, maka penanam modal mendapatkan sanks seperti yang tertulis dalam Pasal 34 UUPM yaitu dikenai sanksi administrative berupa: a.

  Peringatan tertulis b. Pembatasan kegiatan usaha c. Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal d. Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas modal

  Selain sanksi administrative terhadap penanam modal juga dikenakan sanksi pidana, namun dalam UUPM tentang penanaman modal tidak diatur secara tegas, namun secara penafsiran dapat diperoleh suatu kondisi dimana pidana pada hal suatu peraturan dalam bentuk undang-undang harus menyebutkan dengan jelas criteria dan sanksi yang dijatuhkan dan tidak menggantungan kepada peraturan perundang-undangan yang lain, apalagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.

  Pasal 33 ayat (3) disebutkan dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdsarkan perjanjian kerja atau kontrak kerja sama dengan pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan pihak-pihak yang bersangkutan (penanam modal).

B. Penanaman Modal Asing Dalam Rangka Investasi Sektor Pariwisata

  Pada masa lalu pembangunan ekonomi lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia bagian barat. Hal ini terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di kawasan barat Indonesia, dibandingkan dengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. Hal ini juga terlihat dari pembangunan di sektor pariwisata, dimana kawasan Jawa-Bali menjadi kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan. Sementara dilihat dari kecenderungan perubahan pasar global, yang lebih mengutamakan sumber daya alami sebagai destinasi wisata, maka potensi sumber daya alam di kawasan timur Indonesia lebih besar di bandingkan kawasan barat. Kualitas sumber daya alam yang dapat dijadikan daya tarik wisata unggulan di kawasan timur Indonesia, jauh lebih baik dan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Namun demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia dapat dikembangkan menjadi kawasan unggulan, karena adanya beberapa masalah mendasar, seperti kelemahan infrastruktur, sumber daya

   manusia, dan sebagainya.

  Beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan

  

  pembangunan di sektor pariwisata adalah: 1.

  Pembangunan pariwisata yang tidak merata, khususnya di kawasan timur Indonesia, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia timur dari sektor pariwisata masih rendah.

  2. Indonesia hanya bertumpu pada satu pintu gerbang utama, yaitu Bali.

  3. Lemahnya perencanaan pariwisata di kawasan timur Indonesia dan kurang termanfaatkannya potensi pariwisata di kawasan tersebut secara optimal.

  4. Rendahnya fasilitas penunjang pariwisata yang terbangun.

  5. Terbatasnya sarana transportasi, termasuk hubungan jalur transportasi yang terbatas.

  Dampak yang ditimbulkan dari akibat ketidakseimbangan pembangunan tersebut di atas, sangat terasa pada saat Indonesia mengalami berbagai tragedi kemanusian di Bali dan Jawa tahun 2002- 2005. Tragedi ini memberikan pelajaran yang sangat mahal bagi Indonesia, dimana pendekatan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada pasar mancanegara saja, menjadi tidak mampu menopang kepariwisataan Indonesia. Kedua, pembangunan pariwisata yang bertumpu dan berfokus hanya pada satu pintu gerbang utama membuktikan banyak kelemahan. 52 Berkat-nias.blogspot.co.id/2015/05/makalah-manajemen-pembangunan-bidang.html (diakses tanggal 12 Maret 2016). 53 Sapta Nirwandar. Pembangunan sector pariwisata, http:// kemenpar.

  go.id/userfiles/file/440_1257 (diakses tanggal 1 April 2015).

  Ketiga, perlunya diversifikasi aktivitas masyarakat pada satu destinasi pariwisata, sehingga dapat menjadikan alternatif pendapatan.

  Ketidakseimbangan pembangunan juga berdampak langsung pada ketidakseimbangan investasi yang ada. Investasi pariwisata di kawasan timur Indonesia, terlihat menjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan kawasan barat, karena sarana penunjang bisnis pariwisata skala nasional dan internasional telah tersedia, seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara dan lain sebagainya. Para investor lebih memilih kawasan-kawasan yang telah memiliki sarana penunjang, terutama sarana yang mampu menarik pasar untuk berkunjung. Selain pembangunan fasilitas yang tidak seimbang, lemahnya investasi pariwisata di daerah, juga akibat dari lemahnya kebijakan pemerintah daerah di bidang pariwisata. Tidak dapat dipungkiri pula rentannya keamanan di daerah-daerah timur Indonesia, seperti Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, juga memberikan dampak pada rendahnya investasi pariwisata di kawasan Timur.Ketidakseimbangan pembangunan yang berdampak pada tidak meratanya pembangunan sektor pariwisata di Indonesia, harus dibenahi melalui penciptaan program-program pemerintah yang mendorong dan memfasilitasi terciptanya produk dan usaha pariwisata lebih besar dikawasan Indonesia timur. Selain itu, belajar dari pengalaman yang diambil dari pembangunan pariwisata yang bertumpu pada satu pintu gerbang,maka sebaiknya pemerintah pusat dan daerah harus mampu mendorong dan mendukung program jangka panjang berupa pengembangan pintu gerbang utama lainnya bagi pariwisata Indonesia.Daerah ini harus strategis baik dilihat dari segi ekonomi, sosial dan politik serta keamanan pengunjung.

  Isu strategis pertama dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang bukan mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif

  

  berwisata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

  a. lemahnya pemahaman tentang pariwisata

  b. lemahnya kebijakan pariwisata daerah c. tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi.

  Akibatnya pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara parsial. Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan dan bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun propinsi/kabupaten/kota terdekat.

  Bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar wilayah, yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas provinsi atau lintas kabupaten/kota,

   bahkan tidak tidak lagi mengenal batas karena kemajuan teknologi informasi.

  Isu kedua terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah- daerah lain diyakini memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan pariwisata di berbagai lokasi, 54 55 Ibid Ibid sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana mestinya. Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya tarik bagi kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk yang ditawarkan tidak dikemas dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara pesaing. Salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negaranegara tetangga adalah kurangnya diversifikasi produk dan kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang memberikan perhatian yang cukup untuk mengembangkan produkproduk baru yang lebih kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.

  Isu ketiga berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari potensi wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode, prioritas, maupun penyiapannya.

  Proses penentuan pola pengembangan ini membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif, komprehensif dan sinergis.

  Isu keempat dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial di Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya tarik yang tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau karena belum dibangunnya citra (image) yang membuat wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya. Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional. Selain kualitas kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya, pengemasan produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini. Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan

   sekaligus meningkatkan kemampuan menembus pasar internasional.

  Di luar seluruh permasalahan, tantangan dan hambatan yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan, potensi yang dimiliki sebagai penunjang pembangunan kepariwisataan sangat tinggi. Kekayaan alam dengan keanekaragaman jenis atraksi wisata alam kelas dunia masih kita miliki. Atraksi wisata alam berbasis kekayaan alam tersebut meliputi daya tarik ekowisata, bahari, pulau-pulau kecil serta danau dan gunung tersebar di seluruh wilayah dan siap untuk dikembangkan. Kekayaan budaya yang tinggi dan beranekaragam juga menjadi potensi yang sangat tinggi untuk dilestarikan melalui pembangunan kepariwisataan. Pada dasarnya minat utama wisatawan datang ke suatu destinasi pariwisata lebih disebabkan karena daya tarik wisata budaya dengan kekayaan seperti adat istiadat, peninggalan sejarah dan purbakala, kesenian, monumen, upacaraupacara dan peristiwa budaya lainnya. Kemajemukan bangsa Indonesia 56

  (diakses tanggal 1 April 2016). dengan agama yang beragam menjadi potensi yang sangat besar dalam peningkatan kepariwisataan. Hampir tidak ada negara atau daerah di dunia yang memiliki penduduk yang heterogen dalam kepercayaan mereka. Sementara Indonesia sangat berbeda dan dari satu daerah ke daerah lainnya pengembangan pariwisata relijius merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di masa datang.

  Bagi investor asing, hukum dan Undang-Undang menjadi salah satu tolak ukur untuk menentukan kondusif tidaknya kondisi investasi di suatu negara.

  Pelaku usaha yang menanamkan modalnya di negara berkembang sangat mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur hukum bagi investor menjadi instrument penting dalam menjamin investasi mereka. Secara umum kepastian hukum sebagai konsep menekankan pada perkataan kepastian dan mengenai kepastian itu sendiri, kepastian hukum mengarah pada deskripsi tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat dan pasti. Kepastian hukum sangat dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi juga ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa

  

  dilepaskan begitu saja Kepastian hukum dalam hukum investasi positif yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berkaitan erat dengan kebijakan dasar penanaman modal sebagaimana dimaksud

  Pasal 4 ayat (2) yang menempatkan pemerintah agar

57 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi,Nuansa Aulia, (Bandung:2010), hlm 32

  1. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

  2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

  3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, dalam penjelasannya :

  “Asas dalam Negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perUndang-Undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal”. Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kepastian hukum mengandung persamaan dengan supermasi hukum. Isu supermasi hukum yang berkembang bersamaan dengan urgensi adanya hukum yang pada dasarnya bertujuan mewujudkan keadilan. Keadilan tercapai karena setiap orang diberikan bagian sesuai jasanya sedangkan dilain hal hukum bertujuan mewujudkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Kebahagian ini terwujud apabila setiap orang memperoleh kesempatan sama di barengi penciptaan ketertiban. Oleh karena itu, supermasi hukum dan kepastian hukum tampak memiliki hubungan saling melengkapi.

  Realisasi investasi pariwisata di Indonesia pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 210 persen jika dibandingkan dengan tahun 2011, dengan nilai total sebesar US$ 869,8 Juta. Sumber investasi terbesar bersumber dari

   penanaman modal asing.

C. Pengaturan Kegiatan Modal Asing Sektor Pariwisata

  Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia, tidak terlepas dari perkembangan aspek-aspek penentu, baik di dalam maupun di luar negeri. Aspek- aspek tersebut antara lain adalah pemasaran, produksi, aksesibilitas dan infrastruktur kepariwisataan. Dalam aspek pemasarannya, Indonesia mempunyai peluang yang lebih baik karena citra pariwisatanya yang semakin baik. Selain event-event pariwisata dalam negeri makin terjadwal, pariwisata Indonesia juga telah melaksanakan promosi bersama dalam rangka kerjasama regional dan bilateral. Hal ini membuat kegiatan pemasaran dan produksi pariwisata semakin meningkat belakangan ini. Peluang Indonesia dalam aspek produk pariwisata adalah penambahan jumlah kamar hotel untuk menampung besarnya arus kunjungan wisatawan mancanegara. Disamping itu, seiring dengan peningkatan

  

intensive group yang diangkut oleh Garuda Indonesia khususnya dari Jepang,

  posisi Indonesia sebagai " New Convention Destination " di Asia Pasifik semakin mantap. Peluang Indonesia dalam aspek aksesibilitas dan infrastruktur adalah dengan dikembangkannya jalur-jalur penerbangan internasional ke beberapa kota diluar empat pintu gerbang utama, sehingga saat ini menjadi 23 pintu gerbang udara internasional. Selain itu disamping mengembangkan rute penerbangan dalam negeri yang menunjang pengembangan kepariwisataan daerah, jumlah kapal pesiar yang singgah di beberapa pelabuhan di Indonesia juga semakin 58

Dokumen yang terkait

Pengaruh Puasa Ramadhan Terhadap Profil Lipid Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

1 2 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Edukasi Perawatan Diri Terstrukutur Berbasis Teori Perilaku - Pengaruh Edukasi Perawatan Diri Terhadap Aktivitas Sehari-Hari Pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

0 0 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Edukasi Perawatan Diri Terhadap Aktivitas Sehari-Hari Pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

0 0 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Tentang Kredit - Analisis Strategi Peningkatan Debitur Kredit Angsuran Lainnya Pada PT Bank Sumut Cabang Medan Sukaramai

0 1 23

Tinjauan Yuridis Kontrak Penjualan Plywood Antara PT. Mujur Timber Sibolga Dengan Sustainable Timber Direct (Studi Pada PT. Mujur Timber)

1 1 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peran Pemerintah dalam Pembangunan Kawasan Industri Ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Generator Sinkron - Analisis Vibrasi Pada Generator Sinkron (Studi Kasus Pada Pltu Pangkalan Susu 2 x 200 Mw)

0 0 34

Latar Belakang - Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Terhadap Kinerja dan Pendapatan Usahatani Anggota Kelompok Tani

0 1 8

BAB II PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY) BERDASARKAN UU NOMOR 25 TAHUN 2007 A. Bentuk-Bentuk Penanaman Modal - Tanggung Jawah Hukum Perusahaan Patungan (Joint Venture Company) dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisau Egrek - Pengaruh Proses Deformasi Plastis Dengan Metode Hammering Terhadap Sifat Mekanis Dan Microstruktur Baja Bohler K460 (AISI O1)

0 0 33