STUDI BUKU ISLAM MASA KINI

STUDI BUKU “ ISLAM MASA KINI ”
(Karya : Asghar Ali Engineer)

Nama

: Ali Akbar R.

NIM

: 143111303

Kelas

: 1-J ( PAI )

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
2014

Pemikiran Dakwah Asghar Ali Engineer Dalam Buku Islam Masa Kini


A. Sekilas Buku Islam Masa Kini

Buku Islam Masa Kini merupakan kumpulan dari makalah dan artikel karya Asghar
Ali Engineer yang diperoleh dari Center for Study of Society and Secularism (CSSS),
sebuah lembaga kajian pemikiran di India yang kemudian dibukukan. Buku dengan jumlah
halaman 263 ini diterbitkan oleh Pustaka Pelajar, Yogyakarta pada tahun 2004. Buku ini
terdiri dari tiga bagian;
a. Bagian pertama : Mengurai Islam Abad 21, Membedah Benang Kusut
Agama-Agama Dalam Dialog mengusung tema;
 Islam pada Abad 21
 Metodologi Memahami Al-Qur’an
 Dialog Lintas-agama dan Lintas-kultural
 Akulturasi Hindu dan Islam
 Percampuran Budaya; Merayakan Bersatunya Bangsa India
 Rekonstruksi Pemikiran Islam

b. Bagian Kedua :













Pasang Surut Demokrasi di Dunia Islam
Demokrasi di Negara Berkembang dan Permasalahannya
Nation State (Negara Bangsa), Agama dan Persoalan Identitas
Hilangnya Demokrasi di Dunia Muslim
Islam dan Sekularisme
Tinjauan Kembali terhadap Sekularisme
Media dan Kaum Pinggira
Muslim, Modernitas dan Perubahan
Iran antara Liberalisme dan Ortodhoksi
Indonesia; Sebuah Negara yang Dilanda Kerusuhan
Kosovo dan Pemboman Nato


c. Bagian Ketiga :








Mendamaikan Dunia Dengan Etika dan Kasih Sayang
Tragedi Kerbala dan Pentingnya Kesyahidan
Konsep Kasih Sayang dalam Islam
Makna Ritual Islam
Perempuan dan Hukum Personal di Iran
Bisakah Jilbab Diundangkan?
Etika Islam

Dalam penulisan ini, tema-tema dalam buku Islam Masa Kini, penulis secara garis
besar mengklasifikasikan pada tiga main idea yakni rekonstruksi pemikiran Islam,

modernitas dan perubahan, kemudian etika dan kasih sayang.berikut akan dikupas secara
detail tiga tema yang oleh penulis menjadi substansi dalam buku Islam Masa Kini.

B. Rekonstruksi Pemikran Islam

Dalam sebuah masyarakat yang dinamis, terdapat banyak peluang bagi dilakukannya
rethinking terhadap pamikiran. Dalam sebuah masyarakat yang stagnan dan tertutup,
peluang semacam itu lebih kecil. Masyarakat Islam awal sangatlah dinamis dan memiliki
vitalitas yang tinggi. Islam dapat menciptakan sebuah revolusi yang hebat, tidak hanya
dalam bidang agama tetapi juga dalam bidang sosial dan ekonomi. Islam memberikan umat
manusia sebuah sistem nilai baru dan memperkuat sistem sensitivitas kemanusiaan mereka
untuk melakukan perubahan menuju kepada sesuatu yang lebih baik. Islam menaruh
perhatian yang besar terhadap perubahan dan mempertanyakan segala sesuatu yang telah
berlangsung lama1.
Dalam konteks ini, dakwah adalah aktifitas menciptakan perubahan sosial dan
pribadi yang didasarkan pada tingkah laku pelaku pembaharunya. Oleh karena itu, tindakan
dakwah merupakan perubahan kepribadian seseorang dan masyarakat secara kultural.
Dakwah dalam arti makro ekuivalen dengan social reconstruction (rekonstruksi sosial).
Sosial dalam arti ekonomi, budaya, pendidikan, kemasyarakatan, politik, dan lainnya. Dalam
hal ini, dakwah merupakan proses rekonstruksi masyarakat.

Karenanya, dalam masa awal Islam, perubahan tidak pernah dipandang sebagai
sebuah ‘dosa’. Al-Qur’an menaruh perhatian yang besar terhadap ilm dan ‘amal
(pengetahuan dan perbuatan). Semenanjung Arab merupakan sebuah wilayah yang berada
dalam kegelapan dalam banyak hal. Hanya puisi yang menarik perhatian mereka. Wilayah
1

Asghar Ali Engineer, Islam Masa Kini, Pustaka Pelajar, Yogyakarta; 2004, hlm. 66.

lainnya yang menjadi kebanggaan mereka adalah apa yang mereka sebut dengan Ansab
yaitu silsilah keluarga. Kemuliaan (sharf) para nenek moyang mereka merupakan sesuatu
yang lebih penting ketimbang diri mereka sendiri. Mereka sangatlah bangga akan nenek
moyangnya. Islam mengubah hal itu semua. Islam mengadakan revolusi secara
menyeluruhterhadap mindset orang Arab yang kemudian meneruskannya keseluruh wilayahwilayah yang dikuasai oleh bangsa Arab.
Tidaklah mudah bagi kita saat ini untuk membayangkan revolusi macam apa yang
stagnan di Semenanjung Arab, dimana dunia mereka tidak lain adalah hanya suku mereka
sendiri. Tidak ada revolusi apapun kecuali sebuah pelepasan diri secara total dari
kungkungan masa lalu. Sebuah usaha yang dapat mengubah seluruh kualitas kehidupan
sosial dan menghasilkan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam pengetahuan. Sistem ritual
Islam-‘ibadat- juga tidaklah lepas dari sistem nilai. Jika revolusi Prancis telah memberikan
nilai-nilai yang penting bagi masyarakat modern berupa persamaan (equality), persaudaraan

(fraternity) dan kebebasan (liberty), maka Islam telah lebih dulu memberikan nilai-nilai
tersebut terhadap kemanusiaan dan menjadikan ibadat (sistem ritual)-nya sebagi refleksi dari
nilai-nilai itu dan karena yang mengantarkan pada kebaikan sosial).
Islam, sebagaimana kita ketahui, pertama kali muncul dan hidup serta dipraktekkan
di daerah Semenanjung Arab. Penggunaan rasionalitas tetap menjadi sesuatu yang sangat
penting bagi Islam. Tetapi ketika Islam menyebar ke pusat-pusat kebudayaan kuno seperti
wilayah kerajaan Bizantium bagian barat, atau kerajaan Persia dan India, Islam mengalami
dialektika dengan seluruh mindset yang berbeda-beda di wilayah tersebut. Peradabanperadaban hebat tersebut dibangun dengan berdasrkan pada pemikiran spekulatif dan hasilhasil pemikiran yang sophisticated. Hal ini memiliki pengaruh baik positif maupun negatif
bagi pemikiran Islam.
Pada satu sisi, pemikiran Islam menjadi inward looking dan kehilangan sebagian
hal yang menjadi perhatian utamanya seperti keadilan bagi kaum yang lemah. Pemikiran
Islam kehilangan apa yangtelah dicapainya akibat ulahnya sendiri. Islam berkembang secara
cepat karena disebabkan perhatiannya yang besar terhadap terwujudnya keadilan bagi
masyarakat yang tertindas. Namun Islam sekarang telah menjadi bagian integral dari sebuah
kerajaan Islam yang besar dan Islam hampir kehilangan sensitivitasnya terhadap penderitaan
kaum yang tertindas tersebut, karenanya mendesak sekali untuk mengembalikan fitalitas,
dinamisasi dan sensitivitas yang dimiliki Islam pada masa awalnya. Sikap kritis dan
kepatuhan buta adalah lebih mendekati terhadap jiwa Islam. Namun pemikiran teologi Islam
pada satu sisi dan formulasi-formulasi syari’ah masa dulu yang mendominasi saat ini telah
membuat seluruh pemikiran Islam menjadi stagnan.


Oleh karena itu, yang sekarang sangat diperlukan adalah menggali kembali nilai-nilai
yang revolusioner di dalam teologi Islam sebagimana termaktub dalam al-Qur’an. Hal ini
dilandasi beberapa alasan. Pertama, teologi Islam yang saat ini berkembang dimasyarakat
telah kehilangan relevansinya dengan konteks sosial yang ada, padahal teologi Islam itu
seharusnya bersifat kontekstual. Dalam konteks ini, menurut Asghar Ali Engineer, dakwah
yang tepat memerlukan pertimbangan sosio-kultural, sehingga nilai-nilai agama yang murni
dan universal dapat dirasakan sebagai ajaran yang akrab dengan problematika masyarakat,
serta moral agama dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Keterkaitan dengan masalah
duniawi, kesanggupan memberi solusi atas berbagai masalah dan kepekaan dalam
merekayasa masa depan manusia tergantung pada telaah dan pemahaman manusia akan
perubahan lingkungan sosial, politik, ekonomi, tekhnologi dan kecenderungan masyarakat
yang semakin berkembang, maju dan modern. Tidaklah mudah bagi kita saat ini untuk
membayangkan revolusi macam apa yang pernah terjadi dalam sebuah masyarakat yang
stagnan. Tidak ada revolusi apapun kecuali sebuah pelepasan diri secara total dari
kungkungan masa lalu. Sebuah usaha yang dapat mengubah seluruh kualitas kehidupan
sosial dan meghasilkan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam pengetahuan. Sistem ritual
Islam-‘ibadat-juga tidaklah lepas dari sistem nilai.

C. Modernitas dan Perubahan


Dunia Islam yang sedang memasuki dunia post-modern terperangkap dalam situasi
yang penuh kontradiksi. Pada satu sisi terjadi modernisasi secara cepat, pada sisi lain
terdapat usaha keras untuk mempertahankan identitas feodal melawan perubahan.
Dilemanya adalah bahwa kondisi itu menuntut perubahan tata ekonomi dan tekhnologi,
selain usaha untuk mempertahankan karakter primordial dalam wilayah teologis.
Engineer mengatakan bahwa umat Islam sesungguhnya mempunyai budaya dan
tradisi yang bagus dan mapan. Namun, tradisi dan budaya tersebut harus dibangun kembali
secara baru dengan kerangka modern dan prasarat rasional agar bisa tetap survive dan
diterima dalam kehidupan modern. Namun sudah menjadi asumsi umum bahwa Islam
menentang perubahan dan menolak modernitas. Mereka yang berfikiran demikian dapat
ditemui dari orang-orang muslim maupun orang-orang non-muslim. Secara faktual
perdebatan ini telah memuncak dikalangan orang-orang Islam sejak abad ke-19, yakni sejak
masa kolonial dimulai. Menurutnya, terdapat tendensi untuk men-stereotype-kan Islam dan
dibuatnya asumsi yang simplistik. Mereka yang mengetahui akan sependapat bahwa
persoalannya adalah sangat kompleks daripada kenyataan biasanya. Perdebatan biasanya
berada pada wilayah teologis dengan mengabaikan aspek-aspek sosiologis dari fenomena.
Bagi sebagian orang, hanya wilayah teologislah yang terpenting, sementara bagi yang

lainnyafenomena teologis harus ditempatkan dalam perspektif sosiologis demi pemahaman

yang lebih baik.

Dalam konteks ini, pemaknaan dakwah dapat diartikan sebagai sebuah upaya untuk
menghadirkan ajaran dan nilai-nilai Islam yang berangkat dari makna historikal dan makna
sosial. Dengan asumsi ini, dakwah harus ditransformasikan ke dalam bentuk ide dan gerakan
sosial yang menempatkan teologi ke dalam ideologi gerakan dakwah, ilmu teologi dengan
aksi sosial, tauhid dan persatuan umat, kenabian dan gerak sejarah, manusia dan sejarah,
sistem dan kemanusiaan, sehingga tidak seorang pun (umat Islam) yang diam dan
terbelakang. Jika dihadapkan pada persoalan modernitas dan perubahan, maka bentukbentuk dakwah harus terus-menerus direformasi, tetapi bukan menyesuaikan diri terhadap
segala kemajuan zaman, melainkan tetap berdiri di atas landasan tauhid Islam dengan
memodifikasi ungkapan-ungkapan budayanya. Apabila Islam adalah ideologi dan watak
yang sama sekali abstrak, Muhammad Quthub menambahkan, tidak mungkin Islam dapat
diterapkan pada kondisi aktual-faktual, betapapun besar perubahan sosial kehidupan yang
terjadi sekarang dan yang akan datang, namun apabila Islam adalah transkip dari sebuah
ajaran kehidupan yang praktis dan total maka betapapun besar perubahan dan fenomena
sosial kemanusian yang ada akan terjawab. Konsep Islam dimaknai sebagai sebuah visi
kehidupan dan Islam dibangun dengan idealism historis.
Sebagaimana klaim Islam yang merupakan agama terakhir dan agama yang
Yukhrijuhum min al-zhulumat ila al-nur (mengentaskan manusia dari kegelapan menuju
cahaya [ antara lain QS. 33 : 34 dan QS. 2 : 257]), maka Islam harus mampu memberi

petunjuk dan pilihan terutama pengaruh budaya dan menghadapi modernitas dan perubahan,
mentalitas manusia. Bahwa, Islam juga merupakan agama yang berjanji untuk mampu
menjawab tantangan yang ada di tengah-tengah Idealisme adalah kata populer di Timur,
digunakan untuk menggambarkan m yang merangkum segala hal yang terbaik. masyarakat,
baik lokal maupun universal.

D. Etika dan Kasih Sayang

Kata etika merupakan kata lain dari bahasa Arab, khulq, jamaknya akhlak, dalam
bahasa Indonesia dikenal dengan akhlak. Dalam bahasa Arab, khulq merupakan kata yang
berasal dari akar kata khalaqa, (kh-l-q) penciptaan, yaitu perilaku atau kelakuan-kelakuan
yang berasal dari seseorang, masyarakat atau dalam hati nurani. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata akhlak/etika diartikan sebagai budi pekerti. Sekalipun akhlak berasal dari
bahasa Arab, tetapi penjelasan yang rinci tentang akhlak tidak dijumpai, hanya kata

tunggalnya khuluq. Berhubung etika/akhlak merupakan tabiat, kelakuan-kelakuan, maka
biasanya pengertian akhlak atau etika dikaitkan dengan perbuatan-perbuatan baik atau buruk
seseorang.
Setiap agama memberikan perhatian yang besar terhadap aspek etis perilaku manusia
dengan caranya sendiri yang unik. Secara umum terdapat persamaan antara berbagai agama

dalam permasalahan moral dan etika. Sesungguhnya sangat penting untuk membentuk
karakter moral yang berperan sebagai fungsi paling mendasar dari agama, sedangkan ada
beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah ini. antara lain, isi al-Qur’an itu sendiri
sebagai petunjuk atau hudan (diantaranya, QS. 2 : 1), sebagai rahmat untuk alam semesta
atau rahmatan lil alamin (QS. 21 : 107). Ayat lain adalah al-Imron (3) ayat 10 yang
mnegaskan bahwa umat Islam sebagai khayr ummah. Namun ada tiga syarat, yakni jika
umat Islam mampu (1) ta’muruna, bil ma’ruf, (2) tanhauna ‘an al-munkar dan (3) tu’minuna
bi Allah. sedangkan mengajak kebaikan harus mampu mewujudkan konsep dam aplikasi
kebaikan; malarang kemungkaran harus mampu memberi alternatif yang baik, di samping
memberi teladan kebaikan, dan iman kepada Allah adalah landasan dasarnya. fungsi lainnya
adalah bagian dari dirinya. Perlu diketahui, bahwa masing- masing agama memiliki cara
tersendiri untuk melakukannya dan masing- masing mmberikan tekanan yang berbeda pada
aspek moralitas manusia yang berbeda. Islam sendiri melakukannya secara unik. Islam
memiliki nilai etis dan konsep moralnya sendiri, baik yang bersifat spesifik maupun yang
bersifat universal. Islam memiliki moralitasnya yang unik. Sebagai contoh, ia sangat
memperhatikan kesetaraan, keadilan, dan nasib seluruh manusia.
Pemikiran Asghar Ali Engineer lebih memfokuskan masalah-masalah tersebut.
Walau bagaimana, Islam juga memperhatikan nilai-nilai moral yang bersifat universal. AlQur’an memberikan kepada kita sebuah konsep yang disebut “amal salih” atau dalam bahasa
Inggris disebut good deeds, tetapi terjemahan ini belum mencakup arti amal salih secara
keseluruhan. Kata kuncinya adalah terma salih yang berasal dari akar kata salaha yang
dapat berarti menjadi baik, memperbaiki, meningkatkan,menjadi bijak, bersikap hemat,
cocok, damai, persahabatan, rekonsiliasi, dan lain-lain.
Dalam konteks ini, pemikiran Asghar Ali Engineer mengandung pesan dakwah, yaitu
transmisi dan transformasi nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kesucian (hidayah Ilahi).
Nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan kesucian itu perlu ditegakkan dalam kehidupan sosial
dari masa ke masa. Hal ini karena sesuai dengan makna dan tugas Nabi dan Rasul sebagai
pembawa kabar gembira penyampaian risalah, yaitu pesan Ilahi. Dengan demikian, amal
salih mendorong agar masyarakat memperbaiki diri, bersikap baik, bersikap hemat, ramah,
serta mengembangkan diri yang dilakukan dalam kerangka perdaimaian danpersaudaraan
antar sesama manusia. Al-Qur’an menggunakan kata amal salih berulang kali. Dalam surat
103 al-Qur’an menyatakan: Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian,
kecuali mereka yang beriman dan beramal salih dan mereka yang saling menasehati

berdasarkan kebenaran dan kesabaran. Dalam ayat ini disebutkan konsep kunci dari etika,
yaitu: Amal salih, menjaga kebenaran, dan menjaga kesabaran. Tiga hal tersebut dapat
dikatakan sebagai landasan kunci etika Islam. Manusia benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali mereka yang melakukan kebaikan, menjaga kebenaran, dan kesabaran. Oleh Karena
itu, amal salih, kebenaran dan kesabaran sangat dibutuhkan. Dapat dikatakan bahwa surat
tersebut di atas merupakan pernyataan al-Qur’an yang paling komprehensif tentang etika.
Di sini kita perlu merujuk kepada kasih sayang yang sangatfundamental dalam
agama Budha maupun Islam. Kata kunci untuk hal ini adalah rahmah yang berasal dari akar
kata rahima. Kata ini pada dasarnya berarti kandungan seorang ibu (rahim perempuan).
Salah satu konsep etis dalam Islam adalah silaturrahmi, yaitu memperkuat hubungan dekat,
seperti kedekatan hubungan antara ibu dengan kandungannya. Sejak seorang ibu
mengandung, dia akan lebih bersifat sayang dari pada lelaki. Kasih sayang dan rahim itu
berasal dari akar kata yang sama dalam bahasa Arab. Tuhan adalah Maha Pengasih (arham
al-rahimin) karena Dialah pencipta dan penjaga kehidupan. Rahmat dan kasih sayang-Nya
mencakup segala sesuatu di alam semesta. Al-Qur’an menyatakan: Dan tetapkanlah bagi
kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat.
Sesungguhnya kami kembali bertaubat kepada Engkau. Allah berfirman:
Siksaku akan Aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan
rahma-Ku melipti segala sesuatu. Maka, akan Aku tetapkan rahmat-Ku
untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menuanaikan zakat dan orangorang yang beriman kepada ayat-ayat Kami (Q.S.7:156).
Oleh Karena itu, seorang muslim yang beribadah kepada Allah harus mengikutsertakan
kasih sayang dalam setiap perbuatannya. Ibadah yang benar tidak hanya berarti beribadah
secara khusyu di hadapan Allah, tetapi ibadah itu juga berati berusaha untuk meniru dan
menghayati sifat-sifat Tuhan dalam kehidupan sesorang. Seorang muslim sejati mengasihi
segala bentuk kehidupan dan dia harus meneguhkan diri untuk menghapus segala derita dari
dunia ini. Dengan kata lain, seorang muslim memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
penderitaan makhluk lain dan ia tidak pernah menjadi sebab penderitaan bagi yang lain.
Abd. Rahman Assegaf menambahkan bahwa, ajaran Islam sarat dengan nilai kasih
sayang. Tiap kali seorang muslim hendak membaca al-Qur’an, ia dianjurkan untuk
mengawali bacaannya dengan ucapan bismillahi al-Rahman al-Rahim, dengan nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bahkan setiap amalan yang dilakukan oleh
seorang muslim, dianjurkan untuk mengawalinya dengan ucapan tersebut. Nabi SAW
pernah mengatakan bahwa barang siapa yang tidak mengawali amalan atau perbuatannya

dengan ucapan bismillahi al-Rahman al-Rahim maka amalannya tersebut tertolak. Apa
sebenarnya makna ucapan itu?
Akar kata rahim yang berarti penyayang disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 339
kali. Sebagian besar akar kata rahim berada di akhir kalimat dengan iringan kata-kata lain,
semisal al-rahman (pengasih), al-rauf (penyantun), tawwab (pengampun), ghafur (pemaaf,
pengampun), dan wadud (kasih sayang). Bentuk lain dari akar kata rahim di atas adalah
rahman (pengasih), arham (tali rahim, keluarga) dan rahmah (rahmat, berkat). Yang terakhir
ini sering diiringi dengan kata hudan atau petunjuk. Artinya bahwa Islam mendidik
umatnya agar memiliki karakter sebagai manusia yang penuh kasih sayang, penyantun,
pengampun atau pemaaf, membawa berkah bagi yang lain dan menjalin tali SilatuRahim
sehingga tercapai perdamaian antara sesama manusia. Allah berfirman: “…dan perbaikilah
perhubungan diantara sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah
orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Anfal [8: 1]).
Abd. Rahman Assegaf, Pendidikan Tanpa Kekerasan (Tipologi Kondisi, Kasus dan
ep), Tiara Wacana, Yogyakarta; 2004, hlm. 214
Juga firman-Nya, “sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat”. (QS. Al-Hujurat [49: 10]).
Orang yang benar-benar religius adalah yang sangat sensitive terhadap penderitaan
orang lain, terutama penderitaan orang-orang yang tertindas. Rasa belas kasih sangat
fundamental untuk menjadi religius. Dalam semua tradisi agama, terutama dalam agama
Budha dan tradisi Islam, Tuhan merupakan penjelmaan Cinta Kasih. Tak seorang pun yang
bisa mengklaim sebagai manusia religius yang seutuhnya jika kurang memiliki kasih sayang
dan sesitivitas terhadap penderitaan orang lain. Ada sebuah ayat al-Qur’an yang
memaparkan beberapa kualifikasi bagusnya orang yang beriman, yakni “Orang-orang yang
menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan. (3: 134)