Laporan praktikum daging JADI Indonesia

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunianya lah sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Laporan praktikum ini di maksudkan untuk pembelajaran dan untuk memenuhi
kebutuhan akan persyaratan kelengkapan tugas ILMU DAGING untuk bisa mengikuti Ujian
Ahir Semester (UAS) dan Ujian Praktikum (UP).
Laporan praktikum ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 27 Mei 2016

Andreas Dewa Aditya Putra

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................... 1
1.3 Manfaat............................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 2
BAB III MATERI DAN METODE...................................................................................... 6
3.1 Materi................................................................................................................ 6
3.2 Metode.............................................................................................................. 6
3.2.1 Cara Kerja................................................................................................... 6
3.2.2 Variabel Yang Diamati................................................................................. 8
3.2.3 Rancangan Penelitian.................................................................................. 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................9
4.1 Hasil.................................................................................................................. 9
4.2 Pembahasan...................................................................................................... 9
BAB V PENUTUP........................................................................................................ 13
5.1 Kesimpulan...................................................................................................... 13
5.2 Saran............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 14
LAMPIRAN................................................................................................................. 15


ii

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas suatu produk sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha produk tersebut.
Hal ini juga berlaku pada produk daging. Daging dengan kualitas yang baik akan lebih
digemari oleh konsumen. Kualitas daging salah satunya dapat dilihat dari sifat fisik daging
tersebut. Pengujian sifat fisik daging diantaranya dilakukan dengan pengujian pH daging,
daya mengikat air, susut masak dan keempukan daging.
Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein,
lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging juga merupakan
bahan pangan yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme
sehingga dapat menurunkan kualitas daging. Daging mudah sekali mengalami kerusakan
mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi. Kerusakan pada daging
ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir yang terjadi pada daging tersebut. Oleh
sebab itu diperlukan uji fisik sebelum daging dikonsumsi.
Sifat fisik daging mempengaruhi kualitas pengolahan daging. Daging yang memiliki

kualitas sifat fisik yang bagus tentunya akan memberikan produk pengolahan yang bagus dan
akan mempermudah selama proses pengolahannya. Penentuan kualitas sifat fisik daging perlu
dikakukan dengan benar dan teliti sehingga menghasilkan data yang akurat. Untuk itu
diperlukan keahlian dan keterampilan serta pemahaman lanjut tentang cara dan metode
pengujian ini.
Pengolahan, penyimpanan dan pengawatan daging akan mempegaruhi sifat daging
ini, sehingga ketika daging akan digunakan kembali akan berbeda dengan jika menggunakan
daging segar. Untuk menghindari perubahan sifat fisik yang terlalu besar diperlukan
pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi perbahan sifat fisik daging tersebut.
1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui kualitas daging serta mengetahui pH, daya ikat air, kadar air, susut
mentah dan susut matang. Dan untuk perbandingan kualitas daging
1.3 Manfaat
- Agar mahasiswa mengetahui kualitas daging serta mengetahui pH, daya ikat air, kadar
air, susut mentah dan susut matang. Dan untuk perbandingan kualitas daging

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Daging segar merupakan daging yang baru dipotong, belum mengalami pengolahan

lebih lanjut dan belum disimpan untuk waktu yang lama. Daging segar cenderung memeiliki
kualitas kandungan nutrisi dan penampakan lebih baik. Hal ini terjadi karena daging belum
mengalami pengolahan lebih lanjut dan belum disimpan lama. Indikator yang dapat
dijadikan kualitas daging ini adalah kekenyalan, warna daging, bau dan tekstur. Selain itu,
daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya (Deptan,
2001).
Daging beku adalah daging yang telah mengalami penyimpanan pada suhu dingin.
Tujuan penyimpanan ini adalah untuk mengawetkan atau agar daging tersebut bisa digunakan
dalam jangka waktu yang cukup lama. Daging dalam kondisi seperti ini akan mengalami
perubahan sifat fisik akibat pengaruh suhu yang dingin.
Mengenali Ciri-Ciri Daging Sapi
 Warna daging coklat tua.
 Daging sapi padat.
 Memiliki tekstur daging yang alot
Kualitas Daging yang Baik
Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging yang layak
konsumsi adalah :
1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan
susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat.
Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.

2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot
(intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan
keutuhan daging pada wkatu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.
3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan usia, seperti
daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging sapi muda lebih
pucat daripada daging sapi dewasa.
4. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai
rasa gurih dan aroma yang sedap.
2

5. Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang relative kering
sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian
mempengaruhi daya simpan daging tersebut.
Kriteria Daging yang Tidak Baik
Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut :
1. Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam yang
akan menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
2. Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotic akan menghasilkan
daging yang berbau obat – obatan.

3. Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan
mengurangi selera konsumen.
4. Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah ( jika
ditekan dengan jari akan terasa lunak ) dapat mengindikasikan daging tidak sehat,
apaila disertai dengan perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak
layak dikonsumsi.
5. Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan
gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang
kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat,
atau karena terlalu lama dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relative lama pada
suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan protein oleh enzim – enzim dalam
daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfide.
Kulitas pH Daging
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pH daging seperti yang dikemukakan oleh
Smith (1978) dan Judge (1989) Stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku
agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang
besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang
gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,9). Nilai pH daging ini perlu diketahui karena
pH daginga akan menentukan tumbuh dan berkembangnya bakteri. Hampir semua bakteri
tumbuh secara optimal pada pH sekitar 7 dan tidak akan tumbuh persis dibawah pH 4 atau


3

diatas 9, tetapi pH untuk pertumbuhan optimal ditentukan oleh kerja stimulan dari berbagai
variabel lain di luar faktor keasaman itu sendiri (Lawrie, 1979).
Daya Mengikat Air
Pengujian daya mengikat air merupan pengujian untuk mengetahui seberapa besar
daging tersebut mampu mengikat air bebas.Daya Mengikat Air (DMA) diukur dengan
menggunakan metode penekanan Hamm (T. Suryati, 2006). Selain itu menurut Pearson dan
Young (1971) parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya mengikat air pada daging
dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban daging, daging yang lembab
mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut terhadap air cukup tinggi, sedangkan
daging yang agak kering mengindikasikan daya mengikat daging tersebut telah berkurang,
hal ini biasanya ditandai dengan penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging
DFD).
Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging, dan pada saat penyegaran kembali
(thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang
mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Bratzler et al., 1977 dan
Lawrie, 1979). Proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein daging,
sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan menyebabkan

nilai daya ikat air (Bhattacharya et al., 1988). Hal ini juga akan terlihat pada banyaknya
cairan yang keluar (drip) pada saat daging beku tersebut di thawing. Semakin tinggi cairan
yang keluar dari daging menunjukkan bahwa nilai daya ikat air oleh protein daging tersebut
semakin rendah (Soeparno, 1998).Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000).
Susut Masak
Nilai susut masak merupakan nilai massa daging yang berkurang setelah proses
pemanasan atau pengolahan masak. Nilai susut masak ini erat kaitannya dengan daya
mengikat air. Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses pemanasan air dan cairan
nutrisipun akan sedikit yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang
berkurang pun sedikit. Menurut Yanti (2008) daging yang mempunyai angka susut masak
rendah, memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama
pemasakan juga rendah. Daging beku atau disimpan dalam suhu dingin cenderung akan
mengalami perubahan protein otot, yang menyebabkan berkurangnya nilai daya ikat air

4

protein otot dan meningkatnya jumlah cairan yang keluar (drip) dari daging (Anon dan
Calvelo, 1980).
Keempukan Daging

Keempukan daging merupakan faktor penting dalam pengolahan daging. Keempukan
dapat diukur dengan nilai daya putus Warner-Bratzler (WB). Keempukan sangat berkaitan
erat dengan status panjang sarkomer otot.Daging dengan sarkomer yang lebih pendek setelah
fase rigormortis memiliki tingkat kealotan lebih tinggi dibanding yang sarkomernya tidak
mengalami pemendekan (Swatland, 1984; Locker, 1985; Dutson, 1985). Kualiatas daging
akan berpengaruh pada penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu dingin dapat
mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (T. Suryati, 2004)
Menurut Pearson & Dutson (1985) pada daging pre rigor yang disimpan pada suhu
rendah mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion Ca2+ bebas di luar membran retikulum
sarkoplasmik.Hal tersebut memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan terbentuknya
ikatan aktin-miosin dan menghasilkan pemendekan sarkomer. Menurut t. Suryati (2004)
Semakin tinggi nilai daya putus WB berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk
memutus serabut daging per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat
keempukan semakin rendah. Swatland (1984) dan Locker (1985) mengatakan bahwa
peningkatan panjang sarkomer secara paralel akan meningkatkan keempukan. Menurut
Pearson dan Young (1971), nilai keempukkan daging terbagi atas tiga bagian, yaitu kisaran
empuk dengan skala 0-3 Kg/g, cukup/sedang dengan skala 3-6 Kg/g, dan alot dengan skala
>6-11 Kg/g.

5


BAB III MATERI DAN METODE
3.1 Materi
Alat dan Bahan:
-

Daging sapi segar

-

Pisau

-

Oven

-

Nampan


-

Timbangan analitik

-

Cawan

-

Alat sentrifius

-

Mikroskop

-

Kaca Preparat

-

Aquadest

-

Penangas Air

-

Beaker Glass

-

Alat pH Meter

-

Freezer

-

Gelar Ukur

-

Kertas Saring

-

Plastik

-

Tissue

-

Desikator

-

Tali Rafia

3.2 Metode
3.2.1 Cara Kerja
a. Pengamatan Subjektif
1. Pengamatan warna daging
2. Pengamatan aroma daging
3. Pengamatan tekstur daging
b. Pengamatan Objektif
1. Pengukuran pH daging
 Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan (daging
kambing, aquadest, glass beaker, cawan dan alat pH meter)
 Memotong daging kambing searah dengan arah serat daging
 Menimbang daging kira-kira seberat 5 g
 Mencincang daging hingga hancur
 Masukkan daging kedalam cawan dan menambahkan 5 ml
aquadest
 Standarisasi alat pH meter dengan menggunakan pH larutan
buffer (pH 4 dan pH 7)

6

 Pengukuran pH daging dilakukan dengan menggunakan alat
pH meter
2. Pengukuran kadar air daging
 Cawan kosong diovenkan pada suhu 110° C selama 30 menit
 Setelah diovenkan, masukkan cawan kedalam desikator
selama10 menit lalu cawan ditimbang (catat berat cawan
tersebut)
 Menimbang daging kira-kira seberat 10 gram
 Masukkan daging ke dalam cawan lalu ditimbang
 Cawan yang berisi daging tersebut dimasukkan kedalam oven
pada suhu 110° C selama 24 jam
 Setelah diovenkan, masukkan kedalam desikator selama 15
menit
 Setelah itu, timbang cawan berisi daging tersebut
 Perhitungan Kadar air (%) = ( w 2−w 1 )−(w 3−w 1) x 100 %
w 2−w 1
3. Pengukuran daya ikat air (DIA)
 Menimbang daging kira-kira seberat 10 gram
 Daging tersebut dibungkus dengan menggunakan kertas saring
 Daging yang telah dibungkus, dimasukkan kedalam plastik .
plastik dalam keadaan tertutup rapat
 Masukkan kedalam cawan dan disentrifuge dengan kecepatan
36.000 rpm selama 60 menit
 Timbang berat residu daging
 Perhitungan DIA (%) = 100−(

( Berat Residu daging )

Berat Sampel

x 100)

4. Pengukuran susut mentah
 Menimbang daging kira-kira seberat 10 gram
 Daging diikat dan digantung kedalam plastik. Daging tidak
boleh menyentuh plastik. Plastik diikan dengan rapat lalu
digantung
 Gantung daging dalam suhu kamar selama 24 jam
 Keluarkan daging dari dalam plastik, lalu daging tersebut di
lap menggunakan tissue hingga kering
7

 Timbang berat akhir daging
 Drip loss (%) =

( Berat awal−berat akhir )

Berat Awal

x 100 %

5. Pengukuran susut matang
 Menimbang daging kira-kira seberat 20 gram
 Masukkan daging kedalam kantong plastik. Kantong plastik
berisi daging dilipat dan diklip
 Masukkan sampel kedalam alat penangas air pada temperature
80° C selama 60 menit
 Celupkan sampel kedalam air dingin dan pendinginan
dilanjutkan pada suhu kamar selama 30 menit
 Sampel dilap dengan tissue tenpa menekannya
 Timbang berat akhir sampel
 Cooking loss (%) =

( Berat awal−berat akhir )

Berat Awal

x 100 %

3.2.2 Variabel Yang Diamati
Adapun variable yang diamati pada minggu ke-0 adalah daging kambing segar dan
pada minggu ke-1 hingga minggu ke-4 variable yang diamati adalah daging kambing yang
sudah di bekukan tiap minggunya.
3.2.3 Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang dilakukan adalah pengamatan kualitas daging di
setiap minggunya di mulai dari minggu ke-0 hingga minggu ke -4
 Minggu ke-0 pengamatan daging segar
 Minggu ke-1 pengamatan daging beku 1 minggu
 Minggu ke-2 pengamatan daging beku 2 minggu
 Minggu ke-3 pengamatan daging beku 3 minggu
 Minggu ke-4 pengamatan daging beku 4 minggu

8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a) Pengamatan Subjektif
Pengamatan
Warna daging

Minggu 0
Coklat tua

Minggu 1
Merah tua

Minggu 2
Merah tua
agak coklat
tua
Amis

Minggu 3
Merah

Aroma daging

Amis

Tekstur
Daging

Alot

Tidak terlalu
amis
Serat terlihat,
lembek/kenya
l

Tidak terlalu
amis
Serat terlihat, Serat terlihat,
kenyal
kenyal

Minggu 4
Coklat
pucat
Amis
Berserat

b) Pengamatan Objektif
Pengamatan
pH Daging

Minggu 0
5,634

Minggu 1
6,034

Minggu 2
6,2923

Minggu 3
6,034

Minggu 4
6,711

Kadar Air
(%)
Daya Ikat Air
(%)
Drip Loss
(%)
Cooking Loss
(%)

73,817%

14,4453%

72,583%

17,658%

79,532%

39,223%

865,335%

865,115%

915,65%

874,55%

8,857%

7,517%

7,919%

7,8804%

8,8595%

38,63%

36,258%

34,897%

43,034%

19,167%

4.2 Pembahasan
Pada minggu ke-0 daging segar dilakukan pengamatan fisik secara subjektif dan
mendapatakan hasil yaitu warnanya coklat tua berbeda dari daging lainya seperti kambing
dan ayam. Aromanya amis. Tekstur daging segar ini masih basah dan alot. Setelah
pengamatan minggu ke 0 daging di bagi menjadi 4 bagian yang kemudian di bekukan.
Pada pengamatan minggu ke -1 daging yang di amati adalah daging yang telah di
bekukan selama 1 minggu namun terjadi kesalahan pada minggu ini. Daging yang digunakan
untuk pengamatan minggu minggu berikutnya dijadikan satu sehingga daging untuk minggu
minggu berikutnya ikut di thawing. Setelah di thawing daging kemudian dimasukan kembali
kedalam freezer. Pada minggu ke 1 ini hasil pengamatan subjektifnya yaitu aroma daging
tidak terlalu amis dari minggu sebelumnya/saat masih segar. Warna daging merah tua agak
coklat tua. Dan tekstur daging pada minggu ke-1 ini Serat terlihat, lembek/kenyal
9

Pada pengamatan minggu ke-2 hasil pengamatan subjektif dari daging adalah merah
tua agak coklat tua, hal ini akibat hemoglobin dalam daging ikut terbuang bersama air daging
saat proses thawing. Aromanya juga tetap amis, tekstur daging setelah thawing serat terlihat,
kenyal. Seratnya terlihat sangat jelas pada saat masih beku setelah proses thawing serat juga
masih Nampak jelas namun tidak sejelas pada saat beku. Dan hasil pengamatan mingu ke-3
dam ke-4 hasilnya tidak jauh berbeda
Hasil pengujian kadar air dalam daging menunjukan peningkatan pada setiap
minggunya. Ini berarti bahwa pembekuan daging dapat meningkatkan kadar air dalam daging
sehingga dapat membuat daging lebih empuk. Karena keempukan daging dipengaruhi oleh
kadar air yang ada pada daging tersebut. Pengukuran kadar air daging dari minggu nol
sampai minggu keempat berbeda-beda. Pada minggu nol= 73,817%, pada minggu pertama=
865,335%, pada minggu kedua= 865,115%, pada minggu ketiga= 915,65% dan untuk
minggu keempat = 874,55%. Semakin sedikit kandungan air dalam daging maka kualitas
daging semakin baik pula. Pada minggu ketiga kadar air daging meningkat hal tersebut
mungkin dikarenakan thawing yang dilakukan secara tidak sempurna.
Hasil pengujian daya mengikat air, daging segar memiliki kemampuan daya mengikat
air paling besar dari pada daging beku yaitu 65,%. Hasil ini sesuai sesuai dengan literatur
akibat pembekuan daging, protein mengalami kerusakan sehingga kemampuan protein daging
dalam mengikat air bebas akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhattacharya (1988)
yang mengatakan bahwa proses pembekuan juga dapat meningkatkan kerusakan protein
daging, sehingga daya ikat air terhadap protein daging akan semakin lemah, yang akan
menyebabkan nilai daya ikat air menurun. Penurunan nilai daya ikat air oleh protein daging,
dan pada saat penyegaran kembali (thawing) daging beku, terjadi kegagalan serabut otot
menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan
beku (Bratzler et al., 1977 dan Lawrie, 1979). Hasil yang diperoleh dari praktikum ini untuk
minggi nol (0) = 39,223%; untuk minggu pertama = 865,335%; untuk minggu kedua =
865,115%; untuk minggu ketiga = 915,65%; dan untuk minggu keempat = 874,55%. Hasil
yang berebeda-beda dari minggu ke nol hingga minggu keempat mungkin disebabkan oleh
pada saat thawing yang dilakukan secara tidak sempurna dan keadaan berat daging yang
berbeda-beda sehingga daya ikat air dari jumlah daging yang berbeda tersebut lain juga .
Perbedaan tersebut juga disebabkan oleh jumlah protein yang sedikit pada daging yang
disebabkan pada saat pemasakan protein mengalami denaturasi sehingga daya ikat air oleh
protein berkurang atau sedikit.

10

Pada praktikum susut mentah (drip loss) hasil praktikum yang diperoleh ialah untuk
minggu nol (0) = 8,857%; untuk minggu pertama = 7,51%; untuk minggu kedua = 7,919%;
untuk minggu ke tiga = 7,8804%; dan untuk minggu keempat = 8,8595%. Hasil yang berbeda
didapatkan pada pengamatan ini. Nilai drip loss yang meningkat pada praktikum ini mungkin
disebabkan saat daging dithawing, prosess tersebut tidak dilaksanakan dengan baik sehingga
daging tersebut masih dalam keadaan beku bagian dalamnya. Atau peningkatan nilai drip loss
tersebut disebabkan pada saat pemotongan ternak tersebut mendapat perlakuan yang tidak
maksimal sehingga dapat membuat ternak tersebut stress.
Hasil pengujian susut masak daging menunjukkan bahwa daya mengikat air daging
segar lebih besar dari pada nilai susut masak daging beku. Hal ini dapat terjadi karena daya
mengikat air daging beku lebih tinggi dari pada daging segar. Semakin tinggi daya mengikat
air daging semakin sedikit cairan yang keluar dari dagiing tersebut. Hal ini mengakibatkan
massa dari daging yang berkurang juga sedikit. Penurunan nilai daya mengikat air juga dapat
meningkatkan nilai susut masak (Jamhari, 2000). Pada praktikum susut masak (cooking loss)
hasil praktikum yang diperoleh ialah untuk minggu nol (0) = 38,63%; untuk minggu pertama
= 36,258%; untuk minggu kedua = 34,897%; untuk minggu ketiga = 43,034%; dan untuk
minggu keempat = 19,167%. Dari minggu nol sampai minggu pertama nilai cooking lossnya
berbeda-beda, hal tersebut mungkin disebabkan pada proses pemasakkan daging dan thawing
daging tidak dilakukan dengan baik. Penggunaan pemanas menyebabkan semakin berubah
struktur dan komposisi protein, lemak dan air dalam daging makin berkurang karena banyak
cairan daging yang hilang. Daging dalam jumlah susut masak rendah mempunyai kualitas
yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat pemasakan akan lebih sedikit.

11

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jika dilihat dari kelima indikator diatas, semuanya memiliki hubungan yang saling
berpengaruh. Semakin tinggi nilai pH maka nilai daya mengikat air daging akan semakin
tinggi. Tingginya daya mengikat air ini akan berpengaruh pada nilai susut masak. Semakin
tinggi daya mengikat air, maka air ataupun nutrien yang keluar dari daging dalam bentuk
Drip akan semain sedikit. Sehingga ketika dimasak daging akan menyusut sedikit. Ketika
daging menyusut sedikit dan masih banyak mengandung air maka daging akan semakin
empuk.
5.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan praktikum para praktikan mengikutinya dengan tenang
dan ketelitian agar berjalan lancar dan cepat, apalagi pada saat melakukan thawing agar tidak
terjadi kesalahan dan pada saat melakukan perhitungan mendapatkan hasil yang sesuai.

12

DAFTAR PUSTAKA
https://nyobidodol.wordpress.com/2013/12/22/mengenal-ciri-ciri-daging-dari-berbagaihewan/
http://www.makanansehat.web.id/2012/10/mengenal-kualitas-daging-yang-baik-dan.html
https://harfinad24090112.wordpress.com/2012/09/14/laporan-4-uji-sifat-fisik-daging/
http://rofian94.blogspot.co.id/2013/03/analisis-sifat-fisik-daging.html

13

LAMPIRAN

14

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157