Makalah Orientasi Metodelogi Studi islam

ORIENTASI UMUM TENTANG
METODOLOGI STUDI ISLAM DAN
BERBAGAI PENGERTIAN AGAMA

Disusun Oleh :

WILDA MUHAJIR
NIM: 140603162

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2014

ORIENTASI UMUM TENTANG METODOLOGI STUDI
ISLAM DAN BERBAGAI

PENGERTIAN AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Studi-studi agama dewasa ini mengalami perubahan orientasi yang jauh berbeda
jika dibandingkan dengan kajian-kajian agama sebelum abad ke-19. Umumnya
pengkajian agama sebelum abad ke-19 memiliki beberapa karakteristik yang antara
lain, sinkritisme, penemuan arca baru, dan untuk kepentingan misionari dipicu oleh
semangat dan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga orientasi dan metodologi
studi islam mengalami perubahan.

Adapun studi islam sendiri merupakan ilmu keislaman mendasar. Dengan studi ini,
pemeluknya mengetahui dan menetapkan ukuran ilmu, iman dan amal perbuatan
kepada allah swt. Diketahui pula bahwa islam sebagai agama yang memiliki banyak
dimensi yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal fikiran, politik ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi lingkungan hidup, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Untuk memahami berbagai dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai
pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Selama ini islam banyak dipahami
dari segi teologis dan normativ


BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Studi Islam

Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies.
Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian

terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan
perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui
dan memhami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal
yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah
maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya.[1]
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal: 1) Islam
yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat dimaknai yang

mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya
membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan, 3)
Islam bermuara pada kedamaian.[2]
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya
dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh
orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman di kalangan umat Islam
sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam motivasinya dengan yang dilakukan
oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi
keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaranajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan
benar.

1

Sedangkan di luar kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk
mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di
kalangan mat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi).
Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka
ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan 2praktik-praktik keagamaan Islam

1

2

Said Sa’ad Marthon, Metodologi Pemahaman islam, Jakarta, 2007, hal.76
Ibid, hal.77-79

tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang
bersifat positif maupun negative.
Para ahli studi keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum
orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi tentang dunia
Timur, termasuk di kalangan dunia orang Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang
dilaukan oleh mereka, terutama pada masa-masa awal mereka melakukan studi
tentang dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan
tentang kekurangan-kekurangandan kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan
praktik-praktik pemgalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari uamat
Islam. Nmaun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para orientalis yang
memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah terhadap Islam
dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu kan bisa
bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan umat Islam
sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan (terutama setelah masa keemasan Islam dan umat

Islam sudah memasuki masa kemundurannya) bahwa pendekatan studi Islam yang
mendominasi kalangan umat Islam lebih cenderung bersifat subjektif, apologi, dan
doktriner, serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan orang luar yang
bersifat objektif dan rasional. Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan
doktriner tersebut, ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits –
yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan
zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta tabu
terhadap sentuhan-sebtuhan rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan
zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat Islam terkesan
mandek, membeku dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah
yang menjadi sasaran objek studi dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.

B.

Ruang Lingkup Studi Islam

Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari tiga sisi:
1.

Sebagai doktrin dari tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah


final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2.

Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia

dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin
agamanya.
3.

Sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.

Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada
tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu kenyakinan atas
kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya

1.

Islam Normatif


Islam normatif adalah islam pada dimensi sakral yang diakui adanya realitas
transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu atau
sering disebut realitas ke-Tuhan-an.[3]
Kajian islam normatif Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat.
Ø Tafsir

: tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci

Ø Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan
Ø Fiqh

: tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)

Ø Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada TuhanØ
Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan

2.

3


Islam Historis

Islam historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan
kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai

3

Muhammad, Prinsip – prinsip metodologi studi islam, jogjakarta, pustaka pelajar, hal.5

dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan
selalu berada dibawah realitas ke-Tuhan-an.
Dalam pemahaman kajian Islam historis, tidak ada konsep atau hukum Islam yang
bersifat tetap. Semua bisa berubah. Mereka berprinsip: bahwa pemahaman hukum
Islam adalah produk pemikiran para ulama yang muncul karena konstruk sosial
tertentu. Mereka menolak universalitas hukum Islam. Akan tetapi, ironisnya pada
saat yang sama, kaum gender ini justru menjadikan konsep kesetaraan gender
sebagai pemahaman yang universal, abadi, dan tidak berubah. Paham inilah yang
dijadikan sebagai parameter dalam menilai segala jenis hukum Islam, baik dalam hal
ibadah, maupun muamalah.[4]
Islam historis merupakan unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh setiap pemikiran

manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap teks, maka islam pada
tahap ini terpengaruh bahkan menjadi sebuah kebudayaan. Dengan semakin
adanya problematika yang semakin kompleks, maka kita yang hidup pada era saat
ini harus terus berjuang untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran untuk mengatasi
problematika kehidupan yang semakin kompleks sesuai dengan latar belakang
kultur dan sosial yang melingkupi kita, yaitu Indonesia saat ini. Kita perlu
pemahaman kontemporer yang terkait erat dengan sisi-sisi kemanusiaan-sosialbudaya yang melingkupi kita.
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan
dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka
Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan
dengan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut
histories atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil
sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
4

Kajian islam historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris: antropologi agama,
sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya.
4

Khairul umam, dkk, ajaran islam modern, jakarta : PT Raja Grafndo Persada, 2008,

hal.10-12

Ø Antropologi agama

: disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia beragama

dalam hubungannya dengan kebudayaan.
Ø Sosiologi agama

: disiplin yang mempelajari sistem relasi sosial masyarakat

dalam hubungannya dengan agama.
Ø Psikologi agama

: disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan manusia

dalam hubungannya dengan agama

3.


Hubungan antara keduanya

Hubungan antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan ketegangan.
Hubungan Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling menerangi antara
teks dan konteks. sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika salah satu
menganggap yang lain sebagai ancaman.
Menentukan bentuk hubungan yang pas antara keduanya adalah merupakan
separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan
tersebut. Ketegangan bisa terjadi, jika masing-masing pendekatan saling
menegaskan eksistensi dan menghilangkan manfaat nilai yang melakat pada
pendekatan keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing tradisi keilmuan.
Menurut ijtihad, Amin Abdullah, hubungan antara keduanya adalah ibarat sebuah
koin dengangan dua permukaan. Hubungan antara keduanya tidak dapat
dipisahkan, tetapi secara tegas dan jelas dapat dibedakan. Hubungan keduanya
tidak berdiri sendiri-sendiri dan berhadap-hadapan, tetapi keduanya teranyam,
terjalin dan terajut sedemikian rupa sehingga keduanya menyatu dalam satu
keutuhan yang kokoh dan kompak. Makna terdalam dan moralitaskeagamaan tetap
ada, tetap dikedepankan dan digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena
keberagaman manusia, maka ia secara otomatis tidak bisa terhindar dari belenggu
dan jebakan ruang dan waktu.

C.

Pertumbuhan Studi Islam di Dunia

Perkembangan Studi Islam di Dunia Islam
1.

Islam mendorong umatnya untuk memperdalam ilmu pengetahuan.

Ø Al-Qur’an menyatakan: “Allah meninggikan derajat orang yang berilmu…”
Ø Hadis menyebutkan: “menunutut ilmu adalah kewajiban.”

2.

Masa Rasulullah:

Ø Transformasi ilmu dilakukan melalui tradisi lisan.
Ø Rasul telah meletakkan bibit pengembangan studi Islam terutama tafsir dan usul
fiqh.
Ø Hadis adalah penafsiran rasul terhadap Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat
metode penetapan hukum.
Ø Kajian awal (fase Mekkah) difokuskan pada masalah-masalah eskatologis,
sedangkan periode berikutya (fase Madinah) ditujukan pada penataan system social.

3.

Masa Pasca Rasulullah wafat:

Ø Mulai muncul tradisi literer, dimulai dengan pengumpulan Al-Qur’an (masa
Khulafaur rasyidin).
Ø Hadis juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah kitab (masa Dinasti
Umayyah). Para Muhaddisin juga menyusun criteria ilmiah bagi penerimaan hadis
dengan kategori sahih, hasan, dan da’if).
Ø Muncul pusat-pusat intelektual Islam, seperti Hijaz (Mekkah dan Medinah), Iraq
(Kufah dan Basrah), dan Syria.
Ø Perkembangan studi Islam mencapai puncaknya pada masa Abbasiyah. Studi
Islam yang dikembangkan meliputi ilmu normative Islam yang bersumber pada teks
agama dan ilmu yang berbasis realitas empirik.

Bidang Keilmuan Yang Dikembangkan :
1.

Ilmu yang berbasis pada teks keagamaan (al-Qur’an dan Hadis), seperti:

Ø Tafsir dan ulumul Qur’an. Kitab Tafsir yang tertua ditulis oleh at-Tabari (w. 301 H)
yang dikenal dengan sebutan Tafsir at-Tabari.
Ø Tata Bahasa Arab dengan tokoh utamanya: Abu al-Aswad ad-Duali (w.688 M).
Al-Khalil Ibn Ahmad (w. 786 M) menyusun kamus bahasa Arab (Kitab Al’Ayn).
Sibawaih (w. 793 M) menyusun buku teks sistematis tentang tata bahasa Arab yang
dikenal dengan al-Kitab.
Ø Hadis dan Ulumul Hadis yang dipelopori oleh Syihabuddin az-Zuhri, dan
dikembangkan oleh Bukhari dan kawan-kawan. Hasilnya adalah Kutub as-sittah
yaitu: Kitab Sahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi,
Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah.
Ø Sejarah Nabi seperti Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (w. 767 M) dan
Ibnu Hisyam (w. 834 M). Ubaid Ibn Syaryah menulis kitab sejarah dengan judul Kitab
al-Muluk wa Akhbar al-Madin pada masa daulah Umayyah.
Ø Fiqh dan Usul Fiqh yang dipelopori oleh para imam mazhab seperti Abu Hanifah,
Malik Ibn Anas, Muhammad Idris Ibn Syafi’i, dan Ahmad Ibn Hanbal. Kitab mereka
yang terkenal antara lain: Fiqh al-Akbar, al-Muwatta’, Al-Umm, dan Musnad Ahmad
Ibn Hanbal.
2.

Ilmu Yang Berbasis Rasionalitas dan Realitas Empirik

Ø Ilmu ini berkembang akibat adanya kontak dengan Yunani, Persia, dan India. Hal
ini terjadi pada masa Daulah Abbasiyah dengan adanya penerjemahan karya-karya
dari luar ke dalam bahasa Arab.
Ø Ilmu Astronomi dengan tokoh Ibrahim Al-Fazari (w. 796 M) merupakan hasil
kontak dengan India.
Ø Ilmu Astrologi dengan tokoh Abu Ma’syar (w. 886 M).
Ø Matematika dengan tokoh Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi (w. 850 M).[5]
5

Ø Kimia dengan tokoh Jabir Ibn Hayyan (w. 776 M).
5

Ibid, hal. 10-12

Ø Kaligrafi, sebagai akibat sentuhan dengan budaya Persia.
Ø Zoologi, dengan tokohnya Abu Usman ‘Amr Ibn Bahr al-Jahiz (w. 868 M).
Ø Filsafat, dengan tokoh Al-Kindi (w. 873 M), al-Farabi (w. 950 M), dan Ibnu Sina
(w. 1037). Ibnu Sina juga terkenal sebagai dokter. Dia menulis kitab at-Tibb, yang
menjadi rujukan bagi ilmu kedokteran di dunia Barat.
Ø Sosiologi dengan tokoh Abdurrahman Ibn Khaldun (1332-1406 M) dengan
bukunya Mukaddimah.

Pusat Pusat Kajian Keilmuan.
Ø Pada awalnya dilakukan di masjid dan diajarkan oleh para Qurra’ (ahli al-Qur’an).
Ø Sekolah Dasar disebut dengan Kuttab, yang menyatu dengan masjid. Materi
pelajarannya adalah ilmu al-Qur’an.
Ø Al-Ma’mun mendirikan Observatorium untuk kepentingan ilmu astronomi.
Ø Bait al-Hikmah (didirkan tahun 1830 M oleh Al-Ma’mun), perpustakaan sekaligus
pusat kajian ilmu pengetahuan.
Ø Akademi Nizhamiyah didirikan oleh Nizamul Muluk (dari Dinasti Saljuk) pada
tahun 1065 M. Kajiannya masalah Teologi.
Ø Universitas Granada didirikan oleh Yusuf Abu al-Hajjaj (1333-1354) dari dinasti
Nashriyyah. Kurikulumnya meliputi: teologi, hukum, kedokteran, kimia, filsafat, dan
astronomi.
Ø Universitas al-Azhar, didirkan oleh khalifah Al-Aziz (975-996 ) dari dinasti
Fatimiyah.

Perkembangan Studi Islam di Dunia Barat
Kontak Islam dengan Barat
·

Pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya masa pemerintahan Al-Ma’mun (813-

833) terjadi gerakan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.
Gerakan ini menimbulkan adanya adaptasi dan adopsi ilmu pengetahuan dari Barat

ke dunia Islam. Kebudayaan Islam menjadi perantara antara kebudayaan Yunani
Kuno dengan peradaban ilmu pengetahuan modern.
·

Dinasti Umayyah di Timur (756-1031) yang berpusat di Cordova (Spanyol), juga

menjadi media transformasi ilmu dari Islam ke Eropa. Banyak orang Eropa yang
belajar ilmu pengetahuan di Cordova.
·

Peristiwa perang Salib (1096-1192) antara umat Islam dengan Kristen yang

berlangsung selama 200 tahun, menyebabkan pihak Barat mempelajari ulang
khazanah intelektual Islam melalui karya-karya ilmuwan muslim.
·

Abad 16 sampai pertengahan abad 19 merupakan fase kolonialisme Barat

terhadap dunia Islam. Pada fase ini Barat mengkaji berbagai kemajuan yang pernah
di raih umat Islam selama kurang lebih 7 abad.
·

Tahun 1789 Napoleon Bonaparte menguasai Mesir dan membawa antropolog

untuk mempelajari bahasa Arab, Al-Qur’an dan Hadis. Peristiwa ini merupakan
transformasi pengetahuan dari Islam ke Barat.
·

Kesultanan Turki yang kemudian berubah menjadi Republik Turki juga

mengadakan kontak dengan Negara-negara Eropa dan menghasilkan gerakan
pembaharuan.

Studi Islam di Barat
·

Kajian Barat terhadap Islam memunculkan orientalisme, yaitu kajian tentang

ketimuran. Kajian awal orientalisme yang diselenggarakan di perguruan tinggi di
Barat memandang umat Islam sebagai bangsa primitive.
·

Kajiannya difokuskan pada Al-Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad secara

ilmiah, yang hasilnya menyudutkan ajaran dan umat Islam.
·

Pendekatan yang digunakan para orientalis bersifat lahiriyah (eksternalitas).

Agama Islam hanya dipandang dari sisi luarnya saja menurut sudut pandang Barat.
·

Pada masa selanjutnya muncul karya-karya yang mengoreksi dan

merekonstruksi kajian orientalis lama, karena adanya anomaly (ketidaktepatan)

dalam studi Islam. Tokohnya antara lain Louis Massignon, W. Montgomery Watt,
dan Wilfred Cantwell Smith.
6

·

Islamic Studies menjadi salah satu kajian yang dibuka di universitas Barat

dengan sarana pendukung yang lengkap. Pendekatan yang digunakan a.l: filologi,
antropologi, sejarah, sosiologi, psikologi, dsb.

Studi Islam Di Indonesia
Masa Klasik (Abad 7 – 15 M)
·

Melalui kontak informal, saluran perdagangan, perkawinan, dan tasawuf.

·

Para pedagang (dari Arab, Persia, dan India), berperan sebagai mubaligh.

·

Materi pengajaran: kalimat syahadat, rukun iman, dan rukun Islam.

·

Abad 13 muncul pendidikan di langgar dan pesantren.

1.

Pendidikan langgar meliputi: huruf hijaiyah, membaca Al-Qur’an, fiqh (bersuci

dan shalat), tauhid, dan akhlak (melalui cerita para Nabi dan orang saleh). Sistem
pengajaran: sorogan. Jenjang pendidikan: 1. Tingkat rendah (mempelajari huruf
hijaiyah), 2. Tingkat atas (mempelajari Al-Qur’an, qasidah, barzanji, tajwid, kitab
fasalatan)
2.

Pendidikan pesantren kurikulumnya meliputi: pokok-pokok agama dan segala

cabangnya (bahasa Arab, syari’at (fiqh), Al-Qur’an, hadis, ilmu kalam, dan tauhid).
Sistem pengajaran non klasikal, dengan metode: wetonan (kolektif), dan sorogan
(privat).[5]

6

Burhanuddin, pengatar metodologi studi islam, Raja Wali pers. Hal.337

AGAMA DAN PENGERTIAN AGAMA DALAM BERBAGAI
BENTUKNYA

Dalam masyarakat Indonesia, selain dari kata agama, dikenal pula kata din (dari
bahasa Arab) dan kata religi dari bahasa Eropa.
Dalam masyarakat Indonesia, selain dari kata agama, dikenal pula kata din (dari
bahasa Arab) dan kata religi dari bahasa Eropa.
 Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu
tersusun dari dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi tidak pergi,
tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yg
demikian. Ada lagi pendapat yg mengatakan bahwa agama berarti teks atau
kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci.
Selanjutnya, dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntunan.
 Din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa
Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang,
balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yg
merupakan hukum, yg harus dipatuhi orang.
 Religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah

relegere yg mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang
merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul
dalam kitab suci yg harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain kata itu
berasal dari religare yg berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang
mempunyai sifat mengikat bagi manusia
Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat, yaitu
Agama Dinamisme

 Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yang
misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yang mempunyai
kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari.
Kekuatan gaib itu tidak dapat dilihat, tetapi yang dapat dilihat hanyalah efek
atau bekas dan pengaruhnya. Jika efek tersebut hilang, maka benda tersebut
tidak dihargai lagi. Dalam bahasa ilmiah, kekuatan gaib itu, disebut mana dan
dalam bahasa Indonesia tuah atau sakti.

 Tujuan beragama di sini ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.
 Dalam masyarakat primitif terdapat dukun atau ahli sihir, dan mereka inilah yg
dianggap dapat mengontrol dan menguasai mana yg beraneka ragam itu.

Agama animisme
 Animisme dalah agma yang mengajarkan ahwa tiap-tiap benda baik yang
bernyawa maupun yang tidak memiliki roh. Kepada roh serupa ini diberi
sesajen untuk menyenangkan hati mereka. Roh nenek moyang ini juga
menjadi objek yng ditakuti dan dihormati.
 Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yg
ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati
mereka. Membuat mereka marah harus dijauhi. Kemarahan roh-roh itu akan
menimbulkan bahaya dan malapetaka.
 Yang dapat mengontrol roh-roh itu sebagai halnya dalam agama dinamisme
ialah juga dukun atau ahli sihir.
Agama Politeisme

 Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam gama ini halhal yg menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh
roh-roh tapi dewa-dewa. Dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai
tugas-tugas tertentu.
 Tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sesajen dan
persembahan-persembahan kepada dewadewa itu, tetapi juga menyembah
dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya
Henoteisme
 Henoteisme mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain
mempunyai tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung faham tuhan
nasional.
 Agama ini berkembang dalam masyarakat yahudi.
Monoteisme
 Monoteisme ialah bahwa dalam agama akhir ini Tuhan tidak lagi merupakan
Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua bangsa di dunia ini
bahkan Tuhan Alam Semesta.
 Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan
hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spirituil.
Dalam istilah agama disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat.
 Tuhan dalam monoteisme tidak dapat dibujuk-bujuk dengan saji-sajian.
Kepada Tuhan sebagai pencipta yg mutlak otang tak bisa kecuali
menyerahkan diri, menyerahkan diri kepada kehendak-Nya.
Dan sebenarnya inilah arti kata Islam yg menjadi nama agama yg diturunkan kepada
Nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak
Tuhan. Dengan menyerahkan diri ini, yaitu dengan patuh kepada perintah dan

larang-larangan Tuhanlah, orang dalam monoteisme mencoba mencari
keselamatan.
Perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama monoteisme.
 Dalam agama-agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk
kekuasaan supernaturil dengan penyembahan dan saji-sajian supaya
mengikuti kemauan manusia, sedang dalam monoteisme manusia sebaliknya
tunduk kepada kemauan Tuhan.
Agama monoteis, yaitu antara lain adalah:
o Kristen
Kristen, berhubungan dengan ajaran tentang dosa warisan yang melekat pada diri
manusia, seseorang tidak akan dapat menjadi suci selama ia tidak menerima Kristus
sebagai juru selamat yang mengorbankan diri diatas salib untuk menebus dosa
manusia. Jalan untuk memupuk dan memelihara kontak itu ialah dengan berdoa,
membaca Al-kitab, ke Gereja, merayakan hari-hari suci dan lainnya yang merupakan
jalan untuk senantiasa berada dekat dan teringat pada Tuhan.
o Hindu
Agama Hindu atau Hindu Dharma dengan ajarannya tentang Tuhan Yang Maha Esa
memandang bahwa roh manusia adalah percikan dari Sang Hyang Widhi.
Kebahagiaan manusia ialah bersatu dengan Sang Hyang Widhi yang disebut moksa.
Cara mengadakan hubungan dengan Tuhan untuk mencapai kesucian jiwa ialah
sembahyang di Pura atau di rumah, merayakan hari-hari suci dan sebagainya.
o Islam

Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali ke
Tuhan. Orang haruslah berusaha supaya mempunyai roh bersih lagi suci dan
senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat di dunia. Jalan untuk
membersihkan dan mensucikan roh ialah ibadat yang diajarkan Islam, yaitu shalat,
puasa, zakat dan haji.
Tujuan dari ibadat selain dari membersihkan dan mensucikan diri, ialah juga untuk
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Prinsip – prinsip metodologi studi islam, jogjakarta,
pustaka pelajar, 2005
Said Sa’ad Marthon, Metodologi Pemahaman islam, Jakarta,
2007
Burhanuddin, pengatar metodologi studi islam, Raja Wali pers,
1998

Khairul umam, KH.M.Shiddiq, ajaran islam modern, jakarta : PT
Raja Grafndo Persada, 2008