Hukum Adat dalam Penyelesaian Permasalah

1

BAB I
PENDAHULUAN
a.

Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara yang terletak
diantara dua Benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia dan dua Samudra
yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sehingga letaknya sangat
strategis dan menyebabkan Indonesia berbatasan dengan banyak negara baik
berbatasan di laut maupun darat. Setiap Negara pasti berbatasan dengan
Negara lain. Indonesia mempunyai batas darat dengan tiga negara, yakni
Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Masing-masing Wilayah
Perbatasan antar Negara tersebut memiliki karakteristik masing-masing baik
karakter fisik alamnya maupun karaktersitik budaya. Dengan kekhasan
tersebut bukan hanya menjadi peluang tetapi juga ancaman jika tidak dikelola
secara baik.
Wilayah Perbatasan merupakan pintu masuk dari dan ke Negara lain,
semua hal bisa dibawa masuk dan keluar baik yang positif maupun negatif.
Sehingga Wilayah Perbatasan sangat strategis bagi suatu Negara. Kawasan

perbatasan menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
merupakan kawasan strategis national karena menyangkut kedaulatan Negara,
keamanan dan penataan ruangnya harus dikerjasamakan dengan Negara
tetangga.

2

Berbagai hal dapat menjadi penyebab terjadinya permasalahan yang
dapat berujung pada sengketa dan konflik di Wilayah Perbatasan antara lain :
Perbedaan tujuan Negara, paham, ideologi, tidak adanya kesepakatan batas,
keinginan untuk menguasai Negara lain, lemahnya pengawasan, keamanan
dan lain-lain.
Permasalahan yang terjadi juga menyangkut seluruh aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Cara menyelesaikan permasalah di wilyah
perbatasan juga beragam sesuai dengan masalah yang terjadi baik itu melalui
perundingan, mediasi, bahkan dengan peperangan. Untuk Wilayah Perbatasan
darat yang masih satu daratan atau pulau biasanya memiliki budaya yang
tidak jauh berbeda. Bahkan ada yang memiliki kesamaan budaya dan berasal
dari latar belakang budaya yang sama. Sehingga penyelesaian masalah dapat
dilakukan dengan pendekatan Hukum Adat.

Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai sejarahnya
termasuk di dalamnya adat istiadat. Di dalam adat istiadat ada sanksi yang
diberikan jika terjadi pelanggaran. Hal tersebut ada dalam Hukum Adat.
Indonesia adalah Negara yang kaya dengan adat istiadat dan masing-masing
daerah di dalamnya memiliki Hukum Adat masing-masing yang berbeda cara
dan penerapannya tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan
keadailan, keamanan dan ksejehateraan bagi masyarakat.
Dalam era modernisasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang
terus berkembang pesat hukum juga mengalami perkembangan namun

3

Hukum Adat dalam masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak dari jaman
dahulu tetap ada dan dipakai oleh masyarakat dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan termasuk permasalahan dalam Wilayah Perbatasan.
Soleman Taneko (1987), menyatakan dengan menelaah Hukum Adat
akan diperoleh beberapa manfaat yaitu usaha untuk mempercepat proses
mewujudkan kesatuan bangsa Indonesia, dapat mengungkapkan perubahan
yang terjadi dalam kebudayaan bangsa, dan dapat menilai lembaga-lembaga
hukum yang ada dalam masyarakat yang dirasa perlu untuk dirubah atau tidak

dapat digunakan dalam proses kehidupan suatu bangsa yang sedang menuju
modernisasi.
Perbatasan Negara menyangkut kedaulatan suatu Negara sehingga
diperlukan pengelolaan yang baik dan berbagai cara penyelesaian masalah
perbatasan Negara yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat di
wilayah perbatasan, Pemerintah di Negara masing-masing

dan dunia

internasional.
Dengan manfaat diatas maka penelaahan Hukum Adat dan aplikasinya
dalam penyelesaian masalah di Wilayah Perbatasan dapat dipertimbangkan
untuk menyelesaikan berbagai masalah di Wilayah Perbatasan.
Oleh karena itu dalam Makalah ini akan dibahas macam permasalahan
yang

terjadi

di


Wialayah

Perbatasan

Negara

dan

kemungkikan

penyelesaiannya melalui Hukum Adat. Ruang lingkup pembahasan dibatasi
meliputi Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dengan Timor Leste.

4

b. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam latar belakang di atas
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa sajakah permasalahan yang terjadi dalam Wilayah Perbatasan
Negara?

2. Mungkinkah Hukum Adat dalam penyelesaian permasalahan Perbatasan
Negara?

c.

Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
1. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam Perbatasan Negara
2. Menelaah kemungkinan penyelesaian masalah Perbatasan Negara dengan
Hukum Adat
3. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum dan Pembangunan Kawasan
Perbatasan Antar Negara.

5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembahasan tentang Penyelesaian Masalah Perbatasan Negara dengan
Hukum Adat dilandasi oleh beberapa Kajian Pustaka yang dapat membantu
menjelaskan mungkinkah penyelesaian masalah perbatasan Negara dengan

Hukum Adat. kajian tersebut meliputi pengertian dan pendapat para ahli dalam
beberapa pustaka sebagai berikut :
a.

Perbatasan Negara
Pengertian - pengertian yang berhubungan dengan Perbatasan Negara
menurut Undang - undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
adalah sebagai berikut :
a. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya disebut dengan
Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu
kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara
di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di
dalamnya.
b. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah
kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional.
c. Batas Wilayah Yurisdiksi adalah garis batas yang merupakan pemisah hak
berdaulat dan kewenangan tertentu yang dimiliki oleh negara yang

6


didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.
d. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak
pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain,
dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di
kecamatan.
Selanjutnya dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 179
tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di
Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih dikhususkan lagi beberapa pengertian
sebagai berikut :
a. Kawasan Perbatasan Negara adalah Kawasan Strategis Nasional yang
berada di bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam
sepanjang batas wilayah Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur
dengan Negara Timor Leste dan Negara Australia, dalam hal batas
Wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan.
b. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
c. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif Masyarakat dalam perencanaan

tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
d. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

7

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
f. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur.
g. Bupati adalah Bupati Alor, Bupati Belu, Bupati Malaka, Bupati Timor
Tengah Utara, Bupati Timor Tengah Selatan, Bupati Kupang, Bupati Rote
Ndao, Bupati Sabu Raijua, Bupati Sumba Timur, Bupati Sumba Tengah,
Bupati Sumba Barat, dan Bupati Sumba Barat Daya.
Cakupan Kawasan Perbatasan Negara
(1) Kawasan Perbatasan Negara mencakup kawasan perbatasan di darat dan
kawasan perbatasan di laut.
(2) Kawasan perbatasan di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kawasan yang berada di kecamatan pada sisi dalam sepanjang batas

wilayah Negara Indonesia dengan Negara Timor Leste.
(3) Kawasan perbatasan di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kawasan sisi dalam garis batas yurisdiksi, garis batas Laut Teritorial
Indonesia dalam hal tidak ada batas yurisdiksi, dan/atau Garis Batas Klaim
Maksimum dalam hal garis batas negara belum disepakati dengan Negara
Timor Leste dan Negara Australia, hingga garis pantai termasuk :
a. kecamatan yang memiliki garis pantai tersebut;

8

b. seluruh kecamatan pada gugus kepulauan, atau hingga perairan dengan
jarak 24 mil laut dari garis pangkal kepulauan.
(4) Kawasan perbatasan di darat dan kawasan perbatasan di laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) meliputi PKSN dan/atau kawasan
perkotaan yang mendukung fungsi kawasan perbatasan.
(5) Kawasan perbatasan di darat dan kawasan perbatasan di laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas:
a. 17 (tujuh belas) kecamatan yang meliputi Kecamatan Alor Timur,
Kecamatan Alor Timur Laut, Kecamatan Pureman, Kecamatan Lembur,
Kecamatan Alor Tengah Utara, Kecamatan Alor Selatan, Kecamatan

Mataru, Kecamatan Kabola, Kecamatan Alor Barat Laut, Kecamatan Alor
Barat Daya, Kecamatan Teluk Mutiara, Kecamatan Pulau Pura,
Kecamatan Pantar, Kecamatan Pantar Timur, Kecamatan Pantar Tengah,
Kecamatan Pantar Barat, dan Kecamatan Pantar Barat Laut di Kabupaten
Alor;
b. 11 (sebelas) kecamatan yang meliputi Kecamatan Kakuluk Mesak,
Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan
Atambua Barat, Kecamatan Atambua Selatan, Kecamatan Lasiolat,
Kecamatan Raihat, Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Lamaknen Selatan,
Kecamatan Tasifeto Barat, dan Kecamatan Nanaet Duabesi di Kabupaten
Belu;

9

c. 5 (lima) kecamatan yang meliputi Kecamatan Kobalima Timur, Kecamatan
Kobalima, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, dan
Kecamatan Wewiku di Kabupaten Malaka;
d. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan Biboki Anleu,
Kecamatan Biboki Moenleu, Kecamatan Insana Utara, Kecamatan
Naibenu, Kecamatan Bikomi Utara, Kecamatan Bikomi Tengah,

Kecamatan Bikomi Nilulat, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kecamatan
Miomaffo Barat, dan Kecamatan Mutis di Kabupaten Timor Tengah
Utara;
e. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Boking, Kecamatan
Nunkolo, Kecamatan Kot’olin, Kecamatan Kolbano, Kecamatan Kualin,
dan Kecamatan Amanuban Selatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan;
f. 8 (delapan) kecamatan yang meliputi Kecamatan Amfoang Timur,
Kecamatan Semau, Kecamatan Semau Selatan, Kecamatan Kupang Barat,
Kecamatan Nekamese, Kecamatan Amarasi Barat, Kecamatan Amarasi
Selatan, dan Kecamatan Amarasi Timur di Kabupaten Kupang;
g. 10 (sepuluh) kecamatan yang meliputi Kecamatan Landu Leko, Kecamatan
Rote Timur, Kecamatan Pantai Baru, Kecamatan Rote Tengah, Kecamatan
Rote Selatan, Kecamatan Lobalain, Kecamatan Rote Barat Laut,
Kecamatan Rote Barat Daya, Kecamatan Rote Barat, dan Kecamatan Ndao
Nuse di Kabupaten Rote Ndao;

10

h. 6 (enam) kecamatan yang meliputi Kecamatan Sabu Timur, Kecamatan
Sabu Tengah, Kecamatan Sabu Barat, Kecamatan Liae, Kecamatan Hawu
Mehara, dan Kecamatan Raijua di Kabupaten Sabu Raijua;
i. 8 (delapan) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pahunga Lodu,
Kecamatan Wula Weijelu, Kecamatan Ngadu Ngala, Kecamatan Karera,
Kecamatan Pinu Pahar, Kecamatan Tabundung, Kecamatan Katala
Hamulingu, dan Kecamatan Lewa Tidahu di Kabupaten Sumba Timur;
j. 1 (satu) kecamatan yang meliputi Kecamatan Katikutana Selatan di
Kabupaten Sumba Tengah;
k. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Wanukaka, Kecamatan
Lamboya, dan Kecamatan Laboya Barat di Kabupaten Sumba Barat;
l. 3 (tiga) kecamatan yang meliputi Kecamatan Kodi Bangedo, Kecamatan
Kodi Balagar, dan Kecamatan Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya;
m. Laut Teritorial Indonesia di Selat Ombai, Laut Timor, dan Samudera
Hindia;
n. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Selat Ombai, Laut Timor, dan
Samudera Hindia; dan
o. Landas Kontinen Indonesia di Laut Timor dan Samudera Hindia.

Dalam rangka pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara

perlu

ditetapkan tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang hal ini juga
diperlukan untuk mencegah terjadinya permasalahan di kawasan perbatasan.

11

Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Negara
1.

Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Negara bertujuan untuk
mewujudkan:
a. Kawasan berfungsi pertahanan dan keamanan negara yang menjamin
keutuhan, kedaulautan, dan ketertiban Wilayah Negara yang
berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Negara Australia;
b.Kawasan berfungsi lindung di Kawasan Perbatasan Negara yang
lestari;
c. Kawasan Budi Daya ekonomi perbatasan yang mandiri dan berdaya
saing.

2.

Kebijakan Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Negara
 Kebijakan untuk mewujudkan kawasan berfungsi pertahanan dan
keamanan negara yang menjamin keutuhan, kedaulatan, dan
ketertiban Wilayah Negara yang berbatasan dengan Negara Timor
Leste dan Negara Australia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf a dilakukan dengan:
a.

penegasan dan penetapan batas Wilayah Negara demi terjaga
dan terlindunginya kedaulatan negara dan keutuhan Wilayah
Negara;

b.

pengembangan prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan
negara yang mendukung kedaulatan dan keutuhan batas
Wilayah Negara;

12

c.

pengembangan sistem pusat permukiman perbatasan negara
sebagai pusat pertahanan dan keamanan negara di Kawasan
Perbatasan Negara.

 Kebijakan untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung di
Kawasan Perbatasan Negara yang lestari dilakukan dengan:
a.

pemertahanan kawasan konservasi di Kawasan Perbatasan
Negara;

b.

rehabilitasi dan pelestarian kawasan hutan lindung di Kawasan
Perbatasan Negara;

c.

rehabilitasi dan pelestarian sempadan pantai di Wilayah Pesisir
dan PPKT;

d.

pengendalian perkembangan Kawasan Budi Daya terbangun
pada kawasan rawan bencana.

 Kebijakan untuk mewujudkan Kawasan Budi Daya ekonomi
perbatasan yang mandiri dan berdaya saing dilakukan dengan:
a. pengembangan Kawasan Budi Daya untuk kemandirian
ekonomi;
b. pengembangan Kawasan Budi Daya untuk pengembangan
ekonomi antarwilayah;
c. pengembangan Kawasan Budi Daya untuk daya saing ekonomi;
d. pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan
aksesibilitas sistem pusat pelayanan, sentra produksi termasuk

13

kawasan terisolasi dan pulau kecil, serta mendukung fungsi
pertahanan dan keamanan negara;
e. pengembangan prasarana energi, telekomunikasi, dan sumber
daya air untuk mendukung pusat pelayanan dan Kawasan Budi
Daya; dan
f. pengembangan prasarana dan sarana dasar di Kawasan
Perbatasan Negara yang berbasis pada pengembangan wilayah
perdesaan.
Sesuai amanat Peraturan perundang-undangan tentang Perbatasan Negara,
masyarakat mempunyai peran penting dalam pengelolaan perbatasan. Termasuk di
dalamnya masyarakat hukum adat.

b. Hukum Adat
Intisari Hukum Adat menurut Van Vollenhoven yang dikenal sebagai
Bapak Hukum Adat Indonesia, hukum adat terdiri atas dua unsur yakni
hukum asli penduduk yang pada umumnya masih tidak tertulis (jus nonscriptum) dan ketentuan – ketentuan hukum agama yang sebagian besar
sudah tertulis (jus scriptum). Dijelaskan lebih lanjut oleh muridnya B. Ter
Haar Bzn bahwa1 :
a. Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan -

keputusan,

keputusan warga masyarakat huku terutama keputusan berwibawa
1

R. Soerojo Wignjodipoero,S.H. “Kedudukan serta Perkembangan Hukum Adat setelah
Kemerdekaan , Gunung Agung, Jakarta,1982,hlm;75

14

dari Kepala-Kepala Rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan
– perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan –
keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang
keputusan-keputusan

itu

karena

kesewenagan

atau

kurang

pengertian, tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat,
diterima dan diakuiatau setidak-tidaknya ditolelir oleh hukum
rakyat.
b. Hukum adat itu dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang
tertulis, yang terdiri daripada peraturan-peraturan desa, surat-surat
perintah raja adalah peraturan yang menjelma dalam keputusan –
keputusan para pejabat hukum (dalam arti luas) yang mempunyai
wibawa authority macht serta pengaruh dan yang pelaksanaannya
berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Soepomo, SH pengertian Hukum
Adat sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan – peraturan
legislatif (unstatutory law) meliputi peraturan-perturan hidup yang
meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan
didukung oleh rakyat berdasarkan asas keyakinan, bahwasanya
peraturan - peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. 2
Hukum adat berlaku dalam suatu masyarakat adat, Soepomo
mengemukakan bahwa untuk mengetahui hukum maka adalah terutama
2

Ibid.,. 76

15

perlu diselidiki buat waktu apabila di daerah mana juga sifat dan
susunan dari badan persekutuan hukum di mana orang-orang yang
dikuasai oleh hukum itu hidup sehari-hari. Penguraian tentang badan badan persekutuan itu harus tidak didasarkan atas sesuatu dogmatic
melaikan harus berdasarkan atas kehidupan yang nyata dari masyarakat
yang bersangkutan. Masyarakat pada dasarnya merupakan bentuk
kehidupan bersama yang warga – warganya hidup bersama untunk
jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan kebudayaan. 3
4

Susunan (bentuk ) Persekutuan Hukum Indonesia yaitu :

a. Masyarakat Hukum Adat Genealogis (berdasar keturunan), terdiri atas
tiga macam dasar pertalian keturunan yaitu pertalian darah menurut
garis bapak (patrilinial),

pertalian darah menurut garis ibu

(matrilinial), dan pertalian darah menurut garis bapak dan garis ibu
(parental).
b. Masyarakat Hukum Adat Teritorial , terdiri atas : persekutuan desa
(segolongan orang yang terikat pada suatu tempat kediaman),
persekutuan daerah ( di dalam suatu daerah tertentu terletak beberapa
desa yang masing-masing memounyai tata susunan dan pengurus yang
sejenis), dan Perserikatan dari beberapa kampong.

Soleman B. Taneko,S.H. “Hukum Adat Suatu Pengantar Awal dan Prediksi
Masa Mendatang , Eresco, Bandung,1987,hlm;37
4
Ibid.,. 39
3

16

BAB III
PEMBAHASAN
Perbatasan Negara merupakan wilayah yang strategis dan merupakan
pintu kedaulatan suatu Negara. Selain itu di perbatasan Negara juga rawan
terjadinya konflik. Meskipun telah ditetapkan berbagai peraturan dan
kesepakatan di kawasan Perbatasan Negara namun permasalahan selalu saja
muncul. Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya permasalahan di
Perbatasan Negara antara lain :
a. Perbedaan tujuan Negara, paham, dan ideologi suatu Negara dengan
Negara lainnya
b. Tidak adanya kesepakatan batas antar Negara
c. Keinginan untuk menguasai/menjajah Negara lain
d. Lemahnya pengawasan dan keamanan di kawasan Perbatasan Negara
e. Dan lain-lain

3.1. Identifikasi Permasalahan di Perbatasan Negara
Dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Kawasan
Perbatasan Antarnegara di Indonesia dipaparkan permasalahan yang dihadapi
kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian
masalah dapat lebih terarah dan tepat sasaran, maka permasalahan yang ada
dikelompokkan menjadi 6 (enam) aspek, yaitu kebijakan, ekonomi dan sosial

17

budaya, pertahanan dan keamanan, pengelolaan sumber daya alam,
kelembagaan dan kewenangan pengelolaan, serta kerjasama antarnegara. Hal
tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Kebijakan Pembangunan
Kebijakan pembangunan pada Pemerintah terdahulu belum
berpihak pada wilayah Perbatasan Negara dan dan lebih mengarah kepada
wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial,
sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir
dan tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.
Selain itu belum optimalnya kebijakan dan strategi nasional dalam
pengembangan kawasan perbatasan. Salah satunya adalah Peraturan
Presiden Nomor 179 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perbatasan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang belum dilaksanakan
secara penuh.
b. Ekonomi dan Sosial Budaya
Sistem politik dimasa lampau yang sentralistik dan sangat
menekankan stabilitas keamanan. Disamping itu secara historis, hubungan
Indonesia dengan beberapa negara tetangga pernah dilanda konflik, serta
seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri.
Konsekuensinya,

persepsi

penanganan

kawasan

perbatasan

lebih

didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi
ancaman dari luar (external threat) dan cenderung memposisikan kawasan

18

perbatasan sebagai sabuk keamanan (security belt).

Hal ini telah

mengakibatkan kurangnya pengelolaan kawasan perbatasan dengan
pendekatan kesejahteraan melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam,
terutama yang dilakukan oleh investor swasta.
Kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan yang miskin
infrastruktur dan tidak memiliki aksesibilitas yang baik, pada umumnya
sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi di negara tetangga. Hal
ini disebabkan adanya infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh sosial
ekonomi yang lebih kuat dari wilayah negara tetangga. Secara jangka
panjang, adanya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga
tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik.
Ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana
wilayah maupun fasilitas sosial ekonomi yang kurang memadai.
Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di setiap kawasan
perbatasan baik laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
jumlah keluarga prasejahtera di kawasan perbatasan serta kesenjangan
sosial ekonomi dengan masyarakat di wilayah perbatasan negara tetangga.
Kondisi kemiskinan masyarakat di kawasan perbatasan mendorong
masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan
potensial menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan
negara. Selain kegiatan ekonomi ilegal, kegiatan ilegal lain yang terkait

19

dengan aspek politik, ekonomi dan keamanan juga terjadi di kawasan
perbatasan laut seperti penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak.
Kegiatan ilegal ini terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan
kerjasama bilateral yang baik untuk menuntaskannya.
Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana dibidang
pendidikan dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar
kawasan perbatasan masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan,
keterampilan, serta kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor
utama yang menghambat pengembangan ekonomi kawasan perbatasan
untuk dapat bersaing dengan wilayah negara tetangga.
Di beberapa kawasan perbatasan terdapat tanah adat/ulayat yang
berada di dua wilayah negara. Tanah ulayat ini sebagian menjadi ladang
penghidupan yang diolah sehari-hari oleh masyarakat perbatasan, sehingga
pelintasan batas antarnegara menjadi hal yang biasa dilakukan setiap hari.
Keberadaan tanah ulayat yang terbagi dua oleh garis perbatasan, secara
astronomis memerlukan pengaturan tersendiri serta dapat menjadi
permasalahan di kemudian hari jika tidak ditangani secara serius.
c. Pertahanan dan Keamanan
Belum disepakatinya garis-garis batas dengan negara tetangga
secara menyeluruh. Beberapa segmen garis batas baik di darat maupun di

20

laut belum disepakati secara menyeluruh oleh negara-negara yang
berbatasan dengan wilayah NKRI. Permasalahan yang sering muncul di
perbatasan darat adalah pemindahan patok-patok batas yang implikasinya
menyebabkan kerugian bagi negara secara ekonomi dan lingkungan.
Namun secara umum, titik koordinat batas negara di darat pada umumnya
sudah disepakati.
Masalah-masalah pelanggaran hukum, penciptaan ketertiban dan
penegakan hukum di perbatasan perlu diantisipasi dan ditangani secara
seksama. Luasnya wilayah, serta minimnya prasarana dan sarana telah
menyebabkan belum optimalnya aktivitas aparat keamanan dan kepolisian.
Hal ini menyebabkan lemahnya pengawasan di sepanjang garis perbatasan
di darat maupun perairan di sekitar pulau-pulau terluar. Disamping itu,
lemahnya penegakan hukum akibat adanya kolusi antara aparat dengan
para pelanggar hukum, menyebabkan semakin maraknya pelanggaran
hukum di kawasan perbatasan.
d. Pengelolaan Sumber Daya Alam
Potensi sumberdaya alam yang memungkinkan belum dikelola
secara optimal. Potensi di sepanjang kawasan perbatasan, antara lain
sumber daya kehutanan, pertambangan, perkebunan, pariwisata, dan
perikanan.

Selain itu, devisa negara yang dapat digali dari kawasan

perbatasan dapat diperoleh dari kegiatan perdagangan antarnegara.

21

Di sebagian besar kawasan perbatasan, upaya pemanfaatan SDA
dilakukan secara ilegal dan tak terkendali, sehingga mengganggu
keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup.
e. Kelembagaan dan Kewenangan Pengelolaan
Pengelolaan kawasan perbatasan belum dilakukan secara terpadu
dengan mengintegrasikan seluruh sektor terkait.

Sampai saat ini,

permasalahan beberapa kawasan perbatasan masih ditangani secara ad
hoc, sementara (temporer) dan parsial serta lebih didominasi oleh
pendekatan

keamanan

(security)

melalui

beberapa

kepanitiaan

(committee), sehingga belum memberikan hasil yang optimal.
Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,
pengaturan tentang pengembangan kawasan perbatasan secara hukum
berada dibawah tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten.
Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan
(border gate) yang meliputi aspek kepabeanan, keimigrasian, karantina,
serta keamanan dan pertahanan. Dengan demikian Pemerintah Daerah
dapat mengembangkan kawasan perbatasan selain di pintu-pintu masuk
tersebut, tanpa menunggu pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat.
Namun demikian dalam pelaksanaannya pemerintah daerah belum
melaksanakan kewenangannya tersebut.

22

f. Kerjasama Antarnegara
Belum optimalnya keterkaitan pengelolaan perbatasan dengan
kerjasama sub regional, maupun

regional. Dan belum optimalnya

kerjasama antarnegara dalam penanggulangan pelanggaran hukum di
perbatasan.

Permasalahan dalam Perbatasan Negara yang kompleks membutuhkan
penanganan yang serius dari berbagai pihak baik Pemerintah, Masyarakat bahkan
dunia Internasional.
Berbagai cara juga sudah ditempuh untuk penyelesaiannya namun masalah
masih terus terjadi karena dinamika kehidupan masyarakat yang juga terus
berubah. Salah satu cara yag ditempuh adalah melalui pendekatan Hukum Adat.

3.2.

Hukum Adat Dalam Penyelesaian Permasalahan Perbatasan Negara
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 179 tahun 2014
Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur memuat tentang masyarakat sebagai salah satu
unsur dalam pengelolaan Perbatasan Negara. Masyarakat adalah orang
perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat,
korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.

23

Wilayah Perbatasan Negara khususnya perbatasan darat berada
dalam satu daratan atau satu pulau. Kesamaan daerah tersebut tentu
memiliki adat dan budaya yang sama ataupun berbeda tetapi tidak terlalu
jauh. Hukum adat yang berlaku dalam masyarakat pun juga tidak jauh
berbeda meskipun Hukum Negara berbeda.
Penyelesaian masalah dengan Hukum Adat sampai sekarang ini
masih berlaku karena kehidupan masyarakat Indonesia yang kental dangan
adat istiadat dan budaya tidak terlepas dari hukum adat.
Hukum adat atau hukum kebiasaan mengandung di dalamnya ada
putusan baik oleh pemegang kekuasaan maupun masyarakat adanya
putusan berarti adanya suatu pilihan terhadap sesuatu masalah yang harus
diselesaikan.
Di dalam hukum adat mencakup keseluruhan peraturan yang
menjelma di dalam putusan-putusan para pejabat hukum yang mempunyai
wibawa dan pengaruh serta di dalam pelaksanaannya berlaku serta merta
dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh putusan
itu.5
Penyelesaian masalah perbatasan Negara dengan Hukum Adat
dimungkinkan dengan penjelasan berikut ini :

5

Soleman B. Taneko,S.H. “Hukum Adat Suatu Penganta Awal dan Prediksi Masa Mendatang ,
Eresco, Bandung,1987,hlm;7

24

a.

Aspek kebijakan
Arah kebijakan pengembangan daerah perbatasan dengan
berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, dan
dalam prinsip otonomi daerah pengembangan kawasan hukum berada
dalam tanggung jawab Pemerintah Daerah. Oleh karena itu Pemerintah
Daerah dalam membuat Peraturan Daerah dapat merangkul masyarakat
Hukum Adat dengan kearifan lokalnya dalam menyusun kebijakan
sehingga dapat mengakomodir jika terjadi permasalahan dalam
Perbatasan Negara.

b. Aspek Ekonomi dan Sosial Budaya
Kesenjangan

ekonomi

di

Perbatasan

Negara

menjadi

permasalahan yang dapat menimbulkan konflik melalui pendekatan
hukum adat dikenal adanya kegiatan ekonomi tukar menukar, produksi
dan perjanjian. Dengan kegiatan tersebut dapat meminimalisir
permasalahan kesenjangan karena adanya rasa kekeluargaan dan
kedekatan secara budaya.
Hukum adat yang berlaku dalam perbatasan Negara seperti telah
dipaparkan sebelumnya berdasar pada kesamaan budaya, adat istiadat
dan nenek moyang. Kesamaan suku bangsa juga dapat menjadi jalan
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Persengketaan tanah atau
batas yang sering terjadi karena adanya tanah ulayat atau tanah adat

25

juga dapat diselesaikan dengan Hukum Adat yang masih sama-sama
diakui.
c. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Penyelesaian Permasalahan pertahanan keamanan melalui hukum
adat

yaitu

diselesaikan

secara

musyawarah

dan

pendekatan

kekeluargaan, masyarakat yang taat pada hukum adat maka akan taat
pula menjaga keamanan di kawasan perbatasan. Adanya sanksi yang
diterapkan dalam hukum adat akan memberikan efek jera bagi
pelanggar, karena sanksi adat biasanya lebih membekas dan berdampak
pada orang yang terkena sanksi.
d. Aspek Pengelolaan Sumber Daya Alam
Dalam hukum adat ada aturan tertentu tentang alam yang tidak
boleh dilanggar dan apabila dilanggar akan menimbulkan bencana.
Adanya eksploitasi yang berlebihan yang dapat menimbulkan masalah
seringkali terjadi karena adanya intervensi dari pihak luar. Dengan
ketentuan yang diakui oleh masyarakat maka lingkungan akan terjaga
dan tidak menimbulkan masalah.
e. Kelembagaan dan Kewenangan Pengelolaan
Pemerintah Daerah yang menjadi lembaga berwenang terdekat
yang berada di Perbatasan Negara mempunyai kewenangan dalam
pengelolaan

Perbatasan

Negara

dapat

menjaring

aspirasi

dari

26

masyarakat hukum adat sehingga dalam membuat kebijakan dapat
mewakili kebutuhan masyarakat di daerah tersebut.

Masyarakat Indonesia baik yang ada di luar maupun di kawasan
Perbatasan Negara pada dasarnya adalah masyarakat tradisional yang masih
berpegang pada adat istiadat, setiap permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan
secara baik dengan musyawarah dan mufakat. Itu yang diharapkan untuk
tercapainya keadilan dan kesejahteraan bersama.
Perbatasan Negara dan masyarakat yang hidup di dalamnya memiliki
kesamaan latar belakang budaya meskipun terpisah secara Negara namun satu
dalam budaya, Hukum adat adalah hukum yang dari kebiasaan masyarakat yang
sama budaya dan istiadatnya. Hukum adat dapat menjadi dasar dalam membentuk
Hukum Daerah, Hukum Negara, dan Hukum Internasional di Perbatasan Negara.

27

BAB IV
PENUTUP
a.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa :
1.

Permasalahan di Perbatasan Negara dapat dilihat dari aspek kebijakan,
ekonomi dan sosial budaya, pertahanan dan keamanan, pengelolaan
sumber daya alam, kelembagaan dan kewenangan pengelolaan, serta
kerjasama antarnegara.

2.

Perbatasan Negara dan masyarakat yang hidup di dalamnya memiliki
kesamaan latar belakang budaya meskipun terpisah secara Negara namun
satu dalam budaya, Hukum adat adalah hukum yang lahir dari kebiasaan
masyarakat yang sama budaya dan istiadatnya sehingga penyelesaian
permasalahan Perbatasan Negara dimungkinkan dengan pendekatan
Hukum Adat.

b. Saran
1.

Diperlukan kajian lebih mendalam dalam penyelesaian masalah di
Perbatasan Negara dengan pendekatan Hukum Adat.

2.

Diperlukan perhatian dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk Perbatasan
Negara juga mengakomodir Hukum Adat yang masih diakui oleh
masyarakat.

28

DAFTAR PUSTAKA
Friedman Lawrence, 1975, Sistem Hukum, Bandung, Nusa Media.
Hart, H.L. A, 1997, Konsep Huku, Bandung, Nusa Media.
I Gede A.B. Wiranata, 2005, Hukum Adat Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti .
Iman Sudiyat, 1999, Asas - Asas Hukum Adat, Yogyakarta, Liberty.
L. J. van Apeldroon. Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996
Lili Rasjidi dan I. B Wyasa Putra,2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung,
Mandar Maju.
Soekanto, 1981, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Soleman B. Taneko, 1987, Hukum Adat Suatu Pengantar Awal dan Prediksi
Masa Mendatang, Bandung, Eresco.
R. Soerojo Wignjodipoero, 1982, Kedudukan Seta Perkembangan Hukum Adat
Setelah Kemerdekaan, Jakarta, Gunung Agung.
L. J. van Apeldroon. Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996

29

Undang- Undang
Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang - Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 179 tahun 2014 Tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara Di Provinsi Nusa Tenggara Timur