PERAN STRATEGIS MANAJEMEN SUMBER DAYA MA
PERAN STRATEGIS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP CEGAH TANGKAL TINDAK KOUPSI Tjiptogoro Dinarjo Soehari, Iffah Budiningsih, Umi Kawiryani Tj.
tjiptogd@yahoo.com iffahbudiningsih@gmail.com, umi.kawiryani@gmail.com
ABSTRACT
Hampir seluruh organisasi didunia baik profit organization maupn non profit organization menganggap tindak korupsi adalah ancaman terbesar bagi pertumbuhan dan stabilitas organisasi sehngga menjadi sangat pentng untuk menjadi perhatian bagi semua lembaga baik lembaga swasta maupun pemerintah.
Pada setiap organisasi terdapat inspektorat yang bertugas antara lain untuk melakukan pencegahan dan pembrantasan korupsi. Di organisasi lembaga pemerintah dan lembaga Negara upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan melalui perangkat dan aparat hokum dan inspektorat, namun belum mampu menekan tindak korupsi sampai pada tingkat yang sama dengan Negara seperti Singapura dan Malaysia. Dengan cara memperluas aspek pemberantasan korupsi bukan hanya pada aspek hukum melainkan termasuk aspek manajemen manusia statejik sehingga diharapka dapat menekan tindak korupsi di Indonesia sehingga menjadi yang terendah di ASEAN.
Analisis menggunakan teknik eksploratif kuantitatif, variabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y), variabel bebas Budaya Organisasi (X1), Kompetensi (X2), Kepemimpinan (X3) dan Pengawasan Internal
(X4) di lebaga hukum terkemuka di Indonesia dengan populasi 525 orang, sample 14 9 orang.
Output dari penelitian ini: 1) model cegah tangkal tindak korupsi; 2) acuan, rekomendasi, bagi para pengambil kebijakan, lembaga pemerintah maupun swasta dalam upaya mencegah tindak korupsi; 3) memberikan pencerahan intelektual kepada masyarakat bagaimana seharusnya melakukan upaya pencegahan korupsi.
Kata kunci : ckorupsi, budaya organisasi, kompetensi, kepemimpinan, pengawasan internal
I. PENDAHULUAN
. Tindak korupsi bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan terjadi pula di hampir seluruh
dunia baik lembaga negegara, pemerintah maupun swasta. Sebagai gambaran korupsi yang terjadi di lembaga bisnis Association of Certified Fraud Examine disingkat ACFE (2010) mengemukakan ringkasan temuan mengenai korupsi dan besar kerugian yang ditimbulkan: (1) Misappropriation atau pencurian asset dalam bentuk cash atau non cash , penyajian laporan keuangan, dan skema korupsi lainnya; (2) Korupsi di tempat kerja, karena system pengawasan lemah, ancaman bagi perusahaan kecil; (3) Billing scheme, korupsi menggunakan sarana proses billing atau pembebanan tagihan, jenis korupsi dengan resiko yang terbesar didunia; (4) Paling sering menjadi korban korupsi: Bank dan Lembaga Keuangan non Bank, Administrasi public dan Pemerintahan, dan Manufaktur; (5) Kedudukan pelaku korupsi semakin tinggi semakin besar kerugian perusahaan, perbandingan kerugian yang timbul karena: pemilik/pejabat executives sepuluh kali lipat dari kerugian akibat korupsi yang ditimbulkan oleh karyawan; manager tiga kali lipat dari kerugian akibat korupsi yang dilakukan oleh karyawan; (6) Pelaku korupsi semakin lama masa kerja semakin besar kerugian yang ditimbulkan; (7) Pelaku korupsi terbanyak (77%) dilakukan oleh karyawan di 6 bagian atau departemen yaitu: akuntansi, operasi, penjualan, executives /pejabat tinggi, customer service dan pembelian; (8) Pada umumnya pelaku melakukan korupsi pertama kali justru dilakukan oleh seseorang dengan masa lalu kerja yang bersih, 87% pelaku sebelumnya belum pernah melakukan korupsi, 84% belum pernah dihukum atau dipecat akibat korupsi.
Upaya-upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga lebih menekankan kepada tindakan hukum dan telah memperbaiki peringkat indeks korupsi oleh Transparancy Internasional Tahun 2015 yaitu tahun sebelumnya peringkat 114 menjadi peringkat 107 dari 174 negara yang diperiksa, namun masih j auh dibawah Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura yang berada pada kisaran peringkat 30. Tahun 2017 peringkat indexs korupsi Indonesia turun menjadi peringkat 90. Tahun 2017 kasus korupsi terus marak yang didominasi oleh kasus E-KTP dan tangkap tangan dari sejumlah pejabat baik dilingkungan pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah, kasus yang menyaangkut pejabat di lembaga yudikatif dan legslatif yang melibakan pula oknum swasta. Hal ini menunjukan pemberantasan korupsi perlu terus dikembangkan bukan hanya pendekatan represif melainkan perlu pula pendekatan prefentif melalui manajemen sumber daya manusia stratejik. Wheelen (2006: 12), mengemukakan bahwa faktor strategis lingkungan internal adalah structure, culture, dan resources sebagai fokus utama pendekatan manajemen sumber daya manusia stratejik untuk mengendalikan motivasi, kondisi, peluang, realisasi tindak korupsi. Hal ini sejalan dengan pendapat Turner, Mock, Srivastava (2003), mengemukakan bahwa tindak korupsi akan terjadi karena adanya motives, condition, possibilities, realization.
Tujuan jangka panjang cegah tangkal tindak korupsi melalui pendekatan sumber daya manusia stratejik yaitu menekan terjadinya korupsi sehingga peringkat korupsi di Indonesa berada pada peringkat yang mendekati Malaysia dan Singapura pada kisaran dibawah peringkat 40 bahkan diharapkan pada kisaran peringkat 30. Target khusus yang ingin dicapai adalah membangun lingkungan internal lembaga yang efektif, effisien dan sehat sehingga dapat menekan serendah mungkin terjadinya tindak korupsi. Tingkat kerugian yang ditimbulkan tindak korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, maka upaya mengatasi permasalahan korupsi di Indonesia sangat penting sehigga perlu mengembangkan penelitian cegah tangkal tindak korupsi melalui pendekatan manajemen sumber daya manusia stratejik dengan focus utama: budaya organisasi, kompetensi, kepemimpinan, dan pengawasan internal sebagai upaya solusi total terhadap permasalahan korupsi. Untuk menghasilkan rekomendasi yang teruus meningkat kuaatitasnya maka pada penelitian ini memilih satuan kerja di lembaga pemerintah bidang hukum terkemuka, dengan populasi yang lebih besar dan jumlah sample yang jauh lebih banyak, dan analisis yang lebih dipertajam dari penelitian sebelumnya,
II . KAJIAN PUSTAKA
2.1. Cegah Tangkal Tindak Korupsi
Poerwadarminta (1996), mengemukakan dalam kamus Bahasa Indonesia bahwa korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan: uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Undang-undang No 3 Tahun 1971 Tanggal 29 Maret 1972 bahwa seseorang dihukum karena tindak pidana korupsi adalah : (1) melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain keuangan negara atau perekonomian atau badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dana atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; (2) bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau badan, menyalah-gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; (3) melakukan kejahatan tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP; (4) memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud pada pasal 2 Undang-Undang tersebut diatas dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu; (5) tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya telah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang ersebut dalam pasal-pasal 418,419, dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kpada yang berwajib; (6) melakukan percobaan atau permufakatan tindak pidana-tindak pidana tersebut pada nomor (1), (2), (3), (4), (5) tersebut di atas. Pegawai negeri yang dimaksud pada pasal 2 Undang-Undang tersebut diatas meliputi juga orang-orang yang Poerwadarminta (1996), mengemukakan dalam kamus Bahasa Indonesia bahwa korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan: uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Undang-undang No 3 Tahun 1971 Tanggal 29 Maret 1972 bahwa seseorang dihukum karena tindak pidana korupsi adalah : (1) melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain keuangan negara atau perekonomian atau badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dana atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; (2) bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau badan, menyalah-gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; (3) melakukan kejahatan tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP; (4) memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud pada pasal 2 Undang-Undang tersebut diatas dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu; (5) tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya telah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang ersebut dalam pasal-pasal 418,419, dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kpada yang berwajib; (6) melakukan percobaan atau permufakatan tindak pidana-tindak pidana tersebut pada nomor (1), (2), (3), (4), (5) tersebut di atas. Pegawai negeri yang dimaksud pada pasal 2 Undang-Undang tersebut diatas meliputi juga orang-orang yang
Tindak korupsi merupakan salah satu faktor paling buruk di masyarakat yang telah tumbuh sejak dahulu kala sampai saat ini. Saat ini lingkungan didominasi demokrasi, kemajuan teknologi dan teknologi informasi, tidak hanya merubah jenis dan cara melakukan tindakan korupi namun juga teknik mengelak yang sering kali belum dikethui umum sebelumnya. (Mackevičius, Bartaška,2003; Mackevičius, 2012). Pelaku tindak korupsi terus meningkatkan mencari untuk lebih efisien, metode yang lebih canggih dalam melakukan tindak korupsi melalui investigasi terhadap lingungan internal dan eksternal, sistem akuting dan pengawasan internal, dengan melakukan analisis kondisi keuangan dan hasil operasi bisnisnya, dan mengevaluasi berbagai faktor.
Cressey (1973),mengemukakan bahwa korupsi terjadi karena adanya tekanan, motivasi, dan realisasi. Tekanan untuk melaksanakan tindak korupsi dapat diidentifikasikan dengan motivasi internal dari orang yang bersangkutan. Tekanan untuk melakukan tindak korupsi dapat dalam bentuk tiga tipe: tekanan untuk membeli sesuatu untuk menaikan gaya hidupnya, tekanan yang dilakukan oleh atasan atau manajemen perusahaan untuk memperoleh uang dari perusahaan meskipun uang milik perusahaan, dan tekanan dari luar. Dengan demikian ragam tekanan untuk melakukan tindak korupsi dapat berupa hutang/kewajiban untuk membayar, ketamakan atau kerakusan, suatu tantangan untuk bermain atau berjudi atau suatu keinginan kuat untuk malawan sistem, tidak puas dengan gaji dan hal yang serupa. Dalam literature ilmiah, semua variabel didefinisikan sebagai motivasi untuk melakukan tindak korupsi. Elemen kedua dari segitiga tindak korupsi adalah keadaan yang memungkinkan tindak korupsi terjadi. Turner, Mock, Srivastava (2003) mengemukakan bahwa jika seseorang memiliki suatu motivasi, namun tidak akan melakukan tindak korupsi jika tidak memungkinkan berkreasi untuk melakukan tindak korupsi. Jika timbul motivasi untuk melakukan korupsi dan didukung dengan adanya kesempatan seperti adanya transaksi yang nilainya besar dan penuh kerumitan, pengawasan internal buruk, pemeriksaan atau audit tidak dilakukan secara teratur dan sejenisnya maka akan mendorong terjadinya tindak korupsi. Peneliti percaya bahwa possibility (suatu keadaan yang memungkinkan dilakukan) umumnya dipengaruhi oleh lemahnya control asset perusahaan, lemahnya prosedur dan akunting, dan jika motivasi dan posibility untuk melakukan tindak korupsi dipenuhi, dan merasa mampu untuk merealisasikan ( realization ) tindak korupsi maka tindak korupsi akan terjadi.
Menurut Albrechtet al. (2011), suatu pemecahan segi tiga tindak korupsi akan memberikan penilaian mengenai hubungan langsung antara kemampuan untuk melakukan tindak korupsi karyawan dan kemampuan perusahaan untuk menangkalnya. Bressler & Bressler (2007), mengemukakan bahwa segitiga tindak korupsi tidak cukup detail karena ini kurang memiliki elemen kapabilitas sehingga mengusulkan transformasi segitiga tindak korupsi menjadi segi empat tindak korupsi. Tidak semua orang yang memiliki motivation, opportunities, and realization akan memutuskan untuk melakukan tindak korupsi disebabkan karena kapabilitas untuk malaksanakannya atau menyimpannya. Sesuai pendapat Albrecht, Williams, Wernz (1995), elemen ini terutama penting ketika terkait dengan skala besar tindak korupsi dalam jangka panjang. Hanya orang yang memiliki kapasitas ekstrim yang tinggi akan dengan cukup cerdik untuk memahami pengawasan internal yang ada, untuk mengidentifikasi kelemahan dan untuk menggunakan hasil analisisnya dalam merencanakan pelaksanaan tindak korupsi. Adapun elemen dari segi empat tindak korupsi adalah motivasi, kondisi, kapabilitas, dan realisasi, seluruh elemen berkaitan erat dengan sistem pengawasan internal.
Dari uraian tersebut diata pada penelitian ini yang dimaksud dengan cegah tangkal korupsi adalah mencegah upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melanggar peraturan yang berlaku yang didorong oleh adanya motivasi, kondisi, probabilitas, dan realisai tindak korupsi
2.2. Budaya Organisasi.
Duffield, Grabosky (2001), mengemukakan bahwa perlunya melakukan analisis budaya perusahaan secara keseluruhan dalam rangka cegah tangkal tindak korupsi. Robin and Judge (2007: 511),mengemukakan bahwa karakter utama budaya organisasi adalah: (1) inovaitiv dan berani mengambil resiko yaitu karakter untuk melakukan inovasi dan keberanian untuk mengambil resiko; (2) memberikan perhatian secara detail yaitu karakter menganalisis dan melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cermat; (3) berorientasi terhadap keluaran ( outcomes ) yaitu tingkat kefokusan manajemen pada hasil atau outcomes daripada terhadap cara dan proses yang digunakan untuk menghasilkan outcomes ; (4) berorientasi pada orang yaitu tingkat perhatian manajemen dalam mengambil keputusan atas dampak outcome terhadap karyawan sebagai anggota organisasi; (5) berorientasi pada Tim yaitu tingkat prioritas pengorganissian aktivitas kerja dalam bentuk tim daripada perorangan; (6) agresivitas yaitu tingkat agresivitas dan kompetisi karyawan dalam melaksanakan tugas daripada melakukan apa adanya; (7) stabilitas yaitu tingkat perhatian organisasi terhadap suatu kegiatan untuk tumbuh daripada memelihara status quo . Setiap karakter berada dalam suatu rangkaian dari tingkat yang paling bawah sampi paling atas. Tintami at all. (2012: 13) mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah falsafah dasar orgaisasi mengenai keyakinan, norma, dan nilai bersama sebagai karakter inti bagaimana melakukan sesuatu dalam organisasi. Laudon dan Laudon (2012: 100) mengemukakan bahwa stiap organisasi memiliki asumsi dasar yang akan diikuti oleh anggotanya mengenai tujuan dan produk yang ingin dihasilkan. Budaya organisasi meliputi seperangkat asumsi produk apa yang harus dihasilkan, bagaimana memproduksinya, dimana dan untuk siapa.
Dari uraian tersebut diatas pada penelitian ini yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah falsafah dan asumsi dasar orgaisasi mengenai keyakinan, norma, dan nilai bersama sebagai karakter inti organisasi, manajemen, dan anggota secara keseluruhan mengenai: kemampuan inovasi dan keberanian mengambil resiko; melaksanakan tugasnya dengan tepat, menganalisis, dan memperhatikan secara detail dalam menjalankan tugasnya; fokus pada hasil atau outcomes daripada cara dan proses untuk menghasilkan outcomes; mengambil keputusan dengan memperhatikan dampak outcome terhadap karyawan; mengorganisasikan aktivitas dalam bentuk tim daripada perorangan; agresivitas dan kompetisi karyawan dalam melaksanakan tugas daripada melakukan apa adanya; melakukan kegiatan untuk tumbuh bukan untuk mempertahankan status quo .
2.3. Kompetensi
Noe (2015: 14), mengemukakan bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM) professional: menerapkan prinsip-prinsip manajemen SDM untuk berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis; mengelola interaksi dengan pelanggan dan stakeholder lainnya yang masing- masing memiliki kepentingan tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan organisasi; dapat memberikan pendapat yang berharga bagi karyawan dan pimpinan yang sedang menghadapi persoalan dan situasi yang pelik; berinisiatif dan membantu secara langsung kegiatan organisasi; memberikan umpan balik yang efektif; bekerja efektif dengan berbagai budaya dan berbagai penduduk/masyarakat; mengintegrasikan nilai nilai inti, jujur, betanggung jawab; cakap menterjemahkan informasi sehingga mampu memberikan rekomendasi yang terkait dengan return on investment dan dampaknya terhadap organisasi sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis; memahami matrik fungsi bisnis, organisasi dan industri. Shermon (2011: 11), mengemukakan bahwa kompetensi adalah karakteristik seseorang, yang memungkinkan dirinya menghasilkan kinerja yang terbaik atas tugas yang diberikan kepadanya. Kompetensi memiliki dua arti: kemampuan seseorang untuk berkinerja terbaik pada area tugas; sesuatu yang dimiliki seseorang yang diperlukan untuk mewujudkan kinerja efektif. Badan Kepegawaian Negara (PERKA BKN No 8 Tahun 2013, Huruf D), mengemukakan bahwa kompetensi teknis adalah Noe (2015: 14), mengemukakan bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM) professional: menerapkan prinsip-prinsip manajemen SDM untuk berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis; mengelola interaksi dengan pelanggan dan stakeholder lainnya yang masing- masing memiliki kepentingan tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan organisasi; dapat memberikan pendapat yang berharga bagi karyawan dan pimpinan yang sedang menghadapi persoalan dan situasi yang pelik; berinisiatif dan membantu secara langsung kegiatan organisasi; memberikan umpan balik yang efektif; bekerja efektif dengan berbagai budaya dan berbagai penduduk/masyarakat; mengintegrasikan nilai nilai inti, jujur, betanggung jawab; cakap menterjemahkan informasi sehingga mampu memberikan rekomendasi yang terkait dengan return on investment dan dampaknya terhadap organisasi sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis; memahami matrik fungsi bisnis, organisasi dan industri. Shermon (2011: 11), mengemukakan bahwa kompetensi adalah karakteristik seseorang, yang memungkinkan dirinya menghasilkan kinerja yang terbaik atas tugas yang diberikan kepadanya. Kompetensi memiliki dua arti: kemampuan seseorang untuk berkinerja terbaik pada area tugas; sesuatu yang dimiliki seseorang yang diperlukan untuk mewujudkan kinerja efektif. Badan Kepegawaian Negara (PERKA BKN No 8 Tahun 2013, Huruf D), mengemukakan bahwa kompetensi teknis adalah
Dari uraian tersebut diatas pada penelitian ini yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan menerapkan prinsip-prinsip manajemen SDM untuk berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis; mengelola interaksi dengan pelanggan dan stakeholder lainnya yang masing- masing memiliki kepentingan tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan organisasi; dapat memberikan pendapat yang berharga bagi karyawan dan pimpinan yang sedang menghadapi persoalan dan situasi yang pelik; berinisiatif dan membantu secara langsung kegiatan organisasi; memberikan umpan balik yang efektif; bekerja efektif dengan berbagai budaya dan berbagai penduduk/masyarakat; mengintegrasikan nilai nilai inti, jujur, betanggung jawab; cakap menterjemahkan informasi sehingga mampu memberikan rekomendsi yang terkait dengan return on investment dan dampaknya terhadap organisasi sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis; memahami matrik fungsi bisnis, organisasi dan industri; menghasilkan kinerja yang terbaik atas tugas yang diberikan kepadanya.
2.4. Kepemimpinan.
Robbins dan Judge (2007:356), mengemukakan teori sifat dalam kepemimpinan: cerdas; suka bergaul; percaya diri; jujur; dapat dipercaya dan bertanggung jawab; pandai mengemukakan pikiran dengan jelas; penuh semangat; bermoral. Robert Houes dalam Robbins dan Judge (2007:269) mengembangkan teori kepemimpinan path-goal lihat Gambar 1.
Faktor Lingkungan Takterduga: Struktur tugas
Sistim kekuasaan formal
Perilaku:
Kelompok kerja
Mengarahkan Keluaran: Partisipatif
Kinerja Berorientasi pencapaian Kepuasa
Mendukung
Karakter personal:
Fokus pengawasan internal Pengalaman
Kemampuan mengetahui
kemungkinan yang akan terjadi.
Gambar 1. Teori Kepemimpinan Path-Goal
Kepemimpinan dengan perilaku: (1) mengarahkan untuk mencapai kepuasan yang lebih besar, lebih menghargai struktur dan perencanaan yang lebih baik daripada membiarkan terjadi keraguan atau stress; (2) membangun partisipasi setiap anggota melalaui keterlibatan anggota dalam Kepemimpinan dengan perilaku: (1) mengarahkan untuk mencapai kepuasan yang lebih besar, lebih menghargai struktur dan perencanaan yang lebih baik daripada membiarkan terjadi keraguan atau stress; (2) membangun partisipasi setiap anggota melalaui keterlibatan anggota dalam
Dari uraian tersebut diatas pada penelitian ini yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah seseorang yang: cerdas; suka bergaul; percaya diri; jujur; dapat dipercaya dan bertanggung jawab; mendorong anggota berkinerja dan memperoleh kepuasan yang optimal, pandai mengemukakan pikiran dengan jelas; penuh semangat; bermoral; fokus pengawasan internal; mengetahui kemungkinan yang akan terjadi dan antisipatif.
2.5. Pengawasan Interal.
Siagian (2005: 355), mengemukakan agar pengawasan mencapai sasaran, perlu memahami manfaatnya sebagi berikut: (1) sumbangan yang tepat dari karyawan kepada organisasi; (2) menumbuhkan profesionalisme; (3) mendorong seluruh karyawan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya; (4) kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab; (5) keseragaman dan konsistensi kebijakan; (6) mencegah krisis dengan meningkatkan kemampuan dan proaktif mengantisispasi timbulnya permasalahan; (7) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; (8) meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja; (9) menciptakan iklim kerja yang siap secara teknikal dan mental menerima perubahan; (10) sistem informasi yang mutahir, akurat, terpercaya, aman, dapat di akses oleh yang berwenang. Werther dan Davis (2006: 561), mengemukakan bahwa pengawasan internal dilakukan untuk: (1) mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab setiap aktivitas; (2) menetapkan tujuan kegiatan yang menjadi perhatian pengawasan; (3) review kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan kegiatan; (4) mempersiapkan laporan rekomendasi tepat sasaran, kebijakan, dan prosedur; (5) mengembangkan rencana tindakan perbaikan tujuan, kebijakan, dan prosedur;( 6) menindak lanjuti rencana tindakan sebagi penyelesaian permasalahan yang ditemukan sebagai hasil pengawasan. Werther dan Davis (2006: 565), mengemukakan pendekatan pengawasan yang dilakukan: (1) comparative approach yaitu membandingkan antar karyawan dan divisi; (2) outside authority approach yaitu pendekatan berdasarkan keahlian dari konsultan atau hasil penelitian yang dipublikasikan dibandingkan dengan kegiatan atau program yang sedang dievaluasi; (3) statistical approach yaitu bentuk statistik atas catatan, temuan hasil pengawasan atas kegiatan dan program yang dievaluasi; (3) compliance approach yaitu melihat ketaatan terhadap ketentuan dan kebijakan peusahaan atau prosedur; (4) MBO approach yaitu membandingkan hasil nyata yang telah dicapai terhadap tujuan yang telah ditentukan, kinerja yang buruk di catat dan dilaporkan. Albrecht dan Zimbelman (2009: 140) mengemukakan kelemahan pengawasan internal adanya kekurangan: pemisahan tugas; perlindungan terhadap fisik; pemeriksa yang independent untuk membuktikan benar atau salah; pelimpahan kewenangan; dokumentasi dan pencatatan; pengawasan yang ada; sistem akuntansi yaitu sistem informasi baik secara automatisasi maupun manual yang tidak mampu melakukan deteksi dini tindak korupsi.
Dari uraian tersebut diatas pada penelitian ini yang dimaksud dengan pengawasan internal adalah: mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab setiap aktivitas; menetapkan tujuan kegiatan yang menjadi perhatian pengawasan; review kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan kegiatan; mempersiapkan laporan rekomendasi tepat sasaran, kebijakan, dan prosedur; mengembangkan rencana tindakan perbaikan tujuan, kebijakan, dan prosedur; menindak lanjuti rencana tindakan sebagai penyelesaian permasalahan yang ditemukan sebagai hasil.
II. METODA PENELITIAN
3.1. Jenis Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis desain penelitian : desain kuantitatif yaitu penelitian yang berdasar pada filsafati positivisme, karena berdasarkan pada suatu metoda ilmiah atau scientific, karena telah memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris dan obyectif, terukur, rasional dan sistematis ( Sugiyono : 2014 ) untuk menguji hipotesa yang telah ditetapkan Penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat kausal ( sebab dan akibat) pada variabel dependen dan independen
3.2 Definisi Konsep Variabel
Variabel Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y), cegah tangkal tindak korupsi adalah mencegah upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melanggar peraturan yang berlaku. Korupsi timbul jika memiliki motivation, opportunities, capability and realization. Definisi konseptual dalam penelitian ini yang dimaksud dengan cegah tangkal tindak korupsi adalah mencegah memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara mengendalikan motivation, opportunities, capability and realization sehingga tindak korupsi tidak terjadi.
Variabel Budaya Organisasi (X1), definisi konseptual budaya organisasi adalah falsafah dan asumsi dasar orgaisasi mengenai keyakinan, norma, dan nilai bersama sebagai karakter inti organisasi, manajemen, dan anggota secara keseluruhan mengenai: (1) kemampuan inovasi dan keberanian mengambil resiko; melaksanakan tugasnya dengan tepat, menganalisis, dan memperhatikan secara detail dalam menjalankan tugasnya; fokus pada hasil atau outcomes daripada cara dan proses untuk menghasilkan outcomes; (2) mengambil keputusan dengan memperhatikan dampak outcome terhadap karyawan; mengorganisasikan aktivitas dalam bentuk tim daripada perorangan; (3) agresivitas dan kompetisi karyawan dalam melaksanakan tugas daripada melakukan apa adanya; (4) melakukan kegiatan untuk tumbuh bukan untuk mempertahankan status quo .
Variabel kompetensi (X2), definisi konseptual kompetensi adalah: 1) kemampuan menerapkan prinsip-prinsip manajemen SDM untuk berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis; 2) mengelola interaksi dengan pelanggan dan stakeholder lainnya yang masing-masing memiliki kepentingan tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan organisasi; 3) dapat memberikan pendapat yang berharga bagi karyawan dan pimpinan yang sedang menghadapi persoalan dan situasi yang pelik; 4) berinisiatif dan membantu secara langsung kegiatan organisasi; memberikan umpan balik yang efektif; bekerja efektif dengan berbagai budaya dan berbagai penduduk/masyarakat; 5) mengintegrasikan nilai nilai inti, jujur, betanggungjawab.
Variabel Kepemimpinan (X3), difinisi konseptual kepemimpinan adalah seseorang yang: cerdas; suka bergaul; percaya diri; jujur; dapat dipercaya dan bertanggung jawab; mendorong anggota berkinerja dan memperoleh kepuasan yang optimal, pandai mengemukakan pikiran dengan jelas; penuh semangat; bermoral; fokus pengawasan internal; mengetahui kemungkinan yang akan terjadi dan antisipatif.
Variabel Pengawasan Internal (X4), definisi konseptual pengawasan internal aalah: mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab setiap aktivitas; menetapkan tujuan kegiatan yang menjadi perhatian pengawasan; review kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan kegiatan; mempersiapkan laporan rekomendasi tepat sasaran, kebijakan, dan prosedur; mengembangkan rencana tindakan perbaikan tujuan, kebijakan, dan prosedur; menindak lanjuti rencana tindakan sebagai penyelesaian permasalahan yang ditemukan sebagai hasil
3.3 Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel terdiri atas variabel terikat (Y) yaitu cegah tangkal tindak korupsi, variabel bebas (X1) budaya organisasi, variabel bebas (X2) kompetensi, variabel bebas (X3) kepemimpinan, variabel bebas (X4) pengawasan internal dengan bentuk persamaan:
Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + B4X4
Masing-masing variabel memiliki indikator yang dapat dilihat pada Table 1 dibawah ini.
Tabel 1. Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel
Dimensi
Indikator & Butir Pernyataan
Budaya Organisasi
1, 2, 3, 4 (X1)
1. Melaksanakan tugas dengan tepat.
2. Menganalisis, dan memperhatikan secara
detail dalam menjalankan tugasnya.
3. Menghasilkan barang dan jasa dengan cara
dan proses yang dapat dipertanggung- jawabkan.
4. Mengambil keputusan dengan
memperhatikan dampak outcome terhadap karyawan
5. Mengorganisasikan aktivitas dalam bentuk
tim daripada perorangan
Komptensi
1, 2, 3, 4 (X2)
1. Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip
manajemen SDM untuk berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis
2. Mengelola interaksi dengan pelanggan dan
stakeholder lainnya sehingga dapat memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan organisasi.
3. Dapat memberikan pendapat yang berharga
bagi karyawan dan pimpinan dalam menghadapi persoalan dan situasi yang pelik.
4. Berinisiatif dan membantu secara langsung
kegiatan organisasi.
5. Mengintegrasikan nilai nilai inti, jujur,
1. Pemimpin yang suka bergaul.
2. Pemimpin yang dapat dipercaya dan
bertanggung jawab
3. Pemimpin yang pandai mengemukakan pikiran
dengan jelas.
4. Pemimpin yang fokus tehadap pengawasan
internal.
5. Pemimpin yang mengetahui kemungkinan
yang akan terjadi dan antisipatif.
Pengawasan Internal
1, 2, 3, 4 (X4)
1. Mengidentifikasi siapa yang bertanggung
jawab setiap aktivitas.
2. Menetapkan tujuan kegiatan yang menjadi
perhatian pengawasan
3. Review kebijakan dan prosedur yang
digunakan untuk mencapai tujuan kegiatan.
4. Mempersiapkan laporan rekomendasi tepat
sasaran, kebijakan, dan prosedur.
5. Mengembangkan rencana tindakan perbaikan
tujuan.
Cegah Tangkal Tindak
1, 2, 3, 4, 5 Korupsi
1. Mengendalikan motivasi melakukan korupsi
6, 7, 8 , 9, 10 (Y)
2. Mengendalikan kondisi sehingga tidak ada
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
3. Sistem yang mempersulit kapabilitas seseorang
dapat berhasil melakukan korupsi.
4. Tingkat kesulitan seseorang untuk
merealisasikan tindak korupsi
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian.
Populasi penelitian ini Prgawai Negeri Sipil di Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia (KEMENKUMHAM) dengan populasi target/ terjangkau sejumlah 525 Orang. Jumlah sample 149 Orang, jika dihitung menggunakan Slovin diperoleh tingkat kesalahan 6,93 %, jumlah sample ini masih dalam batas toleransi besar sample
3.5 Jenis dan Sumber Data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Dalam penelitian ini data didapatkan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Dalam hal ini penulis memberikan kuesioner kepada pejabat dan personil Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual dan diperoleh jumlah kuisioner yang dikembalikan dan memenuhi syarat untuk dianalisis sebagai sample sebanyak 149.
3.6 Teknik Analisa Data. Pada penelitian ini digunakan pengolahan data untuk uji instrument, analisis deskriptif, uji klasik, uji determinasi, uji individual atas hasil regresi berganda. Hair, et al (2010), mengemukakan bahwa analisis regresi merupakan teknik statistika umum yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel terikat (dependent variabel) dengan beberapa variabel bebas (independent variabel).
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
4.1. Gambaran Umum Responden.
Tabel 7. Karakteristik Responden Menurut Umur
Tanggapan Responden No.
4 diatas 50 tahun
Sumber: Data Penelitian Diolah (2016)
Hasil penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 149 pegawai Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Dari kuesioner yang telah diisi oleh responden didapat data identitas responden. Penyajian data mengenai identitas responden untuk memberikan gambaran tentang keadaan diri dari para responden. Data deskriptif Hasil penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada 149 pegawai Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Dari kuesioner yang telah diisi oleh responden didapat data identitas responden. Penyajian data mengenai identitas responden untuk memberikan gambaran tentang keadaan diri dari para responden. Data deskriptif
Tabel 8. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Tanggapan Responden No.
Sumber: Data Penelitian Diolah (2016)
Tabel 10. Karakteri Responden Menurut Posisi oganisasi
Tanggapan Responden No. Posisi Responden
Orang
1 Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual
2. Sekretariat Direktorat Jendral
Kekayaan Intelektual 3. Direktorat Hak Cipta dan Desain
Industri
4. Direktorat Paten, Design Tata Letak
5. Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang
6. Direktorat Merek dan Indikasi
Geografis
7. Direktorat Kerja Sama dan
Pemberdayaan Intelektual Direktorat Penyidikan dan
Penyelesaian Sengketa
Jumlah 149 100
4.3. Hasil Uji Instrumen Penelitian
4.3.1 Uji Validitas
Uji Validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur benar- benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Data dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel. Uji validitas dilakukan terhadap 30 orang responden. Berdasarkan nilai r tabel untuk responden sebanyak 30 orang maka nilai validitas hitung yang dipersyaratkan adalah diatas atau sama dengan 0,3. Dari hasil pengolahan data variabel bebas
Tabel 4.3 Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi (X1)
Questioner
r count
r table
Predicate
BOQ1
Valid BOQ2
Valid BOQ3
Valid BOQ4
Valid BOQ5
Valid BOQ6
Valid BOQ7
Valid BOQ8
Valid BOQ9
Valid BOQ10
Valid BOQ11
Valid BOQ12
Valid BOQ13
Valid BOQ14
Valid BOQ15
Valid BOQ16
Valid BOQ17
Valid BOQ18
Valid BOQ19
Valid BOQ20
Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Budaya Organisasi (X1) dalam tabel di atas, dari 30 butir pernyataan sebanyak 20 butir pernyataan memperoleh r hitung lebih besar dari r tabel dan tidak ada butir pernyataan memperoleh nilai r hitung lebih kecil dari r tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 20 butir pernyataan pada variabel budaya organisasi adalah valid, tidak ada pernyataan yang rejected
Selanjutnya adalah uji validitas variabel bebas Kompetensi (X2) dengan total item pernyataan 20 butir, lihat tabel beriut. Dari hasil pengolahan data terhadap validitas variabel Kompetensi (X2) yang berjumlah 20 item 19 butir pernyataan memperoleh nilai r hitung lebih tinggi dari r tabel dan 1 butir pernyataan memperoleh nilai r hitung lebih rendah dari r tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 19 butir pernyataan pada variabel kompetensi valid dan 1 pernyataan tidak valid dan rejected.
Tabel 4.4 Uji Validitas Variabel Kompetensi (X2)
Questioner
r count
r table
Predicate
0.3 Valid KOMQ2
KOMQ1
Valid KOMQ3
Valid KOMQ4
Valid
KOMQ5
Valid KOMQ6
Valid KOMQ7
Valid KOMQ8
Valid KOMQ9
Valid KOMQ10
Valid KOMQ11
Valid KOMQ12
Valid KOMQ13
Valid KOMQ14
Valid KOMQ15
Valid KOMQ16
Valid KOMQ17
No Valid KOMQ18
Valid KOMQ19
Valid KOMQ20
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Dibawah ini adalah tabel uji validitas untuk variabel bebas Kepemimpinan (X3) yang terdiri dari 20 item pernyataan. Dari hasil pengolahan data terhadap validitas variabel kepemimpinan yang berjumlah 20 item, 20 butir memperoleh nilai r hitung lebih tinggi dari r tabel dan tidak terdapat butir pernyataan yang memperoleh nlai r hitung lebih rendah dari r tabel. Dengan dmikian dapat disimpulkan bahwa 20 butir pernyataan pada variabel kepemimpinan adalah valid dan tidak terdapat pernyataan yang tidak valid untuk rejected.
Tabel 4.5. Uji Validitas Variabel Kepemimpinan (X3)
Questioner
r count
r table
Predicate
PEMQ1
0.3 Valid PEMQ2
Valid PEMQ3
Valid PEMQ4
Valid PEMQ5
Valid PEMQ6
Valid PEMQ7
Valid PEMQ8
Valid PEMQ9
Valid PEMQ10
Valid PEMQ11
Valid PEMQ12
Valid PEMQ13
Valid PEMQ14
Valid PEMQ15
Valid
PEMQ16
Valid PEMQ17
Valid PEMQ18
Valid PEMQ19
Valid PEMQ20
Dibawah ini adalah tabel uji validitas untuk variabel bebas Pengawasan Internal (X4) yang terdiri dari 20 item pernyataan. Pernyataan yang memperoleh nlai r hitung lebih rendah dari r tabel rejected. Uji validitas variabel pengawasan internal yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa 18 butir pernyataan pada variabel pengawasan internal adalah valid dan 6 pernyataan tidak valid dan rejected.
Tabel 4.6. Uji Validitas Variabel Pengawasan Internal (X4)
Questioner
r count
r table
Predicate
WASQ1
0.3 Valid WASQ2
Valid WASQ3
Valid WASQ4
Valid WASQ5
Valid WASQ6
Valid WASQ7
Valid WASQ8
Valid WASQ9
Valid WASQ10
Valid WASQ11
Valid WASQ12
Valid WASQ13
Valid WASQ14
Valid WASQ15
Valid WASQ16
Valid WASQ17
Valid WASQ18
Valid WASQ19
Valid WASQ20
Dari hasil pengolahan data terhadap validitas variabel pengawasn internal yang berjumlah 20 item, 20 butir pernyataan memperoleh nilai r hitung lebih tinggi dari r tabel dan tidak terdapat butir pernyataan yang memperoleh nilai r hitung lebih rendak dari r tabel sehingga tidak terdapat pernyataan yang rejected
Dibawah ini adalah tabel uji validitas untuk variabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y) yang terdiri dari 20 item pernyataan. Dari hasil pengolahan data terhadap validitas variabel Cegah Tangkal Tindak Korupsi yang berjumlah 20 item, 17 butir pernyataan memperoleh nilai r hitung lebih tinggi dari r tabel dan 3 butir pernyataan memperoleh nlai r hitung lebih rendah dari r tabel. Dengan dmikian dapat disimpulkan Dibawah ini adalah tabel uji validitas untuk variabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y) yang terdiri dari 20 item pernyataan. Dari hasil pengolahan data terhadap validitas variabel Cegah Tangkal Tindak Korupsi yang berjumlah 20 item, 17 butir pernyataan memperoleh nilai r hitung lebih tinggi dari r tabel dan 3 butir pernyataan memperoleh nlai r hitung lebih rendah dari r tabel. Dengan dmikian dapat disimpulkan
Tabel 4.7. Uji Validitas Variabel Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y)
Questioner
r count
r table
Predicate
CTKQ1
0.3 Valid CTKQ2
No Valid CTKQ3
Valid CTKQ4
Valid CTKQ5
No Valid CTKQ6
Valid CTKQ7
Valid CTKQ8
Valid CTKQ9
Valid CTKQ10
Valid CTKQ11
Valid CTKQ12
Valid CTKQ13
No Valid CTKQ14
Valid CTKQ15
Valid CTKQ16
Valid CTKQ17
Valid CTKQ18
Valid CTKQ19
Valid CTKQ20
4.3.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Pertanyaan dinyatakan reliabel atau handal apabila jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten. Dengan menggunakan program SPSS, analisis reliabiltas menggunakan rumus Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas untuk variabel be ba s budaya organisasi, kompetensi, kepemimpinan, pengawasan internal, dan vaiabel terikat cegah tangkal tindak korupsi dapat dilihat pada tabel dibawah ini yang merupakan hasil analisis. Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai reliabilitas Alpha Cronbach untuk variabel bebas Budaya Organisasi (X1) dengan total seluruh item pernyataan 20 adalah 0,973, untuk Kompetensi (X2) dengan item pernyataan
20 adalah 0,940, untuk Kepemimpinan (X3) dengan item pernyataan 20 adalah 0,937, untuk Pengawasan Internal (X4) dengan item pernyataaan 20 adalah 0,936 sedangkan untuk variabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y) dengan total 20 item pernyataan adalah 0,884. Karena nilai koefisien Alpha Cronbach untuk semua variabel > 0,60 maka semua variabel dalam penelitian ini dapat dinyatakan reliabel.
Tabel 4.8. Reliabilitas Variabel Bebas Buday dan Variabel Terikat
Cegah Tangkal Tindak Korupsi
No.
Variabel
Alpha Cronbach
Keterangan
1. Budaya Organisasi (X1)
Reliabel
2. Kompetensi (X2)
Reliabel
3. Kepemimpinan (X3)
Reliabel
4. Pengawasan Internal (X4)
Reliabel
5. Cegah Tangkal Tindak Korupsi
Reliable (Y)
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik ditujukan untuk memastikan bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten. Data yang akan dianalisis dengan menggunakan regresi berganda diuji lebih dulu menggunakan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji otokorelasi, uji multikolinieritas yang selanjutnya dapat liha.
4.4.1 Uji Normalitas
Uji normalitas ditujukan untuk menguji apakah data penelitian yang dilakukan berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji normalitas terhadap seluruh variabel dengan jumlah data 149 responden tidak semua data variabel terditribusi normal sehingga dilakukan uji Z score. Hasil uji Z score menunjukan perlu mereject 5 sample sehingga yang digunakan analisis selanjutnya menggunakan data dari 144 responden dengan nilai 2,5 > Zscore > - 2,5. Jumlah populasi 55, sample 144 jika dihitung menggunakan Slovin maka akan diperoleh angka tingkat kesalahan 7,1 % > 10 %.
4.4.2. Otokorelasi
Uji otokorelasi betujuan untuk mengetahui apakah kesalahan suatu data pada periode tertentu berkorelasi dengan periode lainnya. Untuk mengetahui mengalami atau tidak menaami otokorelasi adalah dengan mengecek nilai Durbin -Weston (DW). Dari hasil perhitungan pada peneliian ini memperoleh nilai Durbin-Weston = 1,959 atau berada diatas nilai 1 dan dibawah nilai 3, dengan demikian pada penelitian ini tidak terdapat otokorelation
4.4.3. Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menentukan apakah dalam model regresi liier berganda pada penelitian ini terdapat korelasi antar variabel terikat. Untuk mengetahui multikolinieritas pada penelitian ini terjadi atau tidak adalah dengan melihat angka toleransi dan variance inflation factor (VIF). Dari hasil perhitungan pada penelitian ini memperoleh nilai untuk variabel Budaya Organisasi (X1) VIF = 1,555; Kompetensi (X2) VIF = 1,935; Kepemimpinan (X3) VIF = 7,335; Pengawasan Internal (X4) VIF = 6,896. Seluruh variabel bebas memperoleh nilai VIF tidaka ada yang bernilai dibawah 0 dan berada dibawah 10, dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi multi kolinieritas
4.5. Analisis Regresi Berganda
4.5.1 Persamaan regresi dan uji individual
Analisis regresi linier berganda merupakan analisis untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas Budaya Organisasi (X1), Kompetenssi (X2), Kepemimpinan
(X3), dan Pengawasan Internal (X4) terhadap variabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y). Hasil regresi:
Y = 0,14 + 0,972 X1 + 0,030 X2 – 0,053 X3 + 0,049 X4
Tabel 4. 10. Koefisien Regresi
t Sig. (Constant)
B Std. Error
Beta
.190 .849 BUDAYA ORGANISASI
-1.295 .197 PENGAWASAN INTERNAL
Konstanta dalam persamaan regresi 0,014 dengan tingkat signifikansi Sg = 0,849 > 0,05 maka konstanta tidak signifikan. Koefisien Budaya Organisasi (X1) memperoleh koefisien regresi 0,972 dengan sig = 0,000 < 0,05, maka Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y). Kompetensi (X2)memperoleh koefisiensi regresi 0,030 dengan sig = 0,177 > 0,05 maka Kompetensi (X2) berpengaruh tidak signifikan terhadap Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y). Koefisien Kepemimpinan (X3) memperoleh koefisiensi regresi -0,053 dengan sig = 0,197 > 0,05, maka Kepemimpinan (X3) berpengaruh negative tidak signifikan terhadap Cegak Tangkal Tindak Korupsi (Y). Koefisien Pengawasan internal (X4) memperoleh koefisien regresi 0,049 dengan sig = 0,191 > 0,05, maka Pengawasan Internal (X4) berpengaruh tidak signifikan terhadap Cegah Tangkal Tindak Korupsi.
4.5.2. Uji Determinasi
Uji determinasi dalam regresi berganda bertujuan untuk menentukan proporsi atau prosentase total variasi dalam variabel terikat yang diterangkan oleh variabel bebas. Hasil analisis memperoleh nilai R.Square = 0.969 atau proporsi variabel bebas Budaya Organisasi (X1), Kompetensi (X2), Kepemiminan (X3), dan Pengawasan Internal (X4) dapat menjelaskan terhadap variabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi (Y) sebesar 96,9 %. Besar prosentase ini menunjukan bahwa variabel bebas yang diambil telah cukup kuat untuk menjelaskan variabel terikatnya.
4.5.3. Uji F atau Uji Simultan
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama- sama (simultan) terhadap variabel terikat. Dari hasil analisis lihat tabel dibawah ini. Hasil uji simulasi menunjukan bahwa nilai F = 1095,574 dengan Sig = 0,000 < 0,05, hal ini menujukan bahwa seluruh variabel bebas yaitu Budaya Organisasi (X1), Kompetensi (X2), Kepemimpinan (X3), Pengawasan Internal (X4) berpengaruh terhadap varuabel terikat Cegah Tangkal Tindak Korupsi.
5. Pembahasan
5.1 Penelitian Terdahulu.
Tjiptogoro dkk (2017), Corruption Prevention and Deterrence Through Strategic Human Resources Management Vol: 6, Issue 1, January 2017. International Journal of Application or Innovation in
Engineering & Management. IJAIEM Index by Thomson Reuter & Other. Penelitian dilakukan pada lembaga pemerintah merupakan non profit organization menghasilkan:
1) Nilai konstanta pada persamaan regresi 4, 94 nilai t hitung = 1,46 nilai Sig = 0,160 > 0,05 dengan demikian tidak signifikan. Nilai RSq = 0,559 nilai F hitung = 6,332 nilai Sig = 0,02 lebih kecil dari 0,05 menunjukan kontanta simultan dengan variabel bebas berpengaruh terhadap cegah tangkal tindak korupsi.