Karya Para Ahli Hubungan Internasional

Nama : Maulana Hanif Rahman
NIM

: 12040284023 ( Sejarah A, angkatan 2012 )

Matkul : Hubungan Internasional 2011 Kelas A
A. Immanuel Kant dengan Karyanya berjudul Perpetual Peace
Menuju Perdamaian Abadi Sebuah Sketsa Filosofi
Seorang filsuf berkebangsaan Jerman, Immanuel Kant telah merumuskan
sebuah tawaran tentang konsep perdamaian di dunia. Konsep yang ditulis sekitar dua
ratus tiga belas tahun yang lalu yang menetapkan Sembilan pasal menuju perdamaian
abadi, terdiri dari enam pasal pendahuluan dan tiga pasal definitive.
Pasal pendahuluan:
1. Tidak boleh ada perjanjian perdamaian yang dianggap absah, apabila didalamnya
terkandung maksud tersembunyi untuk mempersiapkan perang di masa depan.
Maksud dari pasal ini sebuah perjanjian dibuat bukan untuk menghentikan perang
untuk sementara karena kelelahan, akantetapi sebuah perjanjian dibuat untuk
mengakhiri perang secara total sehingga tercipta kedamaian abadi. Perjanjian damai
juga tidak boleh dibangun atas dasar hitungan untung rugi jika melakukan perang ata
damai.
2. Tidak ada Negara yang berdaulat, baik besar maupun kecil, dapat dikuasai atau

dialihtangankan oleh Negara lain melalui pewarisan, pertukaran, pembelian dan
pemberian. Sebuah Negara yang telah memiliki unsur-unsur Negara secara mutlak
tidak boleh dikuasai atau dijajah oleh Negara lain.
3. Tidak boleh ada perlombaan senjata. Maksudnya tentara tetap harus dihapus secara
berangsur-angsur karena tentara yang bersiap perang malahan akan menimbulkan
perang. Ada tiga kekuatan penting yang dapat mendorong terjadinya perang
yaitu:kekuatan militer, kekuatan aliansi, kekuatan uang.
4. Tidak boleh dibenarkan sebuah Negara berhutang untuk biaya perang. Karena akan
terjadi goncangan ekonomi yang menyebabkan krisis dan akan merobohkan system
financial Negara.
5. Tidak boleh dibenarkan sebuah Negara mencampuri urusan Negara lain menyangkut
konstitusi atau pemerintahan. Karena hal tersebut membuat otonomi Negara menjadi
rusak, karena kepentingan Negara lain.
6. Tidak boleh dibenarkan dua Negara yang sedang berperang melakukan tindakan yang
mengakibatkan hilangnya perdamaian yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang. Misalnya pemanfaatan pembunuh bayaran, penggunaan racun untuk
membunuh, hasutan untuk berkhianat.








Menurut kant dalam karyanya Perpetual Peace , sebuah perdamaian bukan hal
yang alami, akan tetapi perdamaian adalah suatu keadaan yang harus diciptakan di
dunia ini. Ada tiga pasal definitive untuk menciptakan intsitusi perdamaian abadi
yaitu:
Konstitusi sipil setiap Negara harusnya berbentuk republic
Menurut Kant hanya Negara yang berbentuk republic yang dapat menciptakan
perdamaian abadi, karena di dalam Negara republic semua keputusan berasal dari
rakyat yang memilih wakilnya di parlemen. Negara republic membagi kekuasaan
menjadi tiga yaitu: eksekutif, legislative, yadikatif. Lawan dari Republic adalah
Despotic, yaitu sebuah Negara diperintah secara otoriter oleh penguasa. Dan yang
menarik adalah Kant menyebut depostik sama dengan demokrasi.
Hukum bangsa-bangsa harus didirikan diatas suatu federasi Negara-negara
merdeka
Sebuah bangsa yang merdeka haruslah bersatu atau membentuk suatu federasi
atau perkumpulan yang diikat oleh hukum bangsa-bangsa seperti PBB. Dengan
terbentuknya suatu serikat atau federasi akan membuat Negara-negara yang

bersangkutan terjaga dan patuh terhadap hokum atau peraturan yang telah dibuat
bersama-sama.Hal itu dilakukan untuk menciptakan rasa aman perdamaian diantara
bangsa-bangsa.
Hukum kosmopolitan harus terbatas pada persyaratan keramahtamahan
universal
Seseorang yang datang ke Negara lain haruslah menghormati hukum Negara
yang ia datangi sebaliknya Negara yang didatangi harus bersikap ramah.prinsip yang
ditanamkan oleh Kant yaitu prinsip keramahtamahan menitik beratkan pada hak
singgah atau berkunjung ke Negara lain, karena pada dasarnya bumi, tanah, laut
adalah milik semua manusia di dunia yang diciptakan oelh tuhan untuk kita. Maka
akan terjadi sikap saling menghormati, toleransi, dan saling melindungi, jadi pada
intinya Kant sangatlah membenci kolonialisme.
Pendapat Penulis Mengenai Pemikiran Kant Mengenai Perdamaian Abad
Setelah penulis cermati dan berusaha memahami pemikiran Immanuel Kant,
penulis menyimpulkan bahwa Kant adalah seorang Idealis. Hal itu dapat dilihat dari
pemikiran tersebut yang semuanya adalah sebuah keinginan seorang filsuf yang tak
memiliki kekuatan untuk mewujudkannya karena ia berada di sebuah Negara yang
absolute yaitu prusia atau jerman.
Pada pasal pendahuluan mengenai penghapusan tentara tetap, disini penulis
kurang setuju. Karena tentara dibutuhkan sekali untuk menjaga terirorial sebuah

Negara dari serangan Negara tetangga ataupun pemberontakan dari dalam Negara itu
sendiri. Memang solusi ang ditawarkan oleh Kant yaitu konsep pertahanan sipil yang
berarti wajib militer dapat menggantikan peran tentara, namun yang menjadi masalah
adalah apabila rakyat yang wajib militer tersebut tak memiliki kesadaran ataupun rasa
nasionalisme.
Selebihnya, penulis sangat mendukung dan setuju atas tawaran perdamaian
abadi yang disusun oleh Kant. Namun, pada dasarnya sangat sulit untuk

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
B.

merealisasikan semuanya khususnya masalah persenjataan sebuah Negara yang tak
mungkin menghapus peran tentara tetap.
Konsep Kant dalam Perpetual Peace

Cosmopolitan right, suatu tatanan yang diatur oleh suatu hokum atau prinsip-prinsip
tertentu atau lebih tepatnya lagi, hak kepemilikan bersama terhadap bumi.
Despotic, adalah bentuk pemerintahan dengan satu penguasa atau oligarki.
Republicanism, paham atau pandangan bahwa sebuah republic adalah bentuk
pemerintahan terbaik.
Representative, sistem perwakilan dimana rakyat memiih wakilnya untuk duduk di
dewan.
League of peace, perkumpulan Negara yang menginginkan perdamaian abadi.
Treaty of peace, perjanjian damai diakhir suatu perang.
Federal, bentuk suatu pemerintahan dimana beberapa Negara bagian bekerjasama dan
membentuk Negara kesatuan.
Norman Angell dalam Karyanya berjudul The Great Ilusion
The great illusion adalah buku atau karya ciptaan Norman Angell, karya ini
pertama kali terbit di Inggris pada tahun 1909 dengan judul Optical Illusion Eropa
hingga 1910 diperbarui menjadi The Great Illusion. Dalam karyanya ini Norman
Angell berpendapat bahwa perang antar negara-negara Industry adalah sia-sia, karena
penaklukan membayar. Negara-negara yang mempunyai persenjataan militer saling
ketergantungan ekonomi antara negara-negara industri berarti perang akan ekonomis
berbahaya bagi semua negara-negara yang terlibat didalamnya. Apalagi jika kekuatan
yang menaklukan menyita berbagai properti wilayah-wilayah insentif untuk

menghasilkan ( penduduk setempat ) akan melemahkan dan daerah ditaklukan
dianggap tidak berharga. Sehingga menimbulkan biaya penaklukan dan penduduk.
The Great Illusion is a book by Norman Angell, first published in the United
Kingdom in 1909 under the title Europe's Optical Illusionand republished in 1910 and
subsequently in various enlarged and revised editions under the title The Great
Illusion
Angell berpendapat bahwa perang antara negara-negara industri itu sia-sia
karena penaklukan tidak membayar. J.D.B. Miller menulis: "The 'Illusion Besar'
adalah bahwa negara-negara yang diperoleh oleh konfrontasi bersenjata, militerisme,
perang, atau penaklukan."Saling ketergantungan ekonomi antara negara-negara
industri berarti bahwa perang akan ekonomis berbahaya bagi semua negara yang
terlibat. Apalagi jika kekuatan menaklukkan menyita properti di wilayah itu disita,
"insentif untuk menghasilkan [penduduk setempat] akan melemahkan dan daerah
ditaklukkan dianggap tidak berharga. Dengan demikian, untuk meraih kekuasaan
harus meninggalkan properti di tangan penduduk setempat sambil menimbulkan biaya
penaklukan dan pendudukan.
Angell mengatakan bahwa senjata build-up, misalnya lomba angkatan laut
yang terjadi saat ia menulis buku pada 1910-an awal, tidak akan menjamin
perdamaian. Sebaliknya, hal itu akan menyebabkan meningkatnya ketidakamanan dan
dengan demikian meningkatkan kemungkinan perang. Hanya menghormati hukum


internasional, pengadilan dunia, dimana isu-isu akan ditangani secara logis dan damai
akan menjadi rute untuk perdamaian. Edisi baru dari The Illusion Besar diterbitkan
pada tahun 1933; itu menambahkan "tema pertahanan kolektif." [2] Angell
dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1933. Dia menambahkan
keyakinannya bahwa jika Perancis, Inggris, Polandia, Cekoslowakia, dll telah
mengikatkan diri bersama-sama untuk melawan semua agresi militer, termasuk bahwa
Hitler, dan untuk menarik keadilan dunia untuk solusi untuk keluhan negara-negara ',
maka massa besar Jerman yang wajar akan melangkah dan berhenti Hitler dari
memimpin negara mereka menjadi perang dimenangkan, dan perang Dunia II akan
dihindari.
Penerimaan Kritis
Kadang-kadang dikatakan bahwa pecahnya Perang Dunia I menyangkal
pendapat Angell di The Great Illusion, tapi Angell tidak menyatakan bahwa perang
tidak mungkin, bukan bearti itu akan menjadi sia-sia. Meskipun beberapa aspek
argumen Malaikat telah tanggal, pembahasannya tentang saling ketergantungan
ekonomi "adalah penting dan inovatif.
Dalam Budaya Populer
The Grand Illusion disebutkan dalam Death novel Pahlawan oleh Richard
Aldington. Itu digunakan sebagai bukti oleh karakter utama yang Perang Dunia

kedatangan saya tidak akan terjadi.
C. E.H.Carr dalam Karyanya dengan judul The Twenty Year’s crisis
Edwin Hallet Carr (1892 –1982) adalah salah satu tokoh yang berperan dalam
perkembangan ilmu hubungan internasional pada zaman modern ini. Saat mudanya
Carr merupakan penganut Lloyd-George liberal yang percaya akan perdagangan
bebas dan reformasi sosial. Namun pada awal 1930-an, Great Depression meyakinan
dia bahwa kapitalisme tidak bisa lagi digunakan dan mengubah beliau pun mengubah
pandangannya. Ia kemudian mencari tatanan baru yang cocok untuk digunkan di Abad
ke-20.
Berikut Beberapa Konsep HI Menurut E.H Carr dalam The Twenty Year’s Crisis
Realism menurut Carr
‘The Twenty Years’ Crisis’ merupakan salah satu karya terbaik oleh Edwin
Hallet Carr. Buku tersebut selesai dikerjakannya pada musim panas tahun 1939 dalam
suasana perang yang tengah terjadi di Eropa. Tidak dapat dipungkiri bahwa buku
tersebut mencerminkan bahwa Carr sendiri telah terpengaruh oleh pemikiran Hobbes
dan Machiavelli tentang realism. ‘The Twenty Years’ Crisis’ sebenarnya memilki dua
edisi dan telah dicetak ulang sebanyak 19 kali. Terdapat beberapa perbedaan antara
edisi pertamanya dan edisi keduanya.
Buku tersebut berkontribusi banyak terhadap perkembangan ilmu Hubungan
Internasional, terutama tentang konsep realism. Menurut Carr, Hubungan

Internasional berkembang karena kebutuhan setelah ‘Great War’ sebagai respons dan

sekaligus untuk mencegah terjadinya kembali perang. Maka dari itu karakteristik dari
studi Hubungan Internasional didominasi oleh elemen ‘harapan’, ‘tujuan’, dan
‘kebutuhan’.
Carr sebagai seorang realist memilki pemikiran yang bersebrangan dengan
utopian. Menurut Carr utopian kurang atau bahkan tidak menganilis fakta dan makna.
Padahal dalam penelitian ilmiah yang baik tidak seharusnya mengabaikan fakta yang
terjdi di lapangan. Carr menganggap bahwa utopian cenderung ingin menghilangkan
perang, buakannya ingin mengatasi perang dan mengubah tatanan fenomena demi
menghilangkan perang dan menggantinya dengan public consent yang kemudian akan
diartikulasikan dalam kebijakan luar negeri. Sayangnya utopian mengabaikan
permasalahan dari fenomena tersebut. Maka dari itu lewat bukunya Carr ingin
mengubah cara pandang dunia terhadap suatu fenomena. Ia beranggapan bahwa
keadaan akan berbahaya jika idealisme terus dipakai sebagai cara untuk memandang
suatu fenomena. Ia kemudian menciptakan cara pandang baru yang lebih sistematis
dan lebih ‘nyata’dalam menganalisis masalah dengan level analisa inter state dimana
tujuan dari ilmu HI di bawa ke dalam realita, yang secara singkat dalam ilmu politik
disebut pengakuan akan pentingnya power, yaitu aliran realism.
Carr menganggap bahwa kegagalan pemimpin dunia pada waktu itu untuk

memahami dunia menjadi penyebab terjadinya berbagai peristiwa yang tidak
diinginkan, seperti Perang Dunia II. Kaum idealis mendirikan Liga Bangsa Bangsa
sebagai alat untuk mewujudkan perdamaian. Namun pada kenyataannya negara
anggota LBB justru saling menyerang sehingga menyebabkan Perang Dunia II. Carr
menganggap bahwa LBB merupakan salah satu keputusan yang didasarkan pada dasar
yang salah, yaitu idealisme.
Dalam buku Twenty Years’ Crisis, Carr juga menyatakan 4 kunci yang dapat
membedakan dan utopian-idealis. Perbedaan yang pertama yaitu kaum idealisutopian mengharapkan perubahan yang ideal melalui act of will, namun mereka tidak
mengetahui langkah-langkah untuk mencapai perbahan idela tersebut. Sedangkan
kaum realist cenderung pesimis akan terjadinya perubahan realitas. Perbedaan kedua
adalah perbedaan pada teori dan praktik, ketiga adalah perbedaan antara golongan
‘kiri’(radikal) dan ‘kanan’(konservatif). Golongan radikal cenderung ideaslis dan
utopis, sedangkan golongan konservatif cenderung realis. Yang terakhir adalah
perbedaan antara etika dan politik. Kaum idealis-utopian cenderung percaya akan
kekuatan etika. Sedangkan menurut realis etika muncul karena ada relasi kekuasaan.
Oleh karena itu kaum realis lebih percaya pada politik.
Moralitas dalam Politik
H. Carr meskipun seorang realist dan sudah mengkritik habis-habisan kaum
idealis-utopian, namun Carr dalam edisi kedua buku Twenty Years’ of Crisis
menyataan bahwa moral juga harus mengambil peran dalam dunia politik. Moral dan

Politik menurutnya haruslah seimbang. Hal tersebut berkaitan dengan pemikirannya
bahwa power tanpa moral tidak akan berjalan dengan baik. Menurutnya meski

membutuhkan power sebagai dasar dalam kekuasaan, namun moralitas juga
diperlukan sebagai dasar dari perizinan dari pemerintah, sehingga power tidak dapat
dijadikan dasar sendiri.
Carr tidak mengabaikan moral dalam politik. Ia menyetakan bahwa apabila
hanya power yang bermain, maka tidak akan pernah tercapai pada tatanan
internasional yang baru. Dengan moral maka tatanan internasional yng baru
diharapkan dapat tercapai.
Carr juga menegaskan bahwa karena moralitas harus dijaga, maka prinsip
menjga dalam hubungan internasional haruslah ‘kebaikan untuk semua’. Namun
demikian ia berpesan bahwa tatanan moral internasional yang baru tidak dan tidak
dapat menjmin adanya kedamain yang tercipta. Carr menjelaskan bahwa yang ia
maksud dengan moralitas berbeda dengan moralitas antar individu. Standar moralitas
antar negara tidak sama dengan standar moralitas yang ada pada antar individu, hal itu
disebabkan oleh empat sebab. Yang pertama tidak mudahnya mengungkapkan emosi
seperti cinta atau benci pada suatu negara. Maka dari itu sulit untuk menyatakan
bahwa negara harus menyatakan kedermawanannya misalnya. Hal-hal tersebut
dipandang terlalu subjektif untuk dinyatakan sebagai international behaviour.
Kedua, walaupun ada beberapa perilaku moral yang tidak dapat dijalankan
oleh sebuah negara. Ada pula perilaku moral yang hanya dilaksanakan oleh sebuah
negara. Contohnya saat sebuah negara memperjuangkan mati-matian kesejahteraan
rakyatnya meski harus berhadapan dengan negara lain.
Ketiga adalah tidak mudah untuk menemukan konteks dalam moralitas antar
negara. Dalam bermasyarakat kita dapa mengekspresikan perilaku moral kita
terhadapa orang lain. namun lain halnya dengan negara. Tidak mudah untuk
megekspresikan hal tersebut. Keempat adalah apa yang dipandang baik oleh negara
belum tentu dipandang baik juga oleh individu. Meskipun demikian moralitas antar
negra dan antar individu berjalan seiringan.
Konsep Carr tentang moralitas tidak lepas dari kritikan para pemikir lainnya.
Kritik yang diutarakan antara lain Carr tidak dapat menemukan standar moralitas
dalam hubungan internasional.1 situasi tentu akan berubah dan dibutuhkan moral dalm
menyikapi masalah-masalah tersebut, namun apabila tidak ada standar moralitas
dalam hubungan internasional maka menimbulkan kesulitan dalam berhubungan antar
negara. Sehingga seperti halnya moralitas yang dimiliki oleh individu, moralitas oleh
negara juga harus fleksibel mengikuti situasi dan kondisi yang ada.
Kesimpulan
E. H. Carr dengan segala konsep dan pemikirannya tentang HI merupakan
tokoh yang patut dihormati. E. H. Carr mampu memunculkan konsep-konsep baru
tentang realism, power, moralitas, power politics yang mendukung akan
perkembangan ilmu HI. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran Carr tidak jauh dari
latar belakang peristiwa semasa ia hidup. Carr berusaha berpikir untuk menjawab

1

tantangan permasalah Hubungan Internasional pada masanya. Pemikiran-pemikiran
tersebut juga masih relevan untuk digunakan hingga saat ini.
D. Hans J. Morgenthau dalam Karyanya dengan judul Politics Among Nations:The
Struggle for Power and Peace
Politics Among Nations: Perjuangan Merebut Kekuasaan dan Perdamaian
adalah sebuah buku ilmu politik karya Hans Morgenthau, yang diterbitkan pada
tahun 1948. Buku ini memperkenalkan konsep realisme politik, menyajikan
pandangan realis politik kekuasaan. Konsep ini memainkan peran utama dalam
kebijakan luar negeri Amerika Serikat, yang membuatnya menjalankan kekuasaan
dunia-mencakup pada periode Perang Dingin. Konsep ini juga menyerukan
rekonsiliasi politik kekuasaan dengan etika idealis diskusi Amerika sebelumnya
tentang kebijakan luar negeri.
Kutipan
Negarawan harus berpikir dalam kerangka kepentingan nasional, dipahami
sebagai kekuasaan di antara kekuatan-kekuatan lain. Pikiran populer, tidak menyadari
perbedaan halus berpikir negarawan itu, alasan lebih sering daripada tidak dalam
istilah moralistik dan legalistik sederhana baik mutlak dan absolut jahat.
Realisme menyatakan bahwa prinsip-prinsip moral yang universal tidak dapat
diterapkan pada tindakan negara-negara. Individu mungkin berkata untuk dirinya
sendiri." Biarkan keadilan dilakukan, bahkan jika dunia harus binasa ", tetapi negara
tidak memiliki hak untuk mengatakan sehingga atas nama orang-orang yang dalam
perawatan nya.Sementara individu memiliki hak moral untuk mengorbankan dirinya
dalam membela suatu prinsip moral, negara tidak memiliki hak untuk membiarkan
celaan moral dari pelanggaran (bahwa prinsip moral) menghalangi aksi politik yang
sukses, dirinya terinspirasi oleh prinsip moral kelangsungan hidup nasional.
Masterpiece dalam studi hubungan internasional. Buku ini dianggap sebagai
titik tolak bangkitnya “realisme dari dominasi idealisme yang menguasai studi
hubungan internasional paska Perang Dunia ke I”. Dalam Politics Among Nations:
Struggle For Power and Peace, HJ.Morgenthau menuliskan enam prinsip realisme
politik., dan berikut ini rangkuman enam prinsiprelisme politik HJ.Morgenthau yang
ditulis oleh J.Ann Tickner : A Critique of Morgenthau’s Principles of Political
Realism,
1. Politics like society in general, is governed by objective laws thet have their
roots in human nature, which unchanging ; therefore it is possible to develop a
rational theory that reflects these objective laws.
2. The main signpost of political realism is the concept of interest defined in
term of power which infuses rational order into the subject matter of politics,
and thus makes the theoretical understunding of politics possible. Political
realism stresses the rational, objective and unemotional.

3. Realism assumes that interst defined as power is an objectve category which
is universally valid but not with a meaning that is fixed once and for all.Power
is control of man over man.
4. Political realsm is aware of the moral significance of political actions. It is
also aware of the tension between moral command and the requirements of
successful political actions.
Terjemahan
1. Politik seperti masyarakat pada umumnya, diatur oleh tujuan hukum
tertentu yang memiliki akar dari sifat manusia itu sendiri, yang tidak
berubah. Oleh karena itu dimungkinkan untuk mengembangkan sebuah
teori rasional yang mencerminkan hukum-hukum ini objektif
2. Tanda utama dari realisme politik adalah konsep yang menarik yang
didefinisikan dalamm istilah kekuasaan yang menjiwai urutan rasional ke
subyek politik, dan dengan demikian memungkinkan adanya pemahaman
mengenai teoritis politik. Realisme politik menekankan rasional, objektif
dan tidak emosional
3. Realisme mengasumsikan bahwa interst ( antar negara atau celah )
didefinisikan sebagai daya yang masuk dalam kategori objektif yang
berlaku Universal tetapi tidak dengan makna yang tetap sekali dan untuk
semua. Kekuatan adalah kontrol manusia atas manusia
4. Politik realism menyadari pentingnya moral tindakan politik. Hal ini juga
menyadari ketegangan antara perintah moral dan persyaratan tindakan
politik yang sukses