Rahasia Pajak dalam Undang Undang Tentan
Tengku Muhamad Derizal
1306380393
Mata Kuliah Hukum Pajak
Brief Paper Tentang Undang-Undang Pengampunan Pajak
KETENTUAN RAHASIA PAJAK DALAM
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
Pendahuluan
Pada tanggal 1 Juli 2016, telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (“UU Pengampunan Pajak”). Hal ini
dilatarbelakangi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami perlambatan sehingga
berdampak pada turunnya penerimaan pajak.1 Padahal, pemerintah melihat bahwa terdapat
harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar negeri dalam jumlah besar yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.2
Salah satu data yang menjadi pegangan Pemerintah adalah data dari Global Financial
Integrity menyebutkan bahwa, terdapat 180 Miliar Dolar Amerika Serikat illicit financial flows
yang keluar dari Indonesia ke luar negeri.3 Pengertian dari illicit financial flows itu sendiri
adalah illegal movements of money or capital from one country to another (perpindahan uang
atau modal dari satu negara ke negara lain secara tidak sah).4 Pemerintah mengharapkan
dengan diundangkannya UU Pengampunan Pajak, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
membaik karena didorong oleh dana repatriasi yang masuk.5
Timbul ketakutan diantara calon peserta pengampunan pajak bahwa data-data yang
mereka berikan akan menimbulkan kesulitan bagi mereka dikemudian hari seperti diincar oleh
polisi, jaksa, dan/atau penyidik perpajakan.6 Oleh karena itu, pemerintah menjamin bahwa data
1
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2016, LN
Tahun 2016 No. 131, TBN No. 5899, Penjelasan Umum Paragraf kesatu.
2
Ibid.
3
De Kar da Joseph “pa jers, Illi it Fi a ial Flo s fro De elopi g Cou tries: 2004-2014 , Global
Financial Integrity (Desember 2015), hlm. 8.
4
Glo al Fi a ial I tegrit , Illi it Fi a ial Flo s http://www.gfintegrity.org/issue/illicit-financialflows/, terjemahan sendiri, diakses 24 Oktober 2016.
5
De ie “utris o, “ejuta Harapa pada Ta A est
https://pengampunanpajak.com/2016/08/02/sejuta-harapan-pada-tax-amnesty/, diakses 24 Oktober 2016.
6
Luk a Haki da Aa Har o o, Waji Pajak Masih Ragu Ikut Ta A est http://www.koransindo.com/news.php?r=5&n=122&date=2016-08-11, diakses 24 Oktober 2016.
1
peserta pengampunan pajak tidak akan dibocorkan dan diberikan ke instansi lain serta tidak
dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana.7 Bahkan Presiden Joko
Widodo dalam pernyataannya mengatakan bahwa akan membentuk satuan tugas (task force)
khusus untuk mengawasi pelaksanaan pengampunan pajak dan aparat pajak.8 Hal ini
menunjukkan bahwa rahasia pajak merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan
pelaksanaan pengampunan pajak. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah apakah
ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak dan Peraturan Pelaksananya telah cukup menjadi
dasar bagi jaminan pemerintah tersebut? Jika iya, dimana letak pengaturannya? Apakah ada
permasalahan terkait dengan pengaturan rahasia pajak tersebut? Tulisan ini akan melakukan
kajian secara singkat terhadap tujuan rahasia pajak dan pengaturan yang berkaitan dengan
rahasia pajak dalam UU Pengampunan Pajak dan peraturan pelaksananya serta
permasalahannya.
Tujuan Rahasia Pajak
Menurut R. Santoso Brotodihardjo, ada 4 maksud dari diciptakannya “keh
merahasiakan”, yaitu:9
1. melindungi kepentingan wajib pajak ;
2. kepentingan
Fiskus
mendapatkan
perlindungan
dari
adanya
“keharusan
merahasiakan” ;
3. menebalkan kepercayaan rakyat kepada Fiskus ;
4. memperhatikan segala sesuatu yang berpokok pangkal kepada keadilan.
a. Melindungi Kepentingan Wajib Pajak
Wajib pajak telah membuka/memperlihatkan buku-bukunya dan juga catatancatatan lainnya kepada Fiskus (Pemungut Pajak), pokoknya segala sesuatu mengenai
dirinya maupun perusahaannya. Jadi kepercayaan yang telah dicurahkan kepada Fiskus
itu tidak boleh dikhianati, tidak boleh disalahgunakan oleh Fiskus dengan cara,
Rhe dra “aputra da Cha dra G. As ara, Pe eri tah Ja i Kerahasisaa Data Peserta Ta
A est http://www.viva.co.id/haji/read/791955-pemerintah-jamin-kerahasiaan-data-peserta-tax-amnesty,
diakses 24 Oktober 2016.
8
Da i Ju adil Akhir, Tak Usah Ragu Ikut Tax Amnesty, Joko i: “a a A asi “e diri
http://economy.okezone.com/read/2016/07/16/20/1439336/tak-usah-ragu-ikut-tax-amnesty-jokowi-sayaawasi-sendiri, diakses 24 Oktober 2016.
9
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ed. 4, cet. 23, (Bandung: Refika Aditama,
2013), hlm. 39-40.
7
2
misalnya, meneruskan/memberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat
ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak.10
b. Melindungi Kepentingan Fiskus
Dengan adanya “keharusan merahasiakan”, Fiskus selalu dapat menolak
sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak manapun, swasta maupun instansiinstansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga
pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya. Penolakan Fiskus tersebut tidak
berlaku mutlak karena terdapat pengecualiannya.11
c. Menebalkan Kepercayaan Rakyat Kepada Fiskus
Dengan kenyataan bahwa ia dapat merahasiakan segala-galanya (yang telah
dituturkan kepadanya dan/atau yang telah dilihatnya dengan mata kepala sendiri)
mengenai diri dan perusahaan seluruh wajib pajak, kepercayaan rakyat kepadanya akan
semakin menjadi tebal. Rakyat tidak akan segan-segan lagi untuk memberikan
informasi tentang segala data yang memang sangat diperlukan untuk kepentingan
penetapan pajaknya, dan tidak ada yang disembunyikannya.12
d. Memperhatikan Segala Sesuatu yang Berpokok Pangkal Kepada Keadilan
Dalam membuat undang-undang si pembuat harus telah memperhatikan segala
sesuatu yang berpokok pangkal kepada keadilan. Tetapi sekalipun demikian, ada
kalanya terdapat suatu hal yang belum terpikirkan olehnya pada waktu membuat itu
(karena misalnya, pada waktu membuatnya keadaan semacam itu tidak pernah ada)
sehingga berakibat kurang adil dalam pelaksanaan undang-undang pajak.13
Pengecualian Rahasia Pajak
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa terhadap keharusan merahasiakan dari Fiskus
tidak berlaku mutlak, yaitu terdapat pengecualiannya. Pada umumnya dalam pelaksanaannya
(juga di Indonesia) diadakan pengecualian terhadap setiap pejabat pada Fiskus demi
keharusannya untuk menjadi saksi dalam arti: bila diperlukan guna kepentingan peradilan yang
10
Ibid, hlm.39.
Ibid.
12
Ibid.
13
Ibid, hlm. 40.
11
3
baik.14 Pengecualian lainnya yang ada di negara lain (tetapi tidak ada di Indonesia), misalnya
di Australia, ialah: Auditor General (Badan Pemeriksa Keuangan dari negara tersebut)
mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan (sampai kepada berkas-berkas
individual para wajib pajak) di kantor-kantor inspeksi pajak. Pengecualian semacam itu (lihat:
the Audit Act of the Commonwealth of Australia 1901-1973, Section.14C ) didasarkan atas
kenyataan bahwa:
1. Juga Auditor General (beserta segenap pelaksana dalam seluruh aparaturnya) tugasnya
adalah tertujukan kepada penyelenggaraan kepentingan umum karena harus mengawasi
keuangan negara, yang bukan hanya menyangkut segi pengeluarannya saja.
2. Auditor General juga terikat kepada “kewajiban merahasiakaan” (semacam yang ada
pada Fiskus) seperti halnya juga dengan Badan pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.
Ternyatalah juga di sini, bahwa tidak di semua negara dipakai kriteria yang sama oleh
pemerintahnya masing-masing mengenai apa yang dianggap sebagai kepentingan umum.
Padahal masih ada persoalan yang lebih rumit lagi, yaitu pengertian: apakah yang seandainya
dapat dipakai sebagai ukuran/syarat untuk memenangkan suatu instansi dari instansi lainnya
(yang keduanya bertugas menyelenggarakan sesuatu demi kepentingan umum) bilamana ada
sengketa dalam interpretasi suatu peraturan.15
Pengaturan Rahasia Pajak
a. Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Dalam Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP), larangan untuk mengungkapkan data-data yang diberikan Wajib Pajak kepada Fiskus
diatur dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2), yang berbunyi:16
Pasal 34
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak
dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
14
Ibid, hlm. 39.
Ibid, hlm. 40.
16
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, LN. Tahun 2007 No.
85, Pasal 34 ayat (1) dan (2).
15
4
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap ahli
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Terhadap larangan tersebut, terdapat pengecualiannya yaitu pada Pasal 34 ayat (2a),
(3), (4), dan (5), yang berbunyi:17
Pasal 34
(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah:
a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli
dalam sidang pengadilan; atau
b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan
untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau
instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam
bidang keuangan negara.
(3) Menteri Keuangan berwenang memerintahkan secara tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ahli-ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis
dari Wajib Pajak kepada Pejabat Pemeriksa untuk keperluan pemeriksaan
Keuangan Negara. Surat Perintah tersebut di atas menyebutkan nama Wajib
Pajak yang dikehendaki keterangannya dan nama pemeriksa.
(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana; atas
permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Menteri Keuangan dapat
memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti
tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(5) Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan
nama tersangka, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara
perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
Sanksi terhadap pelanggaran dari ketentuan rahasia pajak tersebut diatur dalam Pasal
41, yang berbunyi:18
17
18
Ibid, Pasal 34 ayat (2a), (3), (4), dan (5).
Ibid, Pasal 41.
5
Pasal 41
(1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah).
(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang
yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya
dilanggar.
b. Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak
UU Pengampunan Pajak mengatur mengenai rahasia pajak dalam Bab X tentang
Manajemen Data dan Informasi serta Bab XI tentang Ketentuan Pidana. Larangan untuk
mengungkapkan data-data peserta pengampunan pajak diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan (3)
yang berbunyi:19
Pasal 21
(2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,
menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang
diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
(3) Data
dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka
Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada
pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas
persetujuan Wajib Pajak sendiri.
Pelanggaran terhadap larangan mengungkapkan rahasia pajak tersebut diberikan sanksi
sesuai Pasal 23, yang berbunyi:20
Pasal 23
19
20
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Op.Cit., Pasal 21 ayat (2) dan (3).
Ibid, Pasal 23.
6
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
Pengecualian terhadap sanksi dari pelanggaran larangan tersebut terdapat dalam Pasal
22, yang berbunyi:21
Pasal 22
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan,
digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik
secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan
pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Salah satu fitur yang paling membedakan dari UU Pengampunan Pajak adalah,
dihilangkannya kekuatan data-data yang diberikan oleh peserta pengampunan pajak ke Fiskus
sebagai alat bukti, hal ini diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi:22
Pasal 20
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya
yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan
sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap
Wajib Pajak.
c. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan UndangUndang nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (“PMK Pelaksanaan
Pengampunan Pajak”) merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan sebagai
peraturan pelaksana dari UU Pengampunan Pajak, sebagimana yang diamanatkan oleh Pasal
24 UU tersebut. Rahasia Pajak diatur dalam Bab XXV Tentang Manajemen Data dan
21
22
Ibid, Pasal 22.
Ibid, Pasal 20.
7
Informasi. Larangan pada Pasal 21 ayat (2) dan (3) UU Pengampunan Pajak diperkuat kembali
pada Pasal 48 ayat (3) dan (4) PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak, yang berbunyi:23
Pasal 48
(3) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,
menyebarluaskan, dan/ atau memberitahukan data dan informasi yang
diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
(4) Data
dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka
Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada
pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas
persetujuan Wajib Pajak sendiri.
Pengecualian terhadap sanksi dari pelanggaran larangan yang terdapat pada Pasal 22
UU Pengampunan Pajak juga diperkuat kembali oleh Pasal 49 PMK Pelaksanaan
Pengampunan Pajak, yang berbunyi:24
Pasal 49
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak tidak dapat dilaporkan,
digugat, dilakukan penyelidikan, penyidikan, atau dituntut baik secara perdata
maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad
baik dan se suai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ini.
Pasal 47 PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak juga memperkuat kembali Pasal 20
UU Pengampunan Pajak yang menghilangkan kekuatan data-data yang diberikan peserta
pengampunan pajak ke Fiskus sebagai alat bukti, pasal tersebut berbunyi:25
Pasal 47
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya
yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak
dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/ atau penuntutan
pidana terhadap Wajib Pajak.
23
Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 Tahun
2016 Tentang Pengampunan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016, Pasal 48 ayat (3)
dan (4), LN Tahun 2016 Nomor 1043.
24
Ibid, Pasal 49.
25
Ibid, Pasal 47.
8
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Walaupun tidak secara khusus mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran
larangan pengungkapan rahasia pajak, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
memiliki satu pasal yang berkaitan dengan larangan mengungkapkan rahasia, yaitu Pasal 322
KUHP Tentang Membuka Rahasia, yang berbunyi:26
Pasal 322
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak
enam ratus rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Perbedaan Pengaturan Rahasia Pajak antara UU KUP dengan UU Pengampunan Pajak
Terdapat beberapa perbedaan pengaturan rahasia pajak antara UU KUP dengan UU
Pengampunan Pajak, yaitu:
1. Pada UU KUP, larangan terhadap pengungkapan rahasia pajak terdapat
pengecualiannya.
Pada
UU
Pengampunan
Pajak,
larangan
terhadap
pengungkapan data tidak terdapat pengecualian ;
2. Pada UU KUP, data-data yang diberikan kepada Fiskus dapat dijadikan alat
bukti untuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Pada UU Pengampunan
Pajak, kekuatan data-data yang diberikan kepada Fiskus sebagai alat bukti
dihilangkan ;
3. Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan larangan pengungkapan rahasia
pajak pada UU Pengampunan Pajak jauh lebih berat dibandingkan dengan UU
KUP dan khusus untuk hal ini, KUHP. Sanksi pada UU Pengampunan Pajak
adalah paling lama 5 tahun penjara tanpa denda dan tidak memperhatikan
apakah pelaku sengaja atau lalai. Sementara itu pada UU KUP hanya paling
lama 1 tahun kurungan dan denda 25 juta Rupiah jika karena kelalaian, dan
paling lama 2 tahun penjara dan denda 50 juta Rupiah. Pada KUHP lebih ringan
lagi, yaitu paling lama 9 bulan penjara atau denda 600 ratus Rupiah.
26
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno,
cet. 30, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ps. 322.
9
Hal ini semakin menunjukkan pentingnya pengaturan mengenai rahasia pajak terhadap
kesuksesan dari pelaksanaan UU Pengampunan Pajak, sehingga diberikan tingkat kerahasiaan
yang sebegitu tingginya. Akan tetapi yang perlu dicermati di sini adalah mengenai perbedaan
pada poin 2, apakah benar-benar tanpa pengecualian atau apakah terdapat tindak pidana yang
dikecualikan? Hal ini merupakan pertanyaan besar yang untuk menjawabnya, perlu
memperhatikan lebih dalam lagi redaksi dari pasal tersebut beserta penjelasannya.
Keberlakuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak
Dalam Ketentuan Umum UU Pengampunan Pajak, Pengampunan Pajak didefinisikan
sebagai “penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi
perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan
membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. “27 Yang perlu
digarisbawahi di sini adalah kata-kata “...tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
sanksi pidana di bidang perpajakan...”. Akan tetapi, jika kita melihat rumusan Pasal 20 UU
Pengampunan Pajak, tidak disebutkan bahwa penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan
pidana yang dimaksud hanyalah pidana di bidang perpajakan. Lebih lagi, penjelasan dari Pasal
20 menyebutkan bahwa “Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini meliputi Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.”28 Hal ini menimbulkan ketidakjelasan
karena antara Pasal 1 dengan Pasal 20 tidak menunjukkan keselarasan mengenai tindak pidana
yang dikenakan Pengampunan Pajak.
Terdapat juga larangan mengungkapkan data peserta pengampunan pajak ke pihak
manapun yang hanya dikecualikan jika mendapat persetujuan dari peserta pengampunan pajak
itu sendiri (yang rasanya agak kecil kemungkinannya, karena seakan-akan memotong leher
sendiri) dengan sanksi yang keras terhadap pelanggarannya. Hal ini berbeda dengan UU KUP
yang masih memperbolehkan diungkapkannya data Wajib Pajak yang salah satunya adalah
untuk dijadikan alat bukti di Pengadilan. Hal ini juga diperhatikan dan dikhawatirkan oleh
beberapa pengamat karena dapat menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana
korupsi dan pencucian uang.29
Kesimpulan
27
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Op.Cit., Pasal 1 Angka 1.
Ibid, Penjelasan Pasal 20.
29
O e Madril, Korupsi di Beleid A esti Pajak
https://www.tempo.co/read/kolom/2016/08/29/2378/korupsi-di-beleid-amnesti-pajak, diakses 25 Oktober
2016.
28
10
Ketentuan Rahasia Pajak merupakan salah satu ketentuan yang menjadi daya tarik bagi
calon peserta pengampunan pajak untuk mengikuti program tersebut. Dihilangkannya kekuatan
data yang diberikan sebagai alat bukti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, larangan
diungkapkannya data peserta pengampunan pajak beserta dengan sanksi yang berat bagi para
pelanggarnya, menjadikan ketentuan tersebut seakan-akan menjadi “gembok yang sangat kuat”
untuk melindungi kerahasiaan data peserta pengampunan pajak.
Di satu sisi, ini dapat menjadi hal yang positif karena menjadi daya tarik yang kuat bagi
calon peserta pengampunan pajak. Akan tetapi, di sisi lain ini dapat berdampak terhadap upaya
penegakan hukum yang sedang digalakkna oleh Pemerintah, khususnya di bidang tindak
pidana korupsi dan pencucian uang. Jika dilihat dari ketentuan-ketentuan yang ada, nampaknya
Pemerintah mengesampingkan untuk sementara upaya penegakan hukum dan mengutamakan
pemasukan pajak untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
11
Sumber Referensi
Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Ed. 4. Cet. 23. Bandung: Refika
Aditama, 2013.
Kar, Dev dan Joseph Spanjers. “Illicit Financial Flows from Developing Countries: 20042014”, Global Financial Integrity (Desember 2015).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. Diterjemahkan oleh
Moeljatno. Cet. 30. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan . Undang-Undang No. 28
Tahun 2007, LN. Tahun 2007 No. 85.
Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak. Undang-Undang No. 11 Tahun 2016.
LN Tahun 2016 No. 131, TBN No. 5899.
Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
118/PMK.03/2016. LN Tahun 2016 Nomor 1043.
Akhir, Dani Jumadil. “Tak Usah Ragu Ikut Tax Amnesty, Jokowi: Saya Awasi Sendiri”
http://economy.okezone.com/read/2016/07/16/20/1439336/tak-usah-ragu-ikut-taxamnesty-jokowi-saya-awasi-sendiri. Diakses 24 Oktober 2016.
Global Financial Integrity, “Illicit Financial Flows” http://www.gfintegrity.org/issue/illicitfinancial-flows/, terjemahan sendiri, diakses 24 Oktober 2016.
Hakim, Lukman dan Aan Haryono. “Wajib Pajak Masih Ragu Ikut Tax Amnesty”
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=122&date=2016-08-11. Diakses 24
Oktober 2016.
Madril,
Oce.
“Korupsi
di
Beleid
Amnesti
Pajak”
https://www.tempo.co/read/kolom/2016/08/29/2378/korupsi-di-beleid-amnestipajak. Diakses 25 Oktober 2016.
Saputra, Rhendra dan Chandra G. Asmara. “Pemerintah Jamin Kerahasisaan Data Peserta Tax
Amnesty”
http://www.viva.co.id/haji/read/791955-pemerintah-jamin-kerahasiaan-
data-peserta-tax-amnesty. Diiakses 24 Oktober 2016.
Sutrisno,
Debbie.
“Sejuta
Harapan
pada
Tax
Amnesty”
https://pengampunanpajak.com/2016/08/02/sejuta-harapan-pada-tax-amnesty/.
Diakses 24 Oktober 2016.
12
1306380393
Mata Kuliah Hukum Pajak
Brief Paper Tentang Undang-Undang Pengampunan Pajak
KETENTUAN RAHASIA PAJAK DALAM
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
Pendahuluan
Pada tanggal 1 Juli 2016, telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (“UU Pengampunan Pajak”). Hal ini
dilatarbelakangi oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang mengalami perlambatan sehingga
berdampak pada turunnya penerimaan pajak.1 Padahal, pemerintah melihat bahwa terdapat
harta warga negara Indonesia yang ditempatkan di luar negeri dalam jumlah besar yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.2
Salah satu data yang menjadi pegangan Pemerintah adalah data dari Global Financial
Integrity menyebutkan bahwa, terdapat 180 Miliar Dolar Amerika Serikat illicit financial flows
yang keluar dari Indonesia ke luar negeri.3 Pengertian dari illicit financial flows itu sendiri
adalah illegal movements of money or capital from one country to another (perpindahan uang
atau modal dari satu negara ke negara lain secara tidak sah).4 Pemerintah mengharapkan
dengan diundangkannya UU Pengampunan Pajak, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
membaik karena didorong oleh dana repatriasi yang masuk.5
Timbul ketakutan diantara calon peserta pengampunan pajak bahwa data-data yang
mereka berikan akan menimbulkan kesulitan bagi mereka dikemudian hari seperti diincar oleh
polisi, jaksa, dan/atau penyidik perpajakan.6 Oleh karena itu, pemerintah menjamin bahwa data
1
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2016, LN
Tahun 2016 No. 131, TBN No. 5899, Penjelasan Umum Paragraf kesatu.
2
Ibid.
3
De Kar da Joseph “pa jers, Illi it Fi a ial Flo s fro De elopi g Cou tries: 2004-2014 , Global
Financial Integrity (Desember 2015), hlm. 8.
4
Glo al Fi a ial I tegrit , Illi it Fi a ial Flo s http://www.gfintegrity.org/issue/illicit-financialflows/, terjemahan sendiri, diakses 24 Oktober 2016.
5
De ie “utris o, “ejuta Harapa pada Ta A est
https://pengampunanpajak.com/2016/08/02/sejuta-harapan-pada-tax-amnesty/, diakses 24 Oktober 2016.
6
Luk a Haki da Aa Har o o, Waji Pajak Masih Ragu Ikut Ta A est http://www.koransindo.com/news.php?r=5&n=122&date=2016-08-11, diakses 24 Oktober 2016.
1
peserta pengampunan pajak tidak akan dibocorkan dan diberikan ke instansi lain serta tidak
dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan pidana.7 Bahkan Presiden Joko
Widodo dalam pernyataannya mengatakan bahwa akan membentuk satuan tugas (task force)
khusus untuk mengawasi pelaksanaan pengampunan pajak dan aparat pajak.8 Hal ini
menunjukkan bahwa rahasia pajak merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan
pelaksanaan pengampunan pajak. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah apakah
ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak dan Peraturan Pelaksananya telah cukup menjadi
dasar bagi jaminan pemerintah tersebut? Jika iya, dimana letak pengaturannya? Apakah ada
permasalahan terkait dengan pengaturan rahasia pajak tersebut? Tulisan ini akan melakukan
kajian secara singkat terhadap tujuan rahasia pajak dan pengaturan yang berkaitan dengan
rahasia pajak dalam UU Pengampunan Pajak dan peraturan pelaksananya serta
permasalahannya.
Tujuan Rahasia Pajak
Menurut R. Santoso Brotodihardjo, ada 4 maksud dari diciptakannya “keh
merahasiakan”, yaitu:9
1. melindungi kepentingan wajib pajak ;
2. kepentingan
Fiskus
mendapatkan
perlindungan
dari
adanya
“keharusan
merahasiakan” ;
3. menebalkan kepercayaan rakyat kepada Fiskus ;
4. memperhatikan segala sesuatu yang berpokok pangkal kepada keadilan.
a. Melindungi Kepentingan Wajib Pajak
Wajib pajak telah membuka/memperlihatkan buku-bukunya dan juga catatancatatan lainnya kepada Fiskus (Pemungut Pajak), pokoknya segala sesuatu mengenai
dirinya maupun perusahaannya. Jadi kepercayaan yang telah dicurahkan kepada Fiskus
itu tidak boleh dikhianati, tidak boleh disalahgunakan oleh Fiskus dengan cara,
Rhe dra “aputra da Cha dra G. As ara, Pe eri tah Ja i Kerahasisaa Data Peserta Ta
A est http://www.viva.co.id/haji/read/791955-pemerintah-jamin-kerahasiaan-data-peserta-tax-amnesty,
diakses 24 Oktober 2016.
8
Da i Ju adil Akhir, Tak Usah Ragu Ikut Tax Amnesty, Joko i: “a a A asi “e diri
http://economy.okezone.com/read/2016/07/16/20/1439336/tak-usah-ragu-ikut-tax-amnesty-jokowi-sayaawasi-sendiri, diakses 24 Oktober 2016.
9
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ed. 4, cet. 23, (Bandung: Refika Aditama,
2013), hlm. 39-40.
7
2
misalnya, meneruskan/memberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat
ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak.10
b. Melindungi Kepentingan Fiskus
Dengan adanya “keharusan merahasiakan”, Fiskus selalu dapat menolak
sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak manapun, swasta maupun instansiinstansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga
pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya. Penolakan Fiskus tersebut tidak
berlaku mutlak karena terdapat pengecualiannya.11
c. Menebalkan Kepercayaan Rakyat Kepada Fiskus
Dengan kenyataan bahwa ia dapat merahasiakan segala-galanya (yang telah
dituturkan kepadanya dan/atau yang telah dilihatnya dengan mata kepala sendiri)
mengenai diri dan perusahaan seluruh wajib pajak, kepercayaan rakyat kepadanya akan
semakin menjadi tebal. Rakyat tidak akan segan-segan lagi untuk memberikan
informasi tentang segala data yang memang sangat diperlukan untuk kepentingan
penetapan pajaknya, dan tidak ada yang disembunyikannya.12
d. Memperhatikan Segala Sesuatu yang Berpokok Pangkal Kepada Keadilan
Dalam membuat undang-undang si pembuat harus telah memperhatikan segala
sesuatu yang berpokok pangkal kepada keadilan. Tetapi sekalipun demikian, ada
kalanya terdapat suatu hal yang belum terpikirkan olehnya pada waktu membuat itu
(karena misalnya, pada waktu membuatnya keadaan semacam itu tidak pernah ada)
sehingga berakibat kurang adil dalam pelaksanaan undang-undang pajak.13
Pengecualian Rahasia Pajak
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa terhadap keharusan merahasiakan dari Fiskus
tidak berlaku mutlak, yaitu terdapat pengecualiannya. Pada umumnya dalam pelaksanaannya
(juga di Indonesia) diadakan pengecualian terhadap setiap pejabat pada Fiskus demi
keharusannya untuk menjadi saksi dalam arti: bila diperlukan guna kepentingan peradilan yang
10
Ibid, hlm.39.
Ibid.
12
Ibid.
13
Ibid, hlm. 40.
11
3
baik.14 Pengecualian lainnya yang ada di negara lain (tetapi tidak ada di Indonesia), misalnya
di Australia, ialah: Auditor General (Badan Pemeriksa Keuangan dari negara tersebut)
mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan (sampai kepada berkas-berkas
individual para wajib pajak) di kantor-kantor inspeksi pajak. Pengecualian semacam itu (lihat:
the Audit Act of the Commonwealth of Australia 1901-1973, Section.14C ) didasarkan atas
kenyataan bahwa:
1. Juga Auditor General (beserta segenap pelaksana dalam seluruh aparaturnya) tugasnya
adalah tertujukan kepada penyelenggaraan kepentingan umum karena harus mengawasi
keuangan negara, yang bukan hanya menyangkut segi pengeluarannya saja.
2. Auditor General juga terikat kepada “kewajiban merahasiakaan” (semacam yang ada
pada Fiskus) seperti halnya juga dengan Badan pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.
Ternyatalah juga di sini, bahwa tidak di semua negara dipakai kriteria yang sama oleh
pemerintahnya masing-masing mengenai apa yang dianggap sebagai kepentingan umum.
Padahal masih ada persoalan yang lebih rumit lagi, yaitu pengertian: apakah yang seandainya
dapat dipakai sebagai ukuran/syarat untuk memenangkan suatu instansi dari instansi lainnya
(yang keduanya bertugas menyelenggarakan sesuatu demi kepentingan umum) bilamana ada
sengketa dalam interpretasi suatu peraturan.15
Pengaturan Rahasia Pajak
a. Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Dalam Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP), larangan untuk mengungkapkan data-data yang diberikan Wajib Pajak kepada Fiskus
diatur dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2), yang berbunyi:16
Pasal 34
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak
dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
14
Ibid, hlm. 39.
Ibid, hlm. 40.
16
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, LN. Tahun 2007 No.
85, Pasal 34 ayat (1) dan (2).
15
4
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap ahli
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Terhadap larangan tersebut, terdapat pengecualiannya yaitu pada Pasal 34 ayat (2a),
(3), (4), dan (5), yang berbunyi:17
Pasal 34
(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah:
a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli
dalam sidang pengadilan; atau
b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan
untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau
instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam
bidang keuangan negara.
(3) Menteri Keuangan berwenang memerintahkan secara tertulis kepada pejabat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ahli-ahli sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis
dari Wajib Pajak kepada Pejabat Pemeriksa untuk keperluan pemeriksaan
Keuangan Negara. Surat Perintah tersebut di atas menyebutkan nama Wajib
Pajak yang dikehendaki keterangannya dan nama pemeriksa.
(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana; atas
permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Menteri Keuangan dapat
memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti
tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(5) Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan
nama tersangka, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara
perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
Sanksi terhadap pelanggaran dari ketentuan rahasia pajak tersebut diatur dalam Pasal
41, yang berbunyi:18
17
18
Ibid, Pasal 34 ayat (2a), (3), (4), dan (5).
Ibid, Pasal 41.
5
Pasal 41
(1) Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah).
(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang
yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya
dilanggar.
b. Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak
UU Pengampunan Pajak mengatur mengenai rahasia pajak dalam Bab X tentang
Manajemen Data dan Informasi serta Bab XI tentang Ketentuan Pidana. Larangan untuk
mengungkapkan data-data peserta pengampunan pajak diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan (3)
yang berbunyi:19
Pasal 21
(2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,
menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang
diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
(3) Data
dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka
Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada
pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas
persetujuan Wajib Pajak sendiri.
Pelanggaran terhadap larangan mengungkapkan rahasia pajak tersebut diberikan sanksi
sesuai Pasal 23, yang berbunyi:20
Pasal 23
19
20
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Op.Cit., Pasal 21 ayat (2) dan (3).
Ibid, Pasal 23.
6
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
Pengecualian terhadap sanksi dari pelanggaran larangan tersebut terdapat dalam Pasal
22, yang berbunyi:21
Pasal 22
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan,
digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik
secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan
pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Salah satu fitur yang paling membedakan dari UU Pengampunan Pajak adalah,
dihilangkannya kekuatan data-data yang diberikan oleh peserta pengampunan pajak ke Fiskus
sebagai alat bukti, hal ini diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi:22
Pasal 20
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya
yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan
sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap
Wajib Pajak.
c. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan UndangUndang nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (“PMK Pelaksanaan
Pengampunan Pajak”) merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan sebagai
peraturan pelaksana dari UU Pengampunan Pajak, sebagimana yang diamanatkan oleh Pasal
24 UU tersebut. Rahasia Pajak diatur dalam Bab XXV Tentang Manajemen Data dan
21
22
Ibid, Pasal 22.
Ibid, Pasal 20.
7
Informasi. Larangan pada Pasal 21 ayat (2) dan (3) UU Pengampunan Pajak diperkuat kembali
pada Pasal 48 ayat (3) dan (4) PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak, yang berbunyi:23
Pasal 48
(3) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,
menyebarluaskan, dan/ atau memberitahukan data dan informasi yang
diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
(4) Data
dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka
Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada
pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas
persetujuan Wajib Pajak sendiri.
Pengecualian terhadap sanksi dari pelanggaran larangan yang terdapat pada Pasal 22
UU Pengampunan Pajak juga diperkuat kembali oleh Pasal 49 PMK Pelaksanaan
Pengampunan Pajak, yang berbunyi:24
Pasal 49
Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak tidak dapat dilaporkan,
digugat, dilakukan penyelidikan, penyidikan, atau dituntut baik secara perdata
maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad
baik dan se suai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ini.
Pasal 47 PMK Pelaksanaan Pengampunan Pajak juga memperkuat kembali Pasal 20
UU Pengampunan Pajak yang menghilangkan kekuatan data-data yang diberikan peserta
pengampunan pajak ke Fiskus sebagai alat bukti, pasal tersebut berbunyi:25
Pasal 47
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya
yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak
dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/ atau penuntutan
pidana terhadap Wajib Pajak.
23
Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 Tahun
2016 Tentang Pengampunan Pajak, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016, Pasal 48 ayat (3)
dan (4), LN Tahun 2016 Nomor 1043.
24
Ibid, Pasal 49.
25
Ibid, Pasal 47.
8
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Walaupun tidak secara khusus mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran
larangan pengungkapan rahasia pajak, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
memiliki satu pasal yang berkaitan dengan larangan mengungkapkan rahasia, yaitu Pasal 322
KUHP Tentang Membuka Rahasia, yang berbunyi:26
Pasal 322
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak
enam ratus rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Perbedaan Pengaturan Rahasia Pajak antara UU KUP dengan UU Pengampunan Pajak
Terdapat beberapa perbedaan pengaturan rahasia pajak antara UU KUP dengan UU
Pengampunan Pajak, yaitu:
1. Pada UU KUP, larangan terhadap pengungkapan rahasia pajak terdapat
pengecualiannya.
Pada
UU
Pengampunan
Pajak,
larangan
terhadap
pengungkapan data tidak terdapat pengecualian ;
2. Pada UU KUP, data-data yang diberikan kepada Fiskus dapat dijadikan alat
bukti untuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Pada UU Pengampunan
Pajak, kekuatan data-data yang diberikan kepada Fiskus sebagai alat bukti
dihilangkan ;
3. Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan larangan pengungkapan rahasia
pajak pada UU Pengampunan Pajak jauh lebih berat dibandingkan dengan UU
KUP dan khusus untuk hal ini, KUHP. Sanksi pada UU Pengampunan Pajak
adalah paling lama 5 tahun penjara tanpa denda dan tidak memperhatikan
apakah pelaku sengaja atau lalai. Sementara itu pada UU KUP hanya paling
lama 1 tahun kurungan dan denda 25 juta Rupiah jika karena kelalaian, dan
paling lama 2 tahun penjara dan denda 50 juta Rupiah. Pada KUHP lebih ringan
lagi, yaitu paling lama 9 bulan penjara atau denda 600 ratus Rupiah.
26
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno,
cet. 30, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ps. 322.
9
Hal ini semakin menunjukkan pentingnya pengaturan mengenai rahasia pajak terhadap
kesuksesan dari pelaksanaan UU Pengampunan Pajak, sehingga diberikan tingkat kerahasiaan
yang sebegitu tingginya. Akan tetapi yang perlu dicermati di sini adalah mengenai perbedaan
pada poin 2, apakah benar-benar tanpa pengecualian atau apakah terdapat tindak pidana yang
dikecualikan? Hal ini merupakan pertanyaan besar yang untuk menjawabnya, perlu
memperhatikan lebih dalam lagi redaksi dari pasal tersebut beserta penjelasannya.
Keberlakuan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak
Dalam Ketentuan Umum UU Pengampunan Pajak, Pengampunan Pajak didefinisikan
sebagai “penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi
perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan
membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. “27 Yang perlu
digarisbawahi di sini adalah kata-kata “...tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
sanksi pidana di bidang perpajakan...”. Akan tetapi, jika kita melihat rumusan Pasal 20 UU
Pengampunan Pajak, tidak disebutkan bahwa penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan
pidana yang dimaksud hanyalah pidana di bidang perpajakan. Lebih lagi, penjelasan dari Pasal
20 menyebutkan bahwa “Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini meliputi Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.”28 Hal ini menimbulkan ketidakjelasan
karena antara Pasal 1 dengan Pasal 20 tidak menunjukkan keselarasan mengenai tindak pidana
yang dikenakan Pengampunan Pajak.
Terdapat juga larangan mengungkapkan data peserta pengampunan pajak ke pihak
manapun yang hanya dikecualikan jika mendapat persetujuan dari peserta pengampunan pajak
itu sendiri (yang rasanya agak kecil kemungkinannya, karena seakan-akan memotong leher
sendiri) dengan sanksi yang keras terhadap pelanggarannya. Hal ini berbeda dengan UU KUP
yang masih memperbolehkan diungkapkannya data Wajib Pajak yang salah satunya adalah
untuk dijadikan alat bukti di Pengadilan. Hal ini juga diperhatikan dan dikhawatirkan oleh
beberapa pengamat karena dapat menghambat penegakan hukum terhadap tindak pidana
korupsi dan pencucian uang.29
Kesimpulan
27
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak, Op.Cit., Pasal 1 Angka 1.
Ibid, Penjelasan Pasal 20.
29
O e Madril, Korupsi di Beleid A esti Pajak
https://www.tempo.co/read/kolom/2016/08/29/2378/korupsi-di-beleid-amnesti-pajak, diakses 25 Oktober
2016.
28
10
Ketentuan Rahasia Pajak merupakan salah satu ketentuan yang menjadi daya tarik bagi
calon peserta pengampunan pajak untuk mengikuti program tersebut. Dihilangkannya kekuatan
data yang diberikan sebagai alat bukti penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, larangan
diungkapkannya data peserta pengampunan pajak beserta dengan sanksi yang berat bagi para
pelanggarnya, menjadikan ketentuan tersebut seakan-akan menjadi “gembok yang sangat kuat”
untuk melindungi kerahasiaan data peserta pengampunan pajak.
Di satu sisi, ini dapat menjadi hal yang positif karena menjadi daya tarik yang kuat bagi
calon peserta pengampunan pajak. Akan tetapi, di sisi lain ini dapat berdampak terhadap upaya
penegakan hukum yang sedang digalakkna oleh Pemerintah, khususnya di bidang tindak
pidana korupsi dan pencucian uang. Jika dilihat dari ketentuan-ketentuan yang ada, nampaknya
Pemerintah mengesampingkan untuk sementara upaya penegakan hukum dan mengutamakan
pemasukan pajak untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
11
Sumber Referensi
Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Ed. 4. Cet. 23. Bandung: Refika
Aditama, 2013.
Kar, Dev dan Joseph Spanjers. “Illicit Financial Flows from Developing Countries: 20042014”, Global Financial Integrity (Desember 2015).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. Diterjemahkan oleh
Moeljatno. Cet. 30. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan . Undang-Undang No. 28
Tahun 2007, LN. Tahun 2007 No. 85.
Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak. Undang-Undang No. 11 Tahun 2016.
LN Tahun 2016 No. 131, TBN No. 5899.
Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
118/PMK.03/2016. LN Tahun 2016 Nomor 1043.
Akhir, Dani Jumadil. “Tak Usah Ragu Ikut Tax Amnesty, Jokowi: Saya Awasi Sendiri”
http://economy.okezone.com/read/2016/07/16/20/1439336/tak-usah-ragu-ikut-taxamnesty-jokowi-saya-awasi-sendiri. Diakses 24 Oktober 2016.
Global Financial Integrity, “Illicit Financial Flows” http://www.gfintegrity.org/issue/illicitfinancial-flows/, terjemahan sendiri, diakses 24 Oktober 2016.
Hakim, Lukman dan Aan Haryono. “Wajib Pajak Masih Ragu Ikut Tax Amnesty”
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=122&date=2016-08-11. Diakses 24
Oktober 2016.
Madril,
Oce.
“Korupsi
di
Beleid
Amnesti
Pajak”
https://www.tempo.co/read/kolom/2016/08/29/2378/korupsi-di-beleid-amnestipajak. Diakses 25 Oktober 2016.
Saputra, Rhendra dan Chandra G. Asmara. “Pemerintah Jamin Kerahasisaan Data Peserta Tax
Amnesty”
http://www.viva.co.id/haji/read/791955-pemerintah-jamin-kerahasiaan-
data-peserta-tax-amnesty. Diiakses 24 Oktober 2016.
Sutrisno,
Debbie.
“Sejuta
Harapan
pada
Tax
Amnesty”
https://pengampunanpajak.com/2016/08/02/sejuta-harapan-pada-tax-amnesty/.
Diakses 24 Oktober 2016.
12